Anda di halaman 1dari 8

PERBANDINGAN PEGADAIAN KONVENSIONAL DENGAN

PEGADAIAN SYARIAH DALAM PENERAPAN SISTEM GADAI


EMAS SERTA PEMBERIAN PERLINDUNGAN KEPADA
NASABAH

Disusun Oleh :
M. ANDHI WIJAYA
NIM : 1812321036

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Kestabilan ekonomi suatu Negara sangat mempengaruhi jalannya transaksi dalam
bidang keuangan didalam Negara tersebut. Negara Indonesia yang merupakan salah satu
Negara yang tingkat perekonomiannya masih dalam taraf perkembangan juga
menimbulkan perubahan ekonomi yang tidak stabil. Ditengah perekonomian yang tidak
stabil sekarang, masyarakat harus selalu mengatur perekonomiannya dengan cara
mengubah segala rencana yang telah dibentuk dan selalu berusaha untuk mendapatkan
tambahandana yang cepat dan mudah. Selama ini banyak usaha-usaha perorangan yang
mencoba menyalurkan dana atau kredit kepada masyarakat tetapi sering menimbulkan
kerugian karena bunga yang terlalu tinggi. Kerena itu pemerintah mencoba memberikan
fasilitas-fasilitas kredit dan fasilitas-fasilitas pembiayaan lainnya. Fasilitas-fasilitas
tersebut oleh pemerintah disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui
Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Gadai terdapat pada Buku Kedua Bab XX Pasal 1150 sampai Pasal 1160 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Definisi gadai sendiri terdapat dalam Pasal 1150 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Gadai atau Rahn juga diatur dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) pada buku kedua bab 13 dalam Pasal 329-369, kemdian
menurut lembaga pegadaian dengan dikeluarkannya sebuah Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 51 Tahun 2011 tentang pergantian atau perubahan bentuk badan hokum
Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO),
definisi gadai secara spesifik tidak dijelaskan didalamnya. Menurut Sigit Triandaru dalam
bukunya menyatakan bahwa “pegadaian merupakan satu-satunya badan usaha di negara
Indonesia yang secara resmi memiliki izin dalam melaksanakan aktivitas lembaga
keuangan yang berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana kepada masyarakat
berdasarkan hukum gadai. Dari dua pengaturan tersebut telah menjadi landasan
berdirinya suatu lembaga keuangan non bank yaitu pegadaian yang memberikan
pelayanan gadai konvensional maupun gadai syariah dan masing-masing memiliki
perlindungan hukum yang berbeda untuk nasabahnya dari segala aspek yang ada
khususnya pada barang gadai yang digadaikan dikembalikan dalam keadaan cacat atau
rusak terhadap nasabahnya.
Namun demikian masyarakat pengguna jasa pegadaian masih belum mengerti
tentang perlindungan hukum yang diberikan oleh pegadaian konvensional maupun
pegadaian syariah dan beranggapan keduanya sama saja dalam memberikan perlindungan
hukum bagi nasabahnya khususnya dalam hal barang gadai yang digadaikan
dikembalikan dalam keadaan cacat atau rusak.
Sebagian besar masyarakat pada akhirnya masih bingung menentukan pilihan
antara pegadaian konvensional dengan pegadaian syariah untuk menunjang
perekonomiannya, ditinjau dari segi perlindungan hukum dari kedua jenis pegadaian
diatas, perlindungan hukum yang bagaimana yang diberikan pegadaian konvensional dan
pegadaian syariah untuk nasabah dalam segala aspek yang ada khususnya barang gadai
yang digadaikan dikembalikan dalam keadaan cacat atau rusak, adakah perbedaan
diantara keduanya dalam memberikan suatu perlindungan hukum, itulah yang harusnya
perlu dijawab dan bisa diketahui oleh masyarakat secara luas.
Pegadaian syariah merupakan suatu lembaga pembiayaan yang dapat digunakan
sebagai salah satu alternatif sumber pinjaman yang berada langsung dibawah Perum
Pegadaian, dengan pengawasan Depkeu dan DSN-MUI, yang menyalurkan dana atas
dasar hukum gadai syariah. Pegadaian syariah saat ini masih menggunakan 2 (dua)
instituti regulator yng berbeda yaitu:
(1) dasar hukumnya masih menggunakan regulasi UU No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan, yang dikeluarkan oleh BI dengan mengikuti regulasi skim syariah
yang ada di UU tersebut dan,
(2) secara operasional masih mengacu pada standar dari perum pegadaian, sebagai
induknya, yang dikeluarkan oleh Kementrian BUMN, berdasarkan Peraturan
Pemerintah, yang disingkat PP No. 10 tahun 1990, tanggal 10 April 1990,
dimana Kementrian BUMN c.q. Dirjen Lembaga Keuangan sebagai Pembina
atas pengawas, memiliki wewenang tunggal terhadap masalah yang
menyangkut kebijakan perizinan, pembinaan dan pengawasan operasional,
termasuk Pegadaian Syariah juga. (Simurangkir, 2000:21).
Keberadaan Pegadaian, baik itu Pegadaian Syariah maupun Pegadaian perspektif
konvensional, sebagai suatu lembaga atau perusahaan, tidak akan terlepas dari proses
pencatatan akuntansi. Merupakan suatu kewajiban bagi setiap lembaga atau perusahaan
untuk melakukan pencatatan atas aktivitas aktivitas akuntansi yang terjadi dalam
perusahaan sebagai bentuk akuntabilitas (accontability) manajemen terhadap pemilik
perusahaan (stockholders) dan pihak-pihak yang berkepentingan, yang kemudian
disajikan dalam bentuk laporan keuangan.
Pegadaian syariah sebagai suatu lembaga keuangan yang berbasis syariah
dituuntut untuk menggunakan perangkat akuntansi perusahaan yang berdasarkan syariah.
Dengan beroperasinya bisnis berbasis syariah tentu akan menuntut adanya praktik
akuntansi yang dapat menjawab persoalan persoalan ekonomi dan akuntansi yang sesuai
dengan syariah, dimana akuntansi mmerupakan salah satu sarana utama yang lazim
dipakai sebagai jembatan untuk menilai salah satu unsur yang sangat mendasari ekonomi
Islam, yakni keadilan (Adnan, 1995:47).
Dengan tercapainya tujuan wacana dan penerapan ilmu akuntansi syariah,
diharapkan akan mendatangkan manfaat besar bagi umat, salah satunya adalah
menunjukkan kepada orang-orang muslim dan orang-orang nonmuslim, bahwa islam itu
meliputi seluruh fenomena kehidupan, yang mengatur urusan-urusan kedunian dan
akhirat (Syahatan, 2001:12).
Pada penerapan sistem gadai syariah, Pegadaian tentu mempunyai sistem
perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan akuntansi konvensional pada
umumnya. Akuntansi dalam hal ini telah berubah sesuai dengan arah dan pengaruh
lingkungan organisasi, seperti restrkturisasi dan perbaikan organisasi; strategi, struktur
dan pendekatan dalam pembagian kerja, teknologi dan praktekdan konflik sosial dalam
organisasi. Sehingga kebutuhan dalam menetapkan metode perlakuan akuntansi, harus
disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan-ketentuan syariah yang telah diatur. Pada
pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan
jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hokum konvensional, keberadaan
barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian Konvensional biasa
tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusi Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan
barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang
digadaikan.Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti
yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional Yaitu memberlakuakan biaya
pemeliharaan dari barang yang digadaikan.Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari
jumlah pinjaman.Sedangkan pada Pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar
sejumlah dari yang dipinjamkan.
Gadai diperbolehkan dalam Islam karena agama Islam merupakan agama yang
lengkap dan sempurna karena di dalamnya terdapat kaidah-kaidah dasar dan aturan dalam
semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga hubungan antar makhluk.
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk
suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan
barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang
menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai.
Sedangkan gadai emas syariah adalah penggadaian atau penyerahan hak
penguasa secara fisik atas harta/barang berharga (berupa emas) dari nasabah kepada bank
untuk dikelola dengan prinsip Ar-rahn yaitu sebagai jaminan atas pinjaman/utang yang
diberikan kepada nasabah tersebut. Praktik gadai seperti ini telah ada sejak jaman
Rasulullah SAW dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya.Gadai mempunyai nilai
sosial yang sangat tinggi dan dilakukan sukarela atas dasar tolong menolong Gadai emas
dengan sistem syariah disahkan Majelis Ulama Indonesia. Hal iniberdasarkan surat yang
diterima DSN-MUI dari Bank Syariah Mandiri No. 3/303/DPM tanggal 23 Oktober 2001
tentang permohonan Fatwa Produk Gadai Emas. Kemudian hasil rapat pleno Dewan
Syariah Nasional pada hari Kamis, 14 Muharam 1423 H/28 Maret 2002 M memutuskan
fatwa DSN-MUI Nomor: 26/DSN- MUI/III/2002 tentang Rahn emas.
Menurut keputusan tersebut gadai emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn
yang sudah diatur (dalam fatwa DSN nomor:25/DSN- MUI/III/2002 tentang Rahn)
dimana bank mempunyai hak untuk menahan barang sampai semua hutang nasabah
dilunasi. Gadai emas pada Bank Syariah Mandiri adalah salah satu produk dimana
nasabah akan memperoleh pembiayaan dengan menjaminkan barang berupa emas,
selama masa penitipan berjalan dan tentunya dengan biaya pemeliharaan barang jaminan
yang lebih murah dibanding tempat gadai lain
Seiring dengan perkembangan tren investasi emas kini menunjukkan grafik
peningkatan. Masyarakat menggadaikan emas untuk memperoleh pembiayaan dari
lembaga keuangan seperti perbankan maupun Pegadaian. Salah satu keuntungan investasi
emas adalah banyaknya fasilitas pembiayaan yang tersedia dan dapat digunakan sewaktu-
waktu dengan cepat. Jika masyarakat membutuhkan uang dalam waktu segera, mereka
bisa menggadaikan emas yang dimiliki tanpa takut kehilangan investasi mereka. Banyak
manfaat yang diraih menggunakan sistem gadai bagi sebagian orang yang senang
memanfaatkan momentum tren sebuah bisnis. Misalnya, dalam menyambut liburan
keagamaan terutama Idul Fitri, masyarakat bisa menggunakan gadai emas sebagai modal
pembelian barang dagangannya. Sistem gadai lebih menguntungkan dari pada menjual
emas tersebut.
Ditengah maraknya bisnis gadai emas dan semakin ketatnya persaingan lembaga
keuangan menapakkan kakinya dibisnis ini, membuat persaingan merebut simpati
nasabah pun meningkat, tak terkecuali di surabaya. Salah satu tempat transaksi gadai
emas yang kerap menjadi acuan masyarakat adalah Pegadaian syariah. Perkembangan
bisnis gadai saat ini cukup bagus. Banyaknya lembaga-lembaga pembiayaan selain
pegadaian syariah, baik perbankan maupun non bank terjun kesistem ini. Banyak faktor
yang mempengaruhi kondisi ini, salah satunya yang dominan peningkatan taraf ekonomi
masyarakat, selain itu adanya iklim usaha yang kondusif. Meskipun industri perbankan
mulai meramaikan bisnis gadai, namun Pegadaian syariah tetap eksis dengan keunggulan
produknya yang cepat, mudah, aman, dan diasuransikan.
Saat ini pilihan masyarakat dalam memenuhi masalah keuangan, baik untuk usaha
maupun untuk investasi logam mulia. Saat ini mereka semakin cerdas dalam menentukan
pilihannya, merealisasikan jenis investasi yang tidak terpengaruh dampak ekonomi global
(saham, deposito, tanah , barang berharga lainnya atau emas). Kalangan yang kerap
memanfaatkan jasa pegadaian sebagian besar dari menengah sampai mikro, dan yang
bergerak disektor usaha dagang, industri kecil, dan industri pemenuhan kebutuhan pokok
(konsumsi).
“Pegadaian syariah akan meminjamkan dana kepada nasabah sesuai taksiran
pegadaian syariah atas barang berharganya, dalam hal ini emas. Kemudian nasabah wajib
membayar lunas pinjamannya pada saat jatuh tempo/dalam jangka waktu tertentu sesuai
keinginannya beserta pemeliharaan dan penyimpanan. Harga taksiran adalah jumlah
maksimal pinjaman yang diperoleh nasabah dari taksiran barang yang diagunkan sesuai
dengan standart yang ditentukan. Harga taksiran yang tinggi mampu mendorong
keputusan nasabah menggunakan jasa pegadaian. Nasabah akan merespon positif apabila
nilai yang dihasilkan dari produk dan jasa mampu memenuhi manfaat bagi
kebutuhannya”
Meminjam uang ke Perum Pegadaian syariah bukan saja karena prosedurnya yang
mudah dan cepat tetapi dengan demikian Pegadaian Syariah memiliki perbedaan
mendasar dengan pegadaian konvensional dalam pengenaan biaya.
”Pegadaian konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat
akumulatif dan berlipat ganda, lain halnya dengan biaya di Pegadaian Syariah yang tidak
berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan
penaksiran”
“Biaya perawatan dan sewa tempat di pegadaian dalam sistem gadai syariah biasa di sebut
dengan biaya ijarah, biaya ini biasanya di hitung per 10 hari”.4 Dalam hal Untuk biaya
administrasi dan ijarah tidak boleh di tentukan berdasarkan jumlah pinjaman tetapi
berdasarkan taksiran harga barang yang digadaikan. Sedangkan besarnya jumlah
pinjaman itu sendiri tergantung dari nilai jaminan yang diberikan, semakin besar nilai
barang maka semakin besar pula jumlah pinjaman yang diperoleh nasabah.
Keuntungan lain di pegadaian adalah pihak pegadaian tidak permasalahkan untuk
apa uang tersebut digunakan dan hal ini tentu bertolak belakang dengan pihak perbankan
yang harus dibuat serinci mungkin tentang penggunaan uangnya. Begitu pula dengan
sangsi yang diberikan relative ringan, apabila tidak dapat melunasi dalam waktu tertentu.
Sangsi yang paling berat adalah jaminan yang disimpan akan dilelang untuk menutupi
kekurangan pinjaman yang telah diberikan.
Pinjaman dengan menggadaikan marhun sebagai jaminan marhunbih dalam
bentuk rahn itu dibolehkan, dengan ketentuan bahwa murtahin, dalam hal ini pegadaian,
mempunyai hak menahan marhun sampai semua marhunbih dilunasi. Marhun dan
manfaatnya tetap menjadi milik Rahin, yang pada prinsipnya tidak boleh dimanfaatkan
murtahin, kecuali dengan seizin Rahin,tanpa mengurangi nilainya, serta sekedar sebagai
pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. Menurut Fatwa DSN Nomor: 25/DSN-
MUI/III/2002 tentang Rahn menyatakan bahwa :
“Biaya pemeliharaan dan perawatan marhun adalah kewajiban Rahin, yang tidak
boleh ditentukan berdasarkan jumlah marhun bih. Apabila marhun bih telah jatuh tempo,
maka murtahin memperingatkan Rahin untuk segera melunasi marhun bih, jika tidak
dapat melunasi marhun bih, maka marhun dijual paksa melalui lelang sesuai syariah dan
hasilnya digunakan untuk melunasi marhun bih, biaya pemeliharaan dan penyimpanan
marhun yang belum dibayar, serta biaya pelelangan. Kelebihan hasil pelelangan menjadi
milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin”
Pegadaian konvensional dan pegadaian syariah jumlah nilai taksirannya agak
sedikit berbeda dimana nilai taksiran di pegadaian konvensional hanya mengurangi
sedikit taksiran barang gadai tersebut. Namun biasanya pegadaian hanya melayani sampai
jumlah tertentu dan biasanya yang menggunakan jasa pegadaian adalah masyarakat
menengah ke bawah. Kepada nasabah yang memperoleh pinjaman akan dikenakan sewa
modal (bunga pinjaman) per bulan yang besarnya tergantung dari golongan nasabah.
Golongan nasabah ditentukan oleh pegadaian berdasarkan jumlah pinjaman. Sedangkan
besarnya sewa modal dapat berubah sesuai dengan bunga pasar
”Pegadaian memberikan jasa penaksiran atas nilai suatu barang. Barang yang
ditaksir meliputi semua barang yang bergerak, berapa nilai riil barang berharga miliknya,
misalnya emas, berlian, intan, perak dan barang bernilai lainnya. Dalam hal ini berguna
bagi masyarakat yang ingin menjual barang tersebut, ataupun hanya sekedar ingin
mengetahui jumlah kekayaannya. Atas jasa penaksiran yang diberikan perum pegadaian
memperoleh pendapatan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran”.
DAFTAR PUSTAKA

Pegadaian, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pegadaian_(perusahaan)
Pegadaian Indonesia ,https://metrojambi.com/read/2018/11/14/37292/perbedaan-
pegadaian-syariah-dan-pegadaian-konvensional
https://tirto.id/ketahui-syarat-dan-sistem-gadai-emas-di-pegadaian-fZ2T
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/8207/
https://www.google.co.id/search?q=skripsi+perbandingan+pegadaian+syariah+dengan+
konvensional&client=ucweb-b&channel=sb
https://www.google.co.id/search?q=skriosi+pegadaian+konvensional&client=ucweb-
b&channel=sb

Anda mungkin juga menyukai