Djaafar Nurseha*
* Poltekkes Manado Jurusan Keperawatan E-
mail: nur_dj@ymail.com
ABSTRAK
Pendahuluan: Infeksi nosokomial didefi nisikan sebagai infeksi yang berkembang selama tinggal
di rumah sakit. Semua pasien memiliki risiko 20% terkena infeksi nosokomial baik dari petugas
kesehatan maupun pengunjung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sikap perawat
dalam upaya untuk mencegah infeksi nosokomial di rumah sakit didasarkan pada teori health belief
model. Metode: Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan studi cross sectional.
Total responden adalah 80 orang yang cocok dengan kriteria. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi langsung, wawancara dan kuesioner. Variabel independen adalah health belief model
terdiri dari variabel kerentanan, keseriusan, manfaat dan penghalang. Variabel dependen adalah
tindakan perawat untuk mencegah infeksi nosokomial. Data dianalisis dengan menggunakan uji
korelasi product moment. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kerentanan,
keparahan infeksi dan manfaat berkorelasi dengan pencegahan infeksi nosokomial (nilai p = 0,000
<0,05). Sedangkan variabel penghalang tidak memiliki korelasi dengan pencegahan infeksi
nosokomial (nilai p = 0,201> 0,05). Diskusi: Variabel health belief model yang dapat digunakan
sebagai penentu pencegahan infeksi nosokomial adalah kerentanan, keseriusan dan manfaat.
Penelitian selanjutnya diharapkan akan dilakukan di beberapa rumah sakit untuk melihat faktor-
faktor lain seperti manajemen rumah sakit, sarana dan prasarana, dan kebijakan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
Kata kunci: Health belief model, infeksi nosokomial dan tindakan keperawatan.
ABSTRACT
Introduction. Nosocomial infections are defi ned as infection that develop during hospital stay of a
patient. All patients have 20% risk of getting nosocomial infection from both health care providers
and visitors. The objective of the research was to examine nurse attitude in effort to prevent
nosocomial infection at hospital based on health believe model. Method: This was a descriptive
analytic with a cross sectional study approach. The total respondents were 80 people matched to
the criteria. Data was collected by direct observations, interview and questionairs. Independent
variable was health belief model consist of susceptibility, seriousness, benefi ts and barrier
variables. Dependent variable was nurse’s practice to prevent nosocomial infection. Data then
analyzed using correlations product moment test. Result: The results showed that, susceptibility
variable, severity of infection variable and benefi t variable have correlation with nosocomial
infection prevention (p value=0,000<0,05). While barrier variable did not have correlation with
nosocomial infection prevention (p value=0,201>0,05). Discussion: Variables of health belief
model that can be used as determinants of nosocomial infection prevention were susceptibility,
seriousness and benefi ts. Future studies are expected to be done in some hospitals to look at other
factors such as hospital management, facilities and infrastructure, and policies that may affect the
implementation of prevention and control of nosocomial infections.
PENDAHULUAN
64
Pengembangan Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial (Djaafar Nurseha)
Rumah sakit sebagai salah satu sarana berkembang didapatkan angka kejadian
kesehatan yang memberikan pelayanan infeksi nosokomial berupa angka prevalensi
kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran sebesar 12,7% di Malaysia, dan di Taiwan
yang sangat penting dalam meningkatkan sebesar 13,8% serta Nigeria sebesar 17,5%
derajat kesehatan masyarakat, dengan (Djoyosugito, 2007).
melaksanakan upaya kesehatan yang berhasil Hasil Survey point prevalensi dari 11
guna dan berdaya guna terhadap pelayanan Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan
masyarakat, oleh karena itu rumah sakit oleh Perhimpunan Pengendalian Infeksi
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan Indonesia (PERDALIN) dan Rumah Sakit
yang bermutu sesuai dengan standar yang Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Soroso
telah ditentukan (Anonim, 2007). Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka
Mutu Pelayanan Rumah Sakit dapat infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka
diukur dengan salah satu indikator angka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih)
kejadian infeksi nosokomial (NNIS, 1991). 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran
timbul di rumah sakit, di mana pasien tersebut Napas lain 15,1%, serta infeksi lain 32,1%.
sebelumnya tidak menderita infeksi dan tidak Hasil penelitian menunjukkan 90 –
dalam masa inkubasi infeksi tersebut 95% infeksi nosokomial dipengaruhi oleh
(Karyadi, 2005). perilaku tenaga kesehatan. Dengan demikian
Infeksi nosokomial merupakan salah untuk mencapai keberhasilan program
satu penyebab utama dari meningkatnya pencegahan dan pengendalian infeksi,
angka morbiditas dan mortalitas, yang dapat dituntut pengetahuan dan sikap tenaga
menghambat proses penyembuhan sehingga kesehatan untuk segera melakukan
mengakibatkan masalah baru dalam bidang pencegahan dan pengendalian infeksi
kesehatan, antara lain meningkatnya hari nosokomial (Anonim, 2007).
rawat dan bertambahnya biaya perawatan Rumah Sakit Prof.Dr.R.D.Kandou
serta pengobatan pasien di rumah sakit merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah
(WHO, 2005). type B, dengan kapasitas tempat tidur
Masyarakat yang menerima pelayanan sebanyak 701 tempat tidur, dan berfungsi
kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung sebagai rumah sakit rujukan dan rumah sakit
di rumah sakit dihadapkan pada risiko pendidikan. Jumlah tenaga sebanyak 1839
terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial, orang, yang terdiri dari Dokter Spesialis 182
sekitar 20% disebabkan karena perawatan orang, Dokter Umum 23 Orang, Dokter
atau datang berkunjung ke rumah sakit. Residen 208 orang, Dokter Gigi 4 Orang,
Menurut tim Pencegahan dan Perawat dan Bidan 815 orang dan Non
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (PPIRS, Perawatan 637 Orang (Profi l BLU RSUP
2007), beberapa faktor yang sering Prof. Dr. R.D. Kandou Tahun,
menimbulkan terjadinya infeksi nosokomial 2011).
antara lain; peningkatan jumlah pasien yang Ruang Kekritisan (ICU, CVCU, NICU,
dirawat di rumah sakit, kontak langsung PICU, IMC Penyakit Dalam dan IMC Neuro),
antara petugas yang terkontaminasi kuman mempunyai jumlah tenaga keperawatan
dengan pasien, penggunaan peralatan sebanyak 80 orang, dengan volume kegiatan
kedokteran yang telah terkontaminasi kuman, sebagai berikut; rata-rata penggunaan tempat
dan kondisi pasien yang lemah akibat tidur atau Bed Occupancy Rate 81,914%;
penyakit yang sedang dialaminya. Hasil rata-rata lamanya dirawat atau Average
penelitian menunjukkan 32% infeksi Length of stay 5 hari; frekuensi pemakaian
nosokomial dapat dicegah (Anonim, 2007). tempat tidur atau Bed Turn Over 19 kali;
Angka kejadian infeksi nosokomial di interval pemakaian tempat tidur atau Turn
beberapa negara berkisar antara 3,3–9,2% , Over Internal 3 hari. Sampai saat ini angka
Angka infeksi nosokomial terus meningkat kejadian infeksi nosokomial belum ada, tetapi
mencapai 9% (variasi 3–21% ) atau lebih dari angka kematian lebih dari 48 jam setelah
1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit dirawat/1000 penderita keluar yaitu “Net
seluruh dunia (Al Varado,2007). Di negara Death Rate” (NDR), menunjukkan angka
65
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 64–71
180,6/1000 penderita keluar pada tahun 2011. NICU, PICU, IMC Penyakit Dalam dan IMC
Data ini termasuk di atas rata-rata angka Neuro), BLU RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou
nasional yaitu kurang dari 25/1000 penderita Manado. Populasi dalam penelitian ini yaitu
keluar, dapat dipakai sebagai indikator di seluruh perawat, berjumlah 80 orang yang
dalam penilaian mutu pelayanan suatu rumah bekerja di ruangan Keperawatan Kekritisan di
sakit. Peningkatan angka Net Death Rate BLU RSUP Prof. R.D. Kandou Manado, yang
(NDR) memberi gambaran meningkatnya memenuhi kriteria 80 orang, Adapun kriteria
angka kejadian infeksi nosokomial inklusi sebagai berikut: Perawat yang
(NNIS,1991). Angka kematian umum tiap melaksanakan kontak langsung/bersentuhan
1000 penderita keluar, atau Groos Death Rate dengan pasien, Pengalaman kerja 6 bulan,
menunjukkan angka 337/1000 penderita Pendidikan minimal SPK.
keluar, di mana hal ini menunjukkan diatas Variabel independen adalah health
rata-rata angka nasional yakni kurang dari belief model perawat yang terdiri atas
45/1000 penderita (Anonim, 1993). kerentanan, keseriusan, manfaat, hambatan.
Salah satu cara untuk mengatasi cara Variabel dependen adalah tindakan
tersebut yaitu dengan memahami perilaku pencegahan infeksi nosokomial yaitu upaya
yang berhubungan dengan pencegahan perawat untuk menghindari terjadinya infeksi
infeksi. Studi pendahuluan menunjukkan nosokomial meliputi kebersihan tangan,
bahwa rumah sakit telah menjalankan penggunaan sarung tangan, praktek aseptik
program pencegahan infeksi nosokomial, antiseptik penggunaan alat pengering tangan
dengan adanya kebijakan tertulis berupa dan dekontaminasi.
standar operasional prosedur di setiap Kuesioner untuk mengukur health
ruangan perawatan, dapat diasumsikan bahwa belief model perawat terdiri dari variabel
semua pihak yang terlibat dalam kegiatan kerentanan 6 butir soal, keseriusan 14 butir
rumah sakit mengetahui pencegahan infeksi soal, manfaat 10 butir soal, dan hambatan 10
nosokomial, tetapi sejauh mana para petugas butir soal. Setiap pertanyaan yang dijawab
kesehatan khususnya perawat mempraktikkan diberi bobot 4 untuk jawaban sangat setuju
tentang apa yang diketahuinya dan bagaimana (SS), bobot 3 untuk jawaban setuju (S), bobot
hal tersebut diaplikasikan dalam tindakan 2 untuk jawaban tidak setuju (TS) dan bobot
nyata, perlu dilakukan penelitian. 1 untuk jawaban sangat tidak setuju (STS).
Untuk mempermudah memahami Masing-masing variabel memiliki nilai
hubungan sikap dengan tindakan pencegahan tertinggi dan terendah, kemudian dengan
infeksi, maka penelitian ini akan metode cut off dibagi dalam 2 kategori yaitu
menggunakan pendekatan “Health Belief “mendukung” dan “kurang” dengan jarak
Model“ (HBM). setiap kelas diperoleh dari nilai tertinggi
Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah nilai terendah kemudian dibagi 2.
diatas dirumuskan masalah penelitian ialah Dikatakan “mendukung” jika skor ≥ jarak
sebagai berikut: bagaimana hubungan Health antar-kelas dan “kurang” jika skor < jarak
Belief Model Perawat dengan tindakan antar-kelas. Selanjutnya kategori
pencegahan infeksi nosokomial di Ruang “mendukung” diberi bobot 2, dan “kurang”
Kekritisan BLU RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou diberi bobot 1.
Manado. Kuesioner untuk mengukur tindakan
pencegahan infeksi nosokomial terdiri dari 16
butir soal. Setiap pertanyaan yang dijawab
BAHAN DAN
diberi bobot 3 untuk jawaban melakukan
METODE
dengan tepat dan sempurna, bobot 2 untuk
Desain penelitian dipergunakan ialah jawaban melakukan tidak tepat dan tidak
penelitian cross-sectional (potong lintang) sempurna, dan bobot 1 untuk jawaban tidak
yaitu penelitian yang dilaksanakan dan melakukan. Jadi diperoleh nilai tertinggi 48
mengikuti keadaan pada saat sekarang. dan terendah 16. Dengan menggunakan
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai metode cut off, tingkat tindakan dibagi dalam
bulan Juni 2012 sampai dengan September 2 kategori yaitu “mempraktikkan”, dan
2012, di Ruang Kekritisan (ICU, CVCU, “kurang” dengan jarak setiap kelas, yaitu
66
Pengembangan Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial (Djaafar Nurseha)
67
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 64–71
dapat mengurangi risiko seseorang terkena Melihat hasil korelasi antara variabel
penyakit. health belief model yang terdiri dari dari
Hasil penelitian ini menunjukkan variabel kerentanan, variabel keseriusan,
bahwa ada hubungan antara manfaat variabel manfaat dan variabel hambatan
melaksanakan tindakan dengan tindakan terhadap tindakan pencegahan infeksi
pencegahan infeksi nosokomial. Variabel nosokomial menunjukkan bahwa, yang
manfaat berkorelasi dengan variabel tindakan mempunyai hubungan korelasi yang cukup
(r=1,000) yang artinya, semakin baik kuat ditunjukkan oleh variabel keseriusan,
mendapatkan manfaat dalam penanganan variabel kerentanan dan variabel manfaat,
infeksi nosokomial, akan makin baik tindakan oleh sebab itu variabel tersebut dapat dipakai
para perawat. Hubungan korelasi antara sebagai faktor penentu variabel tindakan.
variabel manfaat dengan variabel tindakan Variabel hambatan menunjukkan korelasi
menunjukkan hubungan sangat kuat. tidak ada hubungan, artinya variabel tersebut
Salah satu faktor yang dapat tidak dapat dipakai sebagai faktor penentu
mempengaruhi tindakan seseorang untuk untuk tindakan pencegahan infeksi
mempertahankan pelayanan yang profesional nosokomial.
ialah meningkatkan manfaat tindakan dan Secara teoritis, health belief model
mengurangi kelemahan dalam melaksanakan seseorang akan sangat erat sekali
pelayanan keperawatan (Aditama, 2003). hubungannya dengan perilakunya dan dapat
Hambatan untuk bertindak didefi menjadi faktor penentu perilaku. Pada
nisikan sebagai antisipasi subjektif seseorang penelitian ini menunjukkan bahwa health
sehubungan dengan hambatan dalam belief tenaga keperawatan dihubungkan
melakukan tindakan tertentu. Mengantisipasi dengan model perawat yang berhubungan
kesulitan-kesulitan dalam pencegah infeksi dengan pasien, dalam aktivitas sehari-hari
nosokmial. memiliki keterikatan personal dan sosial,
Hasil penelitian ini menunjukkan sehingga health belief model tepat digunakan
bahwa tidak ada hubungan antara variabel sebagai faktor penentu tindakan pencegahan
hambatan dengan tindakan pencegahan infeksi nosokomial.
infeksi nosokomial. Variabel hambatan tidak
berkorelasi dengan variabel tindakan
SIMPULAN DAN
(r=0,95). Hal ini dapat memberikan gambaran
SARAN
akan semakin rendah pelayanan kepada
pasien, dan semakin tidak berkualitas Simpulan
manajemen pemberian asuhan keperawatan, Variabel health belief model yang
yang pada akhirnya memberikan dampak berhubungan dengan tindakan pencegahan
pada mutu pelayanan rumah sakit. infeksi nosokomial pada perawat adalah
Faktor sarana dan prasarana yang kerentanan, keseriusan dan manfaat. Variabel
berhubungan dengan pencegahan infeksi hambatan tidak menunjukkan korelasi yang
nosokomial yang tersedia belum memadai di signifikan dengan tindakan pencegahan
Ruangan Kekritisan BLU RSUP Prof. Dr. sehingga tidak dapat digunakan sebagai faktor
R.D. Kandou. Ketersediaan sarana dan penentu tindakan pencegahan infeksi
prasarana bagi perawat termasuk fasilitas nosokomial.
pelayanan kesehatan pada hakikatnya Saran
mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan (Notoatmojo, 2007). Hasil Institusi pelayanan hendaknya
penelitian Lindawaty (2007) tentang faktor membuat program uji kemampuan kerja
yang berhubungan dengan persepsi perawat perawat, mengaktifkan program surveilans
pelaksana tentang upaya pencegahan infeksi infeksi nosokomial setiap unit dengan
nosokomial di ruang rawat Inap Rumah Sakit menempatkan perawat yang khusus dididik
Pertamina Jakarta, menunjukkan bahwa untuk pengendalian infeksi nosokomial
variabel sarana merupakan variabel yang sebagai perawat purna waktu dan bukan
paling berhubungan dengan upaya perawat yang berada di samping tempat
pencegahan infeksi nosokomial. pasien (non bed side nurse), perlu adanya
69
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 64–71
70
Pengembangan Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial (Djaafar Nurseha)
71