Oleh Kelompok 7 :
Kami mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
Makalah ini sebagai salah satu syarat pemenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan
Kritis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
Penulis
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................. ii
ii
Merawat Klien Dengan Gangguan Risiko Perilaku Kekerasan ...................... 17
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................ 21
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan ........................................................................ 21
2.3.1 Pengkajian .................................................................................................... 21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 22
2.3.3 Rencana Keperawatan .................................................................................. 22
2.3.3.1 Strategi Pelaksanaan Klien Risiko Perilaku Kekerasan ............................ 22
2.3.3.2 Strategi Pelaksanaan Keluarga Klien Risiko Perilaku Kekerasan ........... 25
2.3.3.4 Fase Fase Kunjungan Rumah .................................................................... 27
2.3.4 Implementasi .................................................................................................26
2.3.5 Evaluasi ........................................................................................................ 28
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
jiwa diseluruh dunia mencapai hampir 450 juta orang, dimana sepertiganya
berdomisili di negara-negara berkembang. Hal ini diperkuat dengan data dan fakta
bahwa hampir separuh populasi dunia tinggal di negara dimana satu orang psikiater
perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik
psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak sangat
besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan
1
provinsi yang memiliki angka gangguan jiwa tertinggi adalah provinsi Bali (11%)
dan terendah provinsi Kepulauan Riau (3%). Untuk proporsi rumah tangga yang
rumah tangga sebanyak (14%) dan yang tidak sebanyak (86%), sedangkan yang
pernah melakukan pasung tiga bulan terakhir sebanyak (31,5%) dan yang tidak
sebanyak (68,5%).
Berdasarkan data pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Atma Husada
Mahakam Samarinda pada tahun 2016 mencatat rata-rata pasien rawat inap di RSJD
Atma Husada Mahakam Samarinda sebanyak 249 orang dengan presentase 38% yang
mengalami halusinasi, 5% yang mengalami harga diri rendah, 15% yang menarik
diri, 1 % yang mengalami waham, 35% yang mengalami perilaku kekerasan dan 6 %
yang mengalami defisit perawatan diri. Dan pada bulan Januari sampai Mei tahun
2017 mencatat rata-rata pasien rawat inap di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda sebanyak 168 orang dengan jumlah rata-rata pasien IGD bulan Januari
sampai Juni tahun 2017 sebanyak 2,27 orang. Dengan presentase 36% yang
mengalami harga diri renda, 13% yang mengalami isolasi social, 1% yang mengalami
waham, dan 5 % yang mengalami deficit perawatan diri. Berdasarkan uraian tersebut
Dari data di Puskesmas sempaja pada bulan Januari tahun 2017 sampai bulan
2
wilayah kerja puskesmas sempaja dengan beberapa variasi, Halusinasi terdapat 7
orang, RPK 2 orang, Skizofrenia 25 orang. Dari data tersebut ada yang mengalami
gangguan jiwa salah satunya yaitu gangguan jiwa berupa perilaku kekerasan.
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat
Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. (Keliat. 2012)
dipasung pada tahun 2013 di Indonesia sebanyak (14,3%) dimana perkotaan (10,7%)
dan perdesaan (18,2%). Pada tahun 2018 di Indonesia (14%) dimana perkotaan
(10,7%) dan perdesaan (17,7%). Sedangkan dalam kurun waktu tiga bulan terkahir
pada tahun 2018 di Indonesia (31,5%) dimana perdesaan (31,1%) dan perkotaan
(48,9%) dan tidak rutin (51,1%). Menurut Riskedas 2018 alasan tidak minum obat 1
bulan terakhir yang merasa sudah sehat (36,1%), tidak rutin berobat (33,7%) tidak
3
mampu membeli obat rutin (23,6%), tidak tahan ESO (7%), sering lupa (6.1%),
merasa dosis tidak sesuai (6,1%), obat tidak tersedia (2,4%), dan lainnya (32%).
(Riskesdas,2018)
kekerasan yaitu kehilangan kontrol akan dirinya, dimana pasien akan dikuasi oleh
rasa amarahnya sehingga pasien dapat melukai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan, bila tidak ditangani dengan baik maka perilaku kekerasan dapat
mengakibatkan kehilangan kontrol, risiko kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain
sumberdaya manusia yang berkualitas melalui lima tugas keluarga dalam bidang
kesehatan. Diakui segala upaya untuk menciptkan kualitas sumber daya manusia
yang potensial, tidak hanya tanggung jawab keluarga semata tetapi perlu peran aktif
manusia yang cerdas, terampil, mandiri beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, dan dapat berpartisipasi didalam pembangunan bangsa melalui berbagai
4
perannya. Asuhan keperawatn yang diberikan bukan saja ditujukan kepada aspek
fisik, tetapi juga aspek psikologis, social budaya dan spiritual, secara komprehensif.
Rasmun(2009).
Salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah keluarga yang
tidak tahu cara menangani perilaku klien dirumah, keluarga merupakan sistem
pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat
maupun sakit pada klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan
yang diperlukan klien dirumah. Keberhasilan perawat di Rumah Sakit dapat siasia
jika tidak diteruskan di Rumah yang kemudian mengakibatkan klien harus dirawat
kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di Rumah Sakit akan
Dari Fenomena yang terjadi tersebut maka penulis ingin mengetahui lebih
5
Samarinda Kalimantan Timur”
1.3. Tujuan
keluarga.
keluarga.
kekerasan di keluarga.
1.4. Manfaat
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
6
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat khusunya
untuk salah satu bahan acuan untuk melakukan penelitian yang akan datang.
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan
khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam
2.1.2. Etiologi
8
menjadi frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan. 2)
yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku tersebut diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku
yang wajar. 3) Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
bahwa kerusakan pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
Selain faktor perdisposisi adapula faktor presipitasi yang meliputi :1) Ekspresi
diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya. 2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkohlisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. 6)
9
2.1.3. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan
Core
Causa
(Sumber : Damaiyanti
2014)
10
Asertif Pasif Perilaku kekerasan Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk
berprilaku pasif, asertif, dan agresif/ perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005
menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada
individu.
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa
penyakit fisik).
yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
11
masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan perilaku
destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu
seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga
bermusuhan yang lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaaan destruktif yang
Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada klien melalui
2) Pandangan tajam
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
fisik
12
2.2.1.Definisi
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam
satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing
mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga (Fredman 2010., Duval &
perawatan kesehatan yang ditunjukan kepada keluarga sebagai unit pelayanan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat pada perawatan tingkat individu, focus pelayanan
adalah dengan melibatkan individu san keluarga (Ballon & Magiaya dalam Rasmun
2009.)
kepada klien dan keluarga secara bersama-sama yang dengan proses keperawatan
yang dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki
Menurut Gusti (2013) tipe keluarga dibagi menjadi 2 tipe yaitu tradisional dan
non tradisional dimana tipe tradisional ialah : 1) Keluarga inti, keluarga yang hanya
13
terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diproleh dari keturunannya atau adposi atau
keduanya. 2) Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi,
saudara sepupu, dll). 3) keluarga bentukan kembali (Dyadic family) adalah keluarga
baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya. 4)
Orang tua tunggal (Singgle parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya. 5) the
single adult living alone adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah. 6) The unmarried teenage mother, adalah ibu dengan anak tanpa
pencari uang, istri dirumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah,
Sedangkan tipe non tradisonal adalah 1) Commune family, adalah lebih satu keluarga
tanpa pertalian darah hidup serumah. 2) Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada
ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga. 3)
Homoseksual adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah
tangga.
Menurut Robert Iver dan Charles Horton yang dikutip dari (Setiadi, 2008)
yang sengaja dibentuk atau dipelihara, keluarga mempunyai suatu sistem tata nama
14
(Nomen Clatur) termasuk perhitungan garis keturunan, keluarga mempunyai fungsi
pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai
berikut :
dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota
keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau perlu mencatat
kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
oleh anggota keluarga, karena keluarga merupakan lini utama untuk menemukan
tanda dan gejala klien gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan, sehingga klien pada
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
15
yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mempunyai
mengambil keputusan yang tepat untuk klien, dengan memeriksakan klien gangguan
jiwa risiko perilaku kekerasan ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga masih
kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang
lebih baik parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan
kesehatan orang dengan gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan dapat bisa kembali
pulih dan kembali berfungsi di masyarakat, namun upaya-upaya tersebut tidak akan
perilaku kekerasan.
keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu yang lebih banyak
16
berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah
dapat membahayakan pada saat klien kambuh seperti tali-temali, benda tajam dan
benda pecah belah yang dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.
keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
1) Pengetahuan
17
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
teradap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
pengetahuan keluarga rendah maka dapat mengalami kesulitan untuk menerima dan
hal ini pengetahuan merupakan hal yang penting agar keluarga dapat mempraktekan
kekambuhan.
2) Pekerjaan/Ekonomi
karena bekerja di sector informal tidak harus memiliki pendidikan yang tinggi
tinggi maka keluarga dapat memberikan perawatan yang baik kepada anggota
keluarga nya yang sakit dengan support ekonomi yang memadai, contohnya dapat
18
membawa klien ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas yang memiliki
pelayanan kesehatan jiwa atau rumah sakit jiwa, sedangkan jika pendapatan nya
rendah keluarga bisa saja tidak membawa klien ke fasilitas pelayanan kesehatan
karena support ekonomi yang tidak memadai, tetapi pendapatan tinggi ataupun
kesehatan, tergantung pada pengetahuan dan stigma yang dimiliki oleh keluarga.
3) Sikap/budaya
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap ini merupakan kesiapan atau kesedian
2014)
Salah satu sikap dan budaya yang mempengaruhi kemampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa ialah stigma masyarakat dimana
orang dengan gangguan jiwa dianggap berbeda dan dikucilkan, diasingkan dengan
cara dipasung dan dikurung akibat dari stigma tersebut orang dengan gangguan jiwa
Jadi berdasarkan uraian di atas keluarga menjadi suatu pijakan dalam upaya
mempengaruhi peran keluarga dalam bertindak, pengetahuan yang baik tentang cara
perawatan angota keluarga dengan gangguan jiwa akan menimbulkan peran yang
baik seperti memberikan dukungan emosional keluarga dalam hal memotivasi pasien
19
obat serta upaya pencegahan kekambuhan anggota keluarga yang mengalami
pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai refensi, sumber daya dan
kebudayaan. Peran keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa ini diwujudkan
menjadi pendengar yang baik, membuat senang, memberi tanggung jawab dan
kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan (Stuart, 2016 dalam Yundari
2018).
Penatalaksanan
kekerasan, membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala dari perilaku
kekerasan seacara verbal seperti menolak dengan baik atau meminta dengan baik. SP
cara sholat atau berdoa. SP 5 (pasien) : membantu klien dalam meminum obat
seacara teratur.
20
BAB 3
2.3.1. Pengkajian
Menurut Roman dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal dan dasar
bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Samber
data terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer yang berasal dari klien dan sumber
data sekunder yang diperoleh selain klien seperti keluarga, orang terdekat, teman,
orang lain yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga kesehatan. Data
presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber kopin, dan kemampuan koping yang
dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
terhadap stressor sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Datadata yang diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokkan menjadi data
Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan prilaku
kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-kata
kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan menuntut. Pada
data objektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan pandangan tajam,
21
tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku
klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar pemilihan intervensi dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh perawat yang bertanggung jawab.
rasa permusuhan yang mengancam, klien meras tidak nyaman, klien merasa
2) Data objektif : tangan dikepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat, aktivitas
Tabel 2.1
22
Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku kekerasan (Keliat, 2010)
N DX Perencanaan
o.
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
1. Perilak Pasien mampu Setelah pertemuan SP1 Identifikasi
u 1) Mengidentifi pasien mampu : penyebab
kekeras kasi • Menyebutkan tanda dan
an penyebab dan penyebab, gejala serta
tanda tanda, gejala akibat
perilaku dan akibat perilaku
kekerasan perilaku kekerasan
2) Menyebutkan kekerasan Latih secara
jenis • Memperagaka fisik 1 : tarik
perilaku n nafas dalam
kekerasan cara fisik 1 Masukkan
yang untuk dalam
pernah mengontrol jadwal
dilakukan harian
perilaku
3) Menyebutkan pasien
kekerasan
cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
4) Mengontrol
perilaku
kekerasan
secara : fisik,
sosial /
verbal,
spiritual,
terapi
psikofarmaka
Setelah pertemuan SP2 Evaluasi SP1
pasien mampu : Latih cara
• Menyebutka fisik 2 : pukul
n kegiatan kasur / bantal
yang Masukkan
sudah dalam
dilakukan jadwal
• Memperaga harian
kan pasien
23
cara fisik
untuk
megontrol
perilaku
kekerasan
N DX Perencanaan
o.
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
Setelah pertemuan SP3 Evaluasi SP1
pasien mampu : dan
• Menyebutkan SP2
kegiatan yang Latih secara
sudah sosial /
dilakukan verbal
Memperagakan
Menolak
•
seara fisik dengan
untuk baik
mengontrol Memeinta
perilaku dengan
kekerasan bik
Mengungkapk
an dengan
baik
Masukkan
dalam jadwal
kegiatan
pasien
Setelah SP4
pertemuan
pasien mampu: Evaluasi SP
Menyebutkan 1, 2 dan 3
kegiatan yang Latih secara
sudah spiritual
dilakukan berdo’a
Memperagaka Masukkan
n dalam
secara jadwal kegia
spiritual pasien
24
Setel pertemuan S
ah pasien P Evaluasi SP
mam 5 1, 2, 3 dan 4
pu : Menyebutkan Latih patuh
kegiatan yang obat
sudah Minum obat
dilakukan secara teratur
Memperagaka
n cara patuh dengan
minum obat prinsip 5B
Susun jadwal
minum obat
dengan
teratur
Masukkan
dalam jadwal
kegiatan
pasien
Tabel 2.2
Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku kekerasan (Keliat, 2010)
No DX Perencanaan
.
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
25
Keluarga mampu Setelah pertmuan SP1 Identifikasi
: keluarga mampu : masalah
merawat pasien Menjelaskan yang
di rumah penyebab,
tanda / dirasakan
gejala, akibat keluarga
serta mampu
memperagaka dalam
n cara merawat
merawat pasien
Jelaskan
tentang
RPK dari
penyebab,
akibat dan
cara
merawat
Latih 2 cara
merawat
RTL
keluarga
/
jadwal
untuk
merawat
pasien
Setelah pertemuan SP2 Evaluasi
keluarga mampu : SP1
Menyebtkan Latih
kegiatan yang (simulasi) 2
sudah dilakukan cara lain
dan mampu untuk
merawat serta merawat
dapat membuat pasien Latih
RTL langsung ke
pasien
RTL
keluarga /
jadwal
keluarga
untuk
26
merawat
pasien
Setelah pertemuan SP3 Evaluasi SP
keluarga mampu : 1 dan 2
Menyebtkan Latih
kegiatan yang langsung ke
sudah dilakukan pasien
dan mampu RTL
merawat serta keluarga /
dapat membuat jadwal
keluarga
RTL untuk
merawat
pasien
Setelah pertemuan SP 4 Evaluasi SP
keluarga mampu : 1, 2, dan 3
Melaksanakan Latih
follow up dan
langsung ke
rujuk serta pasien
mampu RTL
mnyebutkan keluarga :
kegiatan yang follow up
sudah dan
dilakukan rujukan
27
diri dan professional. Interaksi
sosial
Tetapkan hubungan P & K,
Implementasikan proses keperawatan
4.Fase terminasi Telaah (evaluasi) kunjungan dengan
keluarga
Rencanakan untuk kunjungan
berikutnya
28
2.3.4. Implementasi
utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum
dengan kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling percaya antara perawat dengan
perilaku kekerasan, membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala dari perilaku
kekerasan seacara verbal seperti menolak dengan baik atau meminta dengan baik.
dengan cara sholat atau berdoa. SP 5 (pasien) : membantu klien dalam meminum
29
tentang cara merawat pasien perilaku kekerasan di rumah. 2. SP2 : melatih keluarga
2.3.5. Evaluasi
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons keluarga
dilaksanakan.
laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikdif dengan
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga.
30
BAB 4
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
kemampuan peran keluarga pada keluarga pasien resiko perilaku kekerasan setelah
dilakukan strategi pelaksanaan keluarga resiko perilaku kekerasan selama 6 hari dan
setiap hari dilakukan terapi selama ±45 menit dan di evaluasi didapatkan hasil yang
meningkat dibanding sebelum dilakukan intervensi baik subyek I dan subyek II.
5.2 Saran
keluarga pada pasien dan keluarga penderita resiko perilaku kekerasan, agar dapat
31
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta : Trans Info Media
Gusti Salvari. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta Timur;
CV. Trans Info Media
Keliat, B., et al. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. EGC. Jakarta.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas, Konsep dan
Aplikasi. Jakarta; Salemba Medika
32
Setiadi. 2008. “Ciri-ciri Keluarga”. Melalui
http://digilib.uimus.ac.id/files/disk1/135.jtptunimus-gdl-rahmadsant-6733-
2-babi ia-r.pdf Diaskes pada tanggal 26 November 2018
33