A. Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal
sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)
B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi
pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi
idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada
anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam
klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari
kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT
scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas.
Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan,
definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi
sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama
seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat
pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan
85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena
gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan
pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari
neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak
dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan
kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita
merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala,
terutama pengedipan mata.
c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio setempat pada korteks
serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi
fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.
C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan
sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan
hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus
epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial).
Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis
dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak. Tidak
semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah
batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik
berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan
sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya
epilepsi).
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.
WOC
Sistem saraf
EPILEPSI
mylonik Psikomotor
grandmal
Penyakit kronik
Gangguan
Kontraksitidak Gangguan
Hilang respiratori
sadar yang neurologis
Pengobatan,perawatan,keterbatasan, kesadaran
mendadak
Spasme otot
pernafasan
Gangguan
Aktivitas kejang Obstruksi perkembangan
trakheobronkial
Hipoksia Jatuh
Obstruksi
trakheobronkial
Resiko Ketidakefektifan
Inefektifitas perfusi jaringan cerebral cedera bersihan jalan Keterlambalambatan
nafas pertumbuhan dan
perkembangan
Difensiensi pengetahuan
ansietas Ketidakmampuan
Perubahan status keluarga
kesehatan mengambil tidakan
yang terjadi
E. Manifestasi klinik
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG :....
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara
gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
F. Klasifikasi kejang
1. Kejang Parsial
a. Parsial Sederhana
Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran. Misal: hanya satu jari atau tangan yang
bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti:
mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman
b. Parsial Kompleks
Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif,
afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak
secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus
tersebut lewat
2. Kejang Umum (grandmal)
Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi
kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian
dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang
umum terdiri dari:
a. Kejang Tonik-Klonik
b. Kejang Tonik : keadaan kontinyu
c. Kejang Klonik : Kontraksi otot mengejang
d. Kejang Atonik : Tidak adanya tegangan otot
e. Kejang Myoklonik : kejang otot yang klonik
f. Spasme kelumpuhan
g. Tidak ada kejang
h. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah
kejang demam pertama pada bayi.
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
b. Mengalami complex partial seizure
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada
anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala
meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan
setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan
datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang
demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam
atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnsium,
atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
4. Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama
kalinya.
H. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama
yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau
cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana
dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
I. Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang
berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan
efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
J. KOMPLIKASI
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas ( Elizabeth, 2001 : 174 )
B. Riwayat Sosial
1) Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun orang lain
2) Hubungan dengan anggota keluarga naik. Anak sangat dekat dan manja dengan ibunya.
Biasanya anak bermain bersama kakak apabila ditingggal ibu memasak, mencuci dan
membersihkan rumah. Kakaknya berusia 11 tahun sudah kelas 5 SD
3) Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah bersama ibunya.
Kadang- kadang anak bermain dengan teman sebayanya dekat rumahnya
A.ANALISA DATA
No DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
1. DS: Gangguan persepsi Lepasan muatan
1. Keluarga mengatakan klien sensorik listrik dalam garis
kejang-kejang disertai mulut tengah otak
berbusa
DO:
1. Klien di diagnose epilepsy
dengan kejang tonic-clonic
general
2. Klien mengalami
gangguanpengindraan
DO:
1. Klien tampak pucat
2. Klien tampak menyeringai
3. Saat dilakukan pengkajian:
P : klien mengatakan
nyeri timbul akibat jatuh di rumah
Q : klien mengatakan nyerinya
seperti berdenyut
R : klien
mengatakannyeri pada kepala
bagian belakang
S : skala nyeri 6, disertai dengan
sakit kepala dan pusing.
T : nyeri akut terjadi stelah klien
sadar secara mendadak.
DO:
1. Pasien mengalami kejang (kaki
menendang- nendang, ekstrimitas
atas fleksi), gigi geligi terkunci,
lidah menjulur
5. DS: Imobilitas fisik Kerusakan
1. Klien mengeluh nyeri otot neuromaskular
DO:
1. Klien tampak lemas
2. Klien
mengalami gangguankesadaran
6. DS: Ansietas Stigma epilepsy
1. Keluarga mengatakan panic dan
langsung membawa klien ke
Rumah Sakit
DO:
1. Keluarga klien terlihat cemas
2. Keluarga klien tampak gelisah
7. DS: Kurang pengetahuan Kurangnya informasi
1. Keluarga mengatakan tidak tahu
penyebab dari kejang klien
DO:
1. Keluarga klien tampak bingung
ketika diberikan pertanyaan
2. Klien tidak bisa menjawab
ketika diberikan pertanyaan
B.Diagnosa
Positioning (0840)
1. Tempatkan klien pada posisi yang
tera-peutik : Pertahankan pada posisi
miring jika tidak merupakan kontra
indikasi ci-dera
2. Pertahankan posisi miring setelah
makan
2. Resiko trauma pada Setelah dilakukan Environmented Management safety
saat serangan b.d tindakan keperawatan (6486)
penurunan tingkat selama ...x 24 jam, tidak1. Kaji sejauhmana kebutuhan
kesadaran dan kejang terjadi trauma pada keamanan klien
tonik-klonik klien . 2. Modifikasi lingkungan untuk memi-
NOC : nimalkan resiko trauma (pasang pagar
Safety status : pengaman, jauhkan benda tajam dan
physical injury (1913) mudah terbakar)
Knowladge :
personal safety (1809) Fall Prevention (6490)
1. Ciptakan lantai yang tidak licin
Dengan kriteria : 2. Kaji kemampuan klien untuk
Kulit klien intak melakukan mobilisasi
(tidak ada luka, lecet atau
hematom) Teaching : disease process (5602)
Tdak terjadi luka 1. Jelaskan pada klien efek dari
bakar serangan epilepsi
Tdak terjadi fraktur yang memungkinkan klien cidera
Kien mampu menje- 2. Jelaskan pada klien aktivitas apa
askan resiko jika terjadi saja yang aman untuk klien epilepsi
serangan dan cara 3. Anjurkan pada klien untuk bedrest
mengantisipasi-nya pada fase akut
C. implementasi