Anda di halaman 1dari 12
391 LIMFOMA NON-HODGKIN (LNH) A. Harryanto Reksodiputro, Cosphiadi Irawan PENDAHULUAN Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganesan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit 8 imfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (‘natural killer’) yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, pesjalanan Klinis, respon terhadap pengobaten, maupun prognosis. Pada UNH sebuah sel imfosit berproliferasisecara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam ‘tumor pasien LNH sel 8 memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya, Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru, dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Di Amerika Serikat, 5% kasus LNH baru terjadi pada pria, dan 4% pada wanita per tahunnya Pada tahun 1997, LNH dilaporkan sebagai penyebab kematian akibat kanker utama pada pria usia 20-39 tahun, Insidensi LNH di Amerika Serikat menurut National Cancer Institute tahun 1996 adalah 15.5 per 100.000. LNH secara umum lebih sering terjadi pada pria. Insidensi LNH meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun. Saat ini angka pasien LNH di Amerika semakin meningkat dengan pertambahan 5-10% per tahunnya :menjadikannya urutan ke lima tersering dengan angka kejadian 12-15 per 100.000 penduduk. Di Perancis ppenyakit ini merupakan keganasan ketujuh tersering, Di Indonesia sendiri LNH bersama sama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia menduduki urutan ke enam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat dugaan adanya hubungan antara LNH dengan infeksi. KELENJAR LIMFE Untuk dapat memahami penggolongan histologis LNH, ‘marilah kita bahas secara singkat perihal arsitekturkelenjar limfe, yaitu organisasi struktur, asal dan migrasilimfosit, serta transformasi limfosit. Sistem limfe adalah jaringan tubuli yang amet tipis dan bercabang-cabang seperti pembuluh darah, Pembuluh limfe bersi cairan bening yang berisisellimfosit dan merupakan sarana yang mengelirkan sel limfosit keseluruh tubuh. SUAAWL RY iy. Sy Gambar 1. Struktur kelenjar getah bening. Foikel-folikel dihuni Padat oleh sel-sel 8 yang membentuk pusat germinal. Sel 8 Juga menghuni daerah medula sedangkan daerah parakorteks ‘erutama mengandung sel T. Modifikasi dari Fudenberg HH. Stities DE, Caldwell JL, Wells JV. Basic and Clinical immunology, Los Altos California: Lange Publications, 1979382, Gambar 1 memperlihatkan bagan struktur kelenjar lime, yang terbagi dalam tiga bagian utama yaitu: korteks, para korteks dan medula, Di dalam korteks didapati folikel-folikel yang berbentuk sferis, yang terisi penuh limfosit B. Di tengah folikel-folikel ini dapat ditemukan daerah yang berwarna agak pucat yang dinamakan pusat germinal (centrum germinativum) yang di dalamnya dapat ditemukan sel blast, sel besar dan makrofag; yang memberi 2975. 2976 ‘ONKOLOG! MEDIK KHUSUS gambaran seperti langit berbintang, Daerah parakorteks berisi limfosit T, sedang daerah medula pada dasarnya dihuni oleh sel & PATOGENESIS TRANFORMASI DAN MIGRASI LIMFOSIT Berbeda dengan sel hematopoietik yang lai, limfosit kecil (matang/tua) bukenlah merupakan sel tahap akhir dari erkembangannya, tetapi dapat merupakan permulaan limfopoiesis baru yang timbul sebagai reaksi terhadap rangsangan antigen yang tepat. Hal ini dibuktikan oleh Nowell pada tahun 1960 dan peneliti lain yang memperlihatkan sel limfosit kecil (matang) mampu mengadakan perubahan morfologi (transformasi) dan berproliferasi sebagai reaksi terhadap rangsangan lektin rnabeti (plant lectin) Seperti sel darah lainnya, sel imfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang, Sel induk multipotensial pada tahap awal bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar timus untuk menjadi sel limfosit 7, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetep berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel imfosit . Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai ‘maka limfosit T maypun B akan bertransformasi menjadi bentukaktf dan berproiferasiLimfositT ektif menjalankan fungsi respon imunitas selular,sedangkan limfosit 6 aif menjadi imunobles yang kemudian menjaci sel plasma yang membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada perubshan ini, dimana sitoplasma yang secikit/kecil pada imfosiB "tua" menjaci bersitoplasma banyak/ luas pada sel plasma, perubshan ii terjadi pada sel limfosit 8 disekitar atau di dalam centrum germinativumy sedangkan limfositT aktifberukuran lebih besar dibanding limfosit T“tua’. (Gambar 2) Perubahan sel limfosit normal menjadi sel imfome ‘merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rengsangan imunogen). Hal yang periu diketahui adalah proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua berada diluar centrum germinativum sedangkan imunoblas berada di bagien paling sentral dari centrum germinativum Beberapa erubshan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1) Ukurannya makin besar; 2). Kromatin inti menjadi lebih haus 3). Nukleolinya terihat; 4). Protein permukaan sel ‘mengalami perubahan (reseptor 7). Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi sel kanker seringkali tetap mempertahankan sifat dasarnya, Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker dari imunoblas amat jarang masuk Int Limposit 8 Tidak Melekuk Pusat follkular { Daerah folikular Besar imunoblas B Gambar 2. Transformasilimfosit 8 dan T menurut konsep Lukes. Modifikasi dari Lukes Rl. Boethave Committee for Postgraduat= Medical Edcuation. international Course on Malignant lymphomas, Noorwijkerhout, 1979, V-2. LIMFOMA NON-HODGKIN 2977 sat eet oe i. oO Oo Sel induk ‘Limposit T Tee “ © ‘sekutu sel T Ag oh Ames i i Oe | ; | ae imfosit BI vy . ‘te! ie ee EA Sentrobla limfosit B2 Sentrosit Gambar 3. Trensformasi limtosit 8 dan T menurut konsep Lennert. E= Sheep E receptor, EAC= complement receptor, S-Ig= Surface Immunoglobulin, C-lg= Intecytoplasmic Immunoglobulin, Ag=Antigenic stimulation. Modifikasi dari Lennert K, Stein H, Mohri N, Katserling E, Muller-Hermelink HK Malignant lymphomas other than Hogkin’s disease. Berlin, Springer-Verlag, 1978: 99, ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat mitosis __Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV yang tinggi. dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan rsiko terjadinya kerusakan genetik, Vitus Epstein-Barr (EBV) juga ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas. Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui, Namun terdapat beberapa faktor risiko terjadinya LNH, antara lain Paparan Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini Imunodefisiensi: 25% kelainan herediter langka yang _disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogemma globulineria, common variable immunodeficiency, Wiskort- Aldrich syndrome, dan ataxta-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Virus Epstein-Barr (EBV) dan Jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal Diet dan Paparan Lainnya:risiko LNH meningkat pada orang yang mengonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet KLASIFIKAS! LIMFOMA NON HODGKIN Penggolongan histologis LNH merupakan masalah yang ‘Agen Infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma __rumit dan sukar, yang kerap mengunakan istlah-istilah Burkit endlemik, den lebih jarang ditemukan padalimfoma yang dimaksudkan untuk tujuan yang berbeda beda Burkit sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma _sehingga tidak memungkinkan diadakannya perbandingan Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV _yang bermakna antara hasil hasil berbagai pusat penelitan. terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui Perkembangan tersebut dapat dilihat pada tabel 1 41, Rappaport 1966 dan Modified Rappaport 1976 z 3 2 Lukes 1974 Lukes-Collins 3. Lennert 1974 Lennert 4, Gerard Marchant 1974 Kiel 55. Bennet 1974 BNIC* 6, Dorfman 1974 Dorfman 7. WHO 1976 = WHO" '8 FormulasiPraktis. 1982 Formulas! Praktis / Working Formulation IE 9. REALrevised 1993 REAL JOWHO/ REAL 1997 __WHO/ REAL + Brtish National lymphoma Classification Wer Health Organization Perkembangan terakhir Klasifikast yang banyak dlipakai dan diterima dibanyak pusat kesehatan adalah formulasi prektis (Working Formutation/WF) dan REAL/ WHO. Working Formulation menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologis, namun belum imenginformasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun beerbagai patologis kiinis yang baru. WF membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah den tinggi yang mencerminkan sifat agresfites mereka. Kisiixas WHO/REAL beranjak dari karakter imunofenctip (se 8 sel T dan sel NK) dan analisa “lineage” sel limfora. Klasifikesi terakhir ini diharapkan menjadi patokan baku dan cara berkomunikasi di antara ahli hematologi-onkologi medi Hal yang perlu dicatat adalah 25% pasien LNH menunjukkan gambaran sel limfoma yang bermacam macam pada satu lokasi yang sama; maka dalarn hal ini pengobatannya harus berdasarkan gambaran histologis yang paling dominen. Oleh karena itu diagnosis klasifkasi LNH harus selalu berdasarkan biopsi KGB dan buken evaluas sitologi atau biopsi sumsum tulang semata PENDEKATAN DIAGNOSTIK ‘Anamnesis Umum + Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise = Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan = Demam tinggi 38°C 1 minggu tanpa sebab = Keringat malam Gejala sistemik ‘ONKOLOG! MEDIK KHUSUS. B-cell neoplasms i “Precursor 8-cell neoplasm: precursor B-acute ‘Iymphoblastic leukemia/lymphoblastic Iymphoms (ALL Ley) Peripheral B-cell neoplasms ‘cell chronic lymphocytic leukemia/small Iymphocytic lymphoma B-cell prolymphocytic leukemia lymphoplasmacytic ymphoma/immuno-cytoma Mantle cll lymphoma Follicular lymphoma Extranedal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type Nodal marginal zone 8-cllymphoma (= mono- jtoid B-cells) Splenic marginal zone lymphoma (villous iymphooytes) iL Hairy cel leukemia | Plasmacytoma/plasma cell myeloma X_Diffuse large B-cel lymphoma 1 Burkit’s lymphoma T-celland putative NK-cell neoplasms Precursor T-cell neoplasm: precursor T-acute lymphoblastic leukeria/ lymphoblastic lymphoma (T-ALL LBL) Peripheral T-cell and NK-cell neoplasms a. T-cell chronic lymphocytic feuke prolymphocytic leukemia ‘T-cell granular lymphooytc leukemia Mycosis fungoides/Sezary syndrome Peripheral T-cell lymphoma, net otherwise chaacterized Hepatosplenic gamma/delta lymphoma Subcutaneus panniculitis-like T-cell lymphoma ‘Angiommuncblastic T-cell lymphoma Extranodal T-/NK-cell iymphoma, nasal type Enteropathy-type intestinal T-cell iymohoma ‘Adult T-cell lymphoma/leukemia (HTLV 1+) ‘Anaplastic large cell lymphoma, primary systemic ‘ype 1. Anaplastic large cell lymphoma, primary cutaneous type im. Aggressive NK-cell leukemia means 2/ aco eieereias Rot Keluhan anemia Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring) Riwayat Penggunaan obat Diphantoine Khusus: Penyakit autoimun (SLE, Sjogren, reuma) Kelainan darah Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis,lues, penyakit cakar kucing) Pemeriksaan Fisis Pembesaran KGB Kelainan/pembesaran organ Performace status: ECOG atau WHO/Karnofsky LIMFOMA NON-HODGKIN 2979 meee poetics ___ Neoplasma sel 8 (REAL) wr Neoplasma T-cell (REAL) Wr Sstent with Cll plasma, CLL/LL fost kel A selTCU/PLL AE gytoid Limfoplasmasitoid-imunasitoma AF GL AE b. Follicular, predominantly _Plasmasitoma/mieloma Lainnya ATUL (tipe kronil AE sab ced cal Leukemia sel rambut Liinnya Mikosisfungoides/sindrom Sezaty « Follicular, mixed small Seared odie al Uinfom zn maging ABCEF jermediate-gra ee imohones eT e9® 5 EhsranodeMatt Seaar rg cet NOM @. Diffuse, small cleaved Pusat * a va + Derajat! 8 { ituse mined smal and + erat ¢ ee Pusat folic, sel kecil difus EF Limfoma sel T Perper (+/-HTLV-1) ERGHJ Su Dihsa rae call + Tidak terspesifikasi High-grade lymphomas _Limfoma sel mane! ABEF — + Angioimmunoblastik ERGH lage cll mmunebas- pear die, tarmasuk Ree Peay Pee ee car | abit eee se Burkit’s, Non-burkiets_* Medlastinal oe Sel B Prekursor (imfoblastit) 1 Urnfoma sel besar anaplastik Limfoma Burkte’s J Sel Prekursor (imfoblast_) # Burkit’stke(Limfoma selB deraiat ' tinggi) Referensi : Rosenberg SA, Berard CW, Brown BW etal. National Cancer Institute Sponsored study of Classification of Non-Hodgkin's Lym- pphomas. Cancer 1962,49(10)2112-35. Harris NL Jaffe ES, Stein H et a. Revised European-American Classification of lymphoid neoplasms '2 proposal from the International Lymphoma study group, Blood 1984 84(5)1361-92. Shipp MA, Mauch PM, Harris NL Non Hodgkin's lymphoma . In DeVita VT Jr, Hellman S, Rosenberg SA, editors. Cancer Principles and Practice of Oncology, 5th edition. Philadheiphia Uppincott-Raven, 1997 pp 2165-220 Pemeriksaan Diagnostik b. Biopsi a. Laboratorium + Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling, = Ratin representatt, superfsial, dan perifer Jika terdapat Hemetotogi kelenjar perifer/superfsial yang representatit, ~ Darah perifer lengkap (DPL) maka tidak perlu biopsi intra abdominal atau ~ _ Gambaran darah tepi (GOT) intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa: Urinalisis: = Ratin = Urinlengkap = Histopatologi: REAL-WHO dan Working Kimia Klinik Formulation = SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, = Khusus asam urat ~ _ Imunoglobulin permukaan - Alkali fosfatase = Histo/sitokimia + Gula darah puasa dan 2 jam pp + Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi + Blektrolit: Ne, K, Cl, Ca, P dan sitologi, FNAB dilakukan atas indikasi ~ Khusus tertentu - Gamma GT + Tidak diperlukan penentuan stadium laparatomi - _ Kolinesterase (CHE) © Aspirasi sumsum tulang (BMP)dan biopsi sumsum ~ LDH/traksi tulang dari 2 sisi spina iliaka dengan hasil spesimen + Serum Protein Elektroforesis (SPE) sepanjang 2.cm, - _ Imuno Elektroforese (IEP) 4. Radiologi = Tes Coombs - Rutin = B, Mikroglob + Foto toraks PA dan lateral = CT scan seluruh abdomen (atas dan bawah) 2980 ‘ONKOLOG! MEDIK KHUSUS > Khusus: = CT scan toraks - _USG Abdomen - _ Limfografi imfosintigrafi €.Konsultasi THT: Bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan gastroskopi atau foto saluran cerna atas dengan kontras. £ Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal ike dilakukan punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di samping pemeriksaan rutin lainnya, 9. Immunophenotyping: Parafin panel: CD 20, CD 3. STADIUM PENYAKIT Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan dan setiop lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata jurniah dan ukurannya. Hal ini sangat penting untuk ‘merilai hasil pengobatan. Mek ts es | Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi, asi Satu Se cara doce ngs a |W: pembesaran 3 regio KGB dal 0.35, Setiap pembesaran XB dicatatukurannya. Stadium Abila tidak ditemui gejaa sister dan B bila ditemui 1 atau lei gejalasistemik FAKTOR PROGNOSTIK LH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik Limfoma indolen dan Limfoma agresif. LNH Indolen ‘memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median kesintasan 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat, disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfome agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, rnamun lebih dapat diseibuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasiintensit Risiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis divergen balk pada kelompok indolen maupun agresif. International Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi luaran pasien dengan LNH agresif difus ‘yang mendapatkan kemoterapi regimen kombinasl yang mengandung Antrasiklin, namun dapat pula digunakan pada hampir semua subtipe LNH. Terdapat 5 prediktor yang mempengeruhi prognosis, yaitu usia, LDH serum, status performa, stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstra nodal. Tiap faktor memilki efek yang sama terhadap luaran, sehingga abnormalitas dijumiahkan untuk mendapatkan indeks prognostik. Skor yang didapat antare (0-5, Pada pasien usia kurang dari 60 tahun, indeks yang digunakan lebih sederhana yaitu hanya meliputi faktor stadium anatomis, serum LDH, dan status ‘performance’, tanpa status ekstra nodal. TERAPI LNH Indolen Indolen, Stadium | dan Stadium Il, Kontrol penyakit jangka panjang atau perbaikan masa bebas penyakit (disease free survival) secara bermakna dapat dicapai pada sejumlah pasien LNH indolen stadium | atau stadium Il dengan menggunakan dosis radiasi 2500-4000 cGy pada lokasi yang terlibat atau pada lapangan yang lebih luas yang mencakup lokasi nodal yang berdekatan. (termasuk sistem KGB terkait dengan ekstra nodal yang terlibat) ‘Standar pilihan terapi: 1). Radioterapi 2). Kemoterapi dengan radioterapi 3). Radioterapi Extended (regional), untuk mencapai nodal yang bersebelahan. 4). Kemoterapi saja atau “Wait and see" jika radioterapi tidak dapat, dilakukan. 5). Radioterapi limfoid subtotal total (jarang). Radioterapi lvas tak meningkatkan angka kesembuhan, dan dapat menurunkan toleransi terhadap kemoterapi lanjutan nantinya Indolen, Stadium I/III/1V, Pengelolaan optimal LNH indolen stadium lanjut masih Kontroversial dan masih, melalui berbagai penelitian klinis, Pilihan terapi standar: + Tanpa terapi/Wait and see: pada pasien asimtomatik. risko rendah = 0-1 risiko sedang-tingg ‘isko tinggi = risko sedang dilakukan penundaan terapi dengan observasi.Pasien stadium lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak memengaruhi harapan hidup. Remisi spontan dapat terjadi, Terapi diberikan bila ada gejala sistemik, perkembangan tumor yang cepat dan komplikasi akibat perkembangan tumor(misalnya: obstruksi atau efusi) Rituximab (antibodi monoklonal anti CD20; Rituxan, Mab Thera) sebagai terapi lini pertama, diberikan tunggal atau kombinasi. Rituximab merupakan antibodi monoklonal (anti CD20) kimera yang telah disetujui untuk terapi LNH indolen yang relaps atau refrakter. Obat ini bekerja dengan cara aktivasi antibodi-dependent sitotoksik T-sel, mungkin melalui si Komplemen dan memperantarai sinyal intraseluler: = Untuk LNH indolen, dihesilkan ORR 50% dengan lama respons bertahan sekitar 1 tahun, Pada large cell lymphoma, dihasilkan respons sekitar 30%. Kombinasi kemoterapi dengan rituximab bersifat sinergis. + Dosis baku rituximab 375 mg/m: IV setiap minggu selama 4 sampai 8 minggu dan dosis maksimum. yang bisa ditoleransi belum ditentukan. Terapi tulang memberikan respons 40%. = _Efeksamping berupa demam dan menggigi dijumpai terutama pads infus pertama kali. Efek samping yang fatal (seperti anafilaksis, ARDS dan sindrom lisis tumor) pernah juga dilaporkan terutama pada pasien dengan sel limfoma dalam sirkulasi atau CLL Purine nucleoside analogs (Fludarabin atau 2-klorodoksiadenosin; kladribin) memberikan respons sampai 50% pada pasien yang telah diobati/ V2 aktivitas dal ih md 2981 oer wr parce ee ee kambuh, + Alkylating Agent Oral (dengan atau tanpa steroid) = Siklofosfamid = Klorambusil + Kemoterapi Kombinasi, Terutama untuk memberikan hasil yang cepat. Biasanya digunakan kombinasi Klorambusil atau siklofosfamid plus kortikostercid, dan fludarabin plus mitoksantron, Kemoterapi tunggal ‘atau kombinasi menghasilkan respons cukup baik (60-80%). Terapi diteruskan sampai mencapai hasil ‘maksimum. Terapi maintenance tidak meningkatkan harapan hidup, bahkan dapat memperlemah respons terapi berikut dan mempertinggi efek leukemogenik Beberapa protokol kombinasi antara lain: - VP :Siklofosfamid + Vinkristin + Prednison ~ _ C{M)OPP SSiklofosfamid + Vinkristin + Prokarbezin + Prednison - CHOP :Siklofosfamid + Doksorubisin + Vinkristin + Prednison = FND ‘Fludarabin+Mitoksantron + Deksametason + Antibodi Monoklonal Radioaktif. Angka respons berkisar antara 50-80% pada kasus yang pernah diterapi, Sediaan yang tersedia antara lain :I-anti €020 (tositumomab, Bexxar®) dan *Y-anti CD20 (ibritumomabtiuxetan,Zevalin®), digunakan pada pasien relaps dengan/tanpa keterlibatan,sumsum tulang minimal (< 25%). Suatu penelitian’acak yang membandingkan tiuxetan vs rituximab menunjuken tingkat respon pengobatan (80% vs 55%) dan remisi lengkap (20% vs 15%) untuk keuntungan radio imuno- konjugasi. 2982 ‘ONKOLOG! MEDIK KHUSUS + Kemoterapi intensif dengan/tanpa total-body irradiation diikuti dengan transplantasi sumsum_ tulang/stem cell perifer autologous atau allogenic/ PBSCT (masih dalam evaluasi klinis). + Kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi diikuti anti-idiotype vaccine (penelitian fase It) + IFN-a. Penggunaan IFN-alpha pada limfoma folikular sampai sekarang belum jelas. Hasil beberapa penelitian menunjukkan efek potensiasi angka respons, perpanjangan waktu remisi dan kemungkinan pengaruhnya pada harapan hidup. + Radioterapi paliatif Diberikan pada kasus tumor besar (bulky) atau untuk mengurangi obstruksi dan nyeri Konversi histologis. LNH indolen yang bertransformasi menjadi agresif memiliki prognosis jelek dan dapat melibatkan sistem saraf pusat (terutama: meningen). Biasanya memberikan respons terapi yang baik dengan protokol pengobatan LNH derajat keganasan menengah atau tinggi. Kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sel induk untuk kasus ini harus dipertimbangkan, Primary Cutaneous B-Cell Lymphoma (CBCL). Didefinisikan sebagai limfoma tanpa penyebaran ekstrakutan pada waktu didiagnosis dan selama paling sedikit 6 bulan berikutnya, Penyebaran ke kaki memberika= prognosis yang lebih jelek. CBCL yang terlokalisie diobati dengan radioterapi, juga untuk yang multifok=t Kemoterapi dicadangkan untuk kasus dengan lesi anatomi “non-contiguous” atau penyebaran ekstrakutan. Terapi eksperimental. Beberapa antibodi monoklons! dengan target antigen CD23, CD19, CD20, CD22 atau Untuk beberapa antigen yang lebih umum sifatnya seper= CDS, CD25, CDBO, CD40. + Alemtuzumab (Campath -1H), antibodi terhadap CDS2 untuk terapi CLL, prolimfositik leukernia dan beberaps Jenis limfoma sel 7 + Imunotoksin + Vaksin idiotipe + Antisense oligonukleotida + Inhibitor selektif + Transplantasi sumsum tulang autologus atau dukungan terapi sel induk perifer setelah kemotera dosis tinggi sedang diteliti secara mendalam + Transplantasi sumsum tulang alogenik atau transplantass sel induk. Dianjurken pada pasien usia muda yang reffakter dengan donor yang masih ada ikatan keluaras dan digunakan sebagai cadangan terakhir. Jumlah faktor risiko Persentase pasien Seluruh pasien faktor risiko buruk, usia >60y, status performa22 LDH lebih tinggi dar nilai normal; Ann Arbor Stage Ill atau IV; > 2 lokasi ekstranodal) 0.1 Rendah 35 2 Menengah bawah 27 3 Menengah atas 2 AS Tinggi 6 Pasien <60 tahun (faktor risiko buruk: Ann Arbor stage Ill atau IV, LDH lebih tinggi dari nilai normal, status performa 22 ORendah 22 11 Menengah bawah 32 2 Menengah atas 32 3 Tinggi 4 Complete 5-Y Disease-free _5-¥ Survival Response Rate (%) survival (%) oo) a7 70 B 67 50 51 55 49 43. a4 40 26 92 86 83. 78 66 69 7 53 46 46. 58 32 ‘iin tke Repo enn cn at ni aio ana Kategorirespons Pemeriksaan fisik Kelenjar getah Massa pada keleniar sacum tulang bening getah bening cR Normal Normal Normal Normal es Normal Normal Normal Tidak pasti Normal Normal Penurunan >75% Normal atau tidak pasti Normal Normal Normal Positif PR Normal Penurunan>50% Penurunan>50% Tidak relevan Penurunan pada hatifimpa Penurunan =50% Penurunan>50% Tidak relevan’ oe Pambesaran hatifimpa okasi gy tay bertambah Baru atau bertambah Muncul kembai Progression baru LMFOMA NON-HODGKIN ‘WHO Stadium Umur LNH limfoplasmasiter ‘makroglobulinemia UNH ektranodal Lambung | dan HP + Sel B zone Marginal jenis Lambung | dan HP MALT iw UNH sel , zona margi nodal LNH sel B zona marginal pada limpa LNH follicular derajat 1-2 it 215 vi av >18 uv > 65 yv >18 UNH folikular derajat 3 R-CHOP = CHOP + rituximab + hanya bila CD 20 + ** bila residif / refrakter pada berbagai pengobatan S dalam waktu dekat f setelah 1 atau 2 pratokol yang tanpa antrasiklin W.&S Wait and see Indolen, rekuren. Standar Pilihan terapi: + Terapi radiasi paliatif + Kemoterapi + Rituximab (anti CD 20-monoclonat antibodies) + Transplantasi sumsum tulang (masih dalam tehap evaluasi klinis) LNH Agresif LNH Intermediate/High Grade Terlokalisir. Non bulky stadium 1A dan IIA, dengan keterlibatan ekstranodal (€), dapat diterapi dengan regimen yang mengandung doksorubisin (CHOP/CHVmP/BV) minimal 3 siklus, dilanjutkan dengan involved field radiotherapy (\FRT) (ekuivalen dengan 3000 cGy dalam 10 fraksi). Kombinasi kemoterapi dan radioterapi pada stadium awal memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kemoterapi saja. Premiers Terapi res Penelitian cee WAS, chlooremucl, fludarabine atau CV PR Eradikasi HP PIR Ry, chiooramibucl. CVP PIR WS, RT, (chirurgie; cchloorambuci, CVP PR Chloorambucil, CV, fludarabine Splenectomi, chloorambucl P EORTC 20971516-RTIF-RT +/-low dose TBI K W & 5, chlorambucil, vr. RT P HOVON 48°" W.&S, chlorambucil, (iaCR/PRsetelahSx CVF, fludarabine VP oral / ila tidak 90y ~ ibritumomab tiuxetan (evan) P HOVON 47 : WA&S,chloorambucil, chlorambucil vs 2 CVE, fludarabine, RT x2GyIF-RT Rofrefractair EORTC 20981/ CVP, chlorambucil, HOVON 39°": fludarabine, RT. R-CHOP vs CHOP, CHOP: p.m. non- +/- tituximab myeloablative allo ‘maintenance’ SCT** PR Lihet UNH ditfus Stadium I-Il (Bulky), Ill dan IV. diterapi dengan CHOP. siklus lengkap atau CHVmP/BV 8 siklus (dalam penelitian). Untuk daerah “bulky” IFRT dapat diberikan guna meningkatkan lokal kontrol. Mc Kelvey melaporkan pada kasus yang diterapi dengan regimen CHOP 50% sampai 71% pasien mencapai remis lengkap dan 75% diantaranya bertahan hidup lebih dari tiga tahun. Harryanto R dan. Djumhana melaporkan di indonesia kejadian remisi dan kesintasan ini lebih rendah, belum diketahui faktor pasti penyebabnya, Penelitian secara acak terhadap protokol ‘CHOP (generasi pertama) dibandingkan dengan beberapa protokol generasi li/l seperti: m-BACOD, MACOP-B, dan ProMACE-CYta8OM oleh The Inter Group Study melaporkan tidak ada perbedean bermakna dari sudut angka harapan hidup dan masa bebas penyakit. Harapan hidup aletuarial berkisar antara 40% sampai 45%. Dengan demikian protokol CHOP tetap merupakan protokol baku terapi awal LNH agresit. 2984 Selain itu, hasil GELA study (Coifferet al) menunjukkan bahwe para pasien usia tua dengan LNH agresif, penambahan rituximab pada setiap siklus CHOP meningkatkan overall survival dalam 3 tahun dari 49% menjadi 62% bila dibandingkan dengan CHOP saja. Selain itu, regimen yang sama dapat menghasilkan “disease control” (cure) sekitar 30-40% pada pasien stadium lanjut UNH derajat keganasan menengah dan tinggi LNH intermediate/high grade yang refrakter/ relaps: + asien refrakter yang gagal mencapai complete re- spons diberikan terapi salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensit.Terepi pilihan bila memungkinkan adalah kemoterapi salvage dkuti dengan transplantasi stem cell autologus/PBSCT + Kemoterapi salvage terdiri dari high-dose sitosin arabinose, kortikosteroid dan sisplatin dengan atau tanpa etoposid.Pilihan lain ICE, MINE, dan yang lain seperti CEPP/B, EVA, miniBEAM, VAPEC B dan infus EPOCH, + Kemoterapi dosis tinggi dengan radioterapi dilkuti PBSCT + Allogenic BMT ONKOLOG! MEDIK KHUSUS MCL (Mantle Cell lymphoma) agresif. Terapi yang diberikan adalah Hyper CVAD alternating dengan metotreksat dosis tinggi plus sitarabin dosis tinggi Rituximab ditambahkan untuk regimen ini. Pasien <65 tahun dipertimbangkan dilakukan transplantasi autologus atau alogerik setelah dua atau empat siklus kemoterapi Siklus regimen ini diulang setiap 21 hari Protokol Leiden khususnya untuk stadium ill dan IV, mengikuti “European Intergroup Trial” yang membandingkan mieloablatit radiokemoterapi diikuti dengan transplantasi sumsum tulang atau dosis pemeliharaan dengan INF-a setelah tercapai remisi dan sitoreduksi dengan kemoterapi yang mengandung kombinasi antrasiklin Terapi induksi 1: (R-Hyper VCAD) Rituximab 375 mg/m2 IV hari | dan 8 Siklofosfamid 300mg/m2 IV setiap 12 jam hari 1-3 Vinkrstin 2 mg IV hari ke 4 dan 11 Doksorubisin 25 mg/m, infus selama 24 jam hari ke 4 dan 5 Deksametason 40 mg IV atau PO, hari ke 11-14 Granulosit Colony-stimulating factor (G-CSF), 5ua/ kg IV atau SC setiap hari, dimulai hari ke 6 sampai neutropil >4500/uL -4 dan hari Premiet/ iat wHo Stadium Umur Resin Terapi dalam trial INH sel B sel 1 PIR ‘3x CHVMP/BV + RT besar difus 4 <66 0 P HOVON 26 8x CHYmP/BV LDH > 1.5 x ULN) CHOP vs i-CHOP. wav <66 HOVON 26 8x CHvmP/av (WOH < 15x ULN) Wey 365 HOVON 46" 8x CHvmpyav (aa-IPI** = LI) CHOP - 14 +/- rituximab Wey 18 2 Rk HOVON 44" HOVON 44, tanpa rituximab 65 DHAP-VIM-DHAP +/- rituximab, p.m. non-myelcablatieve allo diikuti SCT auto scT >65 OR DHAP (CHOP), RT; pm, non- riyeloablatieve allo SCT Mediastinal 1 P 6x CHVmP/BY + IF-RT UNH sel B besar I-IV 2 Lihat LNH sel B besar difus + IF-RT R Lihat LNH sel B besar difus LNH mantel sel <6 P HOVON 45%: 8 X CHVmP/aV" + auto SCT; 3xXR-CHOP HD-Ara-C + autoSCT pm, nyeloablatieve pada usia muda 266 OP HOVON 46" 8x cHVmP/aV* (libat UNH sel B sel besar) R HAP. “hanya apabila CD 20+ ** 23-IP| = age-adjusted [Pl S$ dalam waktu dekat dibuka ¥ ingat criteria nklusi pada penelitian P35 LN upper tnt of orm R-CHOP= CHOP + rtuximab LIMFOMA NON-HODGKIN Terapi Induksi 2: (dimulai setelah pulih dari siklus 1) Ritximab 375mg/m? iv infus hari 1 Metotreksat 200 mg/m® iv bolus hari 1, dikuti 800mg/m2 infus IV selam 24 jam; berikan larutan IV alkalin Leukovorin, 50mg PO dlberikan 24 jam setelah infus metotreksat selesai diikuti 15mgPO setiap 6 jam total 8 dosis (dosis disesuaikan berdasarkan kadar serum metotreksat) Sitarabin 3000mg/m* iv selama 1 jam setiap 12 jam total 4 dosis dimulai hari ke 2 (dosis dikurangi men Jadi 1000ma/m? perdosis untuk pasien >60 tahun dengan serum kreatinin lebih dari 1,5mg/dl) Limfoblastik limfoma. Terapi sama dengan ALL (misal: protokol ALL-4 ). Pasien dengan prognosis jelek dipertimbangkan untuk transplantasi sumsum tulang awal atau regimen kemoterapi awal yang lebih intenst. Universitas Stanford mengusulkan regimen: + Terapi induksi 1 bulan + Profilaksis susunan saraf pusat (SSP) 1 bulan + Terapi konsolidasi 3 bulan + Terapi maintenance 7 bulan Regimen + Siklofosfamid 400 mg/m2 PO untuk 3 hari pada minggu 1, 4,9,12,15 dan 18 + Doksorubisin 50 mg/m? iv pada minggu 1,4,9,12,15 dan 18 + Vinkristin 2 mg IV minggu 1,2,3,4,5,6,9,12.15, dan 18 + Prednison 40 mg/m2 setiap hari selama 6 minggu (tapering off), dilanjutkan selama 5 hari pada minggu. 9, 12,15,dan 18 + Profilaksis SSP dengan radioterapi whole-brain (2400 Gy dalam 12 fraksi) dan metotreksat intratekal (12 ‘mg setiap kali untuk 6 dosis) diberikan antara minggu 4dan 9. + Lasparaginase 6000 U/m2 (maximum 10.000 U) untuk 5 dosis pada awal peberian profilaksis SSP. + Terapi maintenance terdiri dari metotreksat (30 mg/ m2 PO setiap minggu) dan 6-merkaptopurin (75 mg/ m2 PO setiap hari) dari minggu 23 sampai 52. Difuse Small Cleaved Cell/Burkitt’s Limfoma. Terapi jenis ini sama dengan limfoma agresif (sel besar difus) stadium lanjut; mengunakan regimen kombinasi yang agresif.Pasien dengan limfoma jenis ini mempunyai risiko 2985, 20-30 % selama perjalanan hidupnya untuk menyebar ke SSP; pemberian metotreksat intratekal (4- 6 kali) direkomendasikan untuk semua pasien. Beberapa pusat kesehatan mempertimbangkan konsolidasi dengan transplantasi sumsum tulang. REFERENSI ‘Adult Non-Hodgkin's Lymphoma (PDQ*) Treatment- Health Professional Version, National Cancer Insttutz US. National Institutes of Healt Armitage JO, etal, Non Hogkin Lymphomas. Cancer, principal ‘and practice of oncology. Faitor: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg SA. 2001:2256-30. ‘Atmakusuma D. Aspek Selular dan Molekular Limfoma ‘Nonodgkin Divisi Hematologi Onkologi Medi Departemen ‘imu Penyakit Dalam FKUI RSCM. ‘Childhood NonHodgkin’s Lymphoma PDQ"). National Cancer Institute CCoiffier B, Herbrecht R, Tilly H, Sebban C, et al. Gela Study Comparing CHOP and R-CHOP in elderly patients with DLCL3-year median follow-up with an analysis according to.comorbilty factors Presentation atthe 3° Annual Meeting afthe American Society of Clinical Oncology, 31 May-3 June 2003, Chicago, USA Complete Summary of GUIDELINE:The use of chemotherapy ‘and grovith factors in older patients with newly diagnosed, advanced-stage, aggressive histology non-Hodgkins’ Iymphoma. 1998-2004 National Guideline Clenringhouse Czuczman MS, Weaver R, Alkuzweny B, Berifein, Grillo-Lopez ‘A Prolonged Clinical and Molecular Remission in Patients ‘With Low-Grade or Follicular Non-Hodgkin's Lymphoma ‘Treated With Rituximab Plus CHOP Chemotherapy: 9-year Follow-Up. Journal of Clinic! Oncology. Volume 22. Number 23, December 12004 Davis TA, Grillo-Lopez A, White CA, etal. Rituximab Anti- CD20 Monoclonal Antibocy Therapy in Non-Hodgkins's Lymphoma: Safety and Erfcacy of Re-Treatment. Journal of Clinical Oncology, Vol 18 No. 17, 2000:pp 3135-43. Emmanouillides C, Casciato DA. Hodgkin and non-Hodgkin Iymphoma.In Mana of clinical oncology, 5* Ed. Edited by Casciato DA. Lippincot Wiliams & Wilkins, 2004: 435.56. ‘Fisher RL, Mauch PM, Hartis LN, Friedberg JW. Non Hodgkins Tymphomas.in Cancer priciples & practice of oncology 7° Fa. Edited by DeVita VT, Hellman S, Rosenberg SA, 2005 31957 93/ Fisher RI, Gaynour ER, Dahlberg S et al. Comparison of standart regimen (CHOP) with tree intensive chemotherapy regimen for advanced NHL. N Engl J Med 1993; 328: 1002-6 Forspointner R, Dreyling M, Repp R, et all. The summary: the ‘addition of rituximab to a combination of fludarabine, cyclophosphamide, mitoxantrone (FCM) significantly increases the response rate and prolongs survival as compared to FCM alone in patients with relapsed and refractory follicular and mantle cell lymphomas ~ results from a ‘prospective randomized study of the German Low Grade Lymphoma Study Group (GLSG). Blood 2008:108:3064-71 Ghiemilmini Michele, Schmitz Shu-Fang Hsu, Cogliatti Sergio Beetal, Prolonged treatment with rituximab in patients with follicular lymphoma significantly increases event-free survival and response duration compared with the standard weekly x 4 schedule. Blood, 14 Jine 2004 Volume 103, Number 12 Gordon LI, Non-Hodgkin lymphoma, Manual of clinical ‘Hematology, 4 Ed. Edited by Mazza J. Lippincot Williams & wilkins, 2002: 318-33. 2986 ‘ONKOLOG! MEDIK KHUSUS Gutierrez Martin, Wilson WH, Non-Hodgkin lymphoma. In ‘Bethesda handbook of clinical oncology. Edited by Abraham J, Allegra CJ. Lippincot williams & wilkins, 201: 31931 Hematologie Klapper.Fitor Ottolander GI, Willemze R. Non- ‘Hodgkin lymphoma (NHL), Hematologic leids universitair _medisch centrum Leiden 1999 82.98, tp / cia go ance: Adult Non Hodgkin phoma International Non-Hodgkin's Lymphoma Prognostic Factors ‘Project A. predictive model for aggressive non-Hodgkins lymphoma . N Engl Med 1993; 329 987-94, MeLaughiin P, Grillo-Lopez AJ et. Al, Rituximab Chimeric Anti- CD 20 Monoclonal Antibody Therapy for Relapsed indolent Lymphoma: Half of Patients Respond to a Four-Dose ‘Treatment Program. Journal of Clinicol Oncology, Vol 16, No 8, 1998;pp2825-33 Mounier N, Brier J, Gisselbrecht C, et.al. Rituximab plus CHOP (R-CHOP) overcomes bel2-associated resistance to ‘chemotherapy in elderly patients with diffuse large Becell lymphoma (DLEDCL Blo 1 Jime 2003. Volone 101, mune 1 ‘National Comprehensive Cancer Network, Clinical Practice ‘Guidelines in Oncology-v.1.2004. Non Hodghns Lymphoma Verio. 208 Natal Compensine ance Neto Pathology and genetis tumours of haematopositic and lymphoid tissues, WHO classification of tumours. Edited by Jaffe ES, Harris NL, Steir H, Vardiman JW. 2001 PPettengell Ruth, Linch David. Position paper on the therapeutic use of rituximab in CD20-positive diffuse large B-cell non-Hodgkin's lymphoma. British Journal of Haematology, 2003.121.44-48, ‘Pfreundschuh M, eta. Frist Analysis of the completed MabThera® International (MinT) Trial in young patients with low risk diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL): Addition of rituximab to a CHOPike regimen significantly improves outcome of all patients with the identification of a very favorable subgroup with IFI-0 and no bulky disease. Ora presetation a! ASH 2004. Protokol Limfoma Non Hodgkin Timj Kanker Darah dan KGB. ‘Reksodiputro H, Cosphiadi I Limfoma non-Hodgkin Buku ajar imu penyakit dalam Jilid ILEd 3Balai penerbit FKUI2001: 607-20. Rituximab plus chemotherapy: expanding first-line treatment ‘options in indolent non-Hodgkin's lymphoma, Hii from ‘ASI 2003, Roche Pharmaceuticals Rituximab for Aggressive Non-Hodgkin's Lymphoma, National Institute for Clinical Excellence. Technology Appraisal 65. ‘September 2003 Robinson AS and Goldstone A. Clinical Use of Rituximab in ‘Haematological Malignancies, Brtisth Journal of Concer (2003) 89, 1389-1394 Stein RS, John PG. Non Hodgkin lymphoma. In Hand book of ‘cancer chemotherapy, 6" Ed. Editor Skeel RT. Lippincot ‘williams & wilkins, 2003: 503-23, “The Use of Chemotherapy and Growth Factors in Older Patients ‘with Newly Diagnosed, Adwance Stage, Aggressive Histology ‘Non-Hodgkin's Lymphoma. Patience Guideline Report #6-7, June 25, 2003. Program in Evidence-Based Care ~ A Gracer Care Ontario Program,

Anda mungkin juga menyukai