Disusun Oleh :
Kelompok 1
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha
Pengasih dan Penyayang. Berkat karunia dan limpah rizkiNya kita masih diberikan nikmat
akal dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Solawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
kita selaku umatnya yang setia sampai akhir zaman amin.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengajar yang
telah membantu penyusunan makalah ini. Yang telah meluangkan waktu dan bimbingannya.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu segala masukan, saran, dan kritik yang
sifatnya membangun senantiasa kami harapkan Semoga Allah SWT, memberikan ilmu
kepada kita secara merata dan memberikan keberkahan atas ilmuNya sehingga ilmu kita lebih
dapat dipertanggung jawabkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .......................................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi..................................................................................................................... 2
B. Etiologi..................................................................................................................... 2
C. Manifestasi klinik ..................................................................................................... 2
D. Tanda dan gejala ...................................................................................................... 3
E. komplikasi ................................................................................................................ 4
F. patofisiologi dan pathway ......................................................................................... 4
G. penatalaksanaan ........................................................................................................ 6
H. asuhan keperawatan sesuai teori ............................................................................... 6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. pengkajian ............................................................................................................... 15
B. diagnose keperawatan ............................................................................................... 26
C. perencanaan keperawatan ........................................................................................ 26
D. implementasi ............................................................................................................ 28
E. evaluasi .................................................................................................................... 29
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................... 31
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 36
B. Saran ....................................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 37
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan
nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan
suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta
kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini .
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779
yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan
kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga
etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 – 5
tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini
mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena
dibandingkan anak-anak.
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang
sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu
diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan
baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.
B. Tujuan Penulisan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SPONDILITIS TUBERKULOSIS TULANG
A. Definisi
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa
yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 2010; 144).
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi pada tulang belakang yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sejak obat anti tuberkulosis
dikembangkan dan peningkatan kesehatan masyarakat, tuberkulosis tulang
belakang menjadi menurun di daerah negara industri, meskipun tetap menjadi
penyebab yang bermakna di negara berkembang. Gejala yang ditimbulkan antara
lain demam, keringat terutama malam hari, penurunan berat badan dan nafsu
makan, terdapat masa di tulang belakang, kiposis, kadang-kadang berhubungan
dengan kelemahan dari tungkai dan paraplegi. Spondilitis tuberkulosis dapat
menjadi sangat destruktif. Berkembangnya tuberkulosis di tulang belakang
berpotensi meningkatkan morbiditas, termasuk defisit neurologi yang permanen
dan deformitas yang berat. Pengobatan medikamentosa atau kombinasi antara
medis dan bedah dapat mengendalikan penyakit spondilitis tuberkulosis pada
beberapa pasien. (Sari Pediatri 2008;10(3):177-83).
B. Etiologi
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain, 90 – 95% disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan
5 – 10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman mycobacterium
tuberkulosa bersifat tahan asam, dan cepat mati apabila terkena matahari langsung
C. Manifestasi Klinik
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB yang
lain, yaitu badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang menurun,
2
suhu tubuh meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah
punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti dengan sering menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar dada atau
perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun kian memberat.
Kemudian muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski
bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra,
demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri
spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis
merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis
terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa
ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di
atas. (Harsono, 2010).
3
E. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s paraplegia.
Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh
tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada
medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis
TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau
perlekatan tulang ( ankilosing ) di atas kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra
torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan
pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
abses yang merupakan cold abcess.
4
b. Pathway
5
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai
mikrobakterium
2) Uji mantoux positif
3) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikrobakterium
4) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai
penyempitan diskus intervertebralis yang berada di korpus
tersebut
3) Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala
penekanan sumsum tulang
4) Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih
detail dari lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan
sirkumferensi tulang
5) Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan
osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan
penekanan saraf
H. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status
kesehatan klien sebagai berikut (Doengoes, Moorhouse, & Murr,
(2008). Hasil pengkajian pada penderita spondilitis TB meliputi tanda
gejala yang timbul. Agrawal, Patgaonkar, dan Nagariya (2010)
menyatakan bahwa tanda dan gejala dari spondilitis TB meliputi
tubuh merasa lemas kurang nafsu makan, penurunan berat badan,
6
kenaikan suhu dan berkeringat dimalam hari dan nyeri punggung jika
bergerak. Akibat pembentukan abses ini dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat menyerang sistem lain yaitu sistem neurologis.
Alavi dan Sharifi (2010) menyatakan bahwa dari 69 responden
didapatkan hasil 98,5% mengalami nyeri punggung, 26% merasa
demam dimalam hari, 28,9% bentuk tubuh kifosis, 17,4% berkeringat
dimalam hari dan sekitar 14,5% mengalami penurunan berat badan
Pemeriksaan penunjang spondilitis TB meliputi pemeriksaan
laboraturium, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan CT scan dan
pemeriksaan MRI (Doengoes, Moorhouse, & Murr, 2008).
Pemeriksaan laboraturium meliputi, peningkatan LED, mungkin
disertai leukositosis, dan uji mantoux positif (Moesbar, 2006).
Pemeriksaan Radiologis meliputi pemeriksaan foto toraks untuk
melihat adanya tuberkolosis paru, foto polos veterbra dan foto
rontgen: terdapat bayangan berbentuk kumparan (Dewald, 2003).
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan
paling jarnag pada vertebra C1-C2 (Moesbar, 2006). Pemeriksaan CT
Scan akan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irregular, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
Pemeriksaan MRI untuk mengevaluasi infeksi diskus
intervetebra dan osteomielitis tulang belakang (Doengoes,
Moorhouse, & Murr, 2008).
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat,
tanggal/jam MRS dan diagnosa medis
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri
pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien
berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri
radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan
meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada
saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama
tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan
7
penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany
pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita
penyakit tuberkulosis paru.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu
penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak
dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis
atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit
menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita,
sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka
penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga
emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai
penderita.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri ,
yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan
penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam
pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya
riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi
klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
8
c) Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula
bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta
dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga
kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat.
Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu proses eliminasi
7) Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut
8) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahat.
9) Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran
atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu
peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
10) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap
bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
11) Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila
terjadi komplikasi paraplegi.
12) Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam
hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui
cara merawat sehari-hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
13) Pola penaggulangan stres.
9
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti
penyakitnya ,akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang
menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang
penyakitnya untuk mengurangi stress.
14) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat
menjalankanibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah
pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka
di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada
tuhannya
15) Pemeriksaan fisik
a) Status penampilan kesehatan: lemah
b) Tingkat kesadaran: kesadaran normal, letargi, strupor, koma,
apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
c) Tanda-tanda vital:
(1) Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi.
(2) Frekuensi pernafasan: takipnea, dipsnea
progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu
pernafasan, pelebaran nasal.
(3) Suhu tubuh: hipertermi akibat penyebaran
toksik mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus.
d) Berat badan dan tinggi badan : Kecenderungan berat badan
anak mengalami penurunan.
e) Integumen kulit:
(1) Warna: pucat sampai sianosis.
(2) Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin.
(3) Turgor: menurun pada dehidrasi
f) Kepala:
(1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
(2) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi,
kehilangan rambut, perubahan warna.
g) Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada
thorak dan paru-paru:
10
(1) Inspeksi:
Frekuensi irama, kedalaman, dan upaya bernafas antara
lain: takpinea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
(2) Palpasi:
Adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada
daerah yang terkena.
(3) Perkusi:
Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonansi.
(4) Auskultasi:
(a) Suara bronkoveskuler atau bronkhial pada
daerah yang terkena.
(b) Suara nafas tambahan ronkhi pada sepertiga
akhir inspirasi
11
2) Perencanaan
DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Hambatan Setelah dilakukan tindakan - Bantu klien untuk menggunakan
mobilitas fisik b.d tongkat saat berjalan dan cegah
keperawatan terhadap cedera
kerusakan
neuromuskuler. selama 3x24 jam gangguan - Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
mobilitas fisik teratasi ambulasi
- Kaji kemampuan pasien dalam
dengan kriteria hasil: Mobilisasi
Klien meningkat dalam - Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
aktivitas fisik sesuai kemampuan
- Dampingi dan Bantu pasien saat
1. Mengerti tujuan dari mobilisasi dan bantu penuhi
peningkatan mobilitas kebutuhan ADLs ps.
2. Memverbalisasikan - Berikan alat Bantu jika klien
perasaan dalam memerlukan.
meningkatkan kekuatan - Ajarkan pasien bagaimana
dan kemampuan merubah posisi dan berikan
berpindah bantuan jika diperlukan
3. Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi
2 Nyeri Akut b.d agen Dalam waktu 3x24 jam setelah Manajemen nyeri :
injury fisik. diberikan intervensi nyeri akut
klien tidak mengalami a) Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif.
nyeri, dengan kriteria hasil:
b) Ajarkan penggunaan tehnik non
a) Nyeri dapat teratasi farmakologi.
b) Skala nyeri dapat
berkurang c) Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan mengatasinya dengan cepat.
d) Kolaborasi dengan orang terdekat
untuk memilih dan
mengimplementasikan tidakan
penurunan nyeri non
farmakologi.
Pemberian analgesik :
a) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
12
yang hebat.
b) Cek adanya riwayat alergi obat
3 Ketidakseimbanga Dalam waktu 3x24 jam setelah Nutrition Management
n nutrisi kurang diberikan intervensi
ketidakseimbangan nutrisi - Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan
kurang dari kebutuhan tubuh - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tubuh.
dengan kriteria hasil: menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
1. Adanya peningkatan - Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk
2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan vitamin
dengan tinggi badan C
3. Mampu - Berikan substansi gula
mengidentifikasi - Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda tanda mencegah konstipasi
malnutrisi - Berikan makanan yang terpilih (
5. Tidak terjadi penurunan sudah dikonsultasikan dengan ahli
berat badan yang berarti gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
13
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
14
BAB III
2. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan An. A sesak nafas 2 hari sebelum masuk rumah
sakit
15
lutut sehingga tidak dapat berjalan dan 2 hari sebelum masuk rumah sakit
An. A sesak nafas. Sebelum dibawa ke rumah sakit An. A sudah dibawa ke
dokter namun disarankan dokter untuk periksa ke dokter anak.
a. Muculnya keluhan
1) Tanggal munculnya keluhan : 12 Januari 2021
2) Waktu munculnya keluhan : malam hari
3) Faktor presipitasi dan predisposisi :
b. Karteristik Pqrst
P : Nyeri timbul saat digerakkan
Q : Nyeri tekan
R : Nyeri di daerah tulang belakang
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri muncul kadang-kadang
c. Masalah sejak muncul keluhan
1) Insiden : Kejadian sehari-hari
2) Perkembangan : tidak berubah
3) Efek dari pengobatan : berat badan menurun
16
5. Riwayat keluarga (disertai genogram)
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Pasien
Garis penghubung
6. Riwayat sosial
A. Yang mengasuh dan alasannya : ibu, karna seorang ibu rumah
tangga
B. Pembawaan anak secara umum : periang
C. Lingkungan rumah : lingkungan rumah komplek
17
B. Tindakan operasi :-
C. Obat- obatan : OAT bulan ke-1, Injeksi Ceftriaxone,
IUFD Kaen 1B
D. Tindakan keperawatan : Distraksi, Bantu ADLs
E. Hasil laboratorium
Tanggal Pemeriksaan :14 Januari 2021
Jam Hasil Pemeriksaan : 15:06:03
TEST RESULT REFERENCE UNITS
HEMATOLOGI
Hematokrit 20 40-52 %
KIMIA
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT
IMUNO-SEROLOGI
REMATOLOGI
18
Tanggal Pemeriksaan : 14 Januari 2021
Jam hasil pemeriksaan : 15:06:03
TEST RESULT REFERENCE UNITS
KIMIA
GAS DARAH
HEMATOLOGI
19
Lekosit 6.27 3.80 – 10.60 x10^3/ul
Hematocrit 20 40 – 52 %
MCV 78 80 – 100 fl
MCH 26 26 – 34 pg
MCHC 33 32 – 36 g/dl
HITUNG JENIS
Basophil 0 0 -1 %
Eosinofil 0 2–4 %
Batang 0 3–5 %
Segmen 31 50 – 70 %
Limfosit 60 25 – 40 %
Monosit 9 2–8 %
RET HE 24 28 - 35 pg
KIMIA
FUNGSI HATI
SGOT 67 0 – 50 U/L
SGPT 37 0 – 50 U/L
20
TEST RESULT REFERENCE UNITS
HEMATOLOGI
Hematocrit 38 40 – 52 %
F. Hasil rontgen
Pemeriksaan : Thorax Anak PA/AP
Waktu Expertise : 15 Januari 2021
Klinis : Tuberculoma of brain and spinal cord I A17.81
HASIL PEMERIKSAAN :
Ts/Yth :
Radiografi Thorax AP :
Jantung kesan tidak membesar
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trakea di tengah, kedua hillus tidak menebal.
Curiga infiltrate di suprahiler kiri yang superposisi dengan iga 3
posterior kiri
Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostoprenikus lancip
Jaringan lunak dinding dada terlihat baik
G. Data tambahan :-
21
6) Mainan anak / bayi aman? : Iya
7) Praktik keamanan orang tua : Baik
c. Pola eliminasi
1) Pola defeksi : feses berwarna kecoklatan, dengan tekstur lembek,
tidak ada kesulitan, tidak ada darah
2) Mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi : An. A diganti
pakaiannya 3x sehari
3) Pola eliminasi urin : Ibu mengatakan urin An. A berwarna kuning,
biasanya 3x sehari, bau khas urin, tidak ada kelainan
4) Apakah ada masalah dengan pola eliminasi orangtua : tidak ada
d. Pola aktivitas-latihan
1) Kebiasaan mandi : sebelum masuk rumah sakit mandi 2x sehari,
menggunakan sabun mandi bayi, namun setelah masuk rumah sakit
mandi 2x sehari hanya di lap saja
2) Kebersihan rutin : An. A bisa mengganti pakaian 3x sehari
22
3) Aktivitas sehari-hari : An. A suka bermain di rumah dengan
mainannya kadang bermain dengan teman seumurannya di sekitar
rumah
4) Level kekuatan anak/bayi secara umum, toleransi : giat
5) Persepsi anak terhadap kekuatan dari segi aktivitas : kuat
6) Kemampuan kemandirian anak : ibu mengatakan An. A belum bisa
menggunakan pakaian, toileting secara mandiri, untuk makan
biskuit An. A bisa melakukan secara mandiri
7) Bagaimana aktivitas pola pemeliharaan anak, pemeliharaan rumah
oleh orangtua? : ibu mengatakan tidak ada batasan untuk An. A,
dan untuk pemeliharaan rumah ibu selalu membersihkan
e. Pola istirahat-tidur
1) Pola istirahat/tidur anak : 10-12 jam
2) Perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nokturia : tidak ada
3) Posisi tidur anak, gerakan tubuh : posisi tidur An. A telentang,
gerakan tubuh hanya miring kanan miring kiri
4) Bagaimana pola tidur orangtua : tidak ada masalah
f. Pola persepsi-kognitif
1) Responsiveness anak secara umum : baik
2) Respon anak untuk bicara, sentuhan, suara, objek : An. A belum
bisa bicara, untuk respon sentuhan, suara dan objek An. A baik
3) Apakah anak mengikuti objek dengan matanya? : Iya
Respon untuk meraih mainan? : baik
4) Vokal suara, pola bicara, kata-kata, kalimat : belum bisa
5) Gunakan stimulasi : stimulasi bicara belum bisa, stimulasi mainan
baik, stimulasi menonton baik,
6) Kemampuan anak untuk mengatakan nama, waktu, alamat, nomor
telepon dll : -
7) Kemampuan anak untuk mengidentifikasi kebutuhan : lapar, haus,
nyeri, tidak nyaman : An. A akan merengek jika ingin sesuatu
8) Apakah ada masalah pada orangtua :penglihatan, pendengaran,
sentuhan, kesulitan membuat keputusan : tidak ada
23
g. Pola persepsi diri-konsep diri
1) Status mood bayi/anak : saat bertemu dengan orang An. A takut
dan kadang rewel
2) Pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi, dll anak/bayi
A. Status mood : kadang rewel
B. Banyak teman/seperti yang lain : iya
C. Persepsi diri : baik
D. Kesepian : tidak
E. Takut : jika ada perawat yang menghampirinya
h. Pola peran-hubungan
1) Struktur keluarga : An. A adalah anak ketiga dari 4 bersaudara
2) Masalah/stresor keluarga : tidak ada
3) Interaksi antara anggota keluarga dan anak : baik
4) Respon anak/bayi terhadap perpisahan : baik
5) Anak:ketergantungan : tidak
6) Anak:pola bermain : baik
7) Anak: temper tantrum?masalah disiplin?penyesuaian sekolah? :
tidak ada masalah
8) Orangtua:peran ikatan?kcpuasan?pekerjaan/sosial/hubungan
perkawinan : baik
i. Pola seksualitas
1) Perasaaan sebagai laki-laki/perempuan : Tidak terkaji
2) Pertanyaan seputar seksualitas?bagaimana respon orangtua?(tidak
tahu, malu, acuh, perubahan seksualitas) : Tidak terkaji
3) Orang tua riwayat reproduksi, ada masalah dengan kepuasan
seksual : Tidak terkaji
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : sedang
b. Tanda vital
TD : 71/50mmhg S : 36,9C
N : 85x/mnt RR : 35x/mnt
c. TB : 88cm
BB : 9kg
d. Lingkar kepala :
e. Mata : bentuk simetris, tidak icterus, tidak anemis, Isokor, Reflek
cahaya (+)
f. Hidung : Bentuk simetris, warna kulit dengan sekitar
g. Mulut : Mukosa bibir tampak lembab, merah muda, gigi belum
lengkap, lidah bersih
h. Telinga : Bentuk simetris, bersih, fungsi pendengaran baik
i. Tengkuk/leher : tiroid tidak teraba, kelenjar getah bening teraba, tidak
ada kelainan
j. Dada : bentuk dada simetris, tidak ada benjolan, terdapat retraksi dada
k. Jantung : Ictus cordis dalam batas normal, Ictus cordis teraba pada ICS
2 line dextra sinistra, pembesaran jantung tidak ada, Irama jantung
regular
l. Paru-paru : Suara sonor, suara batas paru dan hati normal, frekuensi
nafas 35x menit
m. Abdomen : bentuk datar, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, bising
usus 7x/mnt, suara timpani
25
n. Punggung : tidak terkaji
o. Genetalia : tidak terkaji
p. Ekstremitas : kedua ekstremitas bawah ada oedem, CRT <3dtk
q. Kulit : tidak ada lesi, kulit sawo matang, teraba hangat
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d radang tulang
Dalam waktu 1x4 jam setelah diberikan intervensi nyeri klien tidak
mengalami nyeri dengan kriteria hasil :
a) Nyeri menurun
b) Tidak tampak meringis
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal
26
Intervensi :
Intervensi :
D. Implementasi Keperawatan
No Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Paraf
Dx
27
Selasa, 19 Januari 2021 1) Monitoring keadaan umum dan tanda-
09.00 tanda vital
2) Mengobservasi lokasi, karakteristik,
1 durasi, frekuensi, kualitas nyeri
3) Mengidentifikasi skala nyeri
4) Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal
5) Memberikan teknik non formakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
hipnosis, terapi music, terapi pijat,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain, terapi distraksi)
6) Kolaborasi pemberian analgesic, jika
perlu
19 Januari 2021 1) Mengidentifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnnya
2 09.30 2) Mengidentifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
3) Memfasilitasi aktivitas sehari-hari
4) Melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam aktivitas sehari-hari
5) Monitoring komplikasi tirah baring
(mis. kehilangan massa otot, sakit
punggung, konstipasi, stress,
kebingungan)
6) Memposisikan senyaman mungkin
7) Memberikan latihan gerak aktif atau
pasif
E. Evaluasi Keperawatan
28
1 Selasa, 19 Januari 2021 1 S : ibu pasien mengatakan pasien
merengek kalau ada yang sakit,
12.00
tapi mulai diam jika diberi
tontonan yang di sukai pasien
P : Lanjutkan Intervensi
29
2 Selasa, 19 Januari 2021 1 S : ibu pasien mengatakan bengkak
masih ada di kedua kakinya namun
12.3S0
sudah sedikit kurang bengkaknya
P : Lanjutkan intervensi
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam BAB ini kami akan menguraikan kesenjangan teori dengan praktik pada klien An. A
dengan Spondilitis TB Tulang di ruang Kemuning Atas RSU Kab. Tangerang.
A. Pengkajian
Di hari pertama pengkajian ditemukan 2 diagnosa dengan:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan radang tulang
DS : Ibu pasien mengatakan An. A akan menangis jika merasa sakit
DO : Wajah An. A tampak meringis, TD : 75/58mmHg, N : 89x/mnt, RR : 38x/mnt
skala nyeri 4
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan adanya oedema
DS : Ibu pasien mengatakan An. A 1 minggu sebelum masuk rumah sakit terdapat
bengkak pada kedua tangan, kedua lutut dan kedua kaki, namun sekarang bengkak
hanya di bagian kaki saja. An. A tidak mau melakukan pergerakan sehingga pada
bagian kaki An. A sedikit menekuk
DO : An. A tampak lemah, tidak mau menggerakan kedua kakinya, tampak oedema
pada kedua kaki, kekuatan otot 1
B. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul dalam teori Spondilitis TB yaitu:
1. Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan skresi yang tertahan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan.
4. Hipertermia behubungan dengan penyakit
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
6. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan
oksigen.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.
31
Pada pengkajian dan analisa data yang telah dilakukan pada pasien tersebut tidak
didapatkan kesenjangan teori dan kasus, dimana diognosa yang dapat di angkat dari
hasil pengkajian tersebut yaitu 2 dikarenakan ibu klien mengatakan An. A akan
menangis ketika merasa nyeri, dan terdapat bengkak pada kaki An. A.
C. Intervensi
Intervensi yang dapat dilakukan berdasrakan teori nyeri yaitu
1. Manajemen nyeri :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
b) Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi.
c) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan mengatasinya dengan cepat.
d) Kolaborasi dengan orang terdekat untuk memilih dan mengimplementasikan
tidakan penurunan nyeri non farmakologi.
2. Pemberian analgesik :
a) Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang hebat.
b) Cek adanya riwayat alergi obat.
Toleransi aktifitas :
a) Kolaborasikan dengan ahli terapi, terapi fisik dan rencana rekreasi dan progam
pengawasan.
b) Berikan kegiatan pergerakan yang lebih besar untuk pasien hiperaktif.
32
c) Berikan waktu jeda untuk setiap kegiatan
Manajemen energi :
a) Kaji status fisiologi pasien berhubungan dengan status kelelahan berkaitan dengan
usia dan perkembangan.
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Rencakan periode aktifitas ketika pasien lagi berenergi.
d) Evaluasi program peningkatan aktifitas.
D. Implementasi
2. Pemberian analgesik :
a) Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang hebat.
b) Cek adanya riwayat alergi obat.
33
Impelementasi yang dilakukkan brdasarkan pengkajian yaitu:
1. Toleransi aktifitas :
a) Kolaborasikan dengan ahli terapi, terapi fisik dan rencana rekreasi dan progam
pengawasan.
b) Berikan kegiatan pergerakan yang lebih besar untuk pasien hiperaktif.
c) Berikan waktu jeda untuk setiap kegiatan
2. Manajemen energi :
a) Kaji status fisiologi pasien berhubungan dengan status kelelahan berkaitan dengan
usia dan perkembangan.
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Rencakan periode aktifitas ketika pasien lagi berenergi.
d) Evaluasi program peningkatan aktifitas.
34
5) Monitoring komplikasi tirah baring (mis. kehilangan massa otot, sakit punggung,
konstipasi, stress, kebingungan)
6) Memposisikan senyaman mungkin
7) Memberikan latihan gerak aktif atau pasif
Pada implementasi yang telah direncanakan pada pasien tersebut tidak didapatkan
kesenjangan teori dan kasus. Implemetasi keperawatan dilakukan, dimana tindakan yang
dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga dapat
tercapai sesuai dengan tujuan asuhan keperawatan.
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada hari Selasa, 19 Januari 2021 diperoleh hasil
dimana nyeri teratasi sebagian. Pada data subjektif ibu klien mengatakan nyeri sudah
berkurang. Evaluasi untuk mobilitas fisik masalah teratasi sebagian karena masih terdapat
benjolan pada estremitas bawah, tetapi benjolan sedikit berkurang
35
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penulisan mengenai asukan keperawatan pada kasus Spondilitis TB di ruang
Kemuning Atas RSUD Kabupaten Tangerang dapat disimpulkan bahwa kasus spondilitis
An.A merupakan masalah yang tidak umum terjadi, mengingat kebanyakan kasus ini
lebih banyak diidap diusia yang lebih dewasa ketimbang di usia anak.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus ini yaitu Nyeri Akut berhubungan
dengan radang tulang dan Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan adanya
oedema.intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu dilakukan mengacu pada masing
masing diagnosa keperawatan yang berdasarkan pada asuhan keperawatan menurut teori,
yaitu penggunaan teknik non farmakologi dan juga pemberian farmakologi dengan
pemberian analgesik dalam mengurangi rasa nyeri, dan memberikan posisi senyaman
mungkin, memonitoring komplikasi tirah baring juga melakukan latihan gerak aktif dan
pasif dalam mengurangi kekauan otot dan sendi juga mengurangi penyusutan massa otot.
B. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
&NANDA NIC-NOC (jilid I). Yogyakarta: mediaction.
Wijayaningsih, Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta : CV Trans Info
Media
37