TEMA :
PENDIDIKAN KARAKTER : PERAN MAHASISWA DALAM
MENINGKATKAN SINERGITAS PENGELOLAAN VAKSIN
COVID-19
TOPIK :
PERAN FILSAFAT DALAM PERKEMBANGAN ILMU
PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI (IPTEKS)
DI ERA VAKSINASI COVID-19 UNTUK INDONESIA
YANG LEBIH CERDAS DAN BERMORAL MULIA
JUDUL :
PENDEKATAN KULTURAL SEBAGAI SARANA EDUKASI
MASYARAKAT TENTANG KEJADIAN IKUTAN PASCA
IMUNISASI (KIPI) VAKSIN COVID-19
Link : https://youtu.be/1oSDlWYipCs
UNIVERSITAS AIRLANGGA
MATA KULIAH WAJIB UMUM (MKWU)
SEMESTER GASAL 2020/2021
JANUARI 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan
Sarana Edukasi Masyarakat tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksin
Laporan kasus ini merupakan tugas yang diberikan kepada kami selaku peserta Mata
Kuliah FIlsafat Kelas MKDU Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 tahun ajaran 2020, dengan
tujuan agar dapat memahami Filsafat dengan lebih mendalam dan mengkaitkannya dengan
kejadian yang terjadi di masyarakat untuk Indonesia yang lebih cerdas dan Berakhlak Mulia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan guna penyempurnaan
lebih lanjut.
Penulis
2
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT
NIM : 012018166305
Nama : Putri Ayu Madedi Budiawan (DR.Drs. Moh. Adib, Drs., MA.)
MKWU UNAIR Semester Gasal 2020/2021
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT.......................3
ABSTRAK...............................................................................................................4
DAFTAR ISI............................................................................................................5
LOGBOOK..............................................................................................................6
REFLEKSI PRAKTIS.......................................................................................7
REFLEKSI TEORETIS.....................................................................................7
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13
LOGBOOK
Judul : Pendekatan Kultural sebagai Sarana Edukasi Masyarakat tentang
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksin COVID-19
REFLEKSI TEORETIS
Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat, panca indera,
informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari empat unsur tersebut
dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran, proses berpikir adalah pemindahan
pengindraan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak untuk menafsirkan fakta
yang didapatkan dari informasi terdahulu (Adib, 2015). Terdapat data epidemologi sebagai
berikut selama bulan September 2020, WHO, Kemenkes RI, ITAGI dan UNICEF melakukan
survei daring terhadap lebih dari 115,000 responden di 34 provinsi di Indonesia untuk mengukur
penerimaan masyarakat terhadap vaksin COVID-19. Survey tersebut menunjukkan lebih dari
70% masyarakat telah mengetahui adanya wacana pemerintah untuk melaksanakan vaksinasi
nasional dalam upaya menekan laju kasus COVID-19. Mayoritas masyarakat (sekitar 65%)
bersedia menerima vaksin COVID-19 apabila disediakan oleh pemerintah, sementara sekitar 27%
merasa ragu-ragu dan sebagian kecil lainnya (8%) menolak. (Kemenkes, 2020). Berbagai sebab
menolak atau meragukan vaksin pun disampaikan oleh masyarakat dalam penelitian tersebut.
Masyarakat yang menolak vaksin sebagian besar dikarenakan masih meragukan keamanannya
(30%) dan tidak yakin bahwa vaksinasi akan efektif (22%). Sementara, sebagian kecil lainnya
menyatakan tidak percaya vaksin (13%), takut pada efek samping (12%), alasan agama (8%), dan
alasan lainnya (15%) (Kemenkes RI, 2021).
Imunisasi atau vaksinasi merupakan hal yang penting dalam pelayanan kesehatan yang
melindungi individu yang rentan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I). Dengan memberikan imunisasi tepat waktu, individu dan komunitas tetap terjaga
dan kemungkinan penularan PD3I berkurang. Mencegah penularan PD3I tidak hanya
menyelematkan nyawa tetapi juga membantu mengurangi beban pada sistem kesehatan
yang sudah menanggung beban pandemi COVID-19 (UNICEF, 2020). Kejadian Ikutan
Pasca-Imunisasi (KIPI) merupakan kejadian medik yang diduga berhubungan dengan
vaksinasi. Kejadian ini dapat berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden (tidak
ada hubungan dengan vaksin, hanya waktu/onset terjadinya berkaitan), reaksi kecemasan,
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila terjadi, hanya
menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan
sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam
vaksin. Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi Covid-19 hampir sama dengan
vaksin yang lain. Berikut Kemenkes merinci KIPI vaksin Covid-19 yang mungkin terjadi
(Kemenkes RI, 2021):
1. Reaksi lokal, seperti:
a. nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan,
b. reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
2. Reaksi sistemik seperti:
a. demam,
b. nyeri otot seluruh tubuh (myalgia),
c. nyeri sendi (atralgia),
d. badan lemah,
e. sakit kepala
3. Reaksi lain, seperti:
a. reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem,
b. reaksi anafilaksis,
c. syncope (pingsan)
Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada
hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan
keterangan mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin
tertentu; bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat
kesakitan resipien, apakah memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau
menyebabkan kematian; apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti;
dan akhirnya apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin,
kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian (Rejeki Sri, 2000).
Vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 ini masih termasuk vaksin
baru sehingga untuk menilai KIPI yang akan muncul perlu dilakukan surveilans pasif
KIPI dan surveilans aktif Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) dengan
kajian independen (di Indonesia diurus oleh Komnas PP-KIPI, Jawa Timur diurus oleh
Komda Jatim PP-KIPI). Pelaporan dibuat secepatnya sehingga keputusan dapat dipakai
untuk tindakan penanggulangan. Pemantauan kasus KIPI dimulai langsung setelah
vaksinasi. Puskesmas menerima laporan KIPI dari sasaran yang
divaksinasi/masyarakat/kader. Apabila ditemukan dugaan KIPI serius agar segera
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dilakukan pelacakan. Hasil
pelacakan dilaporkan ke Pokja/Komda PP-KIPI untuk dilakukan analisis kejadian dan
tindak lanjut kasus. Dasar KIPI terdapat dalam PERMENKES No.12/2017 yang
dijadikan sebagai landasan hukum pada KIPI.
Direktur RSSA Malang dan Ketua Tim Tracing gugus tugas COVID-19 Jatim, Dr. dr.
Kohar Hari Santoso menyebut beragamnya kultur dan keyakinan, sering menjadi
tantangan para tenaga kesehatan dalam melakukan vaksinasi. Dr. Kohat menyatakan
bahwa, tidak bisa sekedar edukasi langsung ke masyarakat, tapi harus dengan pendekatan
kultural. Jadi pemberian edukasi akan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, para
pimpinan wilayah, yang kemungkinan akan memberikan pemahaman terlebih dahulu
pada tokoh-tokoh tersebut. Kemudian tokoh-tokoh tersebut akan berikan sosialisasi,
pemahaman ke masyarakat. Tidak hanya berhenti pada edukasi vaksin, namun
masyarakat juga harus mendapatkan penjelasan yang cukup holistik mengenai KIPI
(Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang bisa terjadi. Untuk itu, edukasi vaksin dengan
pendekatan-pendekatan khusus diperlukan agar masyarakat memahami kegunaan dan
manfaat dari vaksin (Kohar, 2020).
Pendekatan kultural atau cultural approach merupakan salah pendekatan yang bisa
mengarahkan pembangunan kepada hasil yang lebih mementingkan kepentingan
manusia. Pendekatan kultural memposisikan manusia secara utuh sebagai manusia.
Komunikasi dan edukasi yang dilakukan pihak manapun harus mempertimpangkan
segala aspek kehidupan manusia sehingga bisa meminimalkan dampak-dampak
destruktif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pendekatan kultural bersifat
humanis dalam memandang manusia sebagai entitas yang utuh baik secara fisik
maupun spiritual. Hidup manusia tidak hanya berkaitan dengan urusan fisik tetapi juga
berkaitan dengan aspek kultural dalam diri manusia. Pendekatan kultural memiliki
keunggulan bila diaplikasikan dalam pemberian edukasi, yakni (Junaidi, 2012) :
1. Bersifat holistik, manusia memiliki jiwa dan raga. Bahkan hakekat manusia itu
ada pada jiwanya sehingga pendekatan material-ekonomi tidak cukup untuk
menyelesaikan urusan manusia. Manusia sebagai satu-satunya makhluk Tuhan
yang memiliki kebudayaan dan dikaruniai potensi kreatifitas untuk dapat
bertahan hidup di alam semesta. Dalam menjalankan kreatifitasnya manusia
memiliki sistem moral, rasa, etika, nilai-nilai, adat, tradisi, etika, dan estetika.
2. Bersifat partisipatif, pendekatan kultural memberikan ruang yang lebih luas
kepada masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam penyuluhan tentang
vaksinasi. Masyarakat diposisikan sebagai subjek utama sehingga peran mereka
lebih terlibat.
3. Pendekatan kultural memberikan penghargaan pada kearifan lokal atau local
wisom yang terdapat dalam masyarakat. Setiap masyarakat memiliki tradisi-
tradisi luhur yang dapat dijadikan dasar.
4. Pendekatan kultural sangat menghargai perbedaan budaya yang terdapat dalam
masyarakat. Pendekatan ini mendukung pluralisme sehingga keberagaman
budaya, bangsa, agama, dan etnis tidak menjadi hambatan dalam pemberian
vaksinasi. Justru, sebaliknya keberagaman menjadi kekuatan besar untuk
mendukung kebijakan pemerintah sebagai pencegahan terhadap COVID-19.
5. Pendekatan kultural memberikan penekanan pada aspek hubungan manusia atau
human relation. Manusia itu makhluk sosial yang membutuhkan komunikasi
dengan sesama manusia.Menjalin hubungan dengan sesama manusia sangat
perlu dilakukan dalam menjalankan program pencegahan penyakit menular.
6. Pendekatan kultural sangat memperhatikan keseimbangan alam. Alam dan
kebudayaan merupakan dua unsur yang saling berkait dan saling
mempengaruhi.Kebudayaan itu dikreasikan manusia untuk dapat beradaptasi
dengan alam. Alam tidak boleh dieksploitasi seenaknya oleh manusia.Manusia
hidup di alam sehingga manusia harus dapat dapat menjaga alam agar alam
tidak rusak. Bila alam rusak maka hubungan manusia dengan alam akan
terganggu pula. Akibatnya becana pun akan menimpa manusia.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah penyelenggaraan/perkuliahan PBL ini
dapat ditambah lagi materinya, dan metode pembelajaran yang diberikan
tidak hanya berupa teori saja, melainkan metode pembelajaran interaktif
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. (2015) Filsafat Ilmu : Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, Edisi ke-3; Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Icheiko Ramadhanty. Vaksin Covid-19: Kenali KIPI, Gejala yang Mungkin Muncul
Setelah Vaksinasi. Diakses: 15 Januari 2021 https://www.ayojakarta.com/read/2020 /
12/14/28336/vaksin-covid-19-kenaili-kipi-gejala-yang-mungkin-muncul-setelah-
vaksinasi
Rejeki Sri. (2000) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi, Sari Pediatri, Vol. 2, No.1. Jakarta.
Santoso Kohar. (2020) Belajar dari Vaksinasi MR, Edukasi Warga lewat Pendekatan
Kultural. Diakses 16 Januari 2021 https://news.detik.com/berita/d-5260283/belajar-
dari-vaksinasi-mr-edukasi-warga-lewat-pendekatan-kultural
13