Anda di halaman 1dari 12

142 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa:


Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung”
Ganjar Setyo Widodo
Hariyono
Fattah Hanurawan
S2 Pendidikan Dasar (Guru Kelas) - Pascasarjana Universitas Negeri Malang
oke.ganjar@yahoo.co.id

Abstract: This research aimed to reveal primary school teachers’ perceptions of student delinquency.
This study used qualitative approach, with phenomenological case study design. The results of the
current study regarding teachers’ perceptions of student’s delinquency at primary school were: 1)
student delinquency was a deviant behavior which violated school’s rules, and, therefore, disrupted
the learning environment and harmed other individuals; 2) there were two categories of student
delinquency, namely student’s disruptive behavior and serious delinquency. Disruptive behavior
included not paying attention to neatness, not paying attention to the teacher’s explanation, being
aggressive; cheating, making physical and verbal threats to teachers and students, switching attention
from the subject or discussion, not obeying teachers’ words, talking back (having the tendency to
keep talking, making excuses and not admitting their faults), while the serious delinquency included:
playing truant and stealing; 3) there were six things which caused student delinquency, they were
physical condition, lack of parents’ support (moral education and economic support), teacher’s
teaching methods which were less varied (monotone), teacher’s talk which was difficult to understand
by students, negative environment factors, and the subject matters which were too many; 4) there
were several ways to overcome students’ delinquency, for example giving a model to the students,
verbal reprimands, physical sanctions, and special attention, manipulating tasks given, providing a
replacement activity, manipulating seating arrangement, giving a special understanding, providing
learning blueprint, communicating with parents, providing regulations, providing good and bad option,
habituating, giving students the experience of failure, providing motivation, doing private talk with
the students, and sending them back to the parents.

Keywords: perception, teacher, student’s delinquency, primary school.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengungkap persepsi guru Sekolah Dasar berkaitan dengan
kenakalan siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan rancangan studi kasus
fenomenologis. Analisis data yang digunakan yaitu analisis fenomenologis. Hasil penelitian terhadap
persepsi guru Sekolah Dasar “Raja Agung” tentang kenakalan siswa yaitu: 1) Kenakalan siswa
adalah perilaku menyimpang dan melanggar peraturan sekolah yang dilakukan oleh siswa, sehingga
mengganggu suasana belajar dan merugikan individu lain; 2) Bentuk kenakalan siswa dikategorikan
menjadi 2, yaitu perilaku mengganggu dan kenakalan serius siswa. Perilaku mengganggu dipersepsikan
beragam meliputi: tidak memperhatikan kerapian, tidak memperhatikan penjelasan guru, agresif;
mencontek, membuat ancaman fisik dan verbal kepada guru atau siswa, mengalihkan pembicaraan
dari materi pelajaran atau diskusi, tidak patuh terhadap arahan guru, Ngeyel (tetap berbicara dan tidak
mengakui kesalahan), sedangkan kenakalan serius siswa meliputi: perilaku membolos dan mencuri;
3) Ada 6 penyebab kenakalan siswa yaitu: kondisi fisik, kurangnya perhatian orang tua (pendidikan
moral dan dukungan ekonomi), metode pembelajaran guru yang kurang bervariasi (monoton), bahasa
yang sulit dipahami siswa, lingkungan negatif, dan materi pelajaran terlalu banyak; 4) Cara mengatasi
kenakalan siswa, yaitu: pemberian model bagi siswa, teguran verbal, sanksi fisik, perhatian khusus,
memanipulasi pemberian tugas, memberikan aktivitas pengganti, memanipulasi lokasi tempat duduk,
memberikan pemahaman khusus, memberikan kisi-kisi belajar, berkomunikasi dengan orang tua,
memberikan peraturan, memberikan pilihan baik-buruk, pembiasan, memberikan pengalaman gagal,
memberikan motivasi, berkomukasi secara pribadi dengan siswa, dan dikembalikan kepada orang tua.

Kata kunci: persepsi, guru, kenakalan siswa, Sekolah Dasar

142
Widodo, Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa: Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung” ... 143

Perkataan “pensilku tadi di hilangkan si X” merupakan panjang.


salah satu contoh adanya perilaku yang cenderung Pembicaraan yang dilakukan antara guru kelas 1
negatif. Satu siswa merasa kehilangan akibat dengan guru kelas 6, juga berbunyi “Rozak i mbiyen
perbuatan siswa lain yang tidak mengembalikan rangking 3, tapi wajah e ita-itu nek di ulang ora tau
barang yang dipinjamnya. Salah satu contoh kongkrit gathekne, nek diilingke tetep ngeyel (Rozak dulunya
peringkat 3, wajahnya belagu dan apabila diingatkan
dijumpai oleh peneliti di Sekolah Dasar “Raja
tetap saja berbicara)” (hasil observasi aktivitas pada
Agung”. Menurut keterangan kepala sekolah pada tanggal 12 September 2014). Maksudnya, ada siswa
tanggal 12 September 2014, diperoleh fakta bahwa kelas 6 yang bernama Rozak, yang dulunya pernah
pernah terjadi kasus pencurian uang saku yang peringkat ke 3, wajahnya terkesan “belagu” karena saat
dilakukan oleh seorang siswa bernisial GL. Siswa guru menerangkan, dia sering tidak memperhatikan,
yang bersangkutan mencuri uang saku dari teman- ketika diingatkan tetap tidak mau mengakui.
temannya yang masih duduk di kelas rendah. Kasus Solso (1995, dalam Satiadarma, 2001)
pencurian yang dilakukan oleh GL ini berlangsung mendefinisikan persepsi sebagai deteksi dan
berkali-kali. Setelah didaftar oleh kepala Sekolah interpretasi stimulus yang ditangkap oleh
Dasar “Raja Agung”, uang yang dicuri oleh GL penginderaan. Artinya yaitu persepsi diawali
dengan menafsirkan sesuatu yang ditangkap oleh
apabila diakumulasikan berjumlah ± Rp. 300.000,-.
penginderaan, baik dari apa yang orang lihat, dengar,
Permasalahan yang dihadapi guru tidak hanya
maupun rasakan untuk menarik suatu pendapat
aspek ekonomi orang tua, peneliti juga mencatat
terhadap stimulus yang ditangkap oleh penginderaan.
beberapa kejadian indisipliner. Di antaranya ada
Secara definisi, Willis (2005) menyatakan
salah seorang siswa yang pada saat masih berbaris,
kenakalan anak atau (Juvenile Delinquency) berasal
diperintahkan oleh guru kelas 5 ke kamar mandi
dari 2 istilah yaitu Juvenile dan Delinquency.
sebelum memasuki kelas. Setelah siswa yang
Juvenile berasal dari bahasa latin “Juvenilis”, yang
bersangkutan diikuti oleh peneliti dan bertanya sebab
berarti anak-anak, anak muda, sifat khas pada periode
mengapa disuruh ke kamar mandi, dia menjawab
remaja (di bawah 18 tahun), sedangkan Delinquency
“dikengken nglebokan klambi pak (diperintah untuk
berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti
memasukkan baju pak)”. Maksudnya adalah anak
terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas
tersebut disuruh untuk merapikan bajunya di kamar
artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal,
mandi sebelum memasuki jam-jam pembelajaran
pelanggar aturan, pembuat ribut, dan lain sebagainya.
(hasil observasi pada tanggal 12 September 2014).
Siswa yang melanggar aturan-aturan sekolah
Peneliti juga mencatat ungkapan guru kelas 2
baik yang tertulis, maupun yang tidak tertulis, dapat
di Sekolah Dasar “Raja Agung” mengenai pendapat
berpotensi menimbulkan kekacauan-kekacauan
guru berkaitan dengan siswa kelas 2 yang diampunya.
yang mengganggu. Perilaku itu dapat didefinisikan
Ungkapan tersebut berbunyi “kelas 2 niki larene
sebagai perilaku mengganggu/mengacaukan
lumayan aktif, tapi wonten lare kaleh seng sondok
(disruptive behaviour). O’Connor, dkk. (2012)
nemen (kelas 2 ini siswanya agak aktif, tetapi ada 2
menyatakan bahwa “disruptive behaviour problems
siswa yang agak keterlaluan)” (hasil wawancara pada
…………. because of their association with later
tanggal 12 September 2014). Keterlaluan tersebut
delinquency and school failure”. Ini berarti
menurut guru kelas 2 yaitu sering mengganggu teman-
bahwa perilaku disruptif merupakan masalah
temannya, seperti mencoret-coret buku temannya.
yang mempunyai asosiasi dengan kenalakan dan
Selain itu, kenakalan yang sering terjadi yaitu tidak
kegagalan bersekolah selanjutnya. Oleh sebab itu,
memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran.
antara juvenile delinquency dan disruptive behaviour
Selanjutnya, peneliti juga mencatat pembicaraan
memang masih memiliki kesamaan apabila dilihat
antara guru kelas 1 dengan guru kelas 6 yakni, “Fani
dari pokok permasalahannya.
iku tau gak munggah pak Rama (guru kelas 6), trus
Arbuckle & Little (2004) mendefinisikan
Josi iku ora pati iso moco trus nakal, rambute dowo
bahwa perilaku yang dapat dikategorikan dalam
pak Rama. (Fani itu pernah tidak naik kelas (guru
perilaku mengacaukan yaitu aktivitas yang membuat
kelas 6), lalu Josi itu agak tidak bisa membaca juga
menyusahkan guru, mengganggu proses belajar
nakal, rambutnya panjang)” (hasil observasi aktivitas
dan membuat guru terus-menerus mengomentari
pada tanggal 12 September 2014). Artinya bahwa
siswanya. Pengertian lain dari disruptive behaviour,
guru kelas 1 tersebut menginformasikan kepada
yang dikutip dari sebuah jurnal yang ditulis oleh Ali
guru kelas 6 mengenai pengalaman guru kelas 1
& Gracey (2013), yaitu perilaku mengganggu, ikut
selama mengajar siswa kelas 6 yang sekarang baru
campur, dan menghalang-halangi fungsi operasi
diampu oleh guru yang bernama Ramadita, bahwa
normal, termasuk aktivitas mengajar di kelas, hak
Fani merupakan siswa yang pernah tidak naik kelas
siswa untuk merasa mempunyai kesempatan senang
dan Josi merupakan siswa yang nakal dan berambut
dalam praktek pendidikan.
144 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Senada dengan pendapat tersebut, Mabeba & bawah usia 18 tahun) yang bertentangan dengan
Prisloo (dalam Marais & Meier, 2010) menyatakan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat
bahwa perilaku disruptif merupakan perilaku yang (kriminal, anti sosial, melanggar aturan) sehingga
berkenaan dengan masalah kedisiplinan di sekolah berakibat merugikan orang lain, ketenteraman umum
yang berakibat mengganggu hak dasar siswa lainnya dan juga merusak dirinya sendiri. Usia siswa SD
untuk belajar dengan aman di kondisi lingkungan
memang seluruhnya kurang dari 18 tahun sehingga
belajar yang mendukung.
Selanjutnya, dikutip dari sebuah edaran yang antara kenakalan siswa dan remaja dapat dianggap
berjudul “A faculty Guide to Managing Disruptive sama saja. Perbuatan anti sosial itu tercermin dari
Behaviour in Classroom” dari University Of Colorado, terganggunya suasana belajar sehingga sangat
ditemukan makna mengenai Disruptive Behaviour merugikan individu (siswa) lainnya. Sedangkan
yaitu segala perilaku yang mencoba mencampuri melanggar aturan yakni melanggar apa-apa yang
kepemimpinan guru dalam mengajar atau kemampuan sudah disepakati sebagai peraturan di sekolah.
yang dilakukan oleh siswa untuk mengambil-ngambil Selain itu, pendapat guru Sekolah Dasar “Raja
kesempatan dalam pembelajaran. Agung” juga sejalan dengan pendapat Herlan,
Kuhlenschmidt and Layne, (dalam Ali & Gracey, dkk. (2012) yang menyatakan bahwa kenakalan
2013) menyatakan bahwa “student misbehavior
remaja adalah perilaku remaja melanggar status,
may be caused by physical problems, emotional
challenges, or environmental factors”. Itu berarti membahayakan diri sendiri, menimbulkan korban
bahwa kenakalan siswa dapat bisa juga disebabkan materi pada orang lain, dan perilaku menimbulkan
oleh masalah fisik, penolakan emosional, atau faktor korban fisik pada orang lain. Merujuk pada pendapat
lingkungan. tersebut, siswa yang melanggar peraturan sekolah jelas
Penelitian ini berfokus untuk mengungkap bahwa siswa tersebut melanggar statusnya sebagai
persepsi guru Sekolah Dasar “Raja Agung” tentang siswa sehingga dampaknya tentu mengganggu proses
kenakalan siswa. Persepsi tersebut meleputi belajar dari individu lainnya di kelas.
tanggapan, pandangan, pendapat tentang kenakalan Selanjutnya, pernyataan guru Sekolah Dasar
siswa, penyebab kenakalan siswa dan upaya “Raja Agung” juga sejalan dengan Ehiemua (2014)
atau tindakan yang dilakukan oleh guru terhadap
yang menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah
kenakalan tersebut.
keseluruhan situasi atau perilaku melanggar hukum
METODE yang dilakukan oleh individu di bawah 18 tahun.
Merujuk pada pendapat tersebut, benar bahwa
Penelitian ini menggunakan pendekatan melanggar peraturan sekolah yang dilakukan oleh
kualitatif, dengan rancangan studi kasus siswa merupakan peristiwa kenakalan siswa karena
fenomenologis. Data yang dikumpulkan oleh peneliti telah melakukan tindakan melanggar aturan atau
yaitu berupa data fisik, tertulis, aktivitas, dan lisan. hukum yang berlaku di sekolah.
Sumber data dalam penelitian ini yaitu semua guru di Pendapat lain diungkapkan oleh Sarwono (2001)
Sekolah Dasar “Raja Agung”. Data yang dikumpulkan yang menterjemahkan kenakalan (delinquency)
yaitu data fisik, lisan, aktivitas, dan tertulis. Prosedur dengan menyerap arti kata dalam bahasa Belanda
pengumpul data yang digunakan yaitu melalui teknik yaitu baldadigheid yang berarti semua perbuatan yang
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. berlawanan dengan ketertiban umum, ditujukan pada
Analisis data yang digunakan yaitu analisis data orang, binatang, dan barang yang dapat menimbulkan
fenomenoligis. Prosedur analisis data yaitu reduksi bahaya, kerugian, dan kesusahan. Merujuk pada
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. pendapat tersebut, perbuatan berlawanan dengan
ketertiban umum itu dapat dimanifestasikan dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
adanya gangguan yang dilakukan oleh siswa sehingga
Persepsi Guru Tentang Kenakalan Siswa siswa lainnya terganggu dalam proses belajarnya.
Gangguan tersebut tentunya juga menimbulkan
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” berpendapat
kerugian bagi siswa siswa lainnya.
bahwa kenakalan siswa adalah perilaku menyimpang
Merujuk dari pendapat-pendapat ahli tersebut,
dan melanggar peraturan sekolah yang dilakukan
benar bahwa kenakalan siswa merupakan perilaku
oleh siswa, sehingga mengganggu suasana belajar
menyimpang dan melanggar peraturan sekolah yang
dan merugikan individu lain. Hal itu, senada dengan
dilakukan oleh siswa, sehingga mengganggu suasana
pernyataan Willis (2005) yang menyatakan bahwa
belajar dan merugikan individu lain.
kenakalan remaja adalah perbuatan para remaja (di
Widodo, Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa: Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung” ... 145

Persepsi Guru Tentang Bentuk-Bentuk inner diri yang baik. Namun Di sisi lain, ada
Kenakalan Siswa pendapat yang berbeda mengenai perilaku tidak
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” memperhatikan kerapian yang dianggap sebagai
mempersepsikan bentuk kenakalan siswa dengan kenakalan siswa oleh guru Sekolah Dasar “Raja
mengkategorikannya menjadi 2, yaitu kenakalan Agung”. Misalnya seragam sekolah siswa yang tidak
siswa berupa perilaku mengganggu dan kenakalan sesuai dengan kaidah-kaidah mainstream rapi, yaitu
serius siswa. Hal itu sesuai dengan pendapat baju harus dimasukkan. Mangun (1999) menyatakan
O’Connor, dkk. (2012) yang menyatakan bahwa bahwa siswa yang diperlakukan secara komando
“disruptive behaviour problems …………. because of seperti itu, dalam hal ini harus memasukkan
their association with later delinquency and school baju, akan kehilangan kreatifitas, spontanitas dan
failure”. Ini berarti bahwa perilaku menganggu keceriaan alaminya. Oleh karena itu, perilaku ini
merupakan masalah yang masih mempunyai tidak adil apabila dikatakan sebagai kenakalan
asosiasi dengan kenakalan siswa dan kegagalan siswa, sedangkan siswa yang bersangkutan tidak
bersekolah selanjutnya. Oleh sebab itu benar mengganggu orang lain. Guru haruslah melihat dari
bahwa kenakalan siswa dapat dibagi dalam kategori sisi positifnya, misalnya kreatifitas siswa dalam
perilaku mengganggu yang dilakukan oleh siswa. memakai seragam.
Selanjutnya, kenakalan siswa dipahami dari sudut Tidak Memperhatikan Penjelasan Guru
pandang kenakalan serius. Hal itu sesuai dengan Perilaku tidak memperhatikan penjelasan
pendapat Reed dkk. (2009) dan Slavin (2006) guru dalam pembelajaran dipersepsikan guru
yang menyatakan bahwa perilaku kenakalan Sekolah Dasar “Raja Agung” sebagai perilaku yang
anak yang berpotensi mengacaukan yaitu gang merugikan individu lain di kelas dan berdampak
activities (aktivitas geng), alcohol and drug abuse mengganggu secara klasikal. Kondisi tersebut sesuai
(penyalahgunaan narkoba), dan serious property dengan pendapat Slavin (2006) yang menyarakan
delinquent (kenakalan yang bersifat serius). Merujuk menyelesaikan permasalahan kecil dahulu sebelum
hal tersebut, benar pernyataan guru Sekolah Dasar menjadi permasalahan yang besar. Oleh sebab itu
“Raja Agung” bahwa kenakalan siswa juga dapat benar apabila permasalahan kecil, dalam hal ini
dikategorikan dalam kenakalan serius. perilaku tidak memperhatikan penjelasan guru
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” merinci dalam pembelajaran, akan selalu berdampak pada
bentuk perilaku mengganggu meliputi: tidak terganggunya kondisi kelas secara kesuluruhan.
memperhatikan kerapian, tidak memperhatikan
penjelasan guru, perilaku agresif; mencontek; Perilaku Agresif
membuat ancaman fisik dan verbal kepada guru Perilaku agresif ini dipersepsikan oleh guru
atau siswa; mengalihkan pembicaraan dari materi di Sekolah Dasar “Raja Agung” sebagai perilaku
pelajaran atau diskusi; tidak patuh terhadap arahan melawan terhadap hal yang bertolak dengan
guru; Ngeyel (tetap berbicara dan tidak mengakui keinginan sehingga siswa cepat bertindak negatif
kesalahan). Kenakalan serius siswa meliputi perilaku kepada siswa lainnya. Hal itu memiliki kesamaan
membolos dan mencuri. esensi dengan pendapat Hanurawan (2011) yang
Perilaku Mengganggu menyatakan bahwa perilaku agresif adalah segenap
perilaku, melibatkan fisik, verbal, maupun psikologis
Tidak Memperhatikan Kerapian interpersonal, yang dapat menganggu hak-hak
Perilaku ini dipersepsikan oleh guru Sekolah semua siswa untuk belajar di lingkungan sekolah
Dasar “Raja Agung” sebagai kenakalan karena secara aman. Mengganggu hak-hak semua siswa ini
tindakan siswa tersebut dianggap kurang respek terwujud dengan tindakan memaksakan keinginan
terhadap diri sendiri dan orang lain. Orang lain individu kepada siswa lain, dengan konsekuensi
yang melihatnya secara visual tidak indah. Kurang adanya tindakan negatif apabila siswa yang agresif
menjaga kerapian baju, kuku dan rambut adalah tersebut tidak terpenuhi keinginannya.
bentuknya. Berkaitan dengan hal tersebut, memang Mencontek
Felker (1974) menyatakan bahwa konsep diri sangat Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung”
dipengaruhi oleh penampilan fisik. Penampilan berpendapat bahwa kebiasaan mencontek merupakan
fisik yang tidak baik, sering diidentikkan oleh perilaku negatif. Misalnya saja yang paling sederhana
orang lain sebagai seseorang yang tidak memiliki yaitu mengkopi atau menyalin jawaban dari
146 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

teman lainnya. Representasi dari hasil tes akan Kehendak yang kuat tersebut merupakan cara siswa
sangat mengaburkan. Selain itu, perilaku ini akan untuk menunjukkan eksistensi dirinya di dalam
menimbulkan ketergantungan pada individu lain kelas. Hal itu sesuai dengan pendapat Crowder,
sehingga siswa lebih cenderung untuk tidak ingin dkk. (1998) dan Morash & Trojanowicz (1983)
untuk belajar dengan mandiri. Hal itu sesuai yang menyatakan bahwa memang perilaku untuk
dengan pernyataan Danielsen, dkk. (2006) yang menunjukkan eksistensi diri mulai muncul di usia-
menyatakan bahwa perilaku mencontek merupakan usia sekolah dasar. Proses menunjukkan bahwa
tindakan yang tidak pantas (misconduct) dilakukan dirinya berarti terkadang tidak sesuai dengan nilai-
di dalam lingkungan akademis. Artinya bahwa nilai yang dianjurkan oleh orang yang lebih dewasa
ketidakpantasan itu dikarenakan perilaku mencontek sehingga muncul sikap menolak, dan membangkang
mengidentikan siswa sebagai individu yang malas dari aturan. Merujuk pada pendapat tersebut, benar
untuk belajar dengan mandiri. Dampak kemalasan bahwa sikap tidak patuh terhadap arahan guru sering
pada invidu serta hasil tes yang mengaburkan muncul pada siswa yang memiliki kehendak yang
bagi guru tentu benar bahwa perilaku mencontek kuat untuk menunjukkan eksistensi dirinya di kelas.
merupakan perilaku negatif yang tidak pantas
Ngeyel (tetap berbicara dan tidak mengakui
seharusnya dilakukan oleh seorang siswa.
kesalahan)
Membuat Ancaman Fisik dan Verbal Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” berpendapat
Kepada Guru Atau Siswa bahwa perilaku ini disebabkan oleh lingkungan yang
Menurut guru di Sekolah Dasar “Raja Agung” abai dan permisif ketika siswa melakukan kesalahan,
perilaku ini dilakukan oleh siswa yang memiliki sehingga siswa cenderung untuk membenarkan apa
dominasi tinggi di dalam pergaulannya. Siswa yang dilakukannya, padahal perbuatannya itu adalah
melakukan hal tersebut untuk memperoleh predikat kesalahan. Hal itu sesuai dengan penjelasan Pressley,
berkuasa diantara teman-temannya. Hal itu sesuai dkk. (2007) menyatakan bahwa ada beberapa faktor
dengan pendapat Crowder, dkk. (1998) yang yang mempengaruhi perkembangan seorang anak,
menyatakan bahwa perilaku kasar (mengancam, diantaranya historical era (sejarah tempat), culture
mengintimidasi) dari seorang anak dapat muncul (budaya), dan family life (kehidupan keluarga).
karena anak mencoba untuk mendapatkan posisi di Seperti yang di contohkan oleh Pressley bahwa
rumah dan di sekolah. Oleh karena itu benar bahwa kehidupan keluarga, dimana hampir seharian anak
perilaku ini berpeluang lebih besar terjadi apabila berinteraksi dan bersosialisasi, memiliki dampak
siswa memiliki dominasi dan kedudukan yang lebih yang sangat besar. Misalnya di dalam keluarga yang
tinggi dalam pergaulan dengan siswa lainnya. pola asuhnya otoriter, akan cenderung membentuk
anak lebih berhati-hati dalam mengambil tindakan,
Mengalihkan Pembicaraan dari Materi
dan begitu sebaliknya. Oleh karena itu, jika merujuk
Pelajaran atau Diskusi pada pendapat tersebut, perilaku Ngeyel atau tetap
Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung” berbicara dan tidak mau mengakui kesalahan
berpendapat bahwa perilaku mengalihkan juga data diakibatkan oleh lingkungan siswa yang
pembicaraan dari materi pelajaran/diskusi sangat permisif terhadap segala tindakan yang salah dan
mengganggu rencana pembelajaran yang telah tidak ada perhatian untuk membenarkan perilaku
dibuat oleh guru. Gangguan itu juga berpotensi tersebut.
membuat semua siswa juga teralihkan perhatiannya.
Berkaitan dengan itu, Bentham (2004) menyatakan Kenakalan Serius
bahwa apapun itu sejauh perilaku perilaku tersebut
Membolos
mengganggu, akan sangat sulit bagi guru untuk
mengajar dan sangat tidak mungkin juga bagi semua Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” berpendapat
siswa untuk belajar. bahwa perilaku ini memberikan kerugian bagi siswa
itu sendiri dan guru sebagai pengampu di kelas
Tidak Patuh terhadap Arahan Guru tersebut. Kerugian bagi guru dan siswa yaitu guru
Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung” harus mengulang kembali pembelajaran yang telah
berpendapat bahwa perilaku tidak patuh terhadap dilewatkan oleh siswa yang membolos dan siswa
arahan guru sering dijumpai pada siswa yang tentunya akan tertinggal dari siswa lainnya. Hal itu
memiliki keinginan atau kehendak yang kuat. sesuai dengan pendapat Mayer, dkk. (1993) yang
menyatakan bahwa salah satu masalah yang muncul
Widodo, Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa: Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung” ... 147

dari perilaku membolos yaitu guru kehilangan may be caused by physical problems, emotional
waktu untuk mengajar siswa yang membolos, dan challenges, or environmental factors”. Itu berarti
harus mengulangnya di hari yang lain. Namun bahwa kenakalan siswa dapat bisa juga disebabkan
Rogers (1977) berpendapat lain dengan menyatakan oleh masalah fisik, penolakan emosional, atau faktor
bahwa setiap guru harus beradaptasi dengan situasi lingkungan.
pembelajaran, walaupun memang seorang guru Lingkungan keluarga yang menyebabkan
harus mengikuti perencanaan pembelajaran yang kenakalan siswa yaitu faktor sosial-ekonomi
sudah dibuat. Konsekuensi dari perilaku membolos keluarga dan situasi keluarga tidak bahagia (broken
sekolah memang harus ditanggung oleh guru dengan home). Kondisi sosial-ekonomi dari keluarga yang
beradaptasi terhadap kondisi apapun. Siswa yang rendah akan cenderung membuat anak berpotensi
membolos memang mempunyai hak untuk dilayani melakukan perbuatan apa saja untuk memenuhi
sebagai individu. Oleh karena itu, kondisi ini memang kebutuhan sehari-harinya, yang kurang dipenuhi oleh
merugikan bagi guru, namun konsekuensi logis yang orang tuanya. Ketidakmampuan orang tua dalam
harus dilakukan oleh guru yaitu harus tetap melayani menyediakan kebutuhan materi, membuat siswa
siswa secara individu dengan mengulang kembali berusaha memenuhi kebutuhannya dengan apa yang
pembelajaran yang telah dilewatkan. pada saat itu di lihatnya (mencuri), sehingga solusinya
orang tua harus dan wajib memenuhi kebutuhan
Mencuri
siswanya. Sedangkan situasi keluarga yang tidak
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” berpendapat bahagia, biasanya akan membentuk siswa cenderung
bahwa perilaku mencuri merupakan salah satu membuat kelompok dengan siswa yang memiliki
kenakalan yang sebenarnya tidak patut dilakukan nasib yang sama, yang kemudian akan berpotensi
terlebih di usia-usia sekolah. Guru Sekolah Dasar untuk mengganggu atau melakukan perbuatan
“Raja Agung” juga berpendapat bahwa secara agama tidak menyenangkan terhadap orang lain yang tidak
pun perilaku menikmati sesuatu yang bukan haknya senasib dengannya (Morash & Trojanowicz, 1983;
dan diperoleh dengan cara yang salah, itu dilarang. Berger & Gregory, 2009; Spergel, 1971).
Sehingga perilaku ini tidak diperbolehkan walaupun Faktor metode pembelajaran guru yang monoton
dilakukan oleh siswa. Berkaitan dengan hal itu, menjadi penyebab dari perilaku mengganggu
Tejada (1999) yang menyatakan bahwa tidak dapat karena siswa menjadi kurang selera terhadap materi
dipungkiri apabila seorang siswa di umur-umur pembelajaran yang sedang dibahas atau disajikan.
sekolah dasar memang suka mengambil segala Siswa mencoba untuk keluar dari apa yang menurutnya
sesuatu yang dianggapnya menarik atau dengan kurang menarik dengan membahas atau mengalihkan
kata lain siswa di usia sekolah dasar masih memiliki pembicaraan kelas dengan hal yang menurutnya lebih
rasa ingin tahu yang tinggi. Merujuk pada pendapat menarik. Hal itu sesuai dengan pendapat Dweretzky,
itu,perilaku ini wajar dilakukan oleh siswa dan tidak (1990) dan Felker (1974) yang menyatakan bahwa
sepenuhnya siswa disalahkan karena siswa belum memang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu ciri
mampu berpikir panjang mengenai dampak negatif dari anak-anak dan remaja yaitu emosinya yang moody
akibat rasa ingin tahunya yang tinggi sehingga tugas (berubah-ubah). Emosi yang kurang stabil itu juga
guru adalah memahamkannya bahwa mengambil kadang juga mempengaruhi selera siswa, termasuk
barang milik orang lain merupakan perilaku yang selera dalam hal pembelajaran. Merujuk pada pendapat
salah. tersebut, benar bahwa berkaitan dengan selera siswa
Persepsi Guru tentang Penyebab terhadap materi pembelajaran bisa menjadi penyebab
Kenakalan Siswa Kenakalan Siswa siswa berperilaku mengalihkan pembicaraan dalam
diskusi kelas.
Beragam persepsi guru menyebutkan bahwa
Penggunaan bahasa guru yang terlalu
ada 6 penyebab kenakalan siswa yaitu: kondisi fisik,
sulit dimengerti, terlebih untuk kelas rendah,
kurangnya perhatian orang tua (pendidikan moral
mengakibatkan proses transfer ilmu menjadi kurang
dan dukungan ekonomi), metode pembelajaran guru
berhasil pada siswa. Berkaitan dengan kedua
yang kurang bervariasi (monoton), bahasa yang
penyebab tersebut, Kuhlenschmidt and Layne,
digunakan guru sulit untuk dipahami siswa, faktor
(dalam Ali & Gracey, 2013) menyatakan bahwa faktor
lingkungan yang negatif, dan materi pelajaran terlalu
lingkungan dapat menyebabkan timbulnya perilaku
banyak. Kuhlenschmidt and Layne, (dalam Ali dkk,
mengganggu. Artinya bahwa lingkungan yang tidak
2013) menyatakan bahwa “student misbehavior
mendukung siswa, akan menimbulkan munculnya
148 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

perilaku-perilaku menyimpang. Penyebab pertama Teguran Verbal


dan kedua tersebut merupakan kegagalan guru dalam Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung”
menyediakan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menggunakan teguran verbal untuk mengatasi
tidak dikondisikan dengan baik melalui metodis dan perilaku kurang memperhatikan kerapian; tidak
teknis dari guru yang bersangkutan. memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran;
Kurangnya persiapan dari siswa terhadap materi agresif; mencontek; membuat ancaman fisik dan
yang terlalu banyak untuk dikuasai mengakibatkan verbal kepada guru dan siswa; serta tidak patuh
perilaku mencontek ini memunculkan low self- terhadap arahan guru. Hal itu sesuai dengan pendapat
confident (kepercayaan diri rendah). Hal itu sesuai Morash & Trojanowicz (1983) mendefinisikan cara-
dengan pendapat Danielsen, dkk. (2006) menyatakan cara pencegahan kenakalan siswa dengan teknik
bahwa memang permasalahan heavy course load Punitive Prevention atau mengambil tindakan
(materi pelajaran yang berat dan banyak) sering pencegahan dengan hukuman untuk mengeliminasi
menjadi penyebab umum dari perilaku mencontek. potensi kenakalan sebelum dan sesudah terjadi
Konsekuensinya yaitu siswa memang menjadi kasus. Teguran secara verbal langsung, merupakan
malas dan kurang persiapan menghadapi tes yang pencegahan perilaku negatif dengan cara punitive
kemudian timbul kurangnya kepercayaan diri pada prevention karena mencegah perilaku negatif terjadi
siswa dalam menjawab soal-soal tesnya. Oleh karena lagi setelah siswa yang berperilaku negatif diberikan
itu, benar bahwa materi yang terlalu banyak akan teguran verbal.
mengakibatkan kurangnya persiapan dari siswa, yang
otomatis akan membunuh kepercayaan diri siswa Sanksi Fisik
dalam menjawab soal-soal tes. Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung”
menggunakan teguran fisik untuk mengatasi
Persepsi Guru dalam Mengatasi Tiap-Tiap
perilaku tidak memperhatikan penjelasan guru serta
Bentuk Kenakalan Siswa membuat ancaman fisik dan verbal kepada guru dan
Beragam persepsi guru mengenai cara dalam siswa. Guru memberikan jitak (memukul dengan
mengatasi kenakalan siswa, yaitu: pemberian model pelan) sambil bertanya sebab tidak memperhatikan
bagi siswa, teguran verbal, sanksi fisik, perhatian penjelasan guru. Sedangkan bentuk sanksi fisik
khusus, memanipulasi pemberian tugas, memberikan dengan memberikan kegiatan yang lebih banyak dan
aktivitas pengganti, memanipulasi lokasi tempat menguras tenaga digunakan guru untuk mengatasi
duduk, memberikan pemahaman khusus, memberikan perilaku memberikan ancaman fisik dan verbal.
kisi-kisi belajar, berkomunikasi dengan orang tua, Pemberian sanksi-sanksi fisik tersebut sesuai dengan
memberikan peraturan, memberikan pilihan baik- pendapat Dweretzky (1990) yang menyatakan bahwa
buruk, pembiasan, memberikan pengalaman gagal, dalam teknik penanganan kenakalan siswa, ada
memberikan motivasi, berkomukasi secara pribadi cara yang disebut power assertion atau cara yang
dengan siswa, dan dikembalikan kepada orang tua. dilakukan oleh guru dengan memberikan sanksi
Pemberian Model bagi Siswa fisik guna memberikan efek jera kepada siswa yang
bersangkutan namun dengan syarat sesuai dengan
Guru di SDN Rejoagung menggunakan
proporsi dan tidak berlebihan. Oleh karena itu,
teknik ini untuk mengatasi perilaku kurang
pemberian sanksi fisik kepada siswa untuk meredam
memperhatikan kerapian, tidak patuh terhadap
perilaku tidak memperhatikan penjelasan guru serta
arahan guru dan agresif. Guru Sekolah Dasar “Raja
memberikan ancaman fisik dan verbal bisa dilakukan
Agung” memberikan contoh kerapian kepada
namun tidak boleh melebihi kekuatan fisik siswa.
siswa-siswanya dan juga memberikan contoh siswa
yang patuh serta tidak agresif kepada siswa yang Perhatian Khusus (Private Attention)
bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung”
Bentham (2004), Dweretzky (1990) dan Felker menggunakan perhatian khusus (Private Attention)
(1974) yang menyatakan bahwa setiap anak belajar untuk mengatasi perilaku tidak memperhatikan
dengan meniru. Peniruan tersebut bergantung dari penjelasan guru serta membuat ancaman fisik dan
model dilihat oleh siswa. Oleh karena itu, tindakan verbal. Perhatian khusus tersebut dilakukan guru
pemodelan yang dilakukan oleh guru menjadi sangat dengan mengajak siswa untuk berinteraksi lebih
efektif apabila melihat keadaan psikologis siswa intens dalam pembelajaran agar tercipta suasana
yang belajar dengan meniru seseorang di sekitarnya. yang akrab antara guru dan siswa. Hal tersebut sesuai
Widodo, Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa: Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung” ... 149

dengan pendapat Spergel (1971) yang menyatakan yang menyatakan bahwa penggunaan sanksi dengan
bahwa dalam penanganan perilaku mengganggu, memberikan aktivitas pengganti yang positif sangat
seorang guru harus membuka hubungan baik dengan popular digunakan untuk memberikan pengetahuan
siswa. Oleh karena itu tepat apabila guru ingin kepada siswa bahwa ada kegiatan yang lebih positif
mengatasi perilaku siswa yang tidak memperhatikan dibandingkan berperilaku negatif. Merujuk pada
penjelasan dari guru dan dalam pembelajaran dan pendapat tersebut, tepat sekali bahwa pemberian
membuat ancaman fisik dan verbal ini dengan aktivitas pengganti berupa kegiatan positif akan
melakukan upaya membuka hubungan baik dengan sangat membantu siswa untuk tertarik lagi pada
siswa melalui pemberian perhatian khusus kepada materi pelajaran atau diskusi.
siswa yang bersangkutan.
Memanipulasi Lokasi Tempat Duduk Siswa
Memanipulasi Pemberian Tugas Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung”
Secara khusus, guru Sekolah Dasar “Raja memanipulasi lokasi tempat duduk siswa untuk
Agung” menggunakan cara memanipulasi pemberian mengatasi siswa yang berperilaku agresif dan
tugas untuk mengatasi perilaku tidak memperhatikan mencontek. Siswa yang sering berperilaku agresif
penjelasan guru dalam pembelajaran. Tugas yang ditempatkan persis di dekat guru. Guru beralasan
diberikan lebih mudah dari biasanya. Harapan guru, bahwa akan lebih mudah dalam mengawasi siswa
siswa dapat termotivasi dengan nilai yang baik. Hal yang agresif tersebut. Untuk mencontek, guru di
itu sesuai dengan pandangan Cullen (2011) yang Sekolah Dasar “Raja Agung” mengkondisikan
menyatakan bahwa proses pengkondisian dengan tempat duduk siswa lebih longgar (renggang) dari
memanipulasi pemberian tindakan memang terkadang biasanya untuk memudahkan pengawasan saat
perlu dilakukan untuk membantu kesuksesan seorang ujian. Cara tersebut sesuai dengan pendapat Morash
anak. Oleh karena itu, tepat apabila pemberian tugas & Trojanowicz (1983) yang menyatakan bahwa
yang lebih mudah dari biasanya sebagai kondisi salah satu cara penanganan kenakalan siswa dapat
yang dimanipulasi oleh guru, akan lebih memotivasi dilakukan dengan teknik Mechanical Prevention
siswa untuk selalu memperhatikan penjelasan (pencegahan mekanik), yang artinya dengan
dari guru karena siswa yang bersangkutan akan menempatkan pengawas di tempat yang biasanya
menjadi selalu ingin mendapatkan nilai yang baik. terjadi kenakalan. Oleh karena itu, pencegahan
Cara yang ditempuh, mau tidak mau, siswa harus dengan memanipulasi tempat duduk sangat efektif
memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran. karena memang siswa agresif dan suka mencontek
memerlukan pengawasan yang lebih khusus.
Memberikan Aktivitas Pengganti yang
Lebih Menarik Memberikan Pemahaman Khusus
Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung” Pemahaman khusus digunakan guru untuk
memberikan aktivitas belajar yang menarik bagi siswa mengatasi perilaku mencontek. Guru di Sekolah
untuk mengatasi perilaku mengalihkan pembicaraan Dasar “Raja Agung” yang memberikan pemahaman
dari materi pelajaran/diskusi. Aktivitas yang dipilih tentang esensi dari ujian kepada siswa. Pemahaman
oleh guru Sekolah Dasar “Raja Agung” yaitu itu dilakukan guru Sekolah Dasar “Raja Agung”
aktivitas yang berhubungan dengan pembelajaran. untuk memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa
Hal itu sesuai dengan pendapat Bentham (2004) yang nilai kejujuran dari ujian akan sangat membantu
menyatakan bahwa guru sebagai the man behind the guru dalam melakukan perbaikan-perbaikan. Hal
guns atau orang utama yang merancang lingkungan itu sesuai dengan Stephens (2001) menyatakan
belajar bagi siswa, harus selalu mengupayakan bahwa salah satu tindakan untuk mencegah perilaku
untuk menciptakan kondisi lingkungan belajar siswa mencontek adalah memberikan pemahaman kepada
senyaman dan semenarik mungkin. Oleh karena itu, siswa bahwa penguasaan materi (mastery goals)
merujuk pada pendapat tersebut, tepat apabila guru lebih penting dibanding memperoleh nilai yang
berupaya memberikan aktivitas belajar yang menarik tinggi tanpa penguasaan (performance goals). Oleh
sehingga akan timbul rasa nyaman bagi siswa dan benar bahwa dengan memberikan pemahaman
lebih tertarik lagi dengan konteks pembelajaran yang kepada siswa tentang esensi dari tes yang sebenarnya
sudah direncanakan oleh guru. sebagai perbaikan terhadap apa-apa yang belum
Selain itu, pendapat guru Sekolah Dasar “Raja dikuasai oleh siswa, akan mampu mengurangi
Agung” juga senada dengan pendapat Spergel (1971) perilaku mencontek.
150 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

Memberikan Kisi-Kisi Belajar tersebut akan menutupi celah siswa untuk membolos
Pemberian kisi-kisi belajar khusus digunakan sekolah. Oleh sebab itu penyelesaian permasalahan
guru Sekolah Dasar “Raja Agung” untuk mengatasi membolos dengan melakukan visitasi atau perlibatan
perilaku mencontek. Guru di Sekolah Dasar “Raja orang tua dalam pendidikan, memang sangat tepat.
Agung” memberikan kisi-kisi untuk digunakan siswa Perihal mencuri, Guru Sekolah Dasar “Raja
sebagai rambu-rambu belajar. Tindakan ini tergolong Agung” menggunakan cara berkomunikasi dengan
dari tindakan pencegahan. Guru berpendapat bahwa orang tua yang bersangkutan untuk menyampaikan
kebanyakan siswa merasa frustasi apabila memang permasalahan sampai pada pencarian solusi yang
antara tes dan tujuan program pembelajaran tidak terbaik bagi siswa. Solusi yang diharapkan guru
cocok atau konsisten. Tindakan itu sesuai dengan Sekolah Dasar “Raja Agung” yaitu orang tua lebih
pendapat Stephens, dkk. (2001) dan Danielsen, dkk. memfasilitasi siswa. Hal itu sesuai dengan apa
(2006) yang menyatakan bahwa untuk mengatasi yang dikatakan Morash & Trojanowicz (1983) dan
perilaku mencontek dibutuhkan daftar topik tes yang Spergel (1971) bahwa orang tua adalah kunci pokok
lebih spesifik. Oleh karena itu, dengan memberikan penyelesaian permasalahan, sehingga memang
tindakan membuatkan kisi-kisi yang berisi berisi perlu adanya persambungan antara guru dan orang
garis-garis besar materi yang akan diujikan, akan tua siswa yang bersangkutan. Oleh karena itu tepat
dapat mengurangi perilaku mencontek pada siswa. apabila guru melakukan komunikasi dengan orang
tua siswa karena hal tersebut merupakan cara yang
Berkomunikasi dengan Orang Tua Siswa
utama untuk menyelesaikan masalah mencuri.
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung”
menggunakan cara berkomunikasi dengan orang Memberikan Peraturan
tua siswa untuk mengatasi permasalahan perilaku Penggunaan peraturan ini digunakan guru
mencontek, membuat ancaman fisik dan verbal, Sekolah Dasar “Raja Agung” untuk mengatasi perilaku
membolos sekolah, dan mencuri. Guru di Sekolah mengalihkan pembicaraan dari materi pelajaran atau
Dasar “Raja Agung” melakukan komunikasi dengan diskusi dan tidak patuh terhadap arahan guru. Hal
orang tua siswa. Orang tua yang bersangkutan itu senada dengan pendapat Morash & Trojanowicz,
dipanggil untuk hadir di sekolah kemudian guru (1983) dan Crowder, dkk. (1998) yang menyatakan
menginformasikan bahwa anaknya sering melakukan bahwa salah satu tindakan preventif yang dapat
perilaku mencontek dan membuat ancaman fisik dilakukan yaitu punitive prevention atau pencegahan
dan verbal. Tindakan tersebut sesuai dengan untuk mengeliminasi potensi kenakalan sebelum
pendapat Nye (1974) yang menyatakan bahwa kenakalan itu terjadi. Penggunaan peraturan dengan
kehadiran orang tua sangat menentukan perilaku menyertakan konsekuensi logis merupakan salah satu
seorang anak. Artinya bahwa kehadiran orang tua cara pencegahan. Oleh karena itu, pemberian peraturan
di dalam kehidupan sehari-hari anak akan mampu dengan tujuan pembiasaan memang tepat untuk
menekan kemungkinan kenakalan pada anak. Hal dilakukan. Pembiasaan tidak hanya menuntut siswa
itu disebabkan anak merasa mempunyai semacam patuh, melainkan menuntut siswa untuk mengetahui
pengawas sehingga anak akan berhati-hati dalam konsekuensi dari perilakunya.
bersikap. Oleh sebab itu, berkomunikasi dengan Khusus perilaku mengalihkan pembicaraan dari
orang tua siswa bisa dilakukan oleh seorang guru materi pelajaran atau diskusi, guru Sekolah Dasar
untuk mengurangi perilaku mencontek pada siswa. “Raja Agung” menggunakan aturan atau rambu-
Perihal membolos, Guru Sekolah Dasar rambu diskusi. Peraturannya berisi tentang larangan
“Raja Agung” juga melakukan kunjungan atau siswa berbicara di luar konteks materi pembelajaran.
visitasi ke rumah orang tua yang bersangkutan Hal itu senada dengan pendapat Bentham (2004)
untuk mencari solusi bersama perihal perilaku yang menyatakan bahwa salah satu bentuk intervensi
membolos yang dilakukan oleh anaknya. Tindakan yang dapat dilakukan oleh guru saat menerangkan
itu sesuai dengan pendapat Gerrad (2003), Gullat, atau mengadakan diskusi yaitu dengan selalu
dkk. (1997) dan Trujillo (2006) yang secara mengingatkan siswanya akan peraturan diskusi.
serempak menyatakan bahwa penyertaan orang tua Peraturan itu dibuat untuk memberikan “pagar”
dalam pendidikan memang sangat berkontribusi agar proses diskusi berjalan dengan efektif. Merujuk
positif dalam penyelesaian permasalahan perilaku pada pendapat tersebut, penggunaan rambu-rambu
membolos sekolah. Hal itu disebabkan siswa lebih diskusi memang dapat digunakan sebagai cara untuk
terkontrol, baik oleh guru maupun orang tua. Kontrol mengatasi permasalahan perilaku ini.
Widodo, Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa: Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung” ... 151

karena muncul perasaan bersalah dan akhirnya


Memberi Pilihan Baik-Buruk
mereka merasa wajib untuk memperbaiki diri dari
Guru di Sekolah Dasar “Raja Agung” kesalahannya.
menggunakan cara dengan memberikan pilihan baik
dan buruk untuk mengatasi perilaku mengalihkan Memberi Motivasi
pembicaraan dari materi pelajaran atau diskusi dan Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” memberikan
tidak patuh terhadap arahan guru. Siswa diberikan motivasi untuk membesarkan hati siswa yang kerap
pertanyaan yang tujuannya untuk menyadarkan membolos dengan ditambah upaya dari guru untuk
siswa bahwa perilakunya memang salah sehingga selalu memperbaiki proses pembelajaran. Hal itu senada
patut untuk memilih perilaku yang lebih baik. Hal dengan pendapat Gerrad (2003) dan Trujillo (2006)
itu sesuai dengan pendapat Bentham (2004) yang yang menyatakan bahwa memang benar bahwa salah
menyatakan bahwa terkadang seorang guru harus satu upaya untuk mengatasi permasalahan membolos
memberikan pilihan disertai konsekuensi sebagai yaitu dengan memberikan motivasi kepada siswa
peringatan kepada siswa. Siswa dengan cara yang bersangkutan. Salah satu upaya motivasi itu
berpikirnya digiring untuk menemukan pilihan. menyelenggaran praktek pendidikan yang mampu
Pilihan yang diharapkan yaitu pilihan yang baik. memenuhi segala kebutuhan belajar siswa, meliputi
Oleh sebab itu, merujuk pada pendapat tersebut, kenyamanan lingkungan belajar secara fisik maupun
pemberian pilihan-pilihan baik buruk ini juga dapat sosial-psikologis. Oleh sebab itu memberikan motivasi
dilakukan oleh guru untuk meredam perilaku ini. kepada siswa dengan memperbaiki pembelajaran
memang tepat dilakukan oleh guru guna mengatasi
Pembiasaan
permasalahan perilaku membolos sekolah.
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” memberikan
latihan pembiasaan pada siswa untuk mau jujur Berkomukasi Secara Pribadi dengan Siswa
mengakui kesalahan. Siswa yang telah mau jujur (Privat Chat )
mengakui kesalahannya kemudian diberikan pujian Guru menggunakan cara private chat dengan
oleh guru Sekolah Dasar “Raja Agung”. Tindakan itu siswa untuk mengatasi perilaku mencuri. Guru
sesuai dengan pendapat Bentham (2004) dan Felker Sekolah Dasar “Raja Agung” melakukan wawancara
(1974) yang menyatakan bahwa pujian atau reward secara khusus dengan siswa untuk mencari penyebab
memang sesuatu yang paling efektif untuk mengatasi perilaku mencuri ini dilakukan. Hal itu sesuai dengan
permasalahan perilaku. Pujian yang baik yaitu pujian pendapat Bentham (2004) menyatakan bahwa salah
yang diberikan dengan segera sesaat kemudian setelah satu solusi yang dapat diterapkan dalam mengatasi
perilaku yang positif dilakukan oleh siswa sehingga permasalahan perilaku yaitu dengan cara private
siswa mengetahui perilaku apa yang mendapatkan chat with student (wawancara secara khusus dengan
pujian dan mau mengulangi perilaku tersebut. Merujuk siswa). Wawancara khusus bertujuan untuk mencari
pada pendapat tersebut, memang cara yang digunakan tahu permasalahan yang dihadapi siswa sehingga
oleh guru dengan menggunakan pujian memang suatu dapat ditemukan juga solusi permasalahan dengan
tindakan yang cocok untuk mengatasi perilaku ngeyel bantuan guru. Oleh karena permasalahan perilaku
(tetap berbicara dan tidak mau mengakui kesalahan). mencuri ini kompleks, bahkan sebenarnya kapasitas
Memberi Pengalaman Gagal masalah ini sangat berat bagi seorang siswa, maka
penggunaan wawancara khusus ini sangat cocok
Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” memberikan
diterapkan untuk mengasi permasalahan ini.
pengalaman yang membuat siswa mau mengakui
kesalahan. Pengalaman yang diberikan sudah Dikembalikan kepada Orang Tua
di setting bahwa siswa pasti akan melakukan Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” menggunakan
kesalahan. Hal itu sesuai dengan pendapat Felker cara ini untuk mengatasi perilaku mencuri. Siswa yang
(1974) yang menyatakan bahwa pengalaman kedapatan telah mencuri berulang kali dikembalikan
kegagalan memang perlu dan harus dihadapi oleh oleh guru Sekolah Dasar “Raja Agung” kepada orang
setiap siswa. Harapannya siswa mau belajar untuk tua. Hal itu sesuai dengan pendapat Dweretzky
melakukan evaluasi yang lebih realistis terhadap (1990) yang menjelaskan bahwa ada sebuah teknik
dirinya sendiri. Merujuk pada pendapat tersebut, penyelesaian masalah kenakalan dengan love
tepat apabila siswa diberikan setting suatu kegiatan withdrawal, yaitu cara seorang guru mengungkapkan
untuk memberikan pengalaman kegagalan agar siswa ketidaksetujuan dengan mengabaikan, mengucilkan,
melakukan evaluasi yang realistis terhadap dirinya serta mengekspresikan ketidaksukaan terhadap
152 JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN, VOLUME 23, NOMOR 2, OKTOBER 2016

siswa. Berkaitan dengan mengembalikan siswa yang penelitian ini dengan sumber data yang berbeda guna
mencuri kepada orang tua, berarti guru melakukan memperkaya kajian ilmu di bidang pendidikan dasar
teknik love withdrawal, yaitu dengan mengembalikan dan psikologi, khususnya kajian mengenai kenakalan
siswa kepada orang tuanya. Mengembalikan ini dapat siswa yang belum terungkap dalam penelitian ini.
diartikan dengan mengucilkan karena guru dengan Guru Sekolah Dasar “Raja Agung” diharapkan
sengaja memisahkan siswa yang mencuri dengan membaca hasil penelitian ini karena akan sangat
seluruh warga sekolah. Oleh karena itu memberikan berguna untuk merekonstruksi pemahaman kenakalan
sanksi dikembalikan kepada orang tua merupakan siswa, khususnya berkaitan dengan perilaku tidak
cara yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. memperhatikan kerapian.

KESIMPULAN DAFTAR RUJUKAN


Hasil penelitian terhadap persepsi guru Sekolah A Faculty Guide to Managing Disruptive Behaviour in
Dasar “Raja Agung” tentang kenakalan siswa yaitu: Classroom (Community Standards and Wellness).
1) Kenakalan siswa adalah perilaku menyimpang University of Colorado. (Online), (colorado.edu/),
dan melanggar peraturan sekolah yang dilakukan diakses pada tanggal 11 September 2014.
oleh siswa, sehingga mengganggu suasana belajar Ali, A. & Gracey, D. 2013. Dealing With Student
dan merugikan individu lain; 2) Bentuk kenakalan Distruptive Behaviour In The Classroom-A Case
siswa dikategorikan menjadi 2, yaitu kenakalan Example of Coordination Between Faculty and
siswa berupa perilaku mengganggu dan kenakalan Assistant Dean for Academic. Journal of Issues
serius siswa. Perilaku mengganggu dipersepsikan in Informing Science and Information Technology.
beragam meliputi: tidak memperhatikan kerapian, Indiana University of Pennsylvania, Indiana, PA,
tidak memperhatikan penjelasan guru, agresif; USA, 10:1-15.
mencontek, membuat ancaman fisik dan verbal Arbuckle, C & Little, E. 2004. Teacher Perceptions and
kepada guru atau siswa, mengalihkan pembicaraan Management of Disruptive Classroom behavior
dari materi pelajaran atau diskusi, tidak patuh during the midlle years (years five to nine).
terhadap arahan guru, Ngeyel (tetap berbicara dan Australian Journal of Educational & Development
tidak mengakui kesalahan), sedangkan kenakalan Psycology, 4:59-70, (Online), (http://files.eric.
serius siswa meliputi: perilaku membolos dan ed.gov/fulltext/EJ815553.pdf), diakses pada
mencuri; 3) Beragam persepsi guru menyebutkan tanggal 11 September 2014.
bahwa ada 6 penyebab kenakalan siswa yaitu: kondisi Bentham, S. 2004. A Teaching Assistant’s Guide To Child
fisik, kurangnya perhatian orang tua (pendidikan Development And Psychology In The Classroom.
moral dan dukungan ekonomi), metode pembelajaran London: Routledge Falmer.
guru yang kurang bervariasi (monoton), bahasa yang Berger, J. R & Gregory, D. P. 2009. Juvenile Deliquency
digunakan guru sulit untuk dipahami siswa, faktor and Justice (Sociological Perspectives). United
lingkungan yang negatif, dan materi pelajaran terlalu State of America: Lynne Rienner Publishers, Inc.
Crowder, C. & Ricker, A. 1998. Backtalk: Four Step to
banyak; 4) Beragam persepsi guru mengenai cara
Ending Rude Behaviour In Your Kids. New York:
mengatasi kenakalan siswa, yaitu: pemberian model
A Fireside Book.
bagi siswa, teguran verbal, sanksi fisik, perhatian
Cullen, K. 2011. Introducing Child Psychology (A
khusus, memanipulasi pemberian tugas, memberikan
practical Guide). UK: Icon Books Ltd.
aktivitas pengganti, memanipulasi lokasi tempat
Danielsen, D. R., Simon, A. F., & Pavlick, R. 2006.
duduk, memberikan pemahaman khusus, memberikan
The Culture Of Cheating: From The Classroom
kisi-kisi belajar, berkomunikasi dengan orang tua,
to Examroom. Journal Of Physician Assistant
memberikan peraturan, memberikan pilihan baik-
Education, 17(1): 23-29.
buruk, pembiasan, memberikan pengalaman gagal,
Dworetzky, J. P. 1990. Introduction To Child Development.
memberikan motivasi, berkomukasi secara pribadi
Mn. Minnesota: West Publishing Company.
dengan siswa, dan dikembalikan kepada orang tua.
Ehiemua, S. 2014. Juvenile Delinquency: A Comparative
Study Between Child Rearing Practices In
SARAN
Developed And Developing Countries. European
Penelitian ini hanya terbatas di Sekolah Dasar Journal Research In Social Sciences (Progressive
“Raja Agung” saja. Oleh karena itu, bagi peneliti Academic Publishing, UK), 2(4): 59-65.
selanjutnya agar dapat mengembangkan hasil Felker, W. D. 1974. Helping Children To Like Themselves.
Widodo, Persepsi Guru tentang Kenakalan Siswa: Studi Kasus di Sekolah Dasar “Raja Agung” ... 153

United State of America: Burgess Publishing Effects of Two Models of Insight. Journal of
Company. Community Psychology, 40(5):555-572, (Online),
Gerrad, D., Burhans, A., & Fair, J. 2003. Effective Truancy (www.wileyonlinelibrary.com/journal/jcop),
Prevention And Intervention (A Review of Relevan diakses pada tanggal 13 September 2014.
Research For Hennepin County School Success Reed, D. & Butler, C. & LeGrice, L. 2009. A local Case
Project). Minnesota: Wilder Research Center. Study on Student’s Perceptions of Truancy and
Gullat, D., & Lemoine, D. 1997. Truancy: What’s A Delinquent Behaviour. The Southwest Journal of
Principal To do?. Journal American Secondary Crime, Sam Houston State University and Lena
Education, 2(1): 7-12. Pope Home, Inc, 5(3): 243:257.
Hanurawan, F. 2012. Psikologi Sosial Terapan Dan Rogers, D. 1977. The Psycholgy Of Adolescence. New
Masalah-Masalah Perilaku Sosial. Malang: Jersey: Prentice-Hall.
Fakultas Ilmu Pendidikan Unversitas Negeri Sarwono, S.W. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta:
Malang. Rajawali Pers.
Herlan, P. & Fatchurahman, M. 2012. Kematangan Emosi, Satiadarma, M.P. 2001. Persepsi Orang Tua Membentuk
Konsep Diri, dan Kenakalan Remaja. Jurnal Perilaku Anak: Dampak Pygmalion di Dalam
Personal, Universitas 17 Agustus 1945, 1(01): 6-14 Keluarga. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Lyons, J. J. 1995. Differential Heritability of Adult and Slavin, E. R. 2006. Educational Psychology (Theory
Juvenille Antisocial Traits. Archives of General of and Practice). United State of America: Pearson
Psychiatry (US), 52(9): 06-15. Education, Inc.
Mangunwijaya, Y. B. 1999. Memuliakan Allah Mengangkat Spergel, A.I.1971. Community Problem Solving (The
Manusia. Yogyakarta: Kanisius. delinquency example). Chicago: The Univercity
Marais, P. & Meier, C. 2010. Distruptive Behaviour In of Chicago press.
The Founding Phase Of Schooling. South African Willis, S.S. 2005. Remaja dan Masalahnya (Mengupas
Journal of Education, (30):41-57. Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Seperti
Morash, M. & Trojanowicz, C.R. 1983. Juvenile Narkoba, Free Sex dan Pemecahannya. Bandung:
Delinquency (Concepts and Control). United State Alfabeta.
of America: Prentice-Hall, Inc. Tejada, A. N. 1999. Facts For Families: Children Who
Nye, F. I. 1973. Family Relationship & Delinquent Steals. USA: American Academy of Child &
Behaviour. Westport: Greenwood Press. Adolescent Psychiatry.
O’Connor, E., Rodriguez, E., Cappella, E., Morris, J., & Trujillo, L.A. 2006. School Truancy: A Case Study at
McClowry, S. 2012. Child Disruptive Behaviour Successful Reduction Model In Public School. US
And Parenting Efficacy: A Comparison of the Davis Journal of Juvenille Law & Policy, 10(1).

Anda mungkin juga menyukai