Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan Epilepsi

A. Pengertian 
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal
sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi
pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi
idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada
anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam
klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari
kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT
scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas.
Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi
sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama
seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat
pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan
85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena
gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan
pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari
neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak
dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan
kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita
merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala,
terutama pengedipan mata.
c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio setempat pada korteks
serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi
fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.
C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan
sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan
hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus
epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial).
Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis
dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak. Tidak
semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah
batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik
berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan
sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya
epilepsi).
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.

WOC

Idiopatik,herediter,trauma kelahiran,infeksi perinatal,meningitis

Sistem saraf

Ketidakseimbangan aliran listrik pada


sel saraf

EPILEPSI

mylonik Psikomotor
grandmal
Penyakit kronik

Gangguan
Kontraksitidak Gangguan
Hilang respiratori
sadar yang neurologis
Pengobatan,perawatan,keterbatasan, kesadaran
mendadak
Spasme otot
pernafasan

Gangguan
Aktivitas kejang Obstruksi perkembangan
trakheobronkial

Hipoksia Jatuh
Obstruksi
trakheobronkial
Resiko Ketidakefektifan
Inefektifitas perfusi jaringan cerebral cedera bersihan jalan Keterlambalambatan
nafas pertumbuhan dan
perkembangan

Difensiensi pengetahuan

ansietas Ketidakmampuan
Perubahan status keluarga
kesehatan mengambil tidakan
yang terjadi

E. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG :....
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
F. Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya satu jari atau tangan yang
bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti:
mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif,
afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak
secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi
kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian
dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang
umum terdiri dari:
a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah
kejang demam pertama pada bayi.
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
b. Mengalami complex partial seizure
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada
anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala
meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan
datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam
atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnsium,
atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama
kalinya.
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama
yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau
cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana
dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang
berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan
efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
J. KOMPLIKASI 
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas ( Elizabeth, 2001 : 174 )

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSY

Tgl. MRS                    : 28 Juli 2015                           Nama   : An. R


Tgl. Pengkajian           : 29 Juli 2015                           NIM    : 201511017
No. Register                : 2013578                                Klp      : Kelompok 1
Ruangan                      : R. Anak                                 Tgl.      : 29 Juli 2015
I.       BIODATA
1.    Identitas Pasien
N a m a              : An. R
U m u r              : 8 Tahun
Jenis Kelamin    : Perempuan
A g a m a           : Islam
Pendidikan        : SD
Pekerjaan           : Pelajar
Gol. Darah         : B
A l a m a t          : Malang
2.    Identitas Penanggung Jawab
N a m a                          : Ny. A
U m u r                          : 39 Tahun
Hubungan dgn Klien     : Ibu klien
Pendidikan                    : SMA
Pekerjaan                       : Ibu rumah tangga
A l a m a t                      : Malang
Diagnosa Medis             : Epilepsy
II.      ANAMNESE
A.  Keluhan Utama (Alasan MRS)
Saat masuk rumah sakit    : Penurunan kesadaran disertai mulut berbuih, panas tinggi hingga
40ºC
Saat pengkajian               : Ny. A mengatakan bahwa anaknya An. R sejak kemarin pagi
tanggal 27 Juli 2015 panas tinggi hingga 40ºC dan waktu malam hari mulai kejang hingga tak
sadarkan diri disertai mulut berbui, sehingga pada malam Selasa keluarganya mengantar klien
ke rumah sakit

a)   Riwayat Penyakit Sekarang


Ny. A mengatakan bahwa sejak kemarin pagi hari Selasa tanggal 27 Juli 2015 anaknya An. R
panas tinggi dan diukur suhunya 40ºC lalu Ny. A membelikan obat panas (Paracetamol) di
apotik tetapi panasnya tidak turun sampai malam hari. Hingga waktu malam hari An. R
kejang hingga tak sadarkan diri disertai mulut berbui dan pukul 01.00 WIB An. R dibawa ke
RSIA Muhammadiyah Malang dan masuk R. Anak
b) Riwayat Penyakit Yang Lalu
-       Trauma lahir, asphyxia neonatroum
-       Cedera kepala , inpeksi system syaraf
-       Gangguan metabolik (hipoglekimia, hipokalseknia, hiponatremia)
-       Demam
-       Gangguan tidur
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit kronis apapun hanya sakit ringan seperti batuk,
pilek dan badan panas

B. Riwayat Sosial
1) Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun orang lain
2) Hubungan dengan anggota keluarga naik. Anak sangat dekat dan manja dengan ibunya.
Biasanya anak bermain bersama kakak apabila ditingggal ibu memasak, mencuci dan
membersihkan rumah. Kakaknya berusia 11 tahun sudah kelas 5 SD
3) Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah bersama ibunya.
Kadang- kadang anak bermain dengan teman sebayanya dekat rumahnya

C. Pola Kebiasaan dan Fungsi


           a) Pola Pesepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehat
- Sebelum sakit : mandi 2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti baju tiap pagi dan sore
- Setelah sakit : mandi 2 kali/hari, tidak pernah keramas, ganti baju tiap pagi dan sore
b) Pola Nutrisi
- Sebelum sakit : makan 3-4 kali/hari, dengan porsi satu mangkuk kecil habis, tidak ada
pantangan dalam makanan, komposisinya nasi tim dan lauknya bervariasi tiap hari yaitu tahu,
tempe, ikan laut, telur dan daging. Sayurnya seperti bayam, sup dan soto. Minum : air putih
3-5 gelas
- Selama sakit : makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan rumah sakit dimakan separuh,
komposisinya nasi tim, lauk, sayur dan buah. Minum 2-3-4 gelas baru diberikan 2 sendok
dimuntahkan
c) Pola Eliminasi
- Sebelum sakit : BAK 4-5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada, BAB lancer setiap pagi
hari, konsistensi lembek, warna kuning
- Selama sakit : BAK 4-5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada, BAB setiap hari, konsistensi
lembek, warna kuning 
d) Pola Aktivitas dan Latihan
- Sebelum sakit : bermain bersama kakaknya 4-5 jam/hari, waktu terbanyak bersama ibu.
Biasanya anak bermain sambil menonton tv
- Selama sakit : aktivitas anak menurun karena terpasang infus ditangan kiri
 e) Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : tidur malam antara jam 20.00-05.00 WIB, siang antara jam 12.00-15.00 WIB
- Selama sakit : siang hari tidurnya sulit kadang 1 jam, tidurnya sering terbangun dan rewel.
Malam hari tidurnya jam 01.00-04.00 WIB, anak rewel

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kepala
Tak ada tanda-tanda mikrochepali ataupun mikrochepali, lingkar kepala 46 cm, ubun-ubun
besar menutup, bentuk kepala agak sedikit benjol karena pernah mengalami trauma kepala
B. Rambut
Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup, tidak terdapat kutu
C. Muka atau wajah
Tidak ada rhesus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah tampak pucat
D. Mata
Ketajaman penglihatan bak, palpebra simetris, tak ada midriasis atau miosis, sclera tidak
ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan normal, tak ada strabismus
E. Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, Nampak keluar secret berwarna kental dan
jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping hidung
F. Telinga
Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan
G. Mulut
Simetris, tak tampak cyanosis, tidak ada karies, lidah bersih, tidak terdapat stomatitis, tak ada
strismus, bibir tampak kering dan pecah-pecah
H. Tenggorokan
Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada pembesaran vena jugularis,
tak ada pembesaran kelenjar getah bening
I. Dada atau Thorax
Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostals, tidak terdapat ronchi,
tak ada wheezing, pernapasan cepat atau takikardi
J. Jantung
Detak jantung normal dan frekuensinya teratur 
K. Abdomen
Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar normal, tidak teraba
benjolan atau tumor, gerak peristaltic normal
L. Kulit
Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedema, kulit teraba panas
M. Ekstremitas
- Ekstremitas atas :Tak ada oedema, pergerakan normal, pada tangan kiri terpasang infus
sejak 28 Juli 2015, tak ada tanda-tanda flebitis, akral hangat, lingkar lengan = 14 cm cm
- Ekstremitas bawah : Tak ada oedema, pergerakan normal, akral hangat
N. Genetalia
- Vulva : Kebersihan cukup, tidak tampak keluar secret, tidak ada oedema maupun iritasi
- Anus : Kebersihan cukup, haemoroid tidak tampak

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Data Laboratorium
Laboratorium 28 Juli 2015 jam 16.00
Pemeriksaan darah :
HB : 12,00 gr % (P 11,4-12,1)
Leukosit : 19x109 / L (P 4,3-11,3)
Trombosit : 173x109 / L (150-350)
PCV : 0,35 (P 0,38-0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (<200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8-5); Natrium = 133 meq/L (135-144)

A.ANALISA DATA
No DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
1. DS: Gangguan persepsi Lepasan muatan
1.      Keluarga mengatakan klien sensorik listrik dalam garis
kejang-kejang disertai mulut tengah otak
berbusa

2.      Keluarga mengatakan klien


kejang seluruh badan selama 1
menit lalu berhenti kemudian
pingsan

DO:
1.      Klien di diagnose epilepsy
dengan kejang tonic-clonic
general

2.      Klien mengalami
gangguanpengindraan

3.      Klien mengalami gangguan


nervus I,II,VIII.

2. DS: Ketidakefektifan pola Obstruksi


1.      Klien mengatakan sesak nafas nafas trakeobronkial
DO:
1.      TTV:
          RR : 26x/ menit
          TD : 150/90 mmHg
          N : 100x/menit

3. DS: Nyeri akut Nyeri kepala


1.      Klien mengeluh sakit kepala sekunder respon
pascakejang
2.      Klien mengatakn pusing

DO:
1.      Klien tampak pucat
2.      Klien tampak menyeringai
3.      Saat dilakukan pengkajian:
P :  klien mengatakan
nyeri timbul akibat jatuh di rumah
Q : klien mengatakan nyerinya
seperti berdenyut
R : klien
mengatakannyeri pada kepala
bagian belakang
S : skala nyeri 6, disertai dengan
sakit kepala dan pusing.
T : nyeri akut terjadi stelah klien
sadar secara mendadak.

4. DS: Resiko tinggi cedera Serangan kejang,


1.      Keluarga klien mengatakan gerakan tidak
timbul kejang secara mendadak terkontrol

2.      Keluarga mengatakan klien


jatuh di rumah

DO:
1.      Pasien mengalami kejang (kaki
menendang- nendang, ekstrimitas
atas fleksi), gigi geligi terkunci,
lidah menjulur
5. DS: Imobilitas fisik Kerusakan
1.      Klien mengeluh nyeri otot neuromaskular
DO:
1.      Klien tampak lemas
2.      Klien
mengalami gangguankesadaran
6. DS: Ansietas Stigma epilepsy
1.      Keluarga mengatakan panic dan
langsung membawa klien ke
Rumah Sakit
DO:
1.      Keluarga klien terlihat cemas
2.      Keluarga klien tampak gelisah
7. DS: Kurang pengetahuan Kurangnya informasi
1.      Keluarga mengatakan tidak tahu
penyebab dari kejang klien
DO:
1.      Keluarga klien tampak bingung
ketika diberikan pertanyaan
2.      Klien tidak bisa menjawab
ketika diberikan pertanyaan

B.Diagnosa

No Diagnosa Tujuan Intervensi


. Keperawatan
1. Resiko aspirasi b.d Setelah dilakukan   Aspiration Precaution (3200)
tingkat kesadaran tindakan keperawatan 1.       Kaji tingkat kemampuan klien
sekunder ter-hadap selama ...x 24 jam, klien terhadap reflek batuk, menelan dan
kejang diharapkan tidak gag reflek
mengalami aspirasi. 2.       Kaji status pernapasan, pertahankan
N.O.C : jalan napas
          Risk control (1902) 3.       Beri posisi 90º atau sesuaikan
          Knowladge : treat- keadaan
ment procedure (1814)4.       Jaga kesiapan alat suction
          Self care oral hi- 5.       Cek posisi NGT dan residu NGT
giene (0308) sebelum memberi makan
Dengan kriteria : 6.       Potong makanan dalam bentuk kecil
          Klien mengatakan agar mudah ditelan
cara-cara untuk
mencegah aspirasi   Airway suctioning (3160)
          Kebersihan mulut 1.       Auskultasi suara napas klien
kolien terjaga sebelum dan sesudah suction
          Tidak ada tanda-tan- 2.       Gunakan universal precaution :
da tejadinya aspirasi sarung tangan, masker, kacamata
3.       Anjurkan klien untuk napas dalam
sebelum dilakukan suction, anjurkan
untuk rileks
4.       Beri tambahan oksigen selama
suction
5.       Monitor status oksigen dan
hemodinamik klien
6.       Hentikan suction dan beri tambahan
oksigen jika klien bradikardi
7.       Kirim bahan sekret untuk kultur dan
tes sensitifitas
8.       Jelaskan pada klien dan keluarga
mengenai prosedure dan manfaat
suction

  Positioning (0840)
1.       Tempatkan klien pada posisi yang
tera-peutik : Pertahankan pada posisi
miring jika tidak merupakan kontra
indikasi ci-dera
2.       Pertahankan posisi miring setelah
makan
2. Resiko trauma pada Setelah dilakukan Environmented Management safety
saat serangan b.d tindakan keperawatan (6486)
penurunan tingkat selama ...x 24 jam, tidak1.       Kaji sejauhmana kebutuhan
kesadaran dan kejang terjadi trauma pada keamanan klien
tonik-klonik klien . 2.       Modifikasi lingkungan untuk memi-
NOC : nimalkan resiko trauma (pasang pagar
          Safety status : pengaman, jauhkan benda tajam dan
physical injury (1913) mudah terbakar)
          Knowladge :
personal safety (1809) Fall  Prevention (6490)
1.       Ciptakan lantai yang tidak licin
Dengan kriteria : 2.       Kaji kemampuan klien untuk
          Kulit klien intak melakukan mobilisasi
(tidak ada luka, lecet atau
hematom) Teaching : disease process (5602)
          Tdak terjadi luka 1.       Jelaskan pada klien efek dari
bakar serangan epilepsi
          Tdak terjadi fraktur yang memungkinkan klien cidera
          Kien mampu menje- 2.       Jelaskan pada klien aktivitas apa
askan resiko jika terjadi saja yang aman untuk klien epilepsi
serangan dan cara 3.       Anjurkan pada klien untuk bedrest
mengantisipasi-nya pada fase akut

3. Koping defensif b.d Setelah dilakukan Self-awarness enhancement (5390)


respon terhadap hal- tindakan keperawatan 1.       Dorong klien untuk mengakui dan
hal sekunder terhada selama ...x 24 jam, mendiskusikan pikiran dan perasaan
epilepsi koping klien menjadi 2.       Anjurkan pada klien untuk meng-
adekuat identifikasi nilai yang disumbangkan
NOC: untuk konsep diri
          Acception health 3.       Anjurkan pada klien untuk meng-
sta-tus (1300) identifikasi perasaan tentang dirinya
          Coping  (1302) 4.       Beri fasilitas klien untuk
          Self-asteem (1205) mengidentifikasi pola respon yang
digunakan untuk berbagai situasi
Dengan kriteria : 5.       Anjurkan pada klien untuk meng-
          Klien mampu me- ungkapkan cara verbal penolakannya
ngenal pola koping terhadap realitas
efektif dan tidak efektif 6.       Bantu klien untuk mengidentifikasi
          Klien lebih tenang situasi yang mengakibatkan cemas dan
          Klien mengakui cara menanggulanginya
realita situasi
kesehatannya Coping enhancement (5230)
          Klien mampu meng- 1.       Hargai penyesuaian diri klien untuk
ekspresikan emosi de- merubah body image
ngan positif 2.       Dorong klien untuk
          Klien mampu meng- mengidentifikasi penjelasan realitas
ungkapkan penerimaan dari perubahan peran
diri terhadap keter- 3.       Ciptakan lingkungan yang tenang
batasan diri 4.       Gunakan pendekatan agama /
keyakinan jika perlu
5.       Beri pujian tindakan positif yang
dilakukan klien
4. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Teaching individual (5606)
ten-tang penyakit, penjelasan selama ...x 1.       Tentukan kebutuhan pembelajaran
pengobatan dan pertemuan, pe-ngetahuan klien
perawatan klien b.d klien tentang pe-nyakit, 2.       Kaji tingkat pengetahuan dan
keterbatasan kognitif, pengobatan dan pe- pemahaman klien tentang epilepsi
ku-rang paparan atau rawatan klien meningkat3.       Kaji tingkat pendidikan
mudah lupa 4.       Kaji kesiapan klien dalam
NOC : mempelajari informasi spesifik
          Knowledge : Disease5.       Atur agar realita
process (1803) tujuan pembelajaran dengan klien
          Knowladge : Illness saling menguntungkan
care (1824) 6.       Pilih metode / strategi mengajar
yang sesuai
Dengan kriteria : 7.       Sediakan lingkungan yang kondusif
          Klien dan keluarga untuk pembelajaran
mam-pu menjelaskan 8.       Koreksi adanya kesalahan informasi
penger-tian, proses 9.       Sediakan waktu untuk bertanya
penyakit, penyebab, pada klien
tanda dan gejala, efek 10.     
penyakit, tindakan Teaching : disease process (5602)
pencegahan, pe-ngobatan1.       Nilai tingkat pengetahuan klien
dan perawatan epilepsi tentang penyakitnya
2.       Jelaskan patofisiologi epilepsi
3.       Jelaskan tanda dan gejala epilepsi
4.       Jelaskan kemungkinan
penyebabnya
5.       Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin dapat mencegah
komplikasi dimasa yang akan datang
6.       Diskusikan pilihan-pilihan terapi
pe-ngobatan dan perawatan
7.       Jelaskan alasan rasional dari terapi
pengobatan yang direkomendasikan
8.       Kaji sumber-sumber pendukung
yang memungkinkan
5 Potensial Setelah dilakukan 1.       Tentukan apa klien merasakan aura
komplikasi : kejang tindakan keperawatan sebe-lum awitan aktivitas kejang. Jika
selama ...x 24 jam ya, beri-tahu tindakan pengamanan
perawat akan mengatasi untuk diambil jika aura tersebut
dan mengurangi episode dirasakan (misalnya : berbaraing,
kejang menepikan mobil, dan mema-tikan
mesin)
2.       Bila aktivitas kejang terjadi,
observasi dan dokumentasikan hal
berikut :
a.  Bila kejang mulai
b. Jenis gerakan, bagian tubuh
yang terlihat
c. Perubahan ukuran pupil dan
posisi
d. Inkontinensia urine atau feses
e. Durasi
f. Ketidaksadaran (durasi)
perilaku setelah kejang , kelemahan,
paralisis setelah kejang, tidur setelah
kejang (periode pasca-taktile)
(progresi aktivitas kejang dapat
membantu dalam mengidentifikasi
fokus anatomik dari kejang)
3.        Berikan privasi selama dan sesudah
aktivitas kejang (untuk melindungi
klien dari rasa malu)
4.       Selama aktivitas kejang, lakukan
tindakan untuk menjamin ventilasi
adekuat (misal-nya dengan
melepaskan pakaian). Jangan coba
memaksa jalan napas atau spatel li-
dah masuk pada gigi yang mengatup.
(ge-rakan tonik / klonik kuat dapat
menye-babkan sumbatan jalan napas.
Pemasukan jalan napas paksa dapat
menyebabkan cidera)
5.       Selama aktivitas kejang, bantu
gerakan secara hati-hati untuk
mencegah cidera. Jangan coba
membatasi gerakan. (restrain fisik
dapat mengakibatkan trauma pada
muskuloskeletal)
6.       Bila kejang terjadi saat klien sedang
du-duk, bantu turunkan klien ke lantai
dan tempatkan sesuatu yang lunak
dibawah kepalanya. (tindakan ini akan
membantu mencegah trauma)
7.       Jika kejang telah teratasi letakkan
klien pada posisi miring. (posisi ini
membantu mencegah aspirasi sekret)
8.       Biarkan individu tidur setelah
periode ke-jang, orientasi lagi setelah
bangun. (indi-vidu ini akan
mengalami amnesia, orient-tasi ulang
akan membantu klien untuk
memperoleh rasa kontrol dan dapat
menu-runkan ansietas)
9.       Jika orang tersebut berlanjut
mengalami kejang umum, lapor dokter
dan awali tin-dakan :
a. Pertahankan jalan napas
b. Penghisapan jika diperlukan
c. Berikan oksigen melalui kanul
nasal
d. Awali untuk pemberian infus
10.    Pertahankan tempat tidur pada posisi
rendah dengan pagar tempat tidur
terpa-sang serta lapisi pagar tempat
tidur de-ngan kain (sebagai tindakan
hati-hati un-tuk mencegah bahaya
jatuh atau truma)
11.    Jika kondisi klien kronis, evaluasi
kebu-tuhan penyuluhan tehnik
penatalaksanaan diri sendiri

C. implementasi

            Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan


melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan).Dalam pelaksanaan
rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan
kolaborasi. (Aziz Alimul H, 2004 ).
                                                                              
Pada klien dengan Epilepsi tindakan keperawatan yang dilakukanadalah :
a.    Nutrisi
Dalam hal ini perawat berkolaborasi dengan tim gizi untuk menentukan kebutuhan nutrisi
klien yang sesuai dengan dietnya (bubur).Perawat juga memberikan motivasi untuk
meningkatkan nafsu makan klien.
b.   Aktivitas
Dalam hal ini perawat bertugas untuk membantu dan memfasilitasi kebutuhan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari misalnya dalam perawatan diri, Eliminasi ( BAB dan BAK )
dan makan/minum, karena klien dengan epilepsi mengalamiketerbatasan aktifitas yang
disebabkan oleh kelemahan pada ekstremitasnya. Pada klien dengan epilepsi perlu dilatih
ROM baik aktif maupun pasif untuk mencegah kekakuan pada sendi, mencegah atrofi otot
dan untuk melancarkan sirkulasi darah. Dan menganjurkan klien untuk membatasi
aktivitasnya.
c. Psikologis
Tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan emosi dan psikologis :
1. Tenangkan dan jelaskan pada keluarga tentang penanganan epilipsi dirumah.
2. Kontrol lingkungan, mengurangi stimulus yang menyebabkan pasien sedih.
3. Berikan umpan balik positif terhadap kemajuan pasien.
d. Pendidikan Kesehatan
Dalam hal ini perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang hal-hal yang
tidak diketahui oleh klien dan keluarga terutama untuk menunjang pada kemajuan kesehatan
klien misalnya tentang cara penanganan dan perawatan pasien epilepsi di rumah seperti:
1. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari benda keras, tajam, panas. Jika
pasien tidur di tempat tidur, singkirkan bantal dan pasang pembatas tempat tidur.
2. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah
lidahnya menutupi jalan pernapasan. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup
pada keadaan spasme untuk memasukkan sesuatu.
3. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat
mengakibatkan gigi patah. Untuk antisipasi bisa memasukan bantalan lunak seperti handuk
kedalam mulut untuk mengurangi lidah tergigit.
4. Anjurkan klien untuk mengontrol kesehatannya ke
D. Evaluasi
1. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik diri
(minder)
4. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
5. Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan aktifitas sehari- hari secara
normal
6. Organ sensori dapat menerima stimulus dan menginterpretasikan dengan normal
7. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
8. Status kesadaran pasien membaik.

Anda mungkin juga menyukai