Anda di halaman 1dari 10

Accelerat ing t he world's research.

Diagnosis dan Terapi Intoksikasi


Salisilat dan Parasetamol
hanifah novanta

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Dosis obat menurut IDAI t ahun 2013


nucky NR

22 KERACUNAN OVERDOSIS OBAT


Tomi Irawan

OBAT SIST EM SARAF PUSAT


devi kurnia
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol

Lusiana Darsono
Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Pendahuluan dalam rangka meningkatkan


Intoksikasi / keracunan me- pencegahan dan penanggulang-
rupakan permasalahan serius an akibat keracunan.
yang perlu ditangani secara baik. Tujuan penulisan ini adalah
Insidensi keracunan di dunia memberi informasi dan
secara pasti tidak diketahui, diharapkan dapat membantu
diperkirakan 500.000 orang meningkatkan manajemen kera-
meninggal setiap tahun akibat cunan terutama salisilat dan
berbagai macam keracunan. parasetamol, merupakan obat
WHO secara konservatif yang banyak digunakan oleh
memperkirakan bahwa kasus masyarakat secara bebas dan
keracunan paling tinggi terjadi di tidak terkendali. Menurut hasil
negara-negara sedang berkem- statistik mortalitas di Inggris
bang dan meningkat hampir dua tahun 1992, parasetamol
kali lipat dalam sepuluh tahun menduduki urutan ketiga dan
terakhir ini. salisilat urutan ketujuh terbesar
Dari laporan tahunan Sentra penyebab kematian akibat
Informasi Keracunan Depkes RI kelebihan dosis.
terlihat peningkatan informasi
yang berkaitan dengan Salisilat / Asam Asetisalisilat /
keracunan yaitu dari 265 tahun C9H8O4
1996 menjadi 463 tahun 1997. Salisilat termasuk dalam
Keadaan sesungguhnya golongan obat anti inflamasi non
mengenai berbagai kasus steroid ( AINS).
keracunan mungkin jauh lebih Mekanisme kerja adalah
banyak lagi sejalan dengan menghambat sintesis Prostaglan-
bertambahnya penggunaan obat- din dengan menghambat kerja
obat bebas di masyarakat. enzim siklooksigenase pada
Melihat kejadian keracunan pusat termoregulator di
yang terjadi di Indonesia ini hipothalamus dan perifer.
maka telah dibentuk suatu Sentra Salisilat sudah digunakan lebih
Informasi Keracunan (SIKer) dari 100 tahun. Salisilat

30
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)

digunakan sebagai analgetik, analgesik-antipiretik dan dapat


antipiretik, anti inflamasi, anti dijumpai dalam bentuk preparat
fungi. topikal karena mempunyai efek
keratolitik dan keratoplastik.
Farmakokinetik :
Pemberian secara per oral, Toksisitas :
salisilat akan di absorpsi di Salisilat menyebabkan efek toksik
dalam lambung dan usus halus yang bervariasi, dari intoksikasi
melalui cara difusi pasif. sedang sampai berat. Gejala
Mencapai plasma dalam waktu intoksikasi salisilat bergantung
30 menit dan mencapai pada penggunaan akut atau
konsentrasi puncak setelah 1 -2 kronik.
jam. Pada dosis kecil , Biasanya intoksikasi terjadi pada
mempunyai waktu paruh kira- pemberian dosis besar yang
kira 4 jam. Pada dosis yang berulangkali.
digunakan sebagai antiinflamasi
(4-6 g /hari) dengan kadar Gejala-gejala intoksikasi salisilat
salisilat serum mencapai 200-300 disebabkan oleh :
mg/L, menunjukkan waktu 1. Perangsangan pusat pernafas-
paruh 12-25 jam. an sehingga timbul hiper-
Kecepatan absorpsi dan ekskresi ventilasi, respirasi alkalosis,
bergantung pada jenis preparat, asidosis metabolik dan
besarnya dosis dan individu. dehidrasi.
Distribusi melalui difusi pasif ke 2. Terganggunya proses oksi-
hampir semua jaringan dan dasi fosforilasi intraseluler
cairan tubuh. dan metabolisme glukosa dan
Salisilat dapat melewati sawar asam lemak terganggu.
darah otak dan sawar uri. 3. Perubahan integritas kapiler
Metabolisme berlangsung di hati, yang dapat menyebabkan
dengan cara hidrolisa oleh enzim terjadinya edem otak dan
esterase menjadi asam salisilat pulmonal .
dan asam asetat, suatu konjugat 4. Terganggunya fungsi platelet
yang larut dalam air dan dengan dan menyebabkan perpan-
cepat diekskresi melalui ginjal. jangan waktu protombin.
Plasma Protein Binding : 50 - 80% Dosis :
Salisilat banyak dijumpai sebagai Pengobatan tunggal rata-rata : 10
salah satu komponen dalam mg/KBB.
sediaan obat flu antara lain Dosis lazim harian : 40 - 60
digunakan sebagai efek mg/KBB/hari.

31
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002

Tablet aspirin mengandung 325 - daripada intoksikasi akut.


650 mg asam salisilat. Keracunan berat dapat timbul
Pada dosis 150 - 200mg /KBB pada kadar salisilat yang
dapat terjadi Intoksikasi akut lebih rendah.
sedang, dan dosis 300-500 mg /
KBB akan menyebabkan Diagnosis :
intoksikasi berat. Tidak sulit, adanya riwayat
Intoksikasi kronik dapat terjadi penggunaan salisilat akut, tanda
pada pemberian dosis lebih dari dan gejala khusus.
100 mg/KBB selama 2 hari atau Jika tidak didapat riwayat
lebih. kelebihan dosis, dapat diketahui
dengan :
Gejala klinik 1. Uji kualitatif
1. Intoksikasi akut : nausea dan Sampel diambil dari urin, isi
vomitus yang timbul segera lambung dan residu dari
setelah termakan, diikuti tempat kejadian. 2 ml sampel
dengan hiperpnea, tinnitus, ditambah 0,1 ml pereaksi
ketulian dan letargi. Gejala Trinder campur selama 5 detik,
Intoksikasi berat : koma , jika didapatkan warna violet
kejang, hipoglikemi, hiper- tua menunjukkan adanya
termi bahkan edema salisilat dan turunnya.
pulmonal, perdarahan 2.Analisis kuantitatif : analisis
pulmonal, ARF, oliguria. kadar gas darah arteri.
Edema serebral dan pulmonal Pemeriksaan konsentrasi
lebih sering terjadi pada salisilat serum dilakukan secara
intoksikasi akut. Dapat terjadi berkala dan sewaktu.
kematian akibat kegagalan Intoksikasi dapat diperkirakan
saraf pusat dan kolaps berdasarkan kadar salisilat
kardiovaskuler. dalam serum, jika kadar
2. Intoksikasi kronik. Korban 50 mg/dl kemungkinan
umumnya anak kecil dapat intoksikasi sedang, 50-100
pula dewasa muda. Diagnosis mg/dl akan menyebabkan
sering terlewat karena gejala hiperpnea, kadar 100-150
tidak spesifik seperti bingung, mg/dl bersifat letal.
dehidrasi dan metabolik 1. Intoksikasi akut : untuk
asidosis menyeru-pai sepsis, menentukan toksisitas,
pneumonia dan kadar salisilat digambar-
gastroenteritis. Mortalitas dan kan pada normogram.
morbiditas lebih tinggi Penentuan normogram

32
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)

tunggal tidak berarti 4. Ganti kekurangan cairan


karena kemungkinan dan elektrolit akibat
absorbsi yang lambat atau muntah dan hiperventilasi
panjang akibat tablet lepas dengan cairan kristaloid
lambat atau massa tablet. intravena. Hati-hati jangan
Pengambilan sampel sampai terjadi edema
darah sebaiknya kurang pulmonal.
dari 6 jam setelah 5. Monitor penderita
termakan. asimptomatis minimum
2. Intoksikasi kronik. dalam 6 jam (atau lebih
Gambaran normogram lama terutama jika
tidak dapat digunakan disebabkan oleh tablet
untuk menentukan tingkat salut enterik atau dosis
toksisitas. besar). Penderita dengan
Pemeriksaan lain yang gejala intoksikasi sebaik-
dibutuhkan adalah pemeriksaan nya dimasukkan dalam
laboratorium seperti : ICU
Kadar elektrolit, glukosa, BUN,
kreatinin, waktu prothrombin, gas B. Antidotum dan obat khusus
darah arteri dan pemeriksaan Antidotum spesifik tidak
radiologi. ada. Dapat diberikan sodium
bikarbonat untuk mencegah
Penanganan : terjadinya asidemia dan
A. Keadaan darurat. untuk meningkatkan
1. Pertahankan jalan nafas dan eliminasi melalui ginjal.
respirasi, bila perlu oksigen.
Pemeriksaan gas darah C. Dekontaminasi
arteri dan X-ray untuk Dekontaminasi tidak di-
memantau adanya edema perlukan pada penderita
pulmonal. intoksikasi kronik.
2. Tangani koma, kejang, 1. Sebelum RS : beri karbon
edema pulmonal dan aktif (dewasa : 50-100 g;
hipertermi jika terjadi. anak-anak 15-30 g /
3. Terapi asidosis metabolik 1g/KBB), Ipekak (15 – 30
dengan infus sodium ml) untuk menginduksi
bikarbonat intravena. muntah, sebagai terapi
Pemberian infus di stop awal pada anak-anak
jika pH darah < 7,4 terutama diberikan dalam
30 menit setelah paparan.

33
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002

2. RS : beri karbon aktif dan tinggi misalnya:


katartik secara oral atau intoksikasi kronik .
dengan gastric tube/lavage. 2. Jika terjadi kegagalan
Jika dosis <200-300 ginjal, tambahkan pula
mg/KBB dan telah diberi 30-40 meq Potasium tiap
karbon aktif tidak perlu satu liter cairan intavena.
dilakukan bilas lambung. (Kekurangan potasium
3. Catatan : Dosis salisilat yang menghambat alkalinisasi
sangat besar (30-60 g), urin )
memerlukan dosis aktif Catatan : Alkalemia bukan
karbon sangat besar untuk merupakan kontraindikasi
mengabsorpsi salisilat dan terapi bikarbonat.
mencegah desorpsi. Pada II. Hemodialisis.
kasus demikian perlu aktif Sangat efektif mengeluar-
karbon 25-50 g tiap 3-5 jam. kan salisilat dengan cepat,
Pemberian aktif karbon koreksi keseimbangan
harus diteruskan sampai cairan dan asam basa.
kadar salisilat dalam serum Indikasi Hemodialisis :
benar-benar turun. a. Penderita intoksikasi
akut, dengan kadar
D. Mempengaruhi eliminasi serum >1200 mg/L
I. Alkalinisasi urin / mening- (120 mg/dL) atau
katkan pH urin efektif asidosis berat.
mempengaruhi ekskresi b. Penderita intoksikasi
salisilat urin. Dengan cara : kronik dengan kadar
1. Tambahkan 100 meq serum > 600 mg/L ( 60
sodium bikarbonat mg/dL), ditambah
dalam 1 L dekstrose 5 % asidosis, bingung,
dan beri secara infus letargi terutama
intravena 200 ml/jam (3- penderita muda dan
4 ml/Kg/jam ). Jika debil.
terjadi dehidrasi , awali c. Penderita intoksikasi
dengan bolus 10-20 berat.
ml/KBB. Hati-hati pem- III. Hemoperfusi
berian cairan dan Sangat efektif tapi tidak
bikarbonat dapat dapat mengkoreksi
berbahaya terutama gangguan asam basa dan
pada penderita berisiko cairan.

34
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)

IV. Ulangi terapi karbon aktif menjadi metabolit berbahaya.


untuk mengurangi waktu Pada dosis normal bereaksi
paruh salisilat serum. dengan gugus sulfhidril dari
glutation menjadi substansi
PARASETAMOL nontoksik. Pada dosis besar
(asetaminofen) {N-asetil- akan berikatan dengan
p.aminofenol} [C8H9NO2] sulfhidril dari protein hati.
Parasetamol merupakan obat
analgesik non narkotik dengan Mekanisme toksisitas
cara kerja menghambat sintesis Pada dosis terapi, salah satu
prostaglandin terutama di SSP . metabolit parasetamol bersifat
Parasetamol digunakan secara hepatotoksik, didetoksifikasi
luas di berbagai negara baik oleh glutation membentuk
dalam bentuk sediaan tunggal asam merkapturi yang bersifat
sebagai analgetik-antipiretik non toksik dan diekskresikan
maupun kombinasi dengan melalui urin, tetapi pada dosis
obat lain dalam sediaan obat berlebih produksi metabolit
flu, melalui resep dokter atau hepatotoksik meningkat mele-
yang dijual bebas. Keracunan bihi kemampuan glutation
parasetamol terutama me- untuk mendetoksifikasi, se-
nimbulkan nekrosis hati yang hingga metabolit tsb bereaksi
disebabkan oleh metabolitnya dengan sel-sel hepar dan
timbulah nekrosis sentro-
Farmakokinetik lobuler. Oleh karena itu pada
Parasetamol cepat diabsorbsi penanggulangan keracunan pa-
dari saluran pencernaan, rasetamol terapi ditujukan
dengan kadar serum puncak untuk menstimulasi sintesa
dicapai dalam 30-60 menit. glutation. Dengan proses yang
Waktu paruh kira-kira 2 jam. sama parasetamol juga bersifat
Metabolisme di hati, sekitar 3 % nefrotoksik.
diekskresi dalam bentuk tidak
berubah melalui urin dan 80-90 Dosis Toksik
% dikonjugasi dengan asam Parasetamol dosis 140 mg/kg
glukoronik atau asam sulfurik pada anak-anak dan 6 gram
kemudian diekskresi melalui pada orang dewasa berpotensi
urin dalam satu hari pertama; hepatotoksik. Dosis 4g pada
sebagian dihidroksilasi menjadi anak-anak dan 15 g pada
N asetil benzokuinon yang dewasa dapat menyebabkan
sangat reaktif dan berpotensi hepatotoksitas berat sehingga

35
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002

terjadi nekrosis sentrolobuler dan progresif dapat terjadi


hati. Dosis lebih dari 20 g sepsis, Disseminated
bersifat fatal. Pada alkoholisme, Intravascular Coagulation
penderita yang mengkonsumsi (DIC) dan kematian.
obat-obat yang menginduksi
enzim hati, kerusakan hati lebih Diagnosis :
berat, hepatotoksik meningkat Ditegakkan berdasarkan :
karena produksi metabolit a. adanya riwayat penggunaan
meningkat. obat,
b. Uji kualitatif : sampel diambil
Gambaran klinis dari urin, isi lambung atau
Gejala keracunan parasetamol residu di tempat kejadian.
dapat dibedakan atas 3 stadium : Caranya : 0,5 ml sampel + 0,5
1. Stadium I (0-24 jam) ml HCl pekat, didihkan
asimptomatis atau gangguan kemudian dinginkan ;
sistim pencernaan berupa tambahkan 1 ml larutan O-
mual, muntah, pucat, Kresol pada 0,2 ml hidrolisat,
berkeringat. Pada anak-anak tambahkan 2 ml larutan
lebih sering terjadi muntah- amonium hidroksida dan
muntah tanpa berkeringat. aduk 5 menit, hasil positip
2. Stadium II (24-48 jam) timbul warna biru dengan
Peningkatan SGOT-SGPT. cepat. Uji ini sangat sensitif.
Gejala sistim pencernaan c. Kuantitatif :
menghilang dan muncul Kadar dalam plasma
ikterus, nyeri perut kanan diperiksa dalam 4 jam setelah
atas, meningkatnya bilirubin paparan dan dapat dibuat
dan waktu protombin. Terjadi normogram untuk
pula gangguan faal ginjal memperkirakan beratnya
berupa oliguria, disuria, paparan.
hematuria atau proteinuria. Pemeriksaan laboratorium :
3. Stadium III ( 72 - 96 jam ) elektrolit, glukosa, BUN,
Merupakan puncak gangguan kreatinin, transaminase hati
faal hati, mual dan muntah dan prothrombin time.
muncul kembali, ikterus dan
terjadi penurunan kesadaran, Penanganan :
ensefalopati hepatikum I. Dekontaminasi
4. Stadium IV ( 7- 10 hari)
Terjadi proses penyembuhan,
tetapi jika kerusakan hati luas

36
Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol
(Lusiana Darsono.)

Sebelum RS lambat dibandingkan


Dapat diberikan karbon aktif dengan N asetilsistein.
atau sirup ipekak untuk Dosis - Cara pemberian N-
menginduksi muntah pada asetilsistein
anak-anak dengan waktu • Bolus 150 mg /KBB dalam
paparan 30 menit. 200 ml dextrose 5 % : secara
RS perlahan selama 15 menit,
Pemberian karbon aktif, jika dilanjutkan 50 mg/KBB
terjadi penurunan kesadaran dalam 500 ml dextrose 5 %
karbon aktif diberikan melalui selama 4 jam, kemudian 100
pipa nasogastrik. Jika dipilih mg/KBB dalam 1000 ml
pemberian metionin sebagai dextrose melalui IV perlahan
antidotum untuk selama 16 jam berikut.
menstimulasi glutation, • oral atau pipa nasogatrik
karbon aktif tidak boleh Dosis awal 140 mg/ kgBB 4
diberikan karena akan jam kemudian, diberi dosis
mengikat dan menghambat pemeliharaan 70 mg / kg BB
metionin. setiap 4 jam sebanyak 17
dosis. Pemberian secara oral
II. Antidotum dapat menyebabkan mual
1. N-asetilsistein dan muntah. Jika muntah
merupakan antidotum dapat diberikan
terpilih untuk keracunan metoklopropamid ( 60-70 mg
parasetamol. N-asetil- IV pada dewasa )
sistein bekerja Larutan N asetil sistein dapat
mensubstitusi glutation, dilarutkan dalam larutan 5 %
meningkatkan sintesis jus atau air dan diberikan
glutation dan mening- sebagai cairan yang dingin.
katkan konjugasi sulfat Keberhasilan terapi bergantung
pada parasetamol. N pada terapi dini, sebelum
asetil sistein sangat efektif metabolit terakumulasi
bila diberikan segera 8-10
jam yaitu sebelum terjadi Kesimpulan
akumulasi metabolit. Yang perlu diperhatikan dalam
2. Methionin per oral, suatu penanganan keracunan adalah :
antidotum yang efektif, 1. Menyelamatkan jiwa
sangat aman dan murah dengan mempertahankan
tetapi absorbsi lebih tanda-tanda vital.

37
JKM
Vol. 2, No., 1, Juli 2002

2. Mengurangi absorbsi lebih Leonard S J. 1966. Poison and Antidotes.


Dalam : Pharmacology ( William
lanjut dari bahan toksis and Wilkins, eds ). Bab 14 .Hal
dengan terapi dini. 199,342
3. Mencegah efek samping yang Mycek MJ, Gertner SB, Perper MM, 1992.
Anti-inflammatory Drugs. Dalam :
lebih berat dengan Pharmacology. Lippincott’s
monitoring dan terapi Illustrated Reviews ( Harvey RA,
suportif. Eds). Hal 361-368, 371-372
Ritter JM, Lewis LD, Mant TGK. 1999. Drug
Overdose and Poisoning. Dalam : A
Textbook of Clinical Pharmacology.
Daftar Pustaka Bab 53. Hal 658- 665.
Brody TM, 1998. Pain and Inflammation Rumack BH, Peterson RG. 1980. Clinical
Control With Nonsteroidal Toxicology. Dalam : Toxicology. Bab
Antiinflammatory Drugs. Dalam : 27. Hal 682-683, 693-695
Human Pharmacology Moleculer to Shlotzhauer TL, Lambert RE, McGuireJL,
Clinical. Bab 31. Hal 409-418 1992. .Metabolic and Degenerative
Flanagan RJ , et al. 1995. Analisis Toksikologi Disorders of Connective Tissue and
Dasar. WHO. Hal 265-269, 292- 297. Bone. Dalam : Clinical
Kim Susan , 1994. Salicylates. Dalam : Pharmacology ( Melmon and
Poisoning & Drug Overdose. Morrelli, Eds) Bab 20. Hal 491-492.
(Olson K R, Eds). Hal 277-280

38

Anda mungkin juga menyukai