Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skoliosis

2.1.1. Definisi Skoliosis


Skoliosis adalah deformitas dari tulang belakang yang dicirikan dengan
adanya abnormalitas kelengkungan tulang belakang ke arah lateral3. Selain itu,
pada skoliosis juga dapat ditemukan adanya rotasi dari vertebra1.

2.1.2. Klasifikasi Umum Skoliosis


Berdasarkan etiologinya, skoliosis dapat dikategorikan menjadi skoliosis
non-struktural dan struktural2,4-5.

Skoliosis Non-struktural
Pada skoliosis non-struktural, lengkung dari tulang belakang yang abnormal
dapat dikoreksi dengan membungkuk ke samping atau posisi supinasi4. Kondisi
ini dapat berlangsung sementara, dan tidak ada perubahan struktural. Skoliosis
non-struktural dapat dikelompokkan berdasar etiologinya menjadi:
I. Skoliosis Postural
II. Skoliosis Histerikal
III. Iritasi akar saraf
IV. Inflamasi
V. Keadaan leg length disrepancy
VI. Keadaan kontraktur sekitar sendi panggul

Pada skoliosis postural, deformitas yang terjadi bersifat sekunder, yang


diakibatkan oleh kompensasi suatu keadaan selain masalah tulang belakang,
contohnya tungkai bawah yang pendek atau pinggul yang miring karena
kontraktur pinggul ; jika pasien duduk (yang mengakibatkan hilangnya
keasimetrisan kaki) , lengkung yang abnormal akan menghilang4.

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Skoliosis Struktural

Skoliosis struktural adalah deformitas tulang belakang yang tidak dapat


dikoreksi dan rotasi dari vertebra. Pada kondisi ini, processus spinosus berputar
ke arah kecekungan dari kurva, dan processus transversus pada area yang
cembung berotasi ke arah posterior. Di regio thorakal, terjadi permukaan yang
cembung di area skapular dan disebut sebagai “rib hump” atau “humping” yang
disebabkan tulang rusuk yang menonjol. Kondisi ini adalah karakteristik dari
deformitas tulang belakang pada skoliosis non-struktural. Rotasi pada vertebra
terbentuk oleh tulang rusuk di area thorakal dan musculus erector spinae di daerah
lumbal. Pada kelengkungan awal dan kecil, rotasi vertebra hanya dapat dilihat
ketika pasien membungkuk ke depan dengan sudut 90 derajat pada pinggul2.

Jika masih awal, deformitas mungkin dapat diperbaiki, tetapi jika deformitas
telah mencapai titik tertentu dari kestabilan mekanis, vertebra akan melengkung
dan berotasi mencapai deformitas yang bersifat menetap dan tidak dapat hilang
dengan perubahan postur tubuh. Kelengkungan sekunder yang terbentuk untuk
mengimbangi deformitas primer lebih mudah untuk diperbaiki, tetapi makin lama
dapat menetap. Menurut etiologinya, skoliosis dapat diklasifikasikan menjadi2,14:

I. Skoliosis Idiopatik
I. Infantile skoliosis (0-3 tahun)
II. Juvenile skoliosis (3-10 tahun)
III. Adolescent skoliosis (> 10 tahun)
II. Skoliosis Neuromuskular
I. Neuropathic / neurogenic (karena penyakit atau anomali pada
jaringan saraf)
i. Upper motor neuron
1. Cerebral palsy
2. Degenerasi spinocerebellar
3. Syringomelia
4. Tumor medulla spinalis

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
5. Trauma medulla spinalis
6. Lainnya.
ii. Lower motor neuron
1. Poliomyelitis
2. Viral myelitidies lainnya
3. Trauma
4. Spinal muscular atrophy
5. Meningomyelocele (paralitik)
iii. Disautonomia
iv. Lainnya
II. Miopatik
i. Arthrogryposis
ii. Muscular dystrophy
iii. Fiber type disproportion
iv. Congenital hypotonia
v. Myotonia dystrophica
vi. Lainnya.
III. Skoliosis Kongenital
i. Kegagalan pembentukan
ii. Kegagalan segmentasi
IV. Neurofibromatosis
V. Penyakit-penyakit mesenkim
VI. Penyakit rheumatoid
VII. Trauma L fraktur, pembedahan, irradiasi
VIII. Osteochondrodystrophies
IX. Infeksi Tulang
X. Penyakit metabolik
XI. Keadaan sendi lumbosacral
XII. Tumor pada columna vertebralis atau pada medulla spinalis.

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
2.1.3. Skoliosis Idiopatik

Skoliosis idiopatik merupakan sebuah deformitas yang paling sering terjadi


pada skoliosis2. Delapan puluh persen dari kasus skoliosis disumbangkan
merupakan skoliosis idiopatik, dan yang paling sering terjadi adalah skoliosis
idiopatik adolescent dan 90% terjadi pada wanita14. Skoliosis idiopatik merupakan
abnormalitas lengkung tulang belakang ke arah lateral yang penyebabnya tidak
diketahui. Sejak anak-anak tidak ada bukti kelainan neurologis atau kelainan otot,
dan tidak ada abnormalitas pada perkembangan tulang belakang yang dipantau
secara radiografis. Skoliosis idiopatik kemudian digolongkan menjadi 3 kategori
tergantung dari onset usianya, yaitu:

1. Infantil : terjadi sebelum umur 3 tahun


2. Juvenil : terjadi antara umur 3 – 10 tahun
3. Adolesen : terjadi setelah umur 10 tahun

2.1.3.1.Epidemiologi

Prevalensi adalah banyaknya populasi dengan penyakit atau kelainan


tertentu per 1000 populasi. Sedangkan, yang dimaksud dengan insidensi adalah
banyaknya jumlah kasus baru per 1000 populasi per tahun. Dalam membicarakan
skoliosis ini, yang dipakai adalah prevalensi skoliosis.

Karena skoliosis bukanlah suatu kondisi medis yang harus dilaporkan, maka
prevalensinya hanya bisa diperkirakan. Di Amerika sendiri, menurut National
Scoliosis Foundation, diperkirakan 6 juta orang memiliki skoliosis dan prevalensi
skoliosis idiopatik pada adolesen berada di rentang 2 – 4%. Prevalensi skoliosis
dengan derajat kelengkungan lateral lebih dari 10o mencapai 2%10. Sedangkan,
prevalensi skoliosis idiopatik berdasar derajat Cobb Angle adalah sebagai
berikut9:

1. Cobb Angle >5o : 4.9%


2. Cobb Angle >10o : 2.9%

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Perbandingan jenis kelamin antara pria dan wanita adalah 1:1, tetapi derajat
kelengkungan yang lebih besar ditemukan pada wanita. Rasio pria dan wanita
pada derajat kelengkungan >20o menjadi 5:1, dan berkembang menjadi 10:1 pada
derajat kelengkungan lebih dari 30o 4

2.1.3.2. Teori Etiologi Skoliosis

Secara definitif, skoliosis idiopatik adalah skoliosis yang etiologinya tidak


diketahui. Berikut adalah teori-teori yang dikemukakan mengenai penyebab
terjadinya skoliosis idiopatik15:

1. Faktor genetik
2. Peran melatonin
3. Abnormalitas jaringan ikat
4. Abnormalitas oto skelet
5. Abnormalitas Platelet
6. Mekanisme Neurologis
7. Peran pertumbuhan dan perkembangan
8. Faktor biomekanik

Faktor Genetik

Peran faktor genetik dalam skoliosis idiopatik belum diketahui secara jelas,
namun telah diterima secara luas15.Beberapa penelitian menyatakan bahwa
deformitas ini diturunkan secara autosomal dominan dan X-linked, sementara
lainnya menyatakan bahwa penyakit ini dapat diturunkan secara multifaktorial
atau poligenik, yang menjelaskan kenapa penyakit ini dapat tersebar luas di dalam
sebuah keluarga. Miller dkk melaksanakan analisis keturunan dan uji saring
genetik pada keluarga dengan skoliosis idiopatik pada tahun 2005. Dari analisis
yang telah dilaksanakan, ditemukan keterlibatan kromosom 6,9, 16, dan 17 pada
skoliosis idiopatik15,19.

10

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Peran Melatonin

Berdasarkan penelitian yang melakukan pinealektomi pada ayam, jumlah


melatonin yang menurun akhirnya menyebabkan skoliosis, dan akhirnya dapat
disembuhkan kembali dengan administrasi melatonin yang cukup. Pada penderita
skoliosis idiopatik yang menjadi subjek penelitian, tidak pernah ditemukan jumlah
absennya melatonin, melainkan adanya penurunan jumlah melatonin sebesar 35%
dari jumlah normal15-16. Di lain pihak ada sebuah penelitian di Australia yang
menyatakan bahwa ablasi melatonin pada manusia bukanlah penyebab utama
skoliosis idiopatik pada manusia17.

Abnormalitas Jaringan Ikat

Struktur yang paling penting untuk menunjang struktur tulang belakang


adalah serabut kolagen dan elastik, yang merupakan subjek dari berbagai
penelitian mengenai peranan jaringan ikat terhadap patofisiologi skoliosis
idiopatik. Pedrini dkk menyatakan mengenai adanya abnormalitas proporsi
glycosaminoglycan dan collagen dari nucleus pulposus discus intervetebralis pada
pasien yang menderita skoliosis idiopatik. Namun, diduga kelainan yang ada
merupakan sekunder dari tekanan biomekanik yang diterima di discus, bukan
primer dari deformitas15.

Abnormalitas Otot Skeletal

Ada juga pendapat mengenai abnormalitas otot paraspinal yang dapat


menyebabkan skoliosis idiopatik. Ada 2 jenis serabut otot paraspinal pada pasien
skoliosis idiopatik adolesen: tipe 1 (slow twitch) dan tipe II (fast twitch) yang pada
penderita skoliosis idiopatik ditemukan serabut otot tipe II yang berkurang.
Meskipun mekanik dari tulang belakang sendiri tidak bisa dijadikan faktor
etiologi, namun dapat mempengaruhi progesivitas dari skoliosis15.

Abnormalitas Platelet

Pada pasien skoliosis idiopatik adolesen, terdapat abnormalitas dari struktur


dan fungsi platelet. Calmodulin mengatur kontraktilitas otot dan platelet melalui

11

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
interaksi dengan aktin dan miosin. Meningkatnya kadar calmodulin di dalam
platelet berhubungan dengan perkembangannya skoliosis idiopatik adolesen15,18

Mekanisme Neurologis

Bukti – bukti mengenai peranan neurologis dalam skoliosis idiopatik masih


terus dikumpulkan. Skoliosis struktural pada percobaan terhadap anjing dengan
syringomyelia telah ditemukan, dan mengimplikasikan bahwa disfungsi sistem
saraf sentral dapat menimbulkan skoliosis15.

Peran Pertumbuhan dan Perkembangan

Telah diterima secara luas bahwa gangguan perkembangan tulang belakang


dapat menimbulkan skoliosis dan menyebabkan perkembangan dari skoliosis.
Bidang sagittal dari skoliosis idiopatik adolesen telah diketahui untuk memiliki
hubungan dengan hipokifosis, dan adanya ketidakseimbangan antara
perkembangan struktur anterior dan posterior berpengaruh terhadap
berkembangnya skoliosis idiopatik. Inhibisi pertumbuhan pada bagian posterior
dapat ditambatkan oleh otot, ligamen, dan medulla spinalis. Dengan adanya
inhibisi pertumbuhan pada bagian posterior, daerah anterior berkembang lebih
cepat dan saat membungkuk corpus vertebra pada daerah apeks cenderung untuk
berotasi ke samping15.

Faktor Biomekanik

Faktor biomekanik telah diketahui untuk memiliki peran besar dalam


mempengaruhi progresivitas dari skoliosis. Menurut Hueter – Volkmann
principle, beban yang asimetris distribusinya dapat menimbulkan pertumbuhan
tulang belakang yang asimetris pula15.

2.1.3.3. Tanda dan Gejala Skoliosis

Skoliosis idiopatik adolesen pada umumnya tidak menimbulkan kematian,


namun lengkung kurva yang besar dapat menimbulkan keluhan mengenai
penampilan.

12

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Jika deformitas mencapai tahap tertentu, maka deformitas dapat dirasakan.
Pada umumnya, pasien menyadari dan mengeluhkan gejala seperti “rib hump”
pada bagian thorakal, dan pinggang yang tampak tidak simetris, ketidak
simetrisan payudara, salah satu shoulder blade lebih tinggi dan menonjol
dibandingkan yang lain, salah satu bahu lebih tinggi, dan postur tubuh yang
kurang baik2-4.

Melalui pemeriksaan fisik dapat dilihat apabila tulang belakang berdeviasi


dari midline dan hanya dapat dilihat jika pasien membungkuk ke depan. Jika
skoliosis terjadi di regio thorakal, rotasi vertebra dapat menyebabkan “rib cage”
menonjol sehingga menghasilkan permukaan yang konkaf pada daerah skapular
dan menimbulkan gambaran rib hump pada pemeriksaan fisik3.

Abnormalitas kelengkungan tulang belakang biasanya ditemukan pertama


kali oleh orangtua atau kerabat pasien, pasien yang merasakan penampakan tubuh
yang tidak normal, pemeriksaan rutin di sekolah, dokter anak yang melakukan
pemeriksaan rutin pada pasien, atau tidak sengaja ditemukan melalui pemeriksaan
sinar – X. Penampakan tubuh yang abnormal biasanya adalah fokus perhatian
pasien dan seringkali menjadi penyebab utama pasien melakukan pemeriksaan
medis. Kelainan bentuk tubuh ini, bila terjadi pada wanita saat masa pubertas,
dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan berpotensi menimbulkan masalah
psikologis2,4.

Nyeri pada punggung adalah hal yang jarang terjadi, dan apabila ada harus
dipikirkan penyebab yang lain. Nyeri punggung yang non-spesifik memiliki
prevalensi sebesar 70% di populasi dan tidak harus langsung menduga skoliosis
sebagai penyebabnya. Penekanan pada akar – akar saraf tulang belakang di bagian
lumbal dapat menyebabkan sakit yang menjalar ke tungkai – tungkai bawah.

Gejala pada pasien dewasa bergantung dengan pada lokasi lengkung


maksimum dari skoliosis terdapat. Jika lengkung maksimum terdapat pada regio
lumbal, dapat menyebabkan nyeri pada bagian punggung, sedangkan lengkung
maksimum pada regio thorakal yang lebih dari 80 derajat dapat menyebabkan

13

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
gangguan kardiopulmoner. Fungsi pulmoner cenderung berkurang pada skoliosis
yang terjadi pada regio thorakal dan dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas
vital paru dengan tingkat keparahan kelengkungan kurva.

2.1.3.4. Diagnosis

Dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, disertai


pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, diagnosis dan komplikasi
yang terjadi pada pasien skoliosis dapat ditegakkan6.

Anamnesis

Pertama yang harus ditanyakan kepada pasien adalah riwayat penyakitnya,


termasuk onset deformitas serta perkembangannya, terapi yang telah dilakukan,
keluhan pasien: deformitas, nyeri, gejala neurologis, gejala kardiopulmonari, atau
komplikasi fungsional, pengaruh deformitas pada pasien, kondisi kesehatan umum
pasien, dan riwayat skoliosis pada keluarga. Apabila ada rasa nyeri yang
menyertai, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap nyeri,
termasuk apabila nyeri yang ada mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada anak,
deformitas ada umumnya tidak disertai dengan rasa nyeri, namun pada orang
dewasa, dapat terjadi gejala nyeri yang sering terjadi tanpa adanya deformitas
pada tulang belakang.

Pemeriksaan Fisik

Ada 3 hal penting yang harus diberikan perhatian lebih saat melakukan
pemeriksaan fisik: deformitas, penyebab, dan komplikasinya.

Saat melakukan pemeriksaan fisik, pasien diperiksa tanpa busana. Pertama


yang mulai diukur adalah tinggi badan pasien saat berdiri dan duduk, panjang
lengan, dan berat badan. Punggung diperiksa dengan posisi pasien membelakangi
pemeriksa dan yang dilihat adalah kesimetrisan dari bahu, scapula, garis pinggul,
dan hubungan thoracopelvic2.

14

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Keseimbangan tulang belakang antara thorak dengan pelvis dapat diperiksa
dengan cara plumb line. Cara ini dilakukan dengan menjatuhkan pendulum dari
processus spinosus yang paling menonjol, yaitu pada C7, kemudian lihat garis
vertikal yang dibentuk. Jarak dari garis vertikal dengan celah gluteal diukur dalam
satuan sentimeter dan dicatat. Pada vertebra yang normal, garis vertikal akan jatuh
tepat di celah gluteal, namun jika ada keasimetrisan pada tulang belakang, garis
vertikal akan jatuh di salah satu dari kedua sisi celah gluteal2.

Untuk mengetahui apabila ada ketidaksimetrisan dari level bahu, yang


diukur adalah selisih tinggi dari keduanya. Cara untuk mengukur selisih tinggi
adalah dengan menarik garis horizontal dari ujung atas sendi acromioclavicular
kedua bahu. Bila terdapat ketidaksimterisan dari pelvis, yang dibandingkan adalah
tinggi antara anterior superior atau posterior superior spina iliaca kiri dengan yang
kanan.

Lakukanlah Adam’s forward bending test pada pasien, dengan


membungkukkan posisi anak 90 derajat ke depan, kedua kaki dirapatkan, lutut
lurus, kedua tangan menggantung dengan kepala menunduk. Untuk skoliosis
thorakolumbal dan lumbal, inspeksi pasien dari belakang, namun untuk skoliosis
servikal dan thorakal, inspeksi pasien dilakukan dari depan. Yang perlu
diperhatikan berikutnya adalah arah rotasi vertebra6. Pada skoliosis struktural,
processus spinosus berotasi ke bagian yang cekung dari kurva yang ditunjukkan
oleh menonjolnya tulang rusuk dari thoracal cage. Sedangkan pada skoliosis
postural, processus spinosus akan berotasi ke bagian yang cembung dari kurva
dengan tulang rusuk dan otot – otot paravertebral yang menonjol pada sisi
cembung ketika pasien dilihat dari belakang2. Menggunakan scoliometer adalah
sebuah metode yang akurat untuk mengukur rotasi vertebra. Pemeriksaan dengan
scoliometer memungkinkan terlihatnya kurva minimal yang sulit untuk dilihat jika
pasien dalam posisi berdiri, sehingga seringkali dianjurkan untuk pemeriksaan
rutin4.

15

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Panjang kaki dilakukan dengan mengukur jarak antara anterior superior iliac
spines dengan medial malleoli pada posisi supinasi2.

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis seluruh tulang belakang diperlukan untuk


menentukan penyebab dan tipe dari skoliosis, letak deformitas, pola kurva dan
besarnya, dan maturitas tulang. Pemeriksaan radiologi awal yang diperlukan
hanyalah gambaran radiografi anteroposterior dan lateral. Pada gambaran
radiografi lateral, ada atau tidaknya kifosis, hiperkifosis atau hipokifosis, lordosis
atau hipolordosis, dan spondylolisthesis ditentukan2.

Pada pemeriksaan radiologis, terdapat cara lain untuk mengukur kurva,


yaitu dengan menggunakan metode Cobb. Sudut Cobb adalah sudut yang
dibentuk oleh perpotongan garis tegak lurus yang ditarik dari bagian atas
lengkung vertebra dengan bagian bawah dari lengkung vertebra. Langkah pertama
untuk mengukur kurva adalah dengan mengidentifikasi kedua ujung vertebra yang
atas dan bawah. Ujung vertebra adalah vertebra terakhir yang membengkok ke sisi
kurva yang cekung. Setelah itu, dibuat garis pada ujung atas vertebra paling atas
dan pada ujung bawah vertebra paling bawah. Pertemuan antara kedua garis ini
disebut sudut Cobb. 20 derajat kelengkungan lateral setara dengan 5 derajat
ATR2,21.

Untuk mengukur derajat rotasi vertebra dapat digunakan teknik Nash dan
Moe. Pada teknik ini dilakukan pengamatan pada posisi – posisi processus
spinosus. Penggolongan derajat rotasi adalah: pada grade 0 tidak terdapat rotasi,
grade I pedikel telah mulai berputar mulai dari tepi corpus vertebra, grade II
pedikel hampir tidak terlihat, grade III pedikel terletak pada pertengahan dari
vertebra, grade IV pedikel telah melewati garis tengah2,21.

Mengukur maturitas tulang dilakukan karena berhubungan dengan


progresifitas kurva. Untuk mengukur maturitas tulang dapat digunakan gambaran
anteroposterior dari spina dan menggunakan metode Risser sign. Osifikasi
apofisis iliaka dimulai pada daerah anterior pada spina iliaca anterior superior,

16

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
berlanjut ke arah posterior yaitu spina iliaca posterior superior. Pada Risser 0,
tidak terdapat osifikasi pada apofisi iliaka. Pada Risser 1, telah terjadi osifikasi
pada seperempat anterior. Risser 2, telah terjadi osifikasi dari setengah dari krista
iliaka. Pada Risser 3, telah terjadi osifikasi pada tiga perempat anterior krista
iliaka, dan pada Risser 4 telah terjadi osifikasi sepenuhnya. Apofisis iliaka mulai
terosifikasi segera setelah pubertas dan ketika krista iliaka telah terofisikasi
sepenuhnya, progresi skoliosis minimal22. Pada sebuah penelitian, subjek dengan
23
umur lebih dari 18 tahun memiliki Risser .

Tes Uji Saring

Deteksi dini skoliosis idiopatik telah menjadi fokus perhatian dan komitmen
dari para ortopedis sejak tahun 1960. Tes uji saring yang dilakukan di sekolah –
sekolah merupakan satu-satunya metode untuk mengevaluasi semua anak. Telah
dikemukakan bahwa dengan mendeteksi skoliosis secara dini, terjadi peningkatan
3 kali jumlah pasien yang akan membutuhkan penanganan konservatif sehingga
mengurangi presentasi pasien yang membutuhkan penanganan operatif.

Tes uji saring skoliosis yang direkomendasikan adalah Adam’s forward


bending test dan Bunnell’s scoliometer untuk mengukur derajat rotasi vertebra
(angle of rotation = ATR). Metode ini adalah metode yang paling efektif, akurat,
dan tidak mahal.

Scoliometer adalah inclinometer yang digunakan untuk mengukur derajat


rotasi tulang belakang atau angle of trunk rotation (ATR) yang secara umum
disebut juga sebagai “rib hump deformity”. Skoliosis memiliki derajat rotasi
tulang belakang setidaknya 5˚. Cobb angle sebesar 20˚ setara dengan 7-10˚ rotasi
tulang belakang (ATR).

2.1.3.6. Penatalaksanaan

Penanganan skoliosis bertujuan untuk mencegah deformitas ringan menjadi


lebih buruk serta memperbaiki skoliosis yang telah ada. Skoliosis dapat dibagi
penanganannya menjadi penanganan konservatif dan penanganan operatif.

17

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Sementara ada yang membagi kelompok penanganan menjadi observasi, orthosis,
dan operatif7.

Observasi

Tujuan dari penanganan non-operatif adalah mencegah progresi dari


skoliosis. Derajat kurva yang kurang dari 20 dan tidak menunjukkan adanya
progresi diberikan penanganan observasi selama 3 – 4 bulan7.

Orthotik

Jika kurva yang dimiliki antara 20 – 30˚ dan progresif, diperlukan


penanganan dengan menggunakan brace. Ada dua macam bracing yang seringkali
digunakan yaitu: Milwaukee brace untuk menyokong daerah thorakal, terdiri dari
korset pada pelvis yang dihubungkan dengan logam untuk menyokong cincin
yang terletak pada daerah servikal yang menyangga oksipital dan dagu dan Boston
brace yang digunakan untuk menyokokng daerah lumbal atau thorakolumbal20.

Penggunaan spinal brace dilakukan full time yaitu 22 jam sehari atau part
time yaitu 16 jam sehari atau hanya dipakai pada malam hari. Kurva yang lebih
dari 30˚ dan kurva yang progresif membutuhkan pemakaian full time.
Kontraindikasi dari penanganan orthotik adalah jika pasien telah mengalami
maturitas skeletal, pasien dengan lordosis di regio thorakal, pasieng dengan
lengkung kurva lebih dari 45˚, dan pasien yang mengalami gangguan
kepribadian7.

Pemakaian brace dapat mencegah progresifitas kurva, memberikan koreksi


yang permanen pada batas-batas tertentu, dan menstabilkan kurva. Semakin muda
penderita dan semakin kecil sudut kurva maka akan semakin besar keberhasilan
pemakaian spinal brace.

Operatif

Penanganan operatif dilakukan apabila kurva telah lebih dari 30˚ yang
secara kosmetik tidak baik, dan untuk deformitas yang ringan namun tidak

18

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
membaik setelah menjalankan penanganan konservatif. Tujuan dari penanganan
operatif adalah untuk meluruskan kurva termasuk komponen vertebra yang telah
berotasi8.

Berikut adalah penerapan sistemik dari terapi konservatif berdasarkan sudut


Cobb dan penuaan skeletal menurut SOSORT Guidelines8:

I. Anak yang belum memiliki tanda-tanda maturitas


a. Cobb < 15˚ : observasi dengan interval 6-12 bulan.
b. Cobb 15-20 : outpatient physical therapy dengan treatment free
interval. Diberikan latihan 2-7/ minggu selama 6-12 minggu, lalu
setelah 3 bulan dilaksanakan latihan 2 minggu sekali.
c. Cobb 20-25 : outpatient physical medicine, SIR
d. Cobb > 25 : outpatient physical medicine , SIR, dan pemakaian
brace (dengan paruh waktu selama 12 – 16 jam sehari).
II. Anak dan remaja, Risser 0 – 3
a. Progression risk kurang dari 40% : observasi 3 bulan
b. Progression risk 40% : outpatient physical medicine
c. Progression risk 50% : outpatient physical medicine
dan SIR
d. Progression risk 60% : outpatient physical
medicine, SIR, dan pemakaian brace (paruh waktu 16-22 jam/hari)
e. Progression risk 80% : outpatient physical
medicine, SIR, dan pemakaian brace (23 jam/hari).
III. Anak dan remaja, Risser 4
a. Cobb<20 : observasi
b. Cobb 20-25 : outpatient physical medicine
c. Cobb > 25 : outpatient physical medicine dan SIR
d. Cobb > 35 : outpatient physical meicine, SIR, dan pemakaian
brace paruh waktu 16 jam/hari
e. Melepas brace: outpatient physical medicine, SIR, dan pemakaian
brace dikurangi secara bertahap

19

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
IV. Risser 4 – 5
a. Cobb >25 : outpatient physical medicine
b. Cobb > 30 : outpatient physical medicine dan SIR
V. Dewasa dengan sudut Cobb > 30: outpatient physical medicine dan SIR
VI. Remaja dan dewasa dengan skoliosis (derajat berapapun ) disertai nyeri
yang kronis : outpatient physical medicine, SIR + program khusus
penanganan nyeri, dan pemakaian brace.

2.1.3.7. Prognosis

Kurva kurang dari 30˚ saat maturitas cenderung tidak memiliki progresifitas
saat dewasa. Sedangkan kurva dengan derajat yang lebih besar, yaitu 30-50˚
cenderung mengalami peningkatan 10-15˚ pada saat dewasa. Beberapa faktor
yang berhubungan dengan progresi kurva adalah jenis kelamin, umur, usia
menarche, tanda Risser, pola dan besar kurva.

Progresi derajat kurva lebih umum meningkta dan menjadi lebih buruk pada
wanita, pada onset grwoth spurt adolesen, dan seiring dengan besarnya kurva
awal. Semakin tinggi level tulang belakang pada kurva primer yang mengalami
kelainan dan semakin muda onset umur pasien ketika pertama kali didiagnosis,
maka prognosis akan semakin buruk4.

2.2. Punggung

Pengertian dari punggung adalah aspek posterior dari badan/batang tubuh,


inferior dari leher, superior dari bokong, dan merupakan bagian dari tubuh tempat
leher,kepala, dan ekstremitas menyambung. Punggung terdiri dari1:

 Kulit dan jaringan subkutan


 Otot:
 Lapisan superfisial: terutama berfungsi untuk memposisikan dan
menggerakkan tungkai.
 Lapisan profunda: berfungsi secara khusus untuk menggerakkan
atau menjaga posisi dari tulang-tulang aksis.

20

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
 Columna vertebra: terdiri dari vertebra, Discus intervertebralis, dan
ligamen-ligamen yang terkait.
 Rusuk (di regio thorakal): terutama bagian posterior dari rusuk, medial
dari sudut rusuk.
 Medulla spinalis dan lapisan meningeal.
 Berbagai segmen dari saraf dan pembuluh darah.

2.3. Columna Vertebralis


Columna vertebralis adalah bagian dari kerangka penyangga tubuh (aksial)
yang terdiri dari vertebra dan discus intervertebralis. Bagian dari vertebra ini
mulai dari cranium sampai ke ujung tulang coccyx. Pada orang dewasa terdiri dari
33 vertebra yang dibagi pula menjadi 5 regio yaitu servikal, thorakal,
lumbal,sakral, dan coccygeal. Dari 33 vertebra tersebut, 7 terdapat di daerah
servikal, 12 di daerah thorakal, 5 di daerah lumbal, 5 di daerah sakral, dan 4 di
daerah coccygeal. 25 vertebra paling atas bergerak paling banyak. Sembilan
vertebra paling bawah, 5 vertebra bagian sakral akan membentuk Sacrum dan 4
vertebra bagian coccygeal menyatu membentuk coccyx.
Columna vertebralis memiliki sifat fleksibel karena terdiri dari banyak
tulang-tulang yang relatif kecil (vertebra-vertebra) yang dipisahkan oleh Discus
intervertebralis. Kemampuan ini juga ditunjang oleh berartikulasinya 25 vertebra
servikal, thorakal, lumbal, dan vertebra sakral pertama yang berartikulasi di
synovial zygapophysial joints. Meskipun pergerakan antara dua vertebra yang
berlawanan arah cukup kecil, gregat dari vertebra dan Discus-Discus yang bersatu
membentuk Columna vertebra yang fleksibel namun kokoh untuk melindungi
medulla spinalis yang diliputinya.

2.3.1 Struktur dan Fungsi Vertebra


Vertebra terdiri dari corpus, arcus vertebralis, dan 7 processus, yang pada
setiap regio vertebra memiliki ciri khas masing-masing.
Corpus vertebra adalah badan dari vertebra yang terletak di bagian anterior
dan berfungsi untuk memberikan kekuatan struktural pada columna vertebralis

21

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
serta menahan berat tubuh. Semakin ke bawah, besar dari corpus membesar
karena berfungsi untuk menahan bagian tubuh yang semakin ke bawah semakin
berat.

Arcus vertebralis adalah bagian vertebra yang terletak pada bagian belakang
(posterior) dan terdiri dari 2 pediculus dan laminae. Pediculus adalah tonjolan di
bagian belakang dari corpus vertebra yang menyatu pada bagian tengah di
posterior vertebra dan membentuk laminae. Corpus dan arcus vertebra
melingkupi foramen vertebralis. Canalis vertebralis dibentuk dari foramen
vertebralis, dan di dalam dari canalis vertebralis, terdapat medulla spinalis, yang
merupakan akar daru saraf-saraf spina, meninges, lemak, dan pembuluh darah.
Foramina intervertebralis adalah foramen-foramen yang terlihat dari sisi lateral
yang terbentuk dari superior dan inferior vertebral notch dan discus
intervertebralis.

Pada arcus vertebralis, terdapat tujuh buah processus: satu processus


spinosus, 2 processus transversus, dan 4 processus articularis. Processus
spinosus, adalah processus yang menonjol ke arah posterior dari pertemuan dua
laminae. Processus transversus adalah processus yang menonjol ke arah lateral
dan posterior dari pertemuan laminae dan pediculus. Processus-processus yang
ada ini berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot punggung dan sebagai
pengunkit yang mempertahankan atau mengubah posisi dari vertebra. Processus
articularis terdiri dari 2 pasang yang masing-masing terdapat di bagian inferior
dan superior. Dua buah processus articularis superior dan 2 buah processus
articularis inferior. Processus articularis berasal dari pertemuan antara pediculus
dan lamina. Pada setiap processus articularis, bagian yang berhubungan dengan
processus articularis lainnya, disebut sebagai facet articularis. Processus
articularis membentuk hubungan dengan processus articularis vertebra yang
terletak di atas dan bawahnya, sehingga membentuk sendi zygapophyseal (sendi
facet).

22

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
2.3.2. Karakteristik Regional Vertebra
Vertebra-vertebra memiliki karakter-karakternya tersendiri tergantung dari
di regio mana vertebra tersebut berada pada columna vetebralis. Namun, ada juga
vertebra yang memiliki karakteristik tersendiri, contohnya C7 vertebra yang
memiliki processus spinosus yang paling panjang dan menonjol di bawah kulit,
dapat diraba dan dirasakan perbedaannya terutama ketika leher seseorang sedang
dalam posisi fleksi.

2.3.2.1. Vertebra Cervicalis


Vertebra Cervicalis adalah vertebra-vertebra yang membentuk tulang
leher. Dibandingkan vertebra-vertebra lainnya, vertebra Cervicalis adalah yang
paling kecil dan dapat digerakkan, serta terletak di antara cranium dan vertebra
thorakalis. Bentuknya kecil, sesuai dengan berat yang ditahannya yang relatif
lebih kecil dibanding vertebra-vertebra lainnya yang berada inferior dari vertebra
Cervicalis. Pada regio ini, terdapat foramen transversarius pada setiap processus
transversus. Foramen transversarius dilalui oleh arteri dan vena vertebralis,
kecuali pada C7 yang hanya dilalui oleh vena vertebralis accesorius yang lebih
kecil, sehingga foramen transversarius pada C7 relatif lebih kecil.

Pada bagian lateral, processus transversus berakhir menjadi dua buah


tonjolan, yang disebut sebagai tuberkulum anterior dan tuberkulum posterior.
Tuberkulum-tuberkulum yang ada berfungsi sebagai tempat perlekatannya otot-
otot servikal bagian lateral yaitu levator scapulae dan scalene. Rongga antara
tuberkulum anterior dan posterior dari processus transversus dilalui oleh anterior
rami dari nervus spinalis Cervicalis.

Pada regio Cervicalis, kedua vertebra paling atas disebut sebagai vertebra
yang atipikal. Vertebra Cervicalis yang pertama disebut sebagai atlas. Atlas
merupakan vertebra yang unik karena tidak memiliki corpus maupun processus
spinosus. Atlas memiiliki bentuk seperti cincin dan massa lateralnya berfungsi
untuk menopang berat dari kranium serta arcus anterior dan arcus posterior.

23

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Vertebra kedua disebut sebagai aksis dan merupakan yang paling kuat dari semua
vertebra servikal. Vertebra aksis berfungsi sebagai tempat rotasi dari atlas karena
memiliki dua facet articularis.

Vertebra pada C3-C7 adalah vertebra yang tipikal yang artinya mereka
memiliki karakter umum vertebra Cervicalis. C7 karena memiliki tonjolan
processus spinosus yang paling menonjol, oleh karena itu disebut sebagai
vertebra prominens.

2.3.2.2. Vertebra Thorakalis


Vertebra thorakalis adalah vertebra-vertebra yang berada di punggung
bagian atas dan berfungsi sebagai tempat melekatnya tulang-tulang rusuk/iga. Ciri
khas dari vertebra thorakalis adalah adanya fovea costalis yang merupakan tempat
berhubungannya vertebra dengan tulang iga.

Vertebra thorakalis memiliki karakteristik umum yang memiliki corpus dari


vertebra membentuk jantung, adanya foramina vertebralis yang cenderung lebih
bulat dan kecil dibandingkan dengan vertebra Cervicalis dan lumbalis, memiliki
processus transversus yang panjang, kuat dan memanjang ke arah posterior dan
lateral, processus spinosus yang panjang, dan processus articularis yang memiliki
facet superior dan inferior. Di regio vertebra thorakalis, dapat terjadi gerakan
rotasi dan fleksi lateral dari columna vertebralis. Sementara itu, adanya hubungan
antara vertebra thorakalis dengan tulang iga dan processus articularis, gerakan
fleksi dan ekstensi lateral menjadi terbatas.

2.3.2.3. Vertebra Lumbalis


Vertebra lumbalis terletak di punggung bagian bawah, tepatnya di antara
thorax dan sacrum. Ciri khas dari vertebra lumbalis adalah memiliki corpus yang
sangat besar dan jika dilihat dari atas akan terlihat seperti ginjal. Foramen
vertebralis yang dimiliki vertebra di regio lumbal berbentuk segitiga dan lebih
besar dibandingkan vertebra thoracalis. Ciri khas lainnya berupa processus

24

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
transversus yang panjang dan ramping, processus spinosus yang pendek, rata,
tebal, dan berbentuk segiempat memanjang lurus ke belakang. Processus
articularis superior memiliki facet yang menghadap ke belakang dan lateral,
namun pada bagian inferior facet yang dimiliki menghadap ke depan dan medial,
sehingga dapat terjadi gerakan fleksi dan ekstensi, serta fleksi lateral, namun tak
dapat terjadi gerakan rotasi.

Di antara vertebra lumbalis, vertebra L5 adalah vertebra yang paling besar


di antara vertebra yang dapat digerakkan. L5 menopang seluruh tubuh bagian atas
dan berat badan yang diteruskan ke basis Sacrum yang dibentuk oleh bagian atas
dari S1.

2.3.2.4. Sacrum
Sacrum adalah tulang yang besar, berbentuk segitiga, dan teridir dari 5
buah vertebra sakralis yang tergabung menjadi satu. Sebelumnya, pada masa
kanak-kanak, kelima vertebra sakralis ini dihubungkan oleh kartilago hialin dan
dipisahkan oleh discus intervertebralis dan mulai bergabung menjadi satu setelah
usia 20 tahun. Tulang Sacrum terletak antara tulang pinggul dan membentuk atap
dan dinding posterosuperior rongga pelvis. Salah satu fungsi dari Sacrum adalah
memberikan kekuatan dan stabilitas bagi pelvis serta meneruskan beban tubuh ke
pelvic girdle. Sacrum memiliki kemampuan untuk berartikulasi dengan L5
vertebra pada angulus lumbosacralis dengan sudut 130-160 derajat.

Canalis sacralis adalah lanjutan dari canalis vertebralis dan juga terdapat
cauda equina. Di tulang Sacrum terdapat empat pasang foramina sacralis yang
dilewati oleh nervus spinalis rami anterior dan posterior. Basis dari Sacrum
dibentuk dari bagian superior dari S1. Anterior dari corpus S1 vertebra yang
menonjol ke depan disebut sebagai sacral promontory. Apeks dari Sacrum adalah
bagian inferior yang bentuknya mengecil dan berartikulasi dengan coccyx. Selain
itu, terdapat perbedaan pada tekstur Sacrum, yaitu, permukaan pelvisnya halus
dan cekung sementara permukaan dorsalnya kasar dan cembung.

25

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
2.3.2.5. Coccyx
Coccyx atau yang sering dikenal sebagai tulang ekor adalah tulang yang
terdiri dari 4 ruas vertebra yang berfusi menjadi satu. Vertebra coccygeus yang
pertama dapat terpisah dari vertebra coccygeus yang ekdua dan adalah vertebra
coccygeus yang paling luas dan lebar dibandingkan yang lainnya. Co1
mempunyai processus transversus yang pendek dan terhubung ke Sacrum dan
memiliki processus articularis rudimenternya membentuk cornu coccygeus.

Coccyx tidak memiliki peran untuk menyokong berat badan tubuh, namun
ketika duduk, coccyx fleksi ke arah anterior dan turut berperan untuk menahan
berat badan pada posisi duduk.

2.3.3. Discus Intervetebralis


Antara setiap vertebra, masing-masing dihubungkan satu dengan yang lain
oleh discus intervertebralis dan ligamen. Discus-discus ini merupakan 20-25%
dari tinggi columna vertebralis. Discus intervertebralis menyatukan vertebra yang
awalnya kaku karena hanya terdiri dari tulang saja, menjadi struktur yang juga
memiliki sifat fleksibel. Struktur ini memungkinkan untuk meredam benturan.

Setiap discus terdiri dari bagian luar yang terdiri atas serabut – serabut
konsentris fibrokartilago yang lebih padat, disebut sebagai annulus fibrosus dan
bagian dalam yang lebih lunak, disebut sebagai nucleus pulposus. Nucleus
pulposus aadalah struktur yang setengah cair, sehingga memungkinkan
fleksibilitas dan daya tahan dari discus intervertebralis dan tulang belakang secara
keseluruhan. Nucleus ini tidak terletak di tengah discus, namun lebih ke arah
posterior.

2.3.4. Lengkungan Columna Vertebralis

Ada empat macam lengkungan pada vertebra orang dewasa: lengkung


servikal, lengkung thorakal, lengkung lumbal, dan lengkung sakral. Dari keempat
lengkung ini dibagi lagi menjadi lengkung kifosis dan lengkung lordosis.

26

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Lengkung thorakal dan sakral berbentuk kifosis, yaitu konkaf pada bagian
anterior. Lengkung servikal dan lumbal berbentuk lordosis yaitu konkaf pada
bagian posterior.

Lengkung thorakal dan sakral adalah lengkung utama/primer yang sudah


berkembang sejak periode fetal dalam posisi fleksi. Sebagai konsekuensi dari
perbedaan tinggi antara sisi posterior dan anterior, lengkung primer akan terus
ada. Lengkung servikal dan lumbal disebut lengkung sekunder, karena terjadi
akibat ekstensi dari posisi fetal yang dahulunya fleksi. Lengkung sekunder mulai
muncul sejak periode fetal namun tidak menjadi jelas sampai masa infantil.
Lengkung sekunder diakibatkan oleh adanya perbedaan ketebalan antara bagian
anterior dan posterior dari discus intervertebralis.

Lengkung servikal dapat menjadi jelas seketika anak mampu mengangkat


kepala dan mempertahankan posisi kepala di atas columna vertebralis. Sementara,
lengkung lumbal dapat semakin jelas seketika anak dapat berdiri dan berjalan.
Lengkung lumbal lebih menonjol pada wanita, dan berakhir pada angulus
lumbosacralis yang berada di antara L5 vertebra dengan Sacrum.

Fungsi dari lengkung vertebra adalah untuk memberikan tambahan


fleksibilitas pada tulang belakang selain dari fleksibilitas yang diberikan oleh
discus intervertebralis. Saat beban yang diterima tulang belakang meningkat,
discus intervertebralis dan lengkung vertebra yang memiliki sifat fleksibel akan
tertekan. Dibandingkan dengan fleksibilitas discus intervertebralis yang bersifat
pasif karena terbatas di sendi zygapophyseal dan ligamen longitudinal,
fleksibilitas dari lengkung vertebra bersifat aktif dan dinamis. Fleksibilitas yang
aktif dan dinamis ini diperankan oleh otot – otot yang berifat antagonis dari
pergerakan yang dilakukan. Membawa berat tambahan pada bagian anterior tubuh
dapat meningkatkan lengkung vertebra.

2.3.5. Gerakan Columna Vertebralis

Pergerakan columna vertebralis berbeda-beda pada setiap regio dan


individu. Normalnya luas pergerakan pada orang dewasa muda berkurang sekitar

27

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
50% atau lebih, seiring dengan bertambahnya usia. Mobilitas dari columna
vertebralis terjadi akibat adanya tekanan dan elastisitas oleh discus
intervertebralis. Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan oleh columna vertebralis
adalah gerakan fleksi, ekstensi, fleksi lateral, ekstensi lateral, dan rotasi.

Gerakan-gerakan dari columna vertebralis terbatas oleh karena adanya


ketebalan, elastisitas, dan tekanan pada discus intervertebralis, bentuk, dan
orientasi dari sendi zygapophyseal, ketegangan pada capsul articularis dari sendi
zygapophyseal, resistensi dari otot – otot punggung dan ligamen, perletakan
dengan tulang iga, dan jaringan sekitar.

Gerakan pada columna vertebralis dilakukan oleh otot-otot punggung yang


dibantu oleh gravitasi dan otot anterolateral abdomen. Pergerakan antar vertebra
terjadi pada nucleus pulposus dan sendi zygapophyseal. Meskipun pegerakan
antar vertebra cukup kecil, jika semua gerakan ini dijumlah, maka dapat
menggerakkan columna vertebralis.

Dari semua gerakan, gerakan fleksi, ekstensi, fleksi lateral, dan rotasi leher
disebut bebas karena discus intervertebralis lebih tebal pada bagian ini,
permukaan yang artikuler zygapophyseal lebih besar, kapsul sendi zygapophyseal
relatif longgar, dan leher lebih ramping. Pada daerah thorakal, discus
intervertebralis lebih kecil dibandingkan dari ukuran corpus vertebra. Gerakan
fleksi, ekstensi, dan fleksi lateral terjadi pada daerah servikal dan lumbal, namun
terbatas di daerah thorakal. Gerakan rotasi terjadi di sendi craniovertebral dan
daerah thorakal.

2.4. Otot – otot Punggung

Berat tubuh terdistribusi lebih banyak di bagian anterior dari columna


vertebralis, sehingga banyak otot yang melekat pada processus spinosus dan
transversus untuk menyokong dan menggerakan columna vertebralis. Otot
punggung terbagi menjadi 2 kelompok:

28

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
 Otot - otot punggung ekstrinsik: otot – otot punggung superfisial dan
intermedia yang fungsinya untuk mengatur gerakan ekstrimitas dan
pernapasan
 Otot - otot punggung intrinsik: otot – otot yang fungsinya untuk
mengatur gerakan columna vertebralis dan mempertahankan postur tubuh.

A. Otot - otot punggung ekstrinsik

Otot punggung ekstrinsik superfisial (musculus trapezius, musculus


latissimis dorsi, musculus levator scapulae, dan musculus rhomboideus) adalah
otot – otot yang menghubungkan ekstrimitas atas dengan batang tubuh dan
mengatur pergerakan ekstrimitas atas. Otot punggung ekstrinsik intermedia
(musculus serratus posterior) merupakan otot pernapasan superfisial yang
mengatur gerak pernafasan.

B. Otot – otot punggung intrinsik


Otot – otot punggung intrinsik mempunyai fungsi untuk mempertahankan
postur tubuh dan mangetur pergerakkan dari columna vertebralis. Otot – otot ini
memanjang dari pelvis ke kranium dan dilapisi oleh fascia yang melekat di bagian
medial dari ligamentum nuchae, processus spinosus, ligamentum supraspinale,
dan crista sacralis mediana. Fascia melekat di bagian lateral dari processus
transversus servikal dan lumbal dan sudut kosta.

Otot – otot punggung intrinsik digolongkan melalui letaknya terhadap


permukaan, yaitu superfisial, intermedia, dan lapisan profunda. Lapisan
superfisial adalah musculus splenius yang berada di bagian lateral dan posterior
dari leher. Lapisan intermedia terdiri dari musculus erector spinae yang
merupakan ekstensor utama dari columna vertebralis bila bekerja secara ilateral,
dan mempunya fungsi untuk melakukan fleksi lateral bila bekerja secara
unilateral. Musculus erector spinae dibagi lagi menjadi 3 yaitu: musculus
iliocostalis pada bagian kolom lateral, musculus longissimus pada kolom
intermedia, dan musculus spinalis pada kolom lateral.

29

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
Lapisan profunda dari otot – otot punggung intrinsik adalah kelompok otot
musculi transversaspinales (musculus semispinalis, musculus multifudus, dan
musculus rotatores), musculus interspinales adalah otot yang membantu gerakan
ekstensi dan rotasi columna vertebralis. Musculus intertransversarii adalah otot
yang membantu gerakan fleksi lateral columna vertebralis, dan musculus
levatores costarum adalah otot yang menaikkan tulang iga dan membantu
pergerakkan fleksi lateral1.

2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh adalah indeks mengenai perbandingan dari tinggi per
berat badan yang sering digunakan untuk mengklasifikan berat ke dalam kategori:
kurang, lebih, normal, ideal, dan obesitas pada orang dewasa. Didefinisikan
dengan berat (dalam satuan kilogram) dibagi dengan tinggi (dalam satuan m2),
dalam satuan kg/m2.

Indeks massa tubuh bervariasi dalam setiap individu dan tidak membedakan
antara massa otot dan lemak. Keseimbangan antara intake dan output energi yang
menentukan IMT diatur oleh sistem saraf otonom11.

IMT menurut WHO pada tahun 2000 untuk orang Asia dibagi menjadi
kriteria sebagai berikut24:

 Underweight (IMT<18.50)
 Normal range (IMT 18.50-22.90)
 Overweight:
o At risk (IMT 23.00-24.90)
o Obese I (IMT 25.00-29.90)
o Obese II (IMT ≥30.00)

30

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan
2.5.1. Indeks massa tubuh rendah dan skoliosis

Lemak tubuh, IMT, usia pertama kali mens, dan asimetri trunkal mempunyai
mekanisme yang sama ketika masih berkembang. IMT bisa menjadi pengganti
terhadap pengukuran lemak tubuh dan kadar leptin yang beredar dalam darah.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa asimetri trunkus yang parah bisa disebabkan
oleh sensitivitas hipotalamus yang meningkat secara selektif terhadap leptin
melalui sistem saraf simpatis sebagai respons yang dieksaserbasikan oleh kadar
leptin dalam darah yang rendah, kemungkinan berkaitan dengan IMT yang
rendah. Asimetri fungsi hipotalamus ini dieksprsikan secara fenotip melalui
sistem saraf simpatis yang beraksi secara bilateral untuk menciptakan asimetri
vertebra atau iga yang mengakibatkan asimeri trunkus yang parah.

2.5.2. Indeks massa tubuh tinggi dan skoliosis

Muncul trend terhadap berkembangnya jumlah adolesen dengan skoliosis


idiopatik di kategori IMT overweight. Sebuah penelitian telah melakukan
percobaan dengan 427 adolesen dengan skoliosis idiopatik. Pasien wanita yang
menderita skoliosis dengan cobb angle lebih dari 50˚ lebih tua dan memiliki BMI
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang memiliki derajat cobb angle kurang
dari 50˚. Kemungkinan hal ini juga diperparah dengan kesulitan mendeteksi
adanya skoliosis dini pada pasien dengan IMT tinggi. Pubertas yang lebih dini dan
progresivitas skoliosis yang lebih cepat karena berat badan yang tinggi juga
diperkirakan menjadi penyebab dari banyaknya penderita skoliosis dengan derajat
kemiringan yang besar pada penderita obese.

31

Hubungan antara indeks massa tubuh dengan skoliasis pada mahasiswa diatas 18 tahun
Adrian Pradipta Setiawan

Anda mungkin juga menyukai