Anda di halaman 1dari 71

i

HALAMAN JUDUL

HUBUNGAN TEOSOFI DAN SOEKARNO 1916-1963

Oleh:
A. FAIDI

NIM: 1320510041

THESIS

Diajukan pada Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

sebagai salah satu syarat guna memperoleh

Gelar Magister dalam Studi Agama Islam

Program Studi Agama dan Filsafat

Konsentrasi Sejarah dan Kebudayaan Islam

YOGYAKARTA

2016
ii

PENGESAHAN
iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN THESIS


iv
v

SURAT PERNYATAAAN KEASLIAN


vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI


vii

MOTO

Hatiku adalah padang rumput tempat rusa-rusa digembalakan.

Hatiku adalah arca tempat orang memuja.

Hatiku adalah Gereja tempat orang sembahyang.

Hatiku adalah Ka‘bah tempat orang bertawaf.

Hatiku adalah meja tempat Taurat, Zabur, Injil, dan Qur‘an diletakkan.

Agamaku adalah agama cinta.

Ke mana pun unta-unta itu berangkat,

Di situlah iman dan cintaku melekat.

(Ibnu „Arabi)
viii

PERSEMBAHAN

Tesis ini penulis persembahkan untuk setiap orang dan setiap segala sesuatu yang

datang sebagai penjelmaan ―Sang Maha Kekasih‖


ix

ABSTRAK

Gerakan teosofi di Indonesia memiliki peran penting bagi kebangkitan


gerakan nasionalisme di Indonesia. D. van Hinloopen Labberton, tokoh kunci
teosofi di Indonesia, beserta beberapa tokoh teosofi lainnya kerap kali terlibat dan
memprakarsai gerakan kepemudaan di Indonesia. Beberapa organisasi yang erat
kaitannya dengan teosofi di antaranya adalah Budi Oetomo, Indische Partij, dan
Jong Java. Sedangkan Soekarno, sebagai salah satu tokoh nasionalis yang hidup
pada masa-masa puncak pengaruh gerakan Teosofi di Indonesia serta sempat
terlibat aktif dalam organisasi Jong Java, kerap diklaim memiliki pemikiran-
pemikiran yang sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai perjuangan teosofi. Salah
satu buah pemikiran Soekarno yang kerap dikaitkan dengan pengaruh kuat teosofi
adalah Pancasila. Tetapi klaim tersebut masih bersifat debatable karena tidak
didasarkan pada data dan bukti-bukti historis yang memadai. Berdasarkan pada
latar belakang tersebut maka penulisan tesis ini dimaksudkan dapat mengungkap
secara historis-kronologis tentang hubungan Soekarno dengan teosofi dari masa
kecil hingga menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian library research.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis
dengan menggunakan kerangka teori interaksionisme-simbolik.
Melalui kontruksi historis-kronologis tentang hubungan Soekarno dan
teosofi 1916-1963, dapat diambil kesimpulan bahwa pola hubungan yang terjalin
antara Soekarno dan teosofi dapat dikategorikan dalam dua bagian; pertama,
ketika berada di bawah naungan keluarga hingga melanjutkan sekolahnya ke
Surabaya, teosofi bagi Soekarno menjadi salah satu elemen pendorong bagi
perkembangan pengetahuan Soekarno baik tentang nilai-nilai kebudayaan dan
kepercayaan lokal maupun ilmu-ilmu sosial-politik yang sebagian didapatkan
Soekarno dari fasilitas perpustakaan tesosofi; kedua, ketika melanjutkan sekolah
di Bandung hingga menjadi Presiden, teosofi bagi Soekarno tidak lebih dari
sekedar partner politik untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia. Orientasi
politik demikian cukup dominan pula pada masa-masa Soekarno menjabat
Presiden. Pada tahun 1961 Soekarno membubarkan teosofi (PTTI) karena dinilai
tidak sesuai dengan kebijakan politik nasional. Dengan pola hubungan yang netral
tersebut, maka menyebut Pancasila telah dipengaruhi langsung oleh teosofi
merupakan penilaian yang terburu-buru. Meski demikian, patut diakui pula bahwa
keberadaan teosofi—khususnya melalui propaganda-propaganda kebudayaan—
telah mendorong kebudayaan dan kepercayaan lokal menjadi sumber inspirasi
bagi masayarakat kalangan elite Indonesia, termasuk Soekarno, dalam membentuk
ide-ide dasar Negara Republik Indonesia.

Keyword : Teosofi, Seokarno, kemerdekaan Indonesia.


x

KATA PENGANTAR

َُ ‫لِل الَ ّذِ ٌَدَاوَا لّ ٍَ َذا ََ َما كىَا لّىَ ٍْتَ ّد‬
ُ‫ِ لَ ُْ ُلَ اَنُْ ٌَدَاوَا للا‬ َُّ ّ ُ‫اَ ْل َح ْمد‬

ْ َ‫ش ٍَدُ اَنُْ ُلَ اّلَ ًَُ اّ ُل َ للاُ ََا‬


ًُ‫ش ٍَدُ اَنَُ م َح َمدًا َع ْبديُ ََ َرس ُْل‬ ْ َ‫ا‬

َ ‫اَللٍَ َُم‬
َ ََ ًُّ ّ‫صلُ َعلَّ م َح َمدُ ََ َعلَّ اَل‬
ُ‫ص ْحبّ ًُّ اَ ْج َم ّع ْيهَُ اَ َما بَ ُْعد‬

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sebagai penerang bagi perjalanan

penulis di lorong-lorong kehidupan yang panjang dan berliku. Shalawat dan salam

semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, pengejawantahan

cahaya Ilahi yang paling nyata, yang telah menuntun segenap umat manusia

menuju jalan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Pada akhirnya, proses panjang yang penulis jalani dalam menulis tesis ini

dapat dikatakan telah mencapai titik akhir. Penulis menyadari bahwa penulisan

tesis ini tidak akan sampai pada titik akhir tanpa adanya keterlibatan berbagai

pihak di dalamnya. Dengan bimbingan dan arahan yang datang dari berbagai

pihak akhirnya penulis merasa lega—meski masih jauh dari kata puas—karena

telah berhasil melalui berbagai kesulitan yang penulis hadapi di lapangan.

Terkait dengan hal itu, dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA, Ph.D, selaku Rektor UIN Sunan

Kalijaga beserta jajarannya.


xi

2. Prof. Noorhaidi Hasan MA, M Phil, Ph.D., selaku Direktur Propgram

Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

3. Ketua Prodi Agama dan Filsafat beserta staf dan seluruh Dosen Pasca

Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

4. Bapak Dr. Moch, Nur Ichwan, M.A., selaku Dosen Pembimbing penulis.

5. Bapak Suji dan Ibu Radiah, orang tua tercinta penulis yang telah memeras

keringatnya demi memperjuangkan perjalanan studi penulis.

6. Aimmatun Nisak, perempuan sederhana yang memiliki kesabaran dan

ketabahan luar biasa dalam mendampingi perjalanan penulis.

7. Teman-teman Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam angkatan tahun

2013 yang telah banyak memberi motivasi, saran, sumbangan pemikiran

yang berharga bagi penulis.

8. Zainal Arifin Toha (alm) dan Bunda Maya yang telah menjadi orang tua

kedua bagi perjuangan awal penulis di tanah rantau Yogyakarta.

9. Teman-teman komunitas Kutub yang telah rela berbagi tips sederhana

tentang menikmati keringat sendiri.

10. Teman-teman komunitas “Pecinta Kopi” yang telah rela berbagi cerita dan

pengalaman tentang pahit-getirnya kehidupan.

11. Berbagai pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tidak dapat penulis pungkiri, tanpa sumbangsih dari mereka semua mustahil

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Berkat bantuan pikiran dan

dorongan dari berbagai pihak akhirnya penulis mampu melalui berbagai tahap dari

penulisan tesis ini. Karena itu, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih yang
xii

sebesar-besarnya terhadap berbagai pihak dan semoga mendapatkan balasan yang

setimpal dari Allah swt.

Yogyakarta, 30 Desember 2015

Yang menyatakan,

A. Faidi, S.Hum

NIM : 1320510041
xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


PENGESAHAN ..................................................................................................... ii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN THESIS .......................................... iii
SURAT PERNYATAAAN KEASLIAN ..............................................................v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................................. vi
MOTO .................................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN............................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
BAB I .......................................................................................................................1
Pendahuluan ...........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 9
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 10
E. Kerangka Teori........................................................................................... 12
F. Metode Penelitian....................................................................................... 16
G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 17
BAB II ...................................................................................................................20
Sejarah Perkembangan Teosofi di Indonesia ....................................................20
A. Tinjauan Sekilas tentang Sejarah Teosofi di Dunia ............................. 21
B. Sejarah Perkembangan Teosofi di Indonesia ........................................ 28
1. Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Kolonial ........................ 28
2. Sejarah Kedatangan Teosofi di Hindia Belanda dan
Perkembangannya hingga Tahun 1933 ..................................................... 36
3. Organisasi-Organisasi Teosofi di Indonesia ...................................... 53
BAB III ..................................................................................................................70
xiv

Teosofi dan Soekarno Pada Masa Kolonial .......................................................70


A. Awal Pertemuan Soekarno dengan Teosofi ........................................... 71
B. Teosofi, Budi Oetomo, Indische Partij, Jong Java, dan Soekarno ....... 82
BAB IV ................................................................................................................104
Teosofi dan Soekarno Pada Masa Jepang dan Orde Lama. ..........................104
A. Pendudukan Jepang dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Teosofi
di Indonesia. ................................................................................................... 106
1. Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia ....................................... 106
2. Dampak Sosial-Politik Pendudukan Jepang Terhadap Masyarakat
Teosofi Indonesia. ...................................................................................... 113
B. Soekarno dan Radjiman dari Pendudukan Jepang Hingga
Kemerdekaan Republik Indonesia .............................................................. 121
C. Teosofi dan Soekarno Pada Masa Orde Lama .................................... 143
BAB V..................................................................................................................150
Penutup ...............................................................................................................150
A. Kesimpulan ............................................................................................. 150
B. Saran ....................................................................................................... 153
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................155
HALAMAN LAMPIRAN..................................................................................162
LAMPIRAN I: DAFTAR ANGGOTA TEOSOFI 1915 ................................ 162
LAMPIRAN II : FOTO-FOTO TENTANG RADJIMAN DAN SOEKARNO
182
CURRICULUM VITAE ....................................................................................186
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Secara terminologis, kata teosofi berasal dari bahasa Yunani, yakni theo

yang berarti “Tuhan” dan sofia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan Tuhan.

Secara etimologis, theosofie—yang dalam Bahasa Indonesia ditulis dengan

teosofi—dapat dipahami sebagai “kearifan Tuhan” atau “kearifan Ilahiah.”

Dengan demikian, teosofi sendiri merupakan bagian dari terminologi filsafat yang

fokus mengkaji tentang Tuhan dalam berbagai aspeknya.

Pada perkembangan selanjutnya, teosofi sendiri lebih diidentikkan sebagai

sebuah ajaran batin dan atau pengetahuan keagamaan yang sebagian besar diambil

dari ajaran Hindu dan Budha. Senada dengan hal tersebut, Kamus Ilmiah Populer

(1994:746)1 mendefinisikan teosofi sebagai sebuah aliran filsafat yang

menekankan pengetahuan mistik atau kabatinan yang berasal dari India.

Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005)2 juga mendefinisikan teosofi

sebagai sebuah ajaran atau pengetahuan kebatinan (semacam falsafah atau

tasawuf) yang sebagian besar berdasarkan ajaran agama Budha dan Hindu.

Encyclopedia of Religion and Ethic (1961: 300), dalam Iskandar P. Nugraha

(2011: 4), menyebutkan bahwa teosofi merupakan sebuah sistem Filsafat yang

bertopang pada pengalaman bathiniah dan mistik secara terperinci. Teosofi tidak

hanya berhubungan dengan ketuhanan saja tetapi juga mencakup kearifan,

1
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah populer, (Suraaya: Arkola,
1994), hlm. 746.
2
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).

1
2

kehidupan alam roh, dan juga alam gaib. Teosofi merupakan kebijaksanaan kuno

yang menjadi inti setiap agama besar di dunia. Ajaran teosofi termaktub dalam

brahmanisme, kabbala, dan lain sebagainya.3 Meski demikian, pokok

pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada kemunculan dan perkembangan

gerakan teosofi modern (Theosophical Society/TS) yang kelak berpusat di Adyar,

Madras, India.

Gerakan teosofi atau Theosophical Society (TS) sendiri merupakan gerakan

okultisme atau kebatinan yang didirikan pertama kali oleh Helena Petrovna

Blavatsky di New York pada tahun 1875. Pada tahun 1879 TS dipindahkan ke

Adyar, Madras, India. Perpindahan gerakan TS dari New York ke India tersebut

didasari sebuah pandangan bahwa nilai-nilai gerakan TS sesndiri lebih condong

atau dekat dengan ajaran kebatinan dunia Timur, khususnya ajaran-ajaran Hindu-

Budha di India. Dengan demikian, tidak heran apabila pada dekade selanjutnya

gerakan TS ini lebih diidentikkan sebagai gerakan kebatinan yang sebagian besar

ajarannya menganut ajaran Hindu Budha.

Konsep utama yang dianut oleh gerakan teosofi ini adalah “persaudaraan

universal.” Melalui konsep tersebut, para kaum teosofis hendak menciptakan

komunitas masyarakat baru yang berdiri di atas semua perbedaan ras, agama,

bahasa, dan budaya. Melalui gerakan ini, kaum teosofi hendak meretas batas-batas

kelompok masyarakat menjadi sebuah generasi baru yang lebih mengedepankan

nilai-nilai kebenaran, persaudaraan, dan kemanusiaan. Dalam perjalanannya,

gerakan teosofi kerap memposisikan diri lebih tinggi dari agama-agama

3
Encyclopedia of Religion and Ethic (1961), XII, hlm. 300-315.
3

konvensional. Dengan demikian, maka tidak heran apabila gerakan teosofi ini

sering mendapatkan kecaman dan penentangan dari berbagai kalangan agamawan

khususnya dari kelompok-kelompok keagamaan yang fanatis.

Terlepas dari hal itu, gerakan teosofi sendiri mulai beroperasi di wilayah

Nusantara sejak masa kolonialisme Belanda. Gerakan teosofi cabang Indonesia

disebut dengan atau Nederlandsch Indische Theosofische Vereniging

(Perkumpulan Theosofi Hindia Belanda). Salah satu gerakan lain di Nusantara

yang cukup identik dengan gerakan teosofi adalah Freemasonry (Tarekat Mason

Bebas). Freemasonry inilah yang oleh berbagai tokoh dinilai cukup identik

dengan misi rahasia Zionisme kaum Yahudi.4 Kedekatan ini pulalah yang menjadi

alasan penentangan berbagai kalangan terhadap teosofi dan Tarekat Mason yang

dianggap mempropagandakan misi rahasia zionisme.

Terlepas dari berbagai asumsi keterkaitan teosofi dengan zionisme Yahudi,

pengaruh besar teosofi di dunia, termasuk di antaranya adalah Perancis, Italia,

Palestina, India, China, Filipina, Thailand, dan juga di Indonesia merupakan

realitas historis yang tidak dapat dikesampingkan dari sejarah perkembangan

peradaban dunia. Hampir serupa dengan di India, teosofi di Indonesia juga

memiliki andil yang cukup besar dalam kebangkitan pergerakan nasional

Indonesia. Bahkan tidak jarang yang menilai bahwa teosofi menjadi salah satu

akar pemicu kebangkitan nasionalisme Indonesia.

Sebagaimana di India, pada era sebelum kemerdekaan ajaran-ajaran teosofi

dengan mudahnya dapat diterima dan dapat berkembang pesat di Indonesia. Hal
4
Adian Husaini, MA., Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra, Cetakan II,
(Jakarta : Gema Insani Press, 2005), hlm. 32-33. Lihat Pula Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara,
Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini, ( Jakarta : Khalifa, 2006), hlm. 6-8.
4

demikian cukup masuk akal untuk terjadi mengingat kebudayaan Indonesia saat

itu (bahkan sampai sekarang) masih cukup kental dengan nilai-nilai kebudayaan

Hindu-Budha di India. Artinya, antara India dan Indonesia memiliki akar

kebudayaan yang sama yakni berasal dari kebudayaan Hindu-Budha. Dalam

kondisi kebudayaan yang demikian, maka cukup masuk akal apabila teosofi—

gerakan kebatinan yang juga lebih condong pada nilai-nilai kebatinan Hindu-

Budha—dengan cepat dapat diterima dan diserap oleh masyarakat Indonesia.

Faktor pendukung lain bagi perkembangan teosofi di Indonesia adalah

keanekaragaman budaya yang terkandung di bumi Indonesia. Sebuah negara atau

wialayah yang terdiri dari berbagai bangsa, bahasa, budaya, agama tentunya juga

menjadi faktor penting lain yang dapat menentukan diterima dan tidaknya teosofi

di Indonesia. Dalam pertemuannya, konsep “persaudaraan universal” yang

diemban oleh teosofi menjadi konsep penawar dan sekaligus pemersatu

masyarakat Indonesia yang beraneka ragam.

Di Indonesia, salah satu organisasi pergerakan nasional yang dikenal cukup

dekat dengan organisasi teosofi adalah organisasi Boedi Oetomo. Sebagian besar

anggota gerakan Budi Oetomo merupakan angggota dari gerakan teosofi. Budi

Utomo sendiri merupakan sebuah organisasi pergerakan nasional tertua di

Idnonesia yang memiliki pengaruh cukup besar dalam dinamika pergerakan

nasional. Beberapa tokoh dari Budi Oetomo, yang kelak menjadi aktor-aktor

utama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah Moh. Hatta,

Radjiman Wedyodiningrat, Tjipto, dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa tokoh

nasional lain yang sempat menjadi bagian dari kaum teosofi di antaranya adalah
5

Raden Sukemi (Ayah Soekarno), Moh. Yamin, Soepomo, Abu Hanifah, Haji

Agoes Salim, Tjiepto Mangoenkoesoemo, Ernest Douwes Dekker (Stiabudi),

Arminj Pane, Sanusi Pane, Dr. Amir, R.A Kartini, dan lain sebagainya.5

Sebagai seorang tokoh yang lahir dan besar pada era tersebut, yakni era

dimana teosofi berada pada puncak pengaruhnya di Indonesia, Soekarno juga

termasuk salah satu tokoh yang cukup dekat dengan kalangan teososfi. Meskipun

Soekarno tidak pernah masuk dalam keanggotaan teosofi, tetapi setidaknya teosofi

telah menjadi jembatan bagi soekarno dalam mengasah ideologi nasionalismenya.

Pada masa mudanya, Soekarno begitu aktif dalam organisasi Tri Koro

Darmo atau Jong Java, salah satu cabang organisasi Boedi Oetomo yang

bermarkas di Surabaya. Di samping itu, kedekatan Soekarno dengan teosofi juga

didapatkan berkat keanggotaan ayahnya, Raden Soekemi, dalam teososfi. Dalam

hal ini Soekarno menngungkapkan:

“Kami mempunyai sebuah perpustakaan yang besar di kota ini


(Surabaya) yang diselenggarakan oleh perkumpulan teosofi. Bapakku
seorang teosof, karena itu aku boleh memasuki peti harta ini, dimana tidak
ada batasnya buat seseorang yang miskin. Aku menyelam lama sekali ke
dalam dunia kebatinan ini. Dan di sana aku bertemu dengan orang-orang
besar. Buah pikiran mereka menjadi buah pikiranku. Cita-cita mereka
adalah pendirian dasarku....”6

Setelah Soekarno berada di Rumah Tjokroaminoto, Soekarno bertemu

dengan beberapa tokoh Islam dan Komunis yang juga pernah masuk dalam

keanggotaan teosofi sebut saja di antaranya adalah Haji Agoes Salim dan Musso.

Musso sendiri merupakan salah seorang anggota teosofi yang sekaligus menjadi

murid kesayangan Hinloopen Laberton yang saat itu menjadi tokoh kunci
5
Ibid, hlm.156.
6
Cindy Heller Adams, Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat, (Jakarta : Media
Pressindo, 2011), hlm. 12.
6

perkembangan teosofi di Indonesia. Ketika di Bandung, Soekarno cukup dekat

dua tokoh nasionalis yang juga merupakan anggota teosofi, yaitu Ernest Douwes

Dekker dan Tjipto Mangunkusumo.

Berdasarkan pada beberapa fakta tentang kedekatan masa kecil dan masa

remaja Soekarno dengan ajaran teosofi tersebut di atas, banyak para tokoh yang

menilai dan berspekulasi bahwa teosofi cukup memiliki pengaruh terhadap

pemikiran Soekarno. Meski demikian, kenyataan ini sifatnya masih debatable dan

benyak menimbulkan pro dan kontra. Dengan demikian, pengaruh teosofi

terhadap sosok Soekarno tidak perlu dipandang secara berlebihan dan tidak pula

dipandang sebagai satu elemen yang tidak memiliki pengaruh sama sekali bagi

perkembangan pemikiran Soekarno.

Salah satu tokoh yang sepakat dengan adanya pengaruh teosofi terhadap

pemikiran Soekarno, khususnya tentang nasionalisme, adalah C.L.M Penders,

penulis buku The Live and Times of Sukarno (1975). Dengan berdasarkan pada

pengakuan Soekarno yang telah disebutkan sebelumnya, Penders menilai bahwa

nasionalisme dalam diri Soekarno kemungkinan besar berasal dari R. Soekemi,

sang teosof yang merupakan ayah dari Soekarno sendiri. Penders, sebagaimana

dikutip dan diterjemahkan oleh Iskandar P. Nugraha (2011), menyimpulkan

sebagai berikut;

“Nasionalisme dalam diri Soekarno kemungkinan besar berasal dari


ayahnya, dimana keakraban sang ayah dengan Tjokroaminoto dan
keanggotaannya dalam Theosophical Society telah mendorongnya untuk
mengadopsi nasionalisme. Hal itu tidak diragukan lagi, meskipun demikian,
posisi ideologis Soekarno dan gagasan-gagasannya tentang strategi politik
mulai solid pada periode 1916-1921 ketika ia belajar di sekolah menengah
Belanda di Surabaya....Soekarno menghabiskan waktu berjam-jam di
perpustakaan Theosophical Society dimana ia memperoleh akses karena
7

keanggotaan ayahnya. Di sanalah ia bergumul dengan pemikiran tokoh-


tokoh politik termasyhur dalam sejarah......”7

Tampaknya pernyataan Penders tersebut bersifat spekulatif dan masih

meraba-raba tentang adanya pengaruh teosofi terhadap nasionalisme Soekarno.

Meski demikian, dapat dipastikan bahwa Soekarno kecil telah kenal dan hidup

dilingkungan teosofi. Kenyataan demikian sangat memungkinkan sekali bagi

adanya hubungan dan terjadinya transfer knowledge terhadap sosok kecil

Soekarno. Apalagi Soekarno sendiri merupakan sosok yang begitu egaliter dan

terbuka terhadap berbagai sumber ilmu pengetahuan.

Demikian pula ada yang menilai bahwa ideologi pancasila yang dicetuskan

oleh Soekarno juga mendapat pengaruh dari nilai-nilai pokok yang diemban

teosofi. Lima prinsip dasar dalam pancasila dianggap terinspirasi dari lima dasar

(khams qanun) dalam Freemasonry dan theosofi, yaitu kemanusiaan, monoteisme,

demokrasi, sosialisme, dan nasionalisme. Dalam hasil perbandingannya, para

pakar menilai bahwa perbedaan pancasila dan khams qanun hanya terletak pada

wilayah gramatikal dan urutannya. Sedangkan secara substantif, keduanya

memiliki prinsip ideologis yang sama persis. Berdasarkan pada perbandingan

tersebut maka para pakar menyebut pancasila sebagai produk yang telah

terpengaruh oleh doktrin zionisme.8

7
Iskandar P. Nugraha, Teosofi, Nasionalisme & Elite Modern Indonesia, (Jakarta :
Komunitas Bambu, 2011), hlm. 80
8
Muhamad Thalib dan Irfan B. Awwas (ed.), Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila :
Menguak Tabir Pemikiran Politik Founding Father RI, (Yogyakarta: Wihdah Press, 1999), hlm.
28-42.
8

Pada tanggal 21 Desember 1949, Pengurus Besar Provinsial Tarekat Mason

Bebas (freemasonry) mengirimkan sebuah telegram kepada Soekarno dan Hatta.

Telegram tersebut mengandung pernyataan sebagai berikut:

“Berhubung dengan pengangkatan Yang Mulia sebagai Presiden Pertama


Republik Indonesia Serikat, Tarekat Mason Bebas dengan segala hormat
mengucapkan selamat kepada Yang Mulia, dan menegaskan kepada anda
bahwa tujuan-tujuan RIS untuk melayani kemanusiaan, seluruhnya
mendapat resonansi dalam asas-asas tarekat Tarekat Mason Bebas.”9

Pada sisi yang lain, Goenawan Moehammad justru menyatakan secara tegas

bahwa pemikiran teosofi tidak ada jejaknya sama sekali dalam diri Soekarno,

khususnya dalam pemikiran politiknya. Menurut Goenawan, kemungkinan besar

hal demikian terjadi karena gerakan teosofi memiliki misi yang bertentangan

dengan misi politik Soekarno. Misi gerakan teosofi yang tidak dapat mengambil

posisi radikal dan mengusung sistem politik asosiasi—penyatuan Nederland dan

Hindia Belanda—justru berlawanan dengan misi politik Soekarno yang begitu

menginginkan kemerdekaan dan kedaulatan sepenuhnya.10

Meski demikian, pandangan pro dan kontra tentang pengaruh teosofi

terhadap pemikiran Soekarno tersebut tidak dapat dipandang berlebihan.

Ditambah lagi kedua pendapat tersebut belum disertai dengan bukti-bukti yang

cukup memadai. Dengan demikian, penelitian ini menjadi begitu penting

dilakukan guna memberikan kontruksi historis tentang hubungan Soekarno

dengan teosofi. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat mengungkap jejak

9
Th. Stevens, Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia
1764-1762, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004), hlm. 482.
10
Goenawan Muhammad, Bung Karno dan Islam, Kata Pengantar dalam M. Ridwan Lubis,
Sukarno dan Modernisme Islam, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010), hlm. Xvi.
9

historis tentang hubungan dan interaksi yang terjalin antara Soekarno dengan

teosofi.

Meski demikian, rencana penelitian ini tidak dimaksudkan untuk

memberikan kesimpulan tentang ada dan tidak adanya “pengaruh” teosofi

terhadap pemikiran Soekarno. Perlu ditegaskan kembali bahwa penelitian ini

bertujuan untuk mengungkap sisi historis-kronologis terkait pola hubungan yang

terjalin antara Soekarno dengan teosofi di sepanjang hidupnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis di sini membatasi

pembahasan pada beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan dan pengaruh teosofi di Indonesia?

2. Bagaimana hubungan teosofi dan Soekarno dari tahun 1916 sampai

tahun 1963?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk :

1. Mengungkap sejarah perkembangan dan pengaruh teosofi di Indonesia.

2. Mengungkap pola hubungan dan interaksi yang terjalin antara teosofi

dengan Soekarno dari tahun 1916 sampai tahun 1963.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Memperkaya informasi historis tentang hubungan teosofi dan Soekarno

1916-1963.
10

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih

dalam memperkaya khazanah pengetahuan pada umumnya, dan

perkembangan ilmu pengetahuan sejarah di Indonesia khususnya.

D. Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya telah banyak dilakukan penelitian tentang Soekarno, baik

yang berupa Skripsi, Tesis, dan bahkan banyak pula yang telah dibukukan.

Adapun beberapa karya atau hasil penelitian yang kami maksudkan di antaranya

adalah sebagai berikut :

Buku Ir. Soekarno yang berjudul Di Bawah Bendera Revolusi Bagian I

(2005). Dalam buku ini Soekarno memaparkan banyak hal tentang pemikiran-

pemikirannya, yakni terkait dengan Islamisme, marxisme, nasionalisme, negara

demokrasi, indonesianisme dan pan-Islamisme, dan lain sebagainya. Melalui buku

ini peneulis hendak melacak pemikiran-pemikiran Soekarno, khususnya

pemikiran-pemikiran soekarno yang bercorak teosofis dan membandingkannya

dengan kondisi sosial politik di sekitarnya.

Buku Cindy Heller Adams yang berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah

Rakyat yang diterbitkan pada tahun 2011 oleh Yayasan Soekarno yang

bekerjasama dengan Media Presindo. Buku ini merupakan buku biografi Soekarno

yang paling kredible ketimbang beberapa biografi lainnya. Pasalnya, buku

biografi ini ditulis dari hasil wawancara langsung Cindy Adams dengan Soekarno.

Dalam buku ini Cindy Adams menguraikan sejarah kehidupan Soekarno dari

masa kecil hingga manjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Dalam buku ini

tersaji berbagai fakta historis tentang prilaku agama dan politik Bong Karno.
11

Buku Soekarno : Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek yang ditulis

oleh Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan di Rajawali Press pada tahun 1988.

Dalam buku ini, Nazaruddin memaparkan tentang pemikiran, kebijakan, dan

kegiatan politik Soekarno. Dalam buku ini Nazaruddin mencoba melacak relasi

antara pemikiran politik Soekarno dengan kebijakan-kebijakan politiknya.

Buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat Hindia Belanda dan Indonesia

1746-1962 yang ditulis oleh sejarawan asal Belanda, yaitu Dr. Th. Stevens. Dalam

buku ini Stevens meguraikan tentang sejarah Tarekat Mason Bebas (Freemason),

dari awal masuknya, proses perkembangannya, kegiatan para anggotanya, hingga

masa-masa pembubaran Tarekat Mason Bebas. Buku ini juga memuat sebagian

data mengenai hubungan Soekarno dengan Tarekat Mason Bebas di Hindia

Belanda.

Buku Teosofi, Nasionalisme & Elite Modern Indonesia yang ditulis oleh

Iskandar P. Nugraha. Buku ini dapat dikatakan menjadi rujukan utama penulis

untuk melacak literatur-literatur lain yang berhubungan dengan tema penelitian

ini. Terlepas dari hal itu, dalam buku ini Iskandar mengungkap fakta historis

tentang pengaruh teosofi terhadap konsep nasionalisme di kalangan tokoh-tokoh

nasionalis dan elite modern Indonesia. Dengan berdasarkan pada fakta historis

yang ditemukan maka Iskandar dalam penejelasannya memberikan analisis yang

cukup mendalam tentang gerakan nasionalisme Indonesia yang tidak dapat

dilepaskan oleh pengaruh teosofi.

Dari beberapa buku yang telah disebutkan di atas, penulis belum

menemukan satu karya yang secara terfokus dan terperinci membahas tentang
12

hubungan dan interaksi yang terjalin antara teosofi dan Soekarno. Sehubungan

dengan hal itu, maka menjadi penting bagi penulis untuk mengadakan penelitian

lebih mendalam tentang tema yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu

Hubungan teosofi dan Soekarno 1916-1963.

E. Kerangka Teori

Soekarno merupakan Presiden pertama Negara Republik Indonesia yang

paling populer dan sampai saat ini masih menjadi bahan perbincangan. Selain

karena popularitas Soekarno yang begitu tinggi, warisan kekayaan intelektual

Soekarno juga telah banyak menginspirasi para generasi selanjutnya untuk

senantiasa berjuang demi kemerdekaan bangsa dan negara. Karena itu, banyak

para pakar yang memposisikan Soekarno sebagai sosok individu yang memiliki

andil cukup besar bagi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia.

Dalam konteks ini, yakni Soekarno sebagai sosok individu, maka dalam

penelitian akan digunakan kerangka teori interaksionisme-simbolik ala Herbert

Blummer. Melalui kacamata teori ini, penulis hendak memposisikan Soekarno

sebagai sosok individu yang berinteraksi secara simbolik dengan realitas sosial di

sekitarnya. Interaksi-simbolik yang terjalin antara realitas subyektif (Soekarno)

dengan realitas obyektif (realitas sosial) tersebut pada tahap selanjutnya, menurut

Blummer, akan membentuk sebuah struktur sosial atau lebih tepatnya disebut

sebagai tindakan bersama yakni pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan

yang berbeda dari individu yang berbeda pula. Karena itu, Blummer menilai

bahwa tindakan bersama atau struktur sosial tersebut senantiasa berada pada garis
13

prosessual yang senantiasa berubah secara dinamis seiring perubahan penafsiran

masing-masing individu dalam kelompok masyarakat itu sendiri.11

Meski demikian, pisau analisis interaksionisme-simbolik di sini tidak lantas

sepenuhnya mendiskreditkan peran realitas eksternal atau kontruksi sosial yang

dapat berpengaruh terhadap prilaku, tindakan, dan pemikiran Soekarno. Kerangka

teori ini penulis gunakan sebagai bentuk penekanan untuk mengungkap

bagaimana Soekarno (sebagai seorang individu) memahami, menginterpretasi,

dan menyikapi realitas sosial (teosofi) di sekitarnya.

Metode penekanan dalam teori interaksionisme-simbolik merupakan

kebalikan dari metode yang digunakan oleh para kaum strukturalis fungsional.

Kaum strukturalis-fungsionalis menekankan bahwa struktur sosial yang paling

berperan dalam membentuk individu. Sebaliknya, kaum interaksionisme-simbolis

melihat bahwa struktur sosial sebenarnya terbentuk oleh tindakan-tindakan

individu. Meski demikian, para kaum interaksionisme-simbolik ini tidak lantas

mengabaikan peran struktur sosial dalam membentuk atau mempengaruhi

tindakan masing-masing individu.

Blummer menyatakan bahwa teori interaksionisme-simbolik ini sebenarnya

hanya bertumpu pada tiga premis utama, yanitu:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada

pada sesuatu sesuai pemahaman masing-masing manusia.

2. Makna tersebut berasal dari hasil interaksi seseorang dengan orang lain.

11
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm. 254-
256.
14

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial

berlangsung.12

Berdasarkan pada tiga premis tersebut maka Blummer menilai bahwa tidak

ada makna yang inheren dalam setiap realitas obyektif. Setiap realitas obyektif

akan dimaknai secara berbeda oleh masing-masing manusia. Dalam konteks ini,

tentunya Soekarno memiliki pemaknaan dan penafsiran tersendiri terkait dengan

keberadaan teosofi. Perbedaan interpretasi inilah yang pada tahap selanjutnya

akan mendorong dan memicu munculnya tindakan Soekarno yang berbeda pula

dengan tindakan orang lain dalam menyikapi teosofi.

Berbeda dengan Radjiman, salah satu tokoh teosofi pribumi yang benar-

benar dan intens menghayati ajaran teosofi, Soekarno justru memaknai teosofi

secara netral. Bagi Soekarno, teosofi dianggap hanya sebatas salah satu media

yang secara tidak langsung telah menunjang perkembangan pemikiran Soekarno.

Selain karena Soekarno sendiri tidak terlibat langsung dalam keanggotaan teosofi,

perkenalan Soekarno dengan nilai-nilai ajaran teosofi diperolehnya melalui tokoh-

tokoh perantara seperti halnya R. Sukemi, Tjopto, Radjiman, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, mengklaim bahwa Pancasila hasil Soekarno dipengaruhi

teosofi secara langsung merupakan penilaian yang tidak rasional dan tidak

proporsional. Tetapi, harus diakui pula bahwa teosofi secara tidak langsung telah

mempengaruhi proses pembentukan Pancasila hasil pemikiran Soekarno tersebut.

Menurut David Reeve, teosofi secara tidak langsung telah memberikan kontribusi

tentang suatu versi nasionalisme yang lebih romantis, yakni dimana teosofi—

12
Ibid, hlm. 258.
15

melalui propaganda-propaganda kebudayaannya—telah mampu menjadikan

budaya lokal dan kepercayaan lokal sebagai suatu sumber inspirasi bagi proses

pemebentukan ide-ide dasar negara tersebut.13

Terlepas dari hal itu, Blummer menilai bahwa setiap pemahaman seseorang

terhadap sesuatu (makna) sebenarnya diperoleh melalui interaksinya dengan orang

lain. Meski demikian, Blummer tidak lantas sepakat bahwa pemahaman seseorang

terhadap sesuatu itu secara otomatis dibentuk oleh kekuatan eksternal maupun

internal. Blummer lebih sepakat meletakkan proses interaksi tersebut dalam

kontrol masing-masing individu yang sadar dan refleksif. Oleh karena itu,

Blummer menilai bahwa setiap individu (sebagai subyek) sebenarnya sedang

merancang obyek-obyek yang berbeda, memberinya makna atau arti, menilai

kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan sesuai dengan

pemahaman dan interpretasi sang individu tersebut.14

Melalui kerangka pikir semacam itulah mengapa Blummer menilai

pendekatan interaksionisme-simbolik sebagai sebuah pendekatan yang cukup

istimewa. Pendekatan ini tidak hanya memposisikan setiap tindakan atau interaksi

manusia sebagai bentuk stimulus-respon. Artinya, setiap seseorang tidak secara

langsung memberikan respon terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya,

tetapi ia terlebih dahulu membentuk “makna” dan baru bertindak sesuai makna

yang dibuatnya tersebut.

Demikianlah beberapa kunci penting teori interaksionisme-simbolik ala

Blummer. Melalui kerangka teori ini penulis berharap dapat menyajikan hasil
13
David Reeve, Kata Pengantar, dalam Iskandar P. Nugraha, Teosofi, Nasionalisme &
Elite Modern Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), hlm. xxiv-xxv.
14
Ibid, hlm. 258.
16

penelitian yang mendalam dan konprehensif. Pisau analisis interaksionisme-

simbolik ala Blummer di sini diharapkan dapat menuntun penulis dalam mengkaji

pola interaksi yang terjalin antara Soekarno dengan teosofi dan dapat

menghasilkan sebuah penelitian yang sistematis, mendalam, dan dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian historis, yakni sebuah metode

penelitian yang bermaksud menguji dan menganalsis secara kritis terhadap

rekaman dan peniggalan sebuah peristiwa yang terjadi di masa lalu.15 Dalam

rangka mencapai tujuan tersebut, maka setidaknya penelitian ini akan dijalankan

sesuai dengan beberapa tahapan penelitian sebagai berikut:

1. Heuristik

Tahapan yang pertama dalam penelitian ini adalah pengumpulan data atau

disebut dengan metode heuristik. Dalam tahapan ini penulis akan mengumpulkan

data dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Tentunya, dalam proses

pengumpulan data ini penulis akan terfokus pada berbagai sumber yang sesuai

dengan tema yang penulis angkat dalam penelitian ini.

2. Verifikasi

Untuk menguji kredibilitas sumber, maka tahapan selanjutnya yang penulis

lakukan adalah verifikasi data. Tahapan ini biasanya dilakukan dengan

mengadakan kritik eksternal dan internal data. Kritik eksternal merupakan sebuah

metode pengujian data yang harus dilakukan demi mendapatkan sebuah data yang

15
Lois Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Noto Susanto, (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 32.
17

otentik dan kredible. Sedangkan yang dimaksud dengan kritik internal adalah

metode evaluasi terkait dengan relevansi dan kemanfaatan data terhadap

penelitian ini.16

3. Interpretasi

Dalam tahapan ini, penulis akan menafsirkan, menganalisa, dan membuat

sebuah kesimpulan tentang hasil verifikasi sumber data yang ada. Sehingga, data

otentik yang telah didapatkan benar-benar relevan dan sesuai dengan tema yang

diangkat dalam penelitian ini.

4. Historiografi

Historiografi merupakan tahapan terakhir dalam penelitian ini. Dalam

tahapan ini, penulis akan menyajikan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam

bentuk sebuah tulisan imiah yang sistematis sehingga penulis dapat

merekonstruksi data sejarah menjadi satu bangunan informasi sejarah yang

komprehensid dan kredible.

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan dari hasil penelitian ini akan disusun menjadi lima Bab, yaitu :

Bab I : pada bagian ini penulis akan membahas kerangka konseptual dari

penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu terkait dengan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teori, metode penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika pembahasan.

Bab II : pada bagian ini penulis hendak mengungkap gambaran umum

teosofi. Pada bagian ini penulis akan mebahas sejarah dan latar belakang

16
Soetarlinah Sukadji, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian, (Jakarta : UI
Press, 2000), hlm. 3.
18

pendirian teosofi di New York serta perpindahannya ke Adyar, India. Bagian

kedua pada bab ini akan membahas tentang kegiatan dan pengaruh gerakan teosofi

di Indonesia. Pembahasan pada bagian kedua ini akan dibagi lagi ke dalam tiga

bagian yaitu; pertama, latar belakang sosial-politik masyarakat Hindia Belanda

sebelum kedatangan teosofi; kedua, sejarah kedatangan dan perkembangan teosofi

di Indonesia; ketiga, organisasi-organisasi teosofi di Indonesia.

Bab III : pada bagian ini penulis akan menyajikan uraian tentang hubungan

Soekarno dengan teosofi pada masa kolonial. Pada bab ini, pembahasan akan

difokuskan pada dua bagian; pertama, penulis akan menyajikan sejarah awal

pertemuan dan persinggungan Soekarno dengan teosofi; kedua, penulis akan

membahas bagaima hubungan Soekarno dengan Budi Oetomo, Indische Partij,

Jong Java, serta dengan teosofi.

Bab IV : pada bagian keempat ini penulis akan membahas mengenai

hubungan Soekarno pada masa pendudukan Jepang dan dan Orde Lama. Sebelum

mengkaji lebih jauh tentang hubungan Soekarno pasa Jepang dan Orde Lama

terlebih dahulu penulis akan membahas tentang peristiwa pendududukan Jepang

di Indonesia dan dampaknya terhadap masyarakat teosofi di Indonesia, baik

anggota pribumi maupun Belanda dan Tionghoa. Pada bagian selanjutnya, penulis

akan membahas mengenai hubungan Soekarno dengan Radjiman, angota teosofi

pribumi paling representatif, pada masa pendudukan Jepang dan awal

kemerdekaan. Pembahasan terakhir pada bagian ini akan disajikan mengenai

hubungan Soekarno dengan teosofi pada masa Orde Lama yang ditandai dengan

pelarangan teosofi oleh Soekarno.


19

Bab V : Dalam bab ini penulis akan menyajikan kesimpulan, pesan, dan

saran dari penelitian yang telah dilakukan.


BAB V

Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian tentang Hubungan teosofi dan Soekarno

1916-1963 sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat menarik

kesimpulan sebagaimana berikut:

Gerakan teosofi modern atau disebut dengan Teosophical Socity (TS) yang

berpusat di Adyar, India, pada sisi yang lain telah mampu memberikan suntikan

baru bagi kehidupan berbangsa di dunia, termasuk pula di Indonesia. Hampir

serupa dengan yang terjadi di India, teosofi di Indonesia telah berperan penting

bagi kebangkitan gerakan nasional Indonesia. Berbagai propaganda yang telah

dilakukan gerakan teosofi di Indonesia seperti mengadakan lezing atau ceramah,

memberikan beasiswa pendidikan, memberikan kesempatan masyarakat bumi

putera untuk bergabung dan bergaul dengan orang-orang Eropa, serta hubungan-

hubungan pribadi yang terjalin antara tokoh-tokoh terkemuka teosofi dengan para

pemuda setempat secara tidak langsung telah mampu mendorong lahirnya

gerakan-gerakan nasional seperti Budi Oetomo, Indische Partij, dan Jong Java.

Sedangkan Soekarno, sebagai salah satu tokoh pimpinan nasional

terkemuka, dari masa muda hingga masa menjabat presiden juga kerap menjalin

hubungan dekat dengan para tokoh teosofi. Soekarno mulai akrab dengan dunia

teosofi sejak dalam kehidupan keluarganya. Sang ayah, Raden Soekemi, saat itu

tercatat sebagai salah satu anggota teosofi cabang Surabaya. Atas keanggotaan

ayahnya tersebut, maka Soekarno dengan mudah dapat mengakses dan menyelam

150
151

dalam dunia kebatinan yang terdapat pada sebuah perpustakaan besar milik

teosofi di Surabaya. Di samping itu, Soekarno juga kerap belajar dan berdiskusi

dengan para tokoh pergerakan nasional seperti Haji Agoes Salim dan Musso yang

sebelumnya cukup dekat dengan teosofi. Sedangkan Tjipto Mangoenkusumo,

yang hingga pada tahun 1916 masih tercatat sebagai anggota teosofi, merupakan

salah satu guru politik paling penting Soekarno selama berada di Bandung.

Hubungan Soekarno dengan teosofi semakin intens ketika pada masa

pendudukan Jepang, khususnya ketika ia bekerjasama dengan Radjiman, tokoh

teosofi pribumi terkemuka yang sekaligus senior Soekarno dalam Budi Oetomo.

Kolaborasi antara Soekarno dan Radjiman, berserta para tokoh lainnnya seperti

Moh. Hatta, Muh. Yamin, dan Dr. Sopoemo (tiga tokoh bapak bangsa yang juga

memiliki hubungan erat dengan teosofi), telah mampu mengantarkan masyarakat

Indonesia menuju kemerdekaan. Ide-ide yang diusulkan oleh Soekarno, Muh.

Yamin, serta Dr. Soepomo dalam sidang BPUPKI, yang sebagian besar memiliki

kesamaan dengan nilia-nilai perjuangan kemanusiaan dalam teosofi, kelak

disahkan menjadi dasar negara RI yang kemudian disebut dengan Pancasila.

Kondisi tersebut tentunya memberikan kemudahan bagi masyarakat teosofi

Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Mereka mencoba bangkit dari

kevakuman dengan mendirikan Persatuan Tjabang Theosofi Indonesia (PTTI).

Tetapi ketika Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin, dengan

kebijakan luar negeri yang konfrontatif terhadap berbagai hal yang berbau Barat,

maka PTTI pun dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1961. Dua tahun kemudian,

tepatnya pada tahun 1963, para tokoh teosofi Indonesia mengganti nama PTTI
152

menjadi Persatuan Warga Theosofi Indonesia (Perwathin). Perubahan nama

organisasi tersebut ternyata tidak sia-sia karena akhirnya pemerintah segera

mengeluarkan surat izin bagi Perwathin untuk segera melanjutkan kegiatan-

kegiatannya.

Berdasarkan pada pemaparan historis-kronologis hubungan Soekarno dan

teosofi tersebut dapat dipahami bahwa pola hubungan yang terjalin di antara

keduanya bergerak secara dinamis dan netral. Ketika di Surabaya, Soekarno

menjadikan teosofi sebagai salah satu media yang cukup menunjang bagi

perkembangan pemikiran Soekarno. Melalui perpustakaan milik teosofi Soekarno

diperteukan dengan pemikiran-pemikiran tokoh besar yang cukup berpengaruh

bagi perkembangan pemikirannya. Ketika pindah ke Bandung, dimana kondisi

politik nasional mulai mengambil peran yang cukup dominan, Soekarno

menjadikan teosofi sebagai salah satu jalan dalam perjuangan politiknya. Hal

demikian cukup nampak ketika pada periode ini Soekarno lebih dekat dengan

sosok Tjipto, tokoh teosofi radikal, ketimbang dengan tokoh-tokoh teosofi halus

seperti Radjiman. Pada masa pendudukan Jepang hingga awal kemerdekaan,

hubungan Soekarno dengan tokoh teosofi berbanding terbalik dengan

sebelumnya. Jika sebelumnya Soekarno lebih dekat dengan tokoh-tokoh teosofi

Radikal tetapi pada periode ini Soekarno mulai dekat dan bekerjasama dengan

tokoh-tokoh teosofi kooperatif seperti halnya Radjiman. Bersama Radjiman dan

Hatta, Soekarno begitu intens melakukan konsolidasi politik dengan pemerintahan

Jepang demi tercapainya cita-cita kemerdekaan Negara Republik Indonesia.


153

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian Soekarno

terhadap teosofi dapat dikategorikan dalam dua bagian; pertama, ketika berada di

bawah naungan keluarga hingga melanjutkan sekolahnya ke Surabaya, teosofi

bagi Soekarno menjadi salah satu elemen pendorong bagi perkembangan

pengetahuan Soekarno baik tentang nilai-nilai kebudayaan dan kepercayaan lokal

maupun ilmu-ilmu sosial-politik yang sebagian didapatkan Soekarno dari fasilitas

perpustakaan tesosofi; kedua, ketika melanjutkan sekolah di Bandung hingga

menjadi Presiden, teosofi bagi Soekarno tidak lebih dari sekedar partner atau

instrumen politik untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian tersebut di atas, hendaknya

hubungan Soekarno dengan teosofi diposisikan secara objektif dan proporsional.

Pada satu sisi, kehadiran tokoh-tokoh teosofi di sekitar Soekarno menjadi salah

satu elemen penting yang tidak dapat dihapus begitu saja dalam sejarah

perjuangan dan perkembangan pemikiran Soekarno. Bagaimanapun kehadiran

berbagai tokoh teosofi serta berbagai fasilitas yang disediakan teosofi dapat

dianggap sebagai salah satu faktor eksternal yang mendorong perkembangan

pemikiran Soekarno. Pada sisi yang lain, teosofi bukan satu-satunya elemen yang

berperan besar dalam pembentukan pemikiran Soekarno. Cukup banyak elemen-

elemen lain di sekitar Soekarno, selain teosofi, yang juga memiliki nilai-nilai yang

sama dengan nilai-nilai perjuangan teosofi seperti halnya nilai-nilai mistisisme

jawa, ide-ide kemanusiaan dari tarekat freemasonry, dan lain sebagainya. Dengan

demikian, klaim yang menyebutkan bahwa Pancasila dipengaruhi langsung oleh


154

teosofi merupakan penilaian yang tidak objektif dan tidak proporsional. Lebih

tepatnya, teosofi—dengan propaganda-propagandanya tentang kebudayaan dan

kepercayaan lokal—secara tidak langsung telah berperan dalam menjadikan nilai-

nilai lokal sebagai sumber inspirasi bagi kaum elite, termasuk pula Soekarno,

dalam proses pembentukan ide-ide dasar negara Indonesia.


155

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdurrachman Surjomiharjo, Taman Siswa di Dalam Arsip-Arsip Hindia

Belanda, Jakarta; LRKN-LIPI, 1971

________________________, Budi Utomo Cabang Betawi, Jakarta: Pustaka

Jawa, 1982

Achmad Wisnu Aji, Kudeta Supersemar: Penyerahan atau Perampasan

Kekuasaan?, Jakarta : Garasi House of Bookm, 2010

Adian Husaini, MA., Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra,

Cetakan II, Jakarta : Gema Insani Press, 2005

Ahmad Faidi, Pemikiran Emas Tokoh-Tokoh Politik Dunia, Yogyakarta : Diva

Press, 2013.

___________, Biografi Politikus Legendaris Dunia : Sepak Terjang dan

Konstribusinya Terhadap Negara dan Dunia, Yogyakarta : Ircisod, 2013.

AH. Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid I: Kemenangan Masa Muda,

Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1990

Akira Nagazumi, Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918,

Jakarta: PT. Pusataka Utama Grafiti, 1989

Akira Nagazumi (Penyunting), Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang :

Perubahan Sosial-Ekonomi XIX & XX dan Berbagai Aspek Nasionalisme

Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986


156

Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Kumpulan Karangan, Jakarta

: P.T Gramedia, 1978.

Artawijaya, Gerakan Theosofi di Indonesia, Jakarta: Al-Kautsar, 2010

Arniyati Prasedyawati Herkusuma, Chuo Sangi-In: Ddewan Pertimbangan Pusat

Pada Masa Pendudukan Jepang, Jakarta: PT. Rosda Jaya Putra, 1991

Asvi Warman Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah, Jakarta : Kompas Media

Nusantara, 2009

A.T. Sugito S.H, Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat: Hasil Karya dan

Pengabdiannya, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Nasional, 1983

Axel Michaels dan Barbara Harshav, Hinduism: Past and Present, Amerika Latin:

Princeton University Pers, 2004

Badri Yatim, Soekarno, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999

Bernard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta : Penerbit

LP3ES ,1987

Cindy Heller Adams, Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat, Jakarta : Media

Pressindo, 2011.

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos, 1999.

Ganewayati Wuryandari, Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran

Politik Domestik, Yogyakarta: P2P-LIPI dan Pustaka Pelajar, 2008


157

Hans van Miert, Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan

Pemuda di Indonesia, 1918-1930, Jakarta: Hasta Mitra & Pustaka Utan

Kayu, 2003

Iskandar P. Nugraha, Teosofi, Nasionalisme & Elite Modern Indonesia, Jakarta :

Komunitas Bambu, 2011

John Ingleson, Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasional Indonesia Tahun

1927-1934, Jakarta: LP3ES, 1988

____________, The Secular and Non-Cooperating Nationalist Movement in

Indonesia 1923-1934, tesis Ph.D, Monash University, 1974

John D. Legge, Soekarno, Sebuah Biografi Politik, Jakarta: Sinar Harapan, 1985

Joscelyn Godwin, Blavatsky and The First Generation of Theosophy, dalam Olav

Hammer dan Mikhail Rothstein (ed.), Handbook of The Theosophical

Current, Leiden: Brill NV, 2013

J. Kruisher, Setoedjoenya Theosofie dengan Islam, dimelayukan oleh Loge T.V.

Pakoekoehan Bogor, Weltevreden : N.V. Theosofische Boekhandel

Minerva, t.t

J.B. Soedarmanta, Jejak-Jejak Pahlawan : Perekat Kesatuan Bangsa, Jakarta: PT.

Grasindo, 2007.

Lois Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Noto Susanto, Jakarta: UI

Press, 1985.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Edisi Kedua, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Yogya, 2003.
158

Lois Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Noto Susanto, Jakarta: UI

Press, 1985

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, Terj. Yosogama, (Yayasan

Solidaritas Gadjah Mada), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1984.

Martin Ramstedt, Introduction: Negotiating Identities – Indonesian ―Hindus‖

Between Local, National, and Global Interest, dalam Martin Ramstedt (ed.),

Hinduisme In Modern Indonesia, London: Routledge Curzon, 2005

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional

Indonesia VI, Jakarta: Balai Pusataka, 1984

Mohammad Hatta, Untuk Negeriku: Bukit Tinggi-Rotterdam Lewat Betawi,

Jakarta: Kompas, 2011

Muhamad Thalib dan Irfan B. Awwas (ed.), Doktrin Zionisme dan Ideologi

Pancasila : Menguak Tabir Pemikiran Politik Founding Father RI,

Yogyakarta: Wihdah Press, 1999

Muhammad Balfas, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Demokrat Sedjati, Jakarta:

Jambatan, 1952

M. Ridwan Lubis, Soekarno & Modernisme Islam, Jakarta: Komunitas Bambu,

2010

M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta : P.T. Serambi Ilmu

Semesta, 2008.

Niels Mulder, Kebatinan dan Kehidupan Sehari-hari Orang Jawa: Kelangsungan

dan Perubahan Kulturil, Jakarta: Gramedia, 1983

Nio Joe Lan, Dalem Tawanan Djepang, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008
159

Peter Kasenda, Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933, Jakarta:

Komunitas Bambu, 2014

Pipitseputra, Beberapa Aspek Dari Sejarah Indonesia: Aliran Nasionalis, Islam,

Katholik Sampai Akhir Zaman Perbedaan Paham, Ende-Flores: Nusa Indah,

1973

P.R.S. Mani, Jejak Revolusi, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989

Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu

dan Kini, Jakarta : Khalifa, 2006

Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, Semarang: Aneka Ilmu,

1999

R. Nalenan, Proses Lahirnya Pancasila, Jakarta: LPSN No. 1

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan

Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, Jilid 2, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1993

Soebaryo Mangunwidodo, Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat : Perjalanan

Seorang Putera Bangsa 1879-1952, Jakarta: Yayasan Dr. K.R.T. Radjiman

Wediodiningrat, 1994

Soekarno, Revolusi Indonesia, Yogyakarta : Galang Press, 2007.

_______, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid I dan II, Jakarta : Yayasan Bung

Karno, 2005.

_______, Tananm Tat Twam Asi di Dalam Dadamu, Djakarta: Departemen

Penerangan RI, 1965


160

_______, Revolusi Belum Selesai : Kumpulan Pidato Presiden Soekarno,

Yogyakarta : Ombak dan Mesias, 2005

_______, Kebatinan Sejati, Amanat Presiden Soekarno Pada Kongres Kebatinan

Indonesia di Gedung Pemuda Jakarta pada tanggal 17 Juni 1958

Soetarlinah Sukadji, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian, Jakarta :

UI Press, 2000

Soetrisno Kutojo, dkk., Sejarah Dunia, Jakarta: Bumi Restu, 1976

Solichin Salam, Bung Karno Putra Fajar, Jakarta: Gunung Agung, 11984

Sri Muljono, Wayang dan Karakter Manusia, Jakarta : Gunung Agung, 1979

Sulaiman Effendi, Tokoh-Tokoh Dunia yang Mempengaruhi Pemikiran Bung

Karno, Yogyakarta: Palapa, 2014

Sylvain Zaffini (trans.), The First Theosophical Society In Indonesia: A Letter

From Baron F. Tengnagel To A. P. Sinnett, dalam Jeffrey D. Lavoie,

Research Journal of Germanic Antiquity: A Western Esoteric Journal, Vol.2

No. 3, Florida: Brown Walker Press, 2013

Theosphy Company, The Theosophical Movement 1875-1950, edisi revisi dari

The Theosophical Movement 1875-1925, California: The Cunningham

Press, 1951

Th. Stevens, Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan

Indonesia 1764-1962, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004.

KAMUS / ENSIKLOPEDI

Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1973


161

Kamus Ilmiah populer, Suraaya: Arkola, 1994

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005

Encyclopedia of Religion and Ethic, XII, 1961

MAJALAH / SURAT KABAR

Persatuan Hidoep, 1931

Theosophie in Nederlandsc-Indie, 1909-1926

Pewarta Theosofi, September 1912-1930

Poetri Mardika, Februari 1917

Neratja, Agustus 1931 (Versi Mikro Film)

Neratja, 28 dan 29 Agustus 1923 (Versi Mikro Film)

WEBSITE

http://theosophy.ph

http://wikipedia.org
162

HALAMAN LAMPIRAN

LAMPIRAN I: DAFTAR ANGGOTA TEOSOFI 1915

Sumber : Theosofie In Nederlandsch Indie, April 1915


163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182

LAMPIRAN II : FOTO-FOTO TENTANG RADJIMAN DAN SOEKARNO

Sumber: Soebaryo Mangunwidodo, Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat :

Perjalanan Seorang Putera Bangsa 1879-1952, Jakarta: Yayasan Dr.

K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, 1994


183

Soekarno Bertemu Radjiman seusai Rapat Chuo Sangi In di Jakarta


(Soebaryo Mangunwidodo: 1994)
184

Radjiman bersama Soekarno-Hatta menemui Sumabutyo di Jakarta


(Soebaryo Mangunwidodo: 1994)

Meski sudah sepuh, tampak Radjiman masih dipercaya untuk memimpin Rapat
KNIP di Malang 1947. (Soebaryo Mangunwidodo: 1994)
185

Tampak Radjiman (duduk) beserta para anggota DPR RI sedang dilantik oleh
Soekarno di Jakarta Tahun 1950. (Soebaryo Mangunwidodo: 1994)

Soekarno memberikan penghormatan terakhir kepada mendiang Radjiman pada


tanggal 20 September 1952, Dukuh Dirgo Walikukun, Surakarta. (Soebaryo
Mangunwidodo: 1994)
186

CURRICULUM VITAE

Nama : A. Faidi, S. Hum

Tetala : Sumenep, 23 April 1986

Alamat : Jl. Srikandi GK I 32 D, Demangan Kidul, Gondokusuman,

Daerah Istimewa Yogyakarta

Email : ahmadfaidi86@gmail.com

No.HP : 087 866 153 252

Riwayat Pendidikan Formal

Tahun Lulus Instansi

1999 MI Tarbiyatus Sibyan, Sumenep

2003 MTS An-Nawari, Sumenep

2005 MA An-Nawari, Sumenep

2013 Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab

dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga

2013-Sekarang Konsentrasi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas

Agama dan Filsafat Program Pascasarjana UIN Sunan

Kalijaga

Riwayat Organisasi

1. Ketua OSIS MTs. An-Nawari 2002-2003

2. Ketua OSIS MA. An-Nawari 2004-2005


187

3. Sekretaris BEM-J SKI Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta 2009-2011

4. Ketua BEM-F Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2011-2013

5. Kord. Kaderisasi Rayon Civil Community Adab dan Ilmu Budaya PMII

UIN Sunan Kalijaga 2009-2010

Karya Ilmiah Populer/Non-Populer

1. Jejak-Jejak Pengasingan Para Tokoh Bangsa (Saufa: 2014)

2. Pemikiran Emas Tokoh-Tokoh Politik Dunia (IrCiSod: 2014)

3. Suku Makassar : Penjaga Kejayaan Imperium (Arus Timur : 2014)

4. Suku Tolaki: Suku Seribu Kearifan (Arus Timur: 2014)

5. Abraham Lincoln: Bapak Demokrasi Sepanjang Masa (IrCiSod: 2014)

6. Politikus-Politikus Legendaris Dunia (Palapa: 2014)

7. Suku Dayak: Suku Tertua dan Terbesar di Kalimantan (Arus Timur: 2015)

8. Suku Kaili: Pelestari Solidaritas Sosial (Arus Timur: 2015)

Yogyakarta, 30 November 2015

A. Faidi, S.Hum

Anda mungkin juga menyukai