Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL MINI

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENGETAHUAN

GIZI TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KOTABUMI I TAHUN 2020

DISUSUN OLEH:

Nama : Dio Hartono

Nim : 2019206203120P

Dosen pembimbing :

Ns. Rani Ardina, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS


KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memberikan makanan sehat untuk anak sejak kecil sangat baik bagi tumbuh

kembangnya. Tak hanya membuat pertumbuhannya optimal, risiko anak

terserang penyakit kronis ketika dewasa juga bisa menurun. Sebagai awalan

untuk menanamkan kebiasaan anak ini, tentu orang tua harus pintar dalam

memilih berbagai macam makanan sehat.

Penanganan masalah gizi sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam

menciptakan SDM yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan SDM

yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai

bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan

lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun

penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat masyarakat seperti faktor

lingkungan yang higenis, asupan makanan, pola asuh terhadap anak, dan

pelayanan kesehatan seperti imunisasi sangat menentukan dalam membentuk

anak yang tahan gizi buruk.

Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak adalah gizi kurang. Anak balita (0-5

tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat

kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi.
Di negara berkembang anak-anak umur 0–5 tahun merupakan golongan yang

paling rawan terhadap gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam

infeksi serta berada dalam status gizi rendah.

Ketepatan pemberian makan pada balita dapat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu

tentang gizi karena ibu sebagai tombak dalam penyedia makanan untuk keluarga.

Selain pengetahuan ibu tentang asupan pemberian makanan balita juga dapat

secara langsung mempengaruhi status gizi balita tersebut. Kurang gizi tentunya

berdampak pada menurunnya daya tahan tubuh sehingga Si Kecil rentan terkena

beragam penyakit. Apabila terjadi, tumbuh kembang Si Kecil bisa terhambat.

Penyakit yang muncul jika tidak segera diatasi hingga tuntas bisa berakibat fatal.

(www.sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20170216/0519737/status-gizi-

balita-dan-interaksinya)

Status gizi khususnya status gizi anak merupakan salah satu indikator kualitas

sumber daya manusia yang menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Status gizi anak batita secara langsung maupun tidak langsung dapat dipengaruhi

oleh lingkungan, di mana batita tersebut tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor

yang mempengaruhi di antaranya: pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu.

Pengetahuan melambangkan sejauh mana dasar-dasar yang digunakan seorang

ibu untuk merawat anak batita sejak dalam kandungan, pelayanan kesehatan, dan

persediaan makanan di rumah.


Oleh karena itu, balita sebaiknya mendapatkan perhatian yang lebih dari orang

tua karena balita termasuk dalam kelompok usia yang memiliki risiko tinggi

(rentan terhadap penyakit). Masalah gizi yang dapat terjadi pada balita adalah

tidak seimbangnya antarajumlah asupan makan atau zat gizi yang diperoleh dari

makanan dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan pada balita misalnya

Kekurangan Energi Protein (KEP). Dampak negatif balita yang kekurangan

energy protein antara lain Marasmus, Kwashiorkor, Marasmus kwashiorkor dan

Hipoproteinemia.

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 54% penyebab

kematian bayi dan balita di dasari oleh keadaan gizi yang buruk. Menurut bank

dunia tahun 2002 sekitar 47% anak-anak India kurang gizi. Malnutrisi pada

anakanak sebagian besar disebabkan oleh tingginya infeksi dan kesalahan

pemberian makanan pada bayi dan anak-anak sejak lahir hingga tiga tahun.

Sekitar 30% anakanak India dilahirkan dengan berat badan kurang dan umumnya

tidak berubah saat besar.

Riskesdas 2007, 2010, 2013 menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki

masalah kekurangan gizi. Kecenderungan prevalensi kurus (wasting) anak dari

13,6% menjadi 13,3% dan menurun 12,1%. Sedangkan kecenderungan

prevalensi anak balita pendek (stunting) sebesar 36,8%, 35,6%, 37,2%.

Prevalensi gizi kurang (underweight) berturut-turut 18,4%, 17,9% dan 19,6%.


Pemerintah Provinsi Lampung mencatatkan terdapat 86 kasus gizi yang terjadi di

Bumi Ruwa Jurai ini selama tahun 2017 dan Lampung masih menjadi sebagai

penyumbang terbesar masalah itu sebanyak 30 kasus. Berdasarkan data yang

dihimpun Dinas Kesehatan yang diberikan kepada Lampost.co, kasus gizi buruk

tahun 2017 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 94 ditahun 2016,

136 ditahun 2015, 128 ditahun 2014, dan 134 kasus pada tahun 2013.

Data posyandu tiga bulan terakhir (Juli – Agustus 2020) jumlah balita yang

mengalami gizi buruk sebesar 1,7%, dan gizi kurang sebesar 19% Diwilayah

Kerja Puskesmas Kotabumi 1.

Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Antara

Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Status Gizi Pada Balita (24-60 Bulan) Di

Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi 1 Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Iatar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut: ” Apakah Ada “Hubungan Antara

Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Status Gizi Pada Balita (24-60 Bulan) Di

Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi 1 Tahun 2020?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Diketahui “Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dan Status

Gizi Pada Balita (24-60 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi 1

Tahun 2020?”

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi karakteristik tingkat pengetahuan ibu tentang

gizi berdasarkan usia, pendidikan dan pekerjaan

b. Diketahui distribusi frekuensi status gizi balita berdasarkan (BB/U)

D. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian kuantitatif dan rancangan yang digunakan analitik dengan

pendekatan cross sectional, mengenai Hubungan Antara Pengetahuan Ibu

Tentang Gizi Dan Status Gizi Pada Balita (24-60 Bulan) Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kotabumi 1 Tahun 2020.

E. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan masukan dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

khususnya dalam Ilmu Keperawatan Anak. dalam perencanaan

program peningkatan kesehatan. Dan bagi pihak pelaksana dan

pengelola pelayanan kesehatan agar dapat memberikan pelayanan


kesehatan yang efektif dan efesien, memberikan informasi yang

adekuat dan akurat.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Puskesmas Kotabumi 1

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas

sebagai bahan evaluasi kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas

Kotabumi 1 dalam status pengetahuan ibu dan gizi balita.

b. Bagi Institusi Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Sebagai referensi dan sebagai bahan bacaan mahasiswa/i di

perpustakaan Universitas Muhammadiyah Pringsewu dan sebagai

bahan perbandingan dengan penelitian lainnya mengenai Ilmu

Keperawatan Anak, serta diharapkan dapat memberikan masukan atau

tambahan informasi bagi profesi perawat untuk meningkatkan

perannya dalam keperawatan anak.

c. Bagi peneliti lain

Dengan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk melakukan

penelitian berikutnya dan melanjutkan penelitian dalam konteks yang

berbeda dan lebih luas agar dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

untuk kesejahteraan masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Balita

Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah satu

periode usia manusia setelah bayi dengan rentang usia dimulai dari dua

sampai dengan lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia

24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah.

(Wikipedia)

Masa Balita merupakan usia penting dalam tumbuh kembang anak secara

fisik. Pada usia tersebut, pertumbuhan anak sangatlah pesat sehingga

memerlukan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi

kebutuhan gizi sangatlah berpengaruh dengan kondisi kesehatannya secara

berkesinambungan pada masa mendatang.

2. Status Gizi

a. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara konsumsi zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan

tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi


badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai

(Gibson, 2005).

b. Penilaian Status Gizi

1) Penilaian Status Gizi Secara Langsung

a) Antropometri

Dalam Antrometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran.

Pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan,

tinggi badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah paling

sering dilakukan dalam survei gizi.

i) Indikator Berat Badan Dibagi Umur (BB/U)

Indikator Berat Badan Dibagi Umur (BB/U) dapat normal, lebih

rendah, atau lebih tinggi setelah dinadingkan dengan standart

WHO. Apabila Berat Badan Dibagi Umur (BB/U) normal,

digolongkan pada status gizi baik. Berat Badan Dibagi Umur

(BB/U) rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk.

Kelebihan indikator Berat badan Dibagi Umur (BB/U) diantaranya

: (1) dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat

umum; (2) sensitive untuk melihat perubahan status gizi dalam

jangka waktu pendek; (3) dapat mendeteksi kegemukan.

Kelemahan indikator Berat Badan Dibagi Umur (BB/U)


diantaranya : (1) interpretasi status gizi dapat keliru apabila

terdapat pembengkakan; (2) data umur yang akurat sulit diperoleh

(3) kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak tidak

dilepas.

ii) Indikator Tinggi Badan Dibagi Umur (TB/U)

Mereka yang diukur dengan indikator Tinggi Badan Dibagi Umur

(TB/U) dapat dinyatakan tinggi badannya normal, kurang, dan

tinggi menurut standar WHO. Hasil pengukuran Tinggi Badan

Dibagi Umur (TB/U) menggambarkan status gizi masa lalu.

Kelebihan indikator Tinggi Badan Dibagi Umur (TB/U) antara

lain : (1) dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa

lampau; (2) ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan

mudah dibawa. Kelemahan indikator Tinggi Badan Dibagi umur

(TB/U) diantaranya : (1)kesulitan dalam melakukan pengukuran

panjang badan; (2) tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat

ini.

iii) Indikator Berat Badan Dibagi Tinggi Badan (BB/TB)

Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan

indikator Berat Badan Dibagi Tinggi Badan (BB/TB). Ukuran ini

dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitive

dan spesifik. Artinya, para responden yang Berat Badan Dibagi


Tinggi Badan (BB/TB) kurang, dikategorikan sebagai “kurus”

(Soekirman, 2000).

b) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,

tinja, dan juga berbagai jaringan tubuh seperti hari dan otot. Metode ini

digunakan suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan

malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, 2002).

c) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei

klinis secara cepat (rapid clinical surveis). Survei ini dirancang untuk

mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan

salah satu atau lebih zat gizi (Supariasa, 2002).

d) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status

gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya digunakan dalam

situasi seperti kejadian buta senja epidemic (Supariasa, 2002).


2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

a) Survei Konsumsi Makanan

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran

tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan

individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan

zat gizi.

b) Statistik Vital Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menganalisis data berbagai statistik

kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur angka kesakitan

akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan

gizi.

c) Faktor Ekologi

Pengukuran faktor ekologi dipandang penting untuk mengetahui

penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi.

c. Kategori Tingkat Status Gizi

Penilaian status gizi, biasanya menggunakan grafik Centerfor Disease

Control - CDC (terlampir), hal ini membantu penentuan status gizi dengan

cara yang cepat dan praktis (Wahyuningsih, 2013).


Status gizi dinilai dengan rumus :

Berat Badan Aktual


X 100%
Status Gizi =
Berat Badan Ideal

Hasil perhitungan status gizi yang telah diperoleh, kemudian di

intrepresentasikan dengan pengkategorian status gizi menurut Waterlow

(1975) dalam buku Wahyuningsih (2013):

Tabel 2.3 Kriteria Tingkat Status Gizi

Interval Kriteria Tingkat Status Gizi


> 120 % Obesitas
90 % - 120 % Overweight
80 % - 90 % Gizi Baik
70 % - 80 % Gizi Kurang
< 70 % Gizi Buruk

d. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi :

1. Faktor Langsung

a) Konsumsi Makanan

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingakatan konsumsi. Tingkat

konsumsi ditentukan kualitas secara kuantitas hidangan. Kualitas tiap


zat gizi terhadap kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun

kuantitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan gizi yang

sebaik-baiknya yang disebut konsumsi adekuat. Jika konsumsi

(kualitas maupun kuantitas) makan melebihi kebutuhan dinamakan

disebut konsumsi berlebih, maka akan terjadi keadaan gizi lebih.

Sebaliknya, jika konsumsi kurang maka akan seseorang tersebut

berpotensi mengalami gizi kurang bahkan gizi buruk (Santoso, 2000).

b) Infeksi

Di banyak Negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan

penyebab utama kematian pada balita (Moehdji, 2000). Supariasa

(2002) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara

infeksi (bakteri, virus, dan parasite) dengan kejadian malnutrisi.

Penyakit yang umum terkait dengan masalah gizi antara lain diare,

campak, dan batuk rejan. Menurut Moehdji (2000), memburuknya

keadaan gizi balita akibat penyakit infeksi dikarenakan oleh beberapa

hal diantaranya : (1) turunnya nafsu makan; (2) naiknya metabolisme

basal; (3) penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang

menyebabkan penderita kekurangan cairan dan sejumlah zat gizi

seperti berbagai mineral dan lainnya. Kaitannya penyakit infeksi

dengan kejadian gizi kurang merupakan hubungan timbal-balik, yaitu

sebab-akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi

dankeadaan gizi seseorang yang tidak baik dapat terkena infeksi.


2. Faktor Tidak Langsung

a) Ketersediaan Pangan

Menurut Sukirman (2000), ketersediaan pangan dipengaruhi oleh

ketersediaan pangan itu sendiri yang diperoleh baik dari hasil produksi

sendiri maupun pasar atau sumber lain, harga pangan, daya beli

keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dalam kesehatan. Pengaturan

makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek pokok

yaitu pemanfaatan ASI secara tepat dan benar serta pemberian

makanan pendamping ASI, makanan sapihan, dan makanan setelah

usia satu tahun.

b) Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan diartikan sebagai suatu akses dan keterjangkauan

keluar dalam upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan

yang di peroleh melalui imunisasi, penyuluhan kesehatan, dan gizi

yang baik serta adanya sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas,

rumah sakit, dan lain-lain.

c) Status Sosial Ekonomi Keluarga

Menurut Suhardjo (1998), status sosial ekonomi menunjukkan pada

orang atau kelompok yang mempunyai peringkat sama pada satu

dimensi stratifikasi, misalnya tingkat pendapatan, tingkat pendidikan,


dan jenis pekerjaan. Sedangkan menurut Supariasa (2002), faktor

sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi ekonomi dan pertumbuhan

anak adalah pendidikan, pendapatan keluarga, pekerjaan, besar

keluarga, dan budaya. Faktor tersebut akan berinteraksi satu dengan

yang lain sehingga dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi

pada tubuh. Pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler

rendah yang mengakibatkan pertumbuhan terganggu.

d) Budaya Pangan

Kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok, suatu masyarakat,

suatu negara, atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat

terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Pola

kebudayaan yang berkenaan dengan suatu masyarakat dan kebiasaan

pangan yang mengikuti, berkembangnya arti pangan, dan penggunaan

yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam memilih

pangan. Hal itu juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus

diproduksi, bagaimana diolah, disalurkan, disiapkan, dan disajikan

(Suhardjo, 2002).

e) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain


(Soekidjo, 2003). Kurangnya pengetahuan adalah konsepsi kebutuhan

pagan dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah

satu sebab masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang

gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam

kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

b. Ibu

Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan

biologis maupun sosial. Ibu memiliki peranan yang sangat penting bagi

anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang

tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya

adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri dari ayah

biologis anak). (Wikipedia)

Peranan yang dimiliki seorang ibu dalam keluarga adalah sebagai istri,

sebagai ibu dari anak-anaknya, sebagai pengurus rumah tangga, sebagai

pengasuh, sebagai pendidik anak-anaknya, sebagai anggota masyarakat,

kadang juga ditambah sebagai pencari nafkah.

c. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan


terjadi melalui panca indera manusia, yakini indera pengelihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (over behaviour) (Notoatmodjo, 2007)

Pengetahuan adalah berbagai hal yang diperoleh manusia melalui panca

indera. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan inderanya

untuk menggali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat

atau dirasakan sebelumnya (Wijayanti, 2009).

b. Tingkat Pengetahuan

Enam tingkat pengetahuan menurut Mubarak, dkk (2007), yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang diterima.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara luas.


3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Diharapkan dengan

pengetahuan ibu hamil yang baik maka ibu dapat memberikan

tindakan yang positif khususnya dalam pemenuhan gizi ibu hamil.

Menurut Arikunto (2006), tingkatan pengetahuan dikategorikan

berdasarkan nilai sebagai berikut:


2) Pengetahuan baik: mempunyai nilai pengetahuan > 75%

3) Pengetahuan cukup: mempunyai nilai pengetahuan 60%-75%

4) Pengetahuan kurang: mempunyai nilai pengetahuan < 60%

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi pengetahuan

antara lain yaitu:

1) Faktor pendidikan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka aan semakin

mudah untuk menerima informasi tentang obyek atau yang berkaitan

dengan pengetahuan.

Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat

erat kaitannya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan

diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin

mudah untuk menerima, serta mengembangkan pengetahuan dan

teknologi.

2) Faktor pekerjaan

Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mengakses

informasi yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.


3) Faktor pengalaman

Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin

banyak pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin

bertambah pula pengetahuan seseorang akan hal tersebut.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tantang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden.

4) Keyakinan

Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapat secara

turun-temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan

positif dan keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang.

5) Sosial budaya

Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Menurut Rahayu (2010), terdapat 8 hal yang mempengaruhi pengetahuan

yaitu:

1) Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita

kerucutkan bahwa sebuah visi pendidikan yaitu untuk mencerdaskan

manusia.

2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang mendapatkan

pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

3) Pengalaman

Pengalaman merupakan sebuah kejadian atau peristiwa yang pernah

dialami oleh seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

4) Usia

Umur seseorang yang bertambah dapat membuat perubahan pada

aspek fisik psikologis, dan kejiwaan.Dalam aspek psikologis taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

5) Kebudayaan
Kebudayaan tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan

mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya cara

berfikir dan perilaku kita

6) Minat

Minat merupakan suatu bentuk keinginan dan ketertarikan terhadap

sesuatu.Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni

suatu hal dan pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang lebih

mendalam.

7) Paparan informasi

RUU teknologi informasi mengartikan informasi sebagai suatu teknik

untuk mengumpulkan, menyiapkan, dan menyimpan, manipulasi,

mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan

maksud dan tujuan tertentu yang bisa didapatkan melalui media

elektronik maupun cetak.

8) Media

Contoh media yang didesain secara khusus untuk mencapai

masyarakat luas seperti televisi, radio, koran, majalah, dan internet.


3. Kerangka Teori

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi:


1. Faktor Langsung
a. Konsumsi Makanan
b. Infeksi
2. Faktor Tidak Langsung STATUS GIZI
a. Ketersediaan pangan BALITA
b. Pelayanan kesehatan
c. Status Sosial Ekonomi Keluarga
d. Budaya Pangan
e. Pengetahuan Gizi

4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

KARAKTERISTIK STATUS GIZI BALITA


PENGETAHUAN IBU BERDASARKAN:

BERDASARKAN (BB/U)
USIA
PENDIDIKAN
PEKERJAAN
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional, yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko
(independen) dan faktor efek (dependen) dimana pengukuran variabel bebas
dan variabel terikat sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2015).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan (variabel independen)
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi dan Status Gizi dengan (variabel dependen)
Status Gizi Pada Balita.

B. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok
lain (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini penulis membedakan antara
dua variabel yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat
(dependent) dimana variabel bebasnya adalah Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
dan Status Gizi sedangkan variabel terikat adalah Status Gizi Pada Balita

C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan diteliti
secara operasional dilapangan. Definisi operasional bermanfaat untuk
mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel yang
akan diteliti serta untuk pengembangan instrumen (Riyanto, 2015).

No Variabel Definisi Alat Cara Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur
Variabel Dependen
1. Status Gizi Hasil Lembar Observasi Z Score: Ordinal
berdasarkan Pengukuran Kuersioner
Antropometri Gizi buruk
Status Gizi Balita Gizi kurang
(Berat Menggunakan Z Gizi baik
Badan/Umur) Score Dengan Gizi lebih
Pengukuran
Berat
Badan/Umur
Variabel Independen
2. Tingkat Pengetahuan ibu Lembar Wawancara Kurang Ordinal
Pengetahuan tentang gizi balita Kuersioner Cukup
Ibu Tentang yang ditandai Baik
Gizi dengan mengisi
Berdasarkan kuesioner tentang
gizi balita

Usia 18 -25 tahun


26 – 35 tahun
Pendidikan 35 tahun keatas

Rendah
Sedang
Pekerjaan Tinggi

Bekerja
Tidak berkerja

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu
yang memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi 1 Tahun
2020 yaitu sebanyak 100 orang.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diambil
dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoadmodjo, 2018). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
Ibu yang memiliki Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi 1 Tahun
2020 yaitu sebanyak 100 orang.

3. Teknik sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple
random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak (Notoatmodjo,
2014).

4. Kriteria sampel
a. Kriteria Inklusi
1) Ibu yang memiliki balita (24 – 60 bulan)
2) Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi
1) Ibu yang memiliki balita

E. Tempat dan waktu penelitian

Peneltian ini dilaksanakan pada bulan Desember Tahun 2020 dan

dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi 1 Tahun 2020.

F. Etika Penelitian
Peneliti dalam melakukan peneliti hendaknya memegang teguh sikap ilmiah
(scientik attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun
mungkin peneltiian yang dilakukan tidak akan merugikan atau
membahayakan bagi subjek peneltiian. (Milton, 1999 dalam Notoatmodjo
(2018), mengatakan ada empat prinsip yang harus dipegang teguh yakni:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect For Human Dignity)


Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada
subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi.
peneliti harus mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform
consent). Sebagai ungkapan peneliti menghormati harkat dan martabat
penelitian.

2. Menghormati Privasi Dan Kerahasiaan Subjek Penelitian (Respect For

Privacy And Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahui kepada orang lain. Oleh

sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding

sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan Dan Inklusivitas/Keterbukaan (Respect For Justice An

Inclusivenes)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan penelitian perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefit)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya.

Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan

bagi subjek (Notoatmodjo, 2018).

G. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrument Penelitian

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

lembar kuesioner. Kuesioner atau angket adalah suatu cara pengumpulan

data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut

kepentingan umum, angket dilakukan dengan cara mengedarkan suatu

daftar pertanyaan yang berupa formulir atau kuesioner.

2. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data berupa suatu perntaan tentang sifat, keadaan,

kegiatan tertentu dan sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk

mendapatkan suatu informasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan

penelitian.

a. Observasi

Suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

mengamati Langsung, melihat dan mengambil suatu data yang

dibutuhkan di tempat Penelitian itu dilakukan. Observasi juga bisa

diartikan sebagai proses yang kompleks.

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

dilakukan Melalui tatap muka langsung dengan narasumber dengan

cara tanya jawab Langsung

c. Kuisioner

Teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis

mempelajari Sikap-sikap, perilaku serta karakteristik di beberapa

pengguna sistem

Anda mungkin juga menyukai