Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik
mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi
tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. (Dewi Sartika, 2010)

B. Pemeriksaan Dada
Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari
dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot,
terutama otot pernapasan
4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien,
untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta
pasien memalingkan muka ke arah samping.
a. Inspeksi Dada (Pemeriksaan pandang)
Tujuan inspeksi dada :
1. Menentukan kecepatan dan irama pernapasan
2. Untuk mengkaji bentuk serta fungsi dada dan organ-organ di dalamnya.
3. Deformitas atau asimetris misalnya ditemukan Kifoskoliosis
4. Retraksi inspirasi abnormal dari interkostal misalnya retraksi pada obstruksi jalan
nafas
5. Gangguan atau kelambanan gerakan pernapasan atau unilateral misalnya penyakit
yang penyebab dasarnya di paru atau pleura, paralisis nervus frenikus
 CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN
1. Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
2. Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan
di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan
disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu
kanan.
3. Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh
4. Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang
iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan
epigastrium.
5. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, frossa supra/infraklavikula lokasi
iga pada kedua sisi
6. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung
bawah skapula setinggi v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya kolumna
vertebralis

b. Palpasi Dada (Pemeriksaan raba)


Tujuan palpasi dada :
1) Untuk mengetahui area nyeri tekan misalnya fraktur iga
2) Abdornalitas yang terlihat misalnya massa, saluran sinus
3) Ekspansi dada misal gangguan, kedua sisi pada PPOM dan penyakit parurestriktif
a) Palpasi Gerakan Diafragma
1. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa.
2. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan.
3. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-
jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien.
4. Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa
bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah.
5. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah
terangkat pada waktu inspirasi .

b) Palpasi Posisi Tulang Iga (kosta)


1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan
pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila
tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan
badan.
3. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan
4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang
tulang dada
5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm
dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium
sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat.
6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah
atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah
bawah/ inferior.

C. Pemeriksaan Abdomen
Abdomen (perut) merupakan suatu bagian tubuh yang menyerupai rongga tempat
beberapa organ tubuh yang penting, yaitu lambung, usus, hati, limpa, dan ginjal. Bentuk
abdomen yang normal adalah simetris, baik pada orang gemuk maupun orang kurus.
Abdomen menjadi besar dan tidak simetris pada beberapa keadaan, misalnya kehamilan,
tumor dalam rongga abdomen, tumor ovarium, atau tumor kandung kemih. Abdomen
dapat membesar setempat, misalnya pembengkakan hati, ginjal, limpa, atau kantung
empedu. Permukaan abdomen normal tampak halus, lembut dengan kontur datar,
melingkar, atau cekung. Apabila ada pembesaran, kulit abdomen menjadi tegang, licin,
dan tipis. Pada keadaan setelah distensi berat, kulit abdomen menjadi berkeriput, dan
pada keadaan ikterik, kulit abdomen akan tampak kuning. gerakan abdomen berkaitan
dengan aktivitas pernapasan, yaitu mengempis pada saat ekspirasidan gembung pada saat
inspirasi. Gerakan ini menjadi berlawanan bila terjadi kelumpuhan diagfragma. Selain
gerakan yang berkaitan dengan pernapasan tersebut, denyutan dapat terlihat pada dinding
abdomen, yaitu pada daerah epigastrium khususnya pada orang yang kurus. Aoabila ada
tumor aorta, denyutan aorta akan dihantarkan oleh tumor tersebut kedinding abdomen.

a. Regio Abdomen
Pemeriksaan abdomen secara anatomis dibagi menjadi 4 kuadran dan Sembilan
bagian. Pembagian abdomen kedalam kuadran-kuadran dilakukan dengan cara membuat
garis vertical bayangan/imajiner yang ditarik dari prosesus xifoideus ke simfis pubis dan
membuat garis horizontal bayangan yang melintang pada umbilicus. Dari dua garis
bayangan tersebut, akan timbul empat daerah abdomen, yaitu kuadran kanan atas,
kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas, kuadran kiri bawah.
Pembagian abdomen menjadi Sembilan daerah dilakukan dengan cara membuat
dua garis vertical bayangan yang lurus dari titik tengah ligamentum inguinal eke arah
superior dan dua garis horizontal bayangan, yaitu garis setinggi batas bawah tulang rusuk
dan satu garis yang lain setinggi Krista iliaka. terbagi menjadi 9 bagian atau biasa disebut
dengan region, diantaranya :
1. Regio Hypochondrica Dextra
Yakni regio yang dibatasi oleh kanan linea maxillaris dextra, bawah oleh
bidang trans pylorik, kiri oleh linea mamillare/linea medio clvicularis dextra.
2. Regio Epigrastica
Yakni region yang dibatasi oleh linea mamillar/linea medio clavicularis
dextra dan linea mamillaris sinistra, sebelah bawah oleh bidang trans pylorik.
3. Regio Hypochondrica Sinistra
Regio yang dibatasi sebelah kiri oleh linea maxilaris sinistra dan kanan oleh
linea mamillaris/linea medio clavicularis sinistra, bagian bawah oleh bidang trans
pylorik.
4. Regio Lateralis Dextra
Regio yang dibatasi oleh sebelah kanan linea maxillaris dextra, sebelah kiri
oleh linea medio clavicularis dextra, sebelah atas oleh bidang trans pylorik dan
pada bagian bawah oleh bidang transtuberkuler.
5. Regio Umbilikalis
Yakni region yang dibatasi oleh sebelah atas bidang trans pylorik, sebelah
kanan oleh linea medio clavicularis dextra dan bagian bawah dibatasi oleh bidang
tuberkularis, disebelah kiri dibatasi oleh linea medio clavicularis sinistra.
6. Regio Lateralis Sinistra
Regio yang dbatasi oleh sebelah kanan linea medio clavikularis dextra,
sebelah atas oleh bidang trans pylorik, sebelah kiri dibatasi oleh linea maxilaris
sinistra, bagian bawah dibatasi oleh bidang trans tuberkularis.
7. Regio Inguinalis Dextra
Yakni region yang dibatasi oleh kanan spina illiaca superior anterior dextra,
sebelah atas oleh bidang trans tuberkularis, sebelah kiri oleh linea medio
clavicularis dextra, sebelah bawah oleh tepi dari lipatan paha, jadi bentuk region
ini adalah berbentuk segitiga.
8. Regio Pubica
Yakni region yang dibatasi oleh bidang trans tuberkularis, sebelah bawah
sepanjang lipatan paha dan melintas pubis, sampai kekiri dibatasi oleh linea
medio clavicularis sinistra.
9. Regio Inguinalis Sinistra
Yakni region yang dibatasi oleh sebelah kanan oleh linea medio clavicularis
sinistra, sebelah atas oleh bidang trans tuberkularis sinistra, bagian kiri oleh spina
illiaca superior anterior sinistra.

b. Inspeksi Abdomen
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama
dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
1. Keadaan kulit:
a) warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman)
b) elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi)
c) kelembapan : kering (dehidrasi), lembab (asites)
d) adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan
parut (tentukan lokasinya), Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba
yang dapat terjadi setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau
bekas asites, dan terdapat juga pada sindrom Cushing.
(gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena
kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
2. Besar dan bentuk abdomen
a. Simetris
Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang.
Adanya tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk perut
tidak simetris. Pergerakan dinding perut akibat peristaltik dalam keadaan normal atau
fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik
dan dilatasi sebagai akibat adanya obstruksi maupun hiperperistaltik dan dilatasi
sebagai akibat obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi
maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
b. Bentuk dan ukuran
Dalam keadaan normal bervariasi tergantung dari habitus, jaringan lemak
subkutan atau intraabdomen dan akibat kondisi otot dinding perut. Pada atlet dengan
berat badan ideal akan terlihat rata, kencang, simetris, terlihat kontur otot rektus
abdominalis dengan sangat jelas. Pada keadaan starvasi bentuk dinding perut cekung
dan tipis, disebut bentuk skopoid. Dalam situasi ini bisa terlihat gerakan peristaltik
usus. Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien
yang gemuk, sedangkan situasi patologis yang menyebabkan perut membuncit adalah
ileus paralitik, meteorismus, asistes, kistoma ovarii, dan graviditas. Tonjolan yang
bersifat setempat dapat diartikan sebagai kelainan organ yang dibawahnya, misalnya
tonjolan yang simetris pada regio suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada
hipertrofi prostat pada laki-laki tua atau kehamilan muda pada wanita. Sedangkan
pembesaran uterus juga mengakibatkan penonjolan pada daerah tersebut.
c. Simetrisitas;
perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali, splenomegali, kista
ovarii, hidronefrosis).
d. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
e. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.
f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
h. Pelebaran Vena
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus
disebut kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran vena akibat
obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari daerah inguinal ke
umbilikus, sedangkan akibat obstruksi vena kava superior aliran vena ke distal. Pada
keadaan normal, aliran vena dinding perut diatas umbilikus ke kranial sedang di
bawah umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya mudah sekali menetukan arah
aliran vena dinding perut di atas umbilikus ke kranial.

c. Palpasi Abdomen
 Langkah-langkah yang mempermudah palpasi abdomen:
1) Pasien sudah harus mengosongkan kandung kemihnya
2) Buat pasien merasa rileks dalam posisi telentang, letakkan bantal pada
bawah kepala pasien
3) Minta pasien untuk meletakkan tanganya di sisi tubuh atau
menyilangkanya di depan dada.
4) Sebelum memulai palpasi minta pasien menunjuk daerah yang dirasa
nyeri, pemeriksa akan memeriksa daerah tersebut paling akhir.
5) Hangatkan tangan dan stetoskop sebelum digunakan untuk pemeriksaan.
6) Lakukan pendekatan secara perlahan dan hindari gerakan yang terlalu
cepat dan tidak terduga. Amati wajah pasien dengan seksama untuk
menemukan setiap tanda yang menunjukkan rasa nyeri atau
ketidaknyamanan.
7) Pasien juga diminta mefleksi kedua tungkai pada sendi paha dan sendi
lutut. Raba dengan telapak tangan dan tekan dengan memfleksikan telapak
tangan pada sendi metakarpofalangea. Lengan pemeriksa harus
sehorizontal mungkin.

Dalam keadaan normal, semua organ dalam rongga perut tak dapat diraba,
kecuali pada orang kurus yang berdinding perut lembek, dapat diraba : sedikit
ujung hepar di bawah Proc. Xiphoideus , kutub bawah ginjal kanan, aorta
abdominalais, vertebra lumbalis IV dan V, uterus dalam keadaan gravid >3 bulan,
vesica urinaria yang penuh.
 Yang diperiksa pada palpasi abdomen ialah :
1) Palpasi superficial secara menyeluruh: Pemeriksa meraba abdomen secara
lembut, terutama membantu kita untuk mengidentifikasikan, resistensi otot,
dan beberpa organ serta massa yang letaknya superfisial.
2) Rigiditas dinding perut/ defense muscular dinding perut yang normal teraba
supel. Rigiditas dinding perut dirasakan seperti meraba papan. Defense
muscular dipastikan dengan cara meletakan kedua telapak tangan pada M.
rectus abdominalais kiri dan kanan, kemudian tangan yang satu menekan. Bila
tangan yang satunya lagi merasakn dinding perut menjadi seperti papan,
defense muscular positif. Rigiditas dinding perut terdapat pada tetanus.
Defense muscular didapatkan pada peritonitis (disertai dengan hyperesthesia
kulit dinding perut).
a. nyeri tekan/ raba atau nyeri lepas: peradangan peritoneum menyebabkan nyeri
tekan dan nyeri lepas. Peradangan intraabdominal menyebabkan nyeri tekan.
Pada kolik abdomen, penekanan pada dinding perut justru meringankan rasa
sakit.

a) Palpasi hepar
1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien
pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
4) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis
klavikular di bawah batas bawah hati. Palpasi dilakukan dengan cara meraba
sejajar dengan garis midclavikularis kanan dari SIAS ke arcus costa kanan
untuk hepar lobus kanan manakala untuk lobus kiri dimulai palpasi sejajar
garis imaginer dari prosesus xiphoideus ke umbilicus dan dipalpasi menuju
arcus costa
5) Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
6) Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen
mengempis.
Palpasi dilakukan untuk menentukan apakah teraba atau tidak hepar. Jika
didapatkan ada pembesarean maka ditentukan konsistensi, tepi, permukaan dan
rasa nyeri pada masing-masing hepar kanan dan kiri.

b) Palpasi vesica fellea


1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis
klavikular di bawah batas bawah hati.
4) Kemudian tekan lembut ke dalam
5) Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen
mengempis.
6) Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
7) Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas
dalam selama palpasi palpasi dilakukan dari umbilicus pada bagian rectus
abdominis kanan ke sudut arcus costae. Ditentukan apakah terdapat
pembesaran dan apakah Murphy sign positif atau negative.

c) Palpasi lien
Setelah titik Schuffner ditentukan, palpasi lien untuk menentukan apakah terdapat
pembesaran dari lien dengan menentukan setinggi titik Schuffner keberapa dan
kemudian ditentukan konsistensi, tepi tajam atau tumpul, permukaan rata atau
berbenjol-benjol, dan nyeri atau tidak.
 Palpasi lien metode hacket
1) H.0 : Limpa tidak teraba pada inspirasi max
2) H.1 : Limpa teraba pada inspirasi max
3) H.2 : Limpa teraba namun proyeksinya tidak melebihi garis horizontal yang
ditarik melalui pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis mamillaris
kiri
4) H.3 : Limpa teraba di bawah garis horizontal melalui umbilicus
5) H.4 : Limpa teraba di bawah garis horizontal pertengahan antara umbilicus
dan symphisis pubis
6) H.5 : Limpa teraba di bawah garis H.4

d) Palpasi Ginjal
Palpasi dilakukan dengan cara ballottement dan diperiksa apakah terdapat
kelainan pada ginjal dan teraba pembesaran.
d. Pemeriksaan ascites dengan teknik undulasi
Teknik ini dilakukan untuk membuktikan adanya gelombang cairan atau getaran
cairan (fluid wave/ fluid thrill). Tangan pemeriksa diletakkan pada salah satu sisi
dinding perut, tangan satunya lagi mengetuk-ngetuk sisi dinding perut lainnya kearah
medial. Sementara untuk mencegah getaran dinding perut pasien yang dapat
menggangu pemeriksaan, dilakukan penekanan pada garis tengah dengan sisi telapak
tangan pasien sendiri atau asisten pemeriksa. Bila rongga abdomen berisi cairan
(ascites) maka ketukan pada salah satu sisi tadi akan menyebabkan timbulnya
gelombang cairan yang seolah ‘memukul’ tangan pemeriksa yang diletakkan pada sisi
perut lainnya. Ascites yang dapat diperiksa dengan cara ini harus cukup banyak/besar.
Jika cairan ascites hanya sedikit dapat diperiksa dengan cara lain (perkusi).

e. Perkusi Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga
seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak
terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat sebelum
menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari tengah
yang melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan ujung
jari tengah tangan kanan.
Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi suara
timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada
saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada sisi
abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup.
Periksalah daerah suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang
teregang atau uterus yang membesar.
Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda akan
mendengar suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri
karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup
pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.

a) Perkusi batas hati


1) Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien
2) lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser
perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak,
tandai batas bawah hati tersebut.
3) Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
4) Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati
bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas
dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada
waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 sentimeter

b) Perkusi lambung
1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium
kiri.
4) Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani Periksa :
a. Adanya gas dalam usus
b. Ascites jika cairan ascites sedikit
c. Besarnya viscera (hati,lien,vesica urinaria,uterus) dan tumor intra abdominal

Gas dalam usus

Adanya gas yang berlebihan di dalam saluran pencernaan menyebabkan bunyi


perkusi tympani yang meningkat (nyaring) tetapi daerah pekak hati tetap ada. Bila terjadi
perforasi usus sehingga udara memasuki rongga abdomen, maka selain tympani yang
nyaring, juga daerah pekak hati menjadi tidak pekak lagi.
c) Auskultasi Abdomen
Cara pemeriksaan:
1) Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan
bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
2) Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di daerah
kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak
berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar
sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
3) Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising
usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
4) Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5) Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran
dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka,
femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan
peristaltik usus atau denyutan aorta.
6) Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ada bising usus
pada kartu status.Jenis bunyi abnormal :
a. bunyi usus :
Bertambah :seperti pada diare atau obstruksi dini intestinal
Berkurang : seperti pada kasus ileus paralitik dan peritonitis, untuk
memutuskan apakah bunyi usus tidak terdengar lagi perhatikan pada
daerah sekiar umbilicus selama 2 menit atau lebih lama lagi.

b. Bruits

Ada 2 jenis bruits hepatic dan arterial , hepatic terjadi pada kasus
karsinoma hati atau hepatitis alkoholik, arteria bruits terdengar pada masa
sistolik maupun diastolic,menunjukkan oklusi pada aorta atau pembuluh darah
yang besar.
b. friction rubs

Bunyi ini jarang di dengar , adanya bunyi ini memnunjukkan adanya


inflamasi pada permukaan peritoneal suatu organ intraabdominal.

c. Venous Hum

Bunyi ini jarang terdengar, bunyi ini merupakan bunyi desingan yang
pelan pada masa sistolik maupun diastolik. Adanya venous hum menunjukkan
peningkatan sirkulasi kolateral antara system vena portal dan vena sistemik.

Anda mungkin juga menyukai