Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Defek ini adalah kelainan jantung bawaan yang paling sering ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda. Ditemukan berkisar 50% pada anak-anak dengan kelainan
jantung bawaan dan 20% lesi yang terisolasi (VSD murni tanpa disertai kelainan jantung
bawaan yang lain). Angka insidennya meningkat secara dramatis berkisar 1,56-53,2 per
1000 kelahiran hidup, semenjak semakin berkembangnya tekhnik diagnostic imaging dan
skrinning pada bayi.
Ukuran dari defek ini bervariasi, mulai dari sebesar pin sampai dengan tidak
adanya septum ventricularis dextra dan sinistra menjadi satu. Defek ini paling banyak
ditemukan pada pars membranacea, bagian yang berdekatan dengan nodus
atrioventricularis pada anak dewasa muda di amerika serikat (Spicer et al., 2014).
Penanganan VSD selama 50 tahun ini berkembang sangat pesat baik dari segi
diagnostic maupun tekhnik operasinya. Pengetahuan yang baik tentang anatomi dari
septum interventrikularis dan embriologi bagaimana septum ini terbentuk sangat
diperlukan. Maka tulisan ini akan mengkaji VSD dari aspek anatomi dari septum
interventriculare dan embriologinya.
Pada Negara barat, sebesar 70-80% dari kasus VSD merupakan VSD
perimembran dan regurgitasi aorta merupakan komplikasi yang jarang , hanya seekitar 2-
5% dari semua kasus (Graham dan Kavanaugh-McHugh,2001). Komplikasi ini biasanya
terjadi pada VSD tipe DCSA, terutama yang diameternya lebih dari 5 mm. Graham dan
Kavanaugh-McHugh. (2001) melaporkan bahwa di negara timur terjadi sebesar 21-30%,
sementara di Negara barat kejadiannya berkisar antara 5-8%.
Diantara berbagai kelainan bawaan yang ada. Penyakit jantung bawaan
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di Indonesia pada tahun 2007, dengan
populasi lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan
terdapat sekitar 30.000 penderita. Angka kejadian VSD sering banyak di jumpai yaitu
33% dari seluruh kelainan jantung bawaan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Definisi dari VSD ?
2. Apakah Etiologi dari VSD ?
3. Bagaimana Anatomi Fisiologis dari VSD ?
4. Apakah Klasifikasi dari VSD ?
5. Bagaimana Pathofisiologi dari VSD ?
6. Apa saja Manifestasi Klinis dari VSD ?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari VSD ?
8. Bagaimana Penatalaksaan dari VSD ?
9. Bagaimana prognosis dari VSD ?
10. Apa saja komplikasi dari VSD ?
11. Bagaimana WOC atau Pathway dari VSD ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Agar pembaca mengetahui Definisi dari VSD.
2. Agar pembaca mengetahui Etiologi dari VSD.
3. Agar pembaca mengetahui Bagaimana Anatomi Fisiologis dari VSD.
4. Agar pembaca mengetahui Klasifikasi dari VSD.
5. Agar pembaca mengetahui Bagaimana Pathofisiologi dari VSD.
6. Agar pembaca mengetahui Manifestasi Klinis dari VSD.
7. Agar pembaca mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari VSD.
8. Agar pembaca mengetahui Bagaimana Penatalaksaan dari VSD.
9. Agar pembaca mengetahui bagaimana prognosis dari VSD.
10. Agar pembaca mengetahui apa saja komplikasi pada VSD.
11. Agar pembaca mengetahui Bagaimana WOC atau Pathway dari VSD.

2
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien VSD.
2. Bagi Istitusi
a. Menambah wawasan bagi para tenaga medis tentang keperawatan anak pada
asuhan keperawatan dengan VSD.
b. Menambah masukan dan sumber baca di perpustakaan khususnya tentang
asuhan keperawatan anak dengan VSD.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Ventricular Septal Defect (VSD) atau defek septum ventrikel adalah defek yang
terjadi pada septum ventricularis, dinding yang memisahkan ventriculus dextra dengan
sinistra. Defek ini muncul secara kongenital akibat septum interventriculare tidak
menutup dengan sempurna selama perkembangan embrio. Defek ini menyebabkan aliran
darah dari ventriculus sinistra akan masuk ke dalam ventriculus dextra. Darah yang kaya
akan oksigen akan dipompa ke paru-paru yang menyebabkan jantung bekerja lebih berat.
(sadler, 2012).

4
2.2 ETIOLOGI

VSD lebih sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan suatu
kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan
gejala dan sering kali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada
kasus yang lebih berat bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa
ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.

a) Faktor Prenatal yang berhubungan dengan VSD :


a. Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil.
b. Gizi ibu hamil yang buruk.
c. Ibu yang alkoholik.
d. Usia ibu di atas 40 tahun.
e. Ibu menderita diabetes.
b) Faktor Genetik :
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan (PJB).
b. Ayah/ibu menderita penyakit jantung bawaan (PJB).
c. Kelainan kromoson seperti sindrom down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain.
2.3 ANATOMI SEPTUM VENTRICULARE
Septum ventriculare dibagi menjadi dua komponen yaitu : pars membranaceam
dan pars muscularis. Pars membranacea berukuran kecil dan terletak pada basis jantung
diantara komponen outlet dan inlet dari pars muscularis dan dibawah cuspis posterior dari
valvula aorta. Cuspis septalis dari valvula tricuspidalis membagi pars membrancea
menjadi dua komponen yaitu : pars atrioventricularis dan pars interventricularis. Defek
yang melibatkan pars membranacea sampai mengenai 1-3 komponen dari pars muscularis
disebut perimembranosa, paramembranosa, atau infacristalitas (moore et al., 2015; soto et
al, 1980).
Pars muscularis dibagi menjadi komponen inlet, trabekular, dan infudibular.
Komponen inlet merupakan bagian inferioposterior dari pars membranacea. Mulai
setinggi valvula antrioventricularis sampai dengan perlekatan chorda di bagian apical.
Jika ada VSD di komponen inlet, maka defek tersebut tidak memiliki muscular rim

5
diantara defek dan annulus dari valvula atrioventriculare. Defek yang terjadi pada
komponen inlet disebut inlet VSD.
Komponen trabekular merupakan bagian terbesar dari septum interventriculare.
Terbentang mulai pars membranacea sampai apex dan superior dari komponen
infundibulum. Defek yang terjadi di komponen trabekular disebut muscular VSD dan
defek ini memiliki muscular rim. Lokasi dari defek di komponen trabekular dibagi
menjadi anterior, midmuskular, apical, dan posterior. Defek anterior jika lokasinya
anterior dari septal band, midmuskular jika lokasinya di posterior dari septal band, apical
lokasinya inferior dari moderatorband,dan defek posterior lokasi dibawah cuspis septal
dari valvula tricuspidalis.
Komponen infundibular memisahkan outflow dari ventriculus dexter dan sinister.
Pada sisi kanan dibatasi oleh garis yang dibentuk dari pars membrancea menuju ke
musculus papillary inferiornya dn valvula semilunaris superiornya. Sisi kanan dari
komponen infundibular, outlet, supracristal, conal, conoventricular, subpulmonary (spicer
et al., 2014).
2.4 KLASIFIKASI DEFEK SEPTUM VENTRICULARE
Meskipun klasifikasi dari VSD ditemukan sangat banyak, yang dipakai adalah
klasifikasi dari Jacobs et al., 2000. Klasifikasi berdasarkan lokasi VSD di septum
interventriculare pada permukaan ventriculus dextra.
1. Tipe 1: disebut juga subarterial, supracristal, conal septal defect dan
infundibular. Tipe ini banyak ditemukan pada orang asing berkisar 5-7%
berkaitan dengan valvula aorta.
2. Tipe 2: disebut juga perimembranosus, paramembranosus, conoventricularis,
defek septal membranosus, dan sub aortic, paling sering ditemukan berkisar
70%.
3. Tipe 3: disebut juga tipe inlet dan tipe AV canal. Ditemukan berkisar 5%,
umumnya berkaitan dengan kejadian defek septum antrioventricularis.
4. Tipe 4: dikenal juga dengan nama tipe muscular. Lokasi defek terletak di pars
muscularis. Ditemukan berkisar 20% dan dibagi lagi berdasarkan lokasinya
menjadi anterior, apical, posterior dan mid.

6
5. Tipe gerbode: dikenal dengan nama adanya shunting dari ventriculus dextra
menuju ke atrium dextra karena tidak adanya septum atrioventricularis.
2.5 PATOFISIOLOGI
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat adanya defek di septum ventricularis
adalah tergantung ukuran defek dan tahanan vascular paru. Aliran darah ke paru-paru
akan meningkat setelah kelahiran sebagai respon menurunnya tahanan vascular paru
akibat mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen. Jika defeknya
berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan meningkat dibandingkan aliran darah
sistemik diikuti regresi sel otot polos arteri intrapulmonalis. Perubahan ini berhubugan
dengan munculnya gejala setelah kelahiran bayi aterm berumur 4-6 minggu atau awal dua
minggu pertama pada kelahiran bayi premature (Spicer et al.,2014).
Darah di ventriculus dextra di dorong ke arteria pulmonalis, resistensi relative
antara dua sirkulasi bersifat dinamis dan berubah dengan waktu (Minette and Shan,2006):
1. Periode Neonatus :
a. Tahanan vascular paru tinggi.
b. Tahanan ventriculus sinistra sama dengan ventriculus dextra.
c. Minimal atau tidak shunt.
2. Bayi (3-4 minggu) :
a. Tahanan vascular paru menurun.
b. Tahanan ventriculus sinistra lebih besar dibandingkan tahan ventriculus
dextra.
c. Adanya shunt dari kiri ke kanan.

Jika defek berukuran kecil, akan terjadi perubuhan hemodinamik yang terbatas,
yang juga membatasi terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Defek yang besar akan
menyebabkan terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Tekanan pada arteri pumonalis akan
meningkat yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal. Meningkatnya tekanan
dan volume darah pada arteri pulmonalis akan menyebabkan kerusakan pada sel endotel
dan perubahan permanen pada tahanan vascular paru. Jika tahanan vascular paru melebihi
tahan vascular sistemik maka terjadi perubahan aliran darah dari ventriculus sinistra
menuju dextra melalui defek tersebut (left to right shunt)(Spicer et al., 2014).

7
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi gejala klinis VSD tergantung pada ukuran defek dan hubungan antara
tahanan vascular paru dan sistemik. Gejala klinis biasanya muncul saat bayi berumur 4-8
minggu, sering dengan menurunnya tahanan vascular paru akibat adanya remodeling
arteriol paru.
1. VSD kecil
Biasanya pasien tidak ada keluhan. Bayi biasanya dibawa ke cardiologist
Karena ditemukan adanya murmur selama pemeriksaan rutin. Keluhan berupa
gangguan makan dan pertumbuhan tidak ditemukan.
2. VSD sedang
Bayi terlihat berkeringat akibat rangsangan saraf simpatis, terlihat saat diberi
makanan. Terlihat lelah selama makan oleh karena aktifitas makan
memerlukan cardiac output yang tinggi. Adanya tachypnea saat istirahat
ataupun saat makan. Gangguan pertumbuhan bisa juga dijumpai karena
meningkatnya kebutuhan kalori dan kurangnya kemampuan bayi untuk makan
secara adekuat. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan juga bisa
ditemukan.
3. VSD besar
Ditemukan gejala yang sama dengan VSD sedang, tetapi lebih berat.
Pertumbuhan terhambat dan seringnya mengalami infeksi saluran nafas.
4. Sindrom Eisenmenger
Saat beraktifitas pasien mengeluh sesak nafas, sianosis, nyeri dada, sinkop,
dan hemoptysis.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan
menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur (bunyi jantung abnormal) yang nyaring.
Pemeriksaan yang bias dilakukan :
1. Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru
meningkat bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan arteri
pulmonal.
2. EKG : LVH, LAH.

8
3. Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri,
dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi
defek septum ventrikel, dengan defek Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan
besarnya aliran yang melewati defek tersebut.
4. Kateterisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat
mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru, angigrafi
ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD.
5. Angiografi jantung : dengan menggunakan echocardiography dua dimensi dapat
ditentukan posisi dan besarnya VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars
muscular, defek sangat sulit untuk diceritakan sehingga membutuhkan visualisasi
dengan pemeriksaan Doppler berwarna. Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri
dari jaringan katup tricuspid) dapat menutupi defek dan menurunkan jumlah aliran
pirau kiri ke kanan. Echo juga bermanfaat untuk memperkirakan ukuran pirau dengan
menilai derajat overload cairan di atrium dan ventrikel kiri, besarnya peningkatan
yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan doopler
juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan dan menuntukan apakah pasien
beresiko menderita vaskuler paru.
6. Efek dari VSD terhadap verkulasi (secara umum) dapat dilihat katerisasi jantung,
namun prosedur pemeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan. Katerisasi biasanya
dilakukan jika pemeriksaan komprehensif lainnya masih belum dapat menentukan
ukuran pirau atau jika data laboratorium tidak sesuai temuan di klinik. Selain itu,
katerisasi juga dapat digunakan untuk mencari apakah ada kelainan jantung yang
terkait. Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan
kadar oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil
maka keterisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen
di ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasikan dengan
tekanan ventrikel kanan dan resistensi vascular yang normal. Sedangkan defek yang
besar dan nonrestriktif biasanya diasosiasikan dengan keseimbangan yang dibentuk
oleh tekanan sistolik pulmonal dan sistemik.

9
2.8 PENATALAKSANAAN
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak menimbulkan
gangguan hemodinamik disertai gejala apapun, maka tidak perlu diberikan terapi khusus.
Saat defek tersebut sudah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi, kesulitan
pada waktu makan, berkeringat, takipnea maka pemberian diuretic menjadi pilihan
pertama dengan terus mengawasi terjadinya hypokalemia. Atau untuk mencegah
terjadinya hypokalemia bias diberikan diuretic hemat kalium (Spicer et al., 2014).
Pemberian ACE inhibitor berguna untuk menurunkan afterload jantung yang
berguna menurunkan afterload jantung yang berguna menurunkan left to right shunt
(Momma, 2006). Digoxin juga dapat diberikan pada defek yang besar Karena memiliki
efek inotropic (kimbal et al., 1991). Obat seperti milrinon secara intravenus memiliki
khasiat inotropic dan menurunkan afterload jantung. Jika terapi medikamentosa tidak
memberikan banyak perubahan dapat dipertimbangkan terapi dengan tekhnik
pembedahan (Spicer et al., 2014).
2.9 PROGNOSIS

Sejumlah defek kecil yang berarti ( 30-50% ) akan menutup secara spontan,
paling sering selama umur tahun pertama. Defek ini akan sering menderita aneurisma
sekat ventrikel yang membatasi besarnya shunt. Salah satu resiko jangka lama penderita
ini adalah resiko endocarditis infektif. Endocarditis terjadi kurang daripada 2% anak pada
VSD. Untuk defek sedang atau besar kurang sering menutup secara spontan, bahkan
defek cukup besar untuk mengakibatkan gagal jantung. Yang lebih sering adalah bayi
dengan defek besar menderita kejadian infeksi pernafasan berulang dan gagal jantung
kongesif walaupun management medic optimal. Penderita ini beresiko terjadi penyakit
vaskuler pulmonal dengan bertambahnya waktu jika defek tidak diperbaiki.

2.10 KOMPLIKASI
1. Gagal jantung kronis.
2. Endocarditis infektif.
3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonal.
4. Penyakit vaskuler pulmonal progresif.
5. Kerusakan system konduksi ventrikel

10
2.11 WOC

Faktor Eksogen Faktor Endogen

Ventrikel Septal Defek

Pirau ventrikel kiri ke ventrikel kanan

Volume ke paru-paru meningkat

Volume sekuncup turun Tekanan ventrikel meningkat Hipertropi otot ventrikel kanan

Workload
COP menurun Hipertensi pulmonal Aliran darah ke paru meningkat workload

Kebutuhan O2 dan zat nutrisi Takipneu, sesak nafas pada Fibrotik katup arteri pulmonal
untuk metabolisme tubuh saat aktivitas / bermain
Pembesaran antrium
tidak seimbang
Aliran darah balik ke ventrikel kanan
Berat badan sukar naik kiri
Darah, CO2 dan O2 bercampur
Gejala
Gangguan Tumbang CHF
Intoleransi Aktivitas
Mengalir ke seluruh tubuh Penurunan
curah jantung
Sesak nafas pada saat makan
dan minum

Nutrisi Kurang Terpenuhi

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
KELUHAN UTAMA
1. Data Subyektif
Dyspnea, batuk, ortopnea, berat badan bertambah, edema kaki, pusing, bingung, cepat
lelah, nyeri angina atau abdominal, cemas, pengetahuan tentang penyakitnya,
mekanisme koping yang dipakai.
2. Data Obyektif
Gawat napas (dyspnea, banyak memakai otot-otot pernapasan), distensi vena
jugularis, ada bunyi napas adventisius, bunyi jantung dengan irama gallop, edema,
ekstrimitas teraba dingin, perubahan nadi, berat badan bertambah, tingkat kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Saat Ini (PQRST)
1. Provoking Incident :
Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat, sesuai
dengan derajat gangguan pada jantung.
2. Quality of Pain :
Seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktifitas yang dirasakan atau
digambarkan klien. Biasanya setiap beraktifitas klien merasakan sesak napas
(dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan).
3. Region, Radiation, Relief :
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau mempengaruhi keseluruhan system
otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4. Severity (Scale Of Pain) :
Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Biasanya
kemampuan klien dalam beraktifitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi
yang dialami organ.

12
5. Time :
Sifat mula timbulnya nyeri (onset), keluhan kelemahan beraktifitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktifitas biasanya
setiap saat, baik saat istirahat maupun saat berktifitas.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan apakah klien sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
iskemia, miokardium, infark miokardium, diabetes mellitus, dan hyperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang
lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi deuritik,
nitart, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi
dimasa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Seringkali klien menafsirkan
suatu alergi sebagai efek samping obat.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya.
6. Pola kesehatan fungsional GORDON
1. Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan
Tanyakan tentang persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap arti kesehatan,
persepsi terhadap pelaksanaan kesehatan.
2. Pola aktivitas dan latihan
Tanyakan kemampuan tentang menata diri. Tingkat kemampuan skala (0) berarti
mandiri; (1) menggunakan alat bantu; (2) dibantu orang lain; (3) perlu dibantu orang dan
peralatan; (4) ketergantungan/tidak mampu. Yang dimaksud aktifitas sehari-hari antara
lain makan, mandi, berpakaian, penggunaan toilet, mobilitas ditempat tidur, berpindah,
berjalan, berbelanja, masak dan lain-lain.
3. Pola istirahat tidur
Tanyakan tentang kebiasaan tidur dan istirahat, jumlah dan jam tidur siang atau mlam,
gangguan selama tidur (terbangun dini, insomnia, mimpi buruk), dan sebagainya.
4. Pola nutrisi dan metabolic
Tanyakan apakah pasien menjalani diet khusus atau menggunakan suplmen tertentu,
instruksi diet sebelumnya, nafsu makan, jumlah makanan, minuman, atau cairan yang
masuk, ada atau tidaknya mual-mual, muntah, stomatitis, fluktuasi berat badan selama
enam bulan terakhir (naik/turun), adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau

13
tidak, riwayat masalah atau penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kekeringan, dan lai-
lainnya.
5. Pola eliminasi
Tanyakan tentang kebiasaan defekasi berapa kali/hari, ada tidaknya konstipasi, diare,
inkontinensia, apakah mengalami ostomi, kebiasaan buang air besar, ada tidaknya
dysuria, nokturia, urgensi, hematuria, retensi, inkontinensia, apakah menggunakan keteter
tetap atau kateter eksternal, inkontinensia singkat, dan lain-lain.
6. Pola kognitif dan perseptual
Tanyakan tentang kondisi mental : sadar, sukar bercerita, berorientasi, kacau mental,
menyerang, tidak ada respons, cara bicara normal atau tidak jelas, bicara berputar-putar
atau afasia, kemampuan berkomunikasi, apakah terdapat gangguan persepsi pendengaran,
penglihatan, sensorik (nyeri), penciuman, dan lain-lain.
7. Pola konsep diri
Tanyakan tentang persepsi diri pasien dari masalah-masalah yang ada, seperti perasaan
cemas, takut, atau penilaian terhadap diri, mulai dari peran, ideal, konsep, gambaran, dan
identitas diri.
8. Pola toleransi stress-koping
Tanyakan tentang mekanisme koping yang digunakan pada saat terjadinya masalah atau
kebiasaan menggunakan mekanisme koping serta tingkat toleransi stress yang pernah
atau dimiliki.
9. Pola reproduksi-seksualitas
Tanyakan tentang masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.
10. Pola hubungan peran
Tanyakan pekerjaan, status pekerjaan, ketidakmampuan bekerja, hubungan dengan pasien
atau keluarga, dan peran yang dilakukan.
11. Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan tentang pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya
rohaniawan, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK
1. HAD TO TOE
1. Keadaan Umum : Kesadaran
2. Kepala : periksa keadaan rambut mulai dari tekstur rambut, kebersihan
kulit kepala, wajah Nampak pucat atau tidak, periksa adanya konjungtiva
anemis, sclera ikterik, kenormalan penglihatan, penggunaan alat bantu
14
pandang, lapang pandang, periksa penggunaan pernafasan cuping hidung,
periksa adanya secret.
3. Thorax : Kaji Retraksi Intercostae, bentuk dan pergerakan dada, kaji
adanya pembesaran jantung, dengarkan bunyi jantung, dengarkan bunyi
nafas.
4. Abdomen : Kaji Retraksi epigastrium, adanya nyeri tekan, dengarkan bunyi
bising usus, ascites atau tidak.
5. Ekstremitas : Akral teraba hangat atau dingin, CRT, kaji gerakan dan
bentuk normal tubuh, periksa kebersihan kuku, adanya edema pada
ekstrimitas atau tidak.
6. Reflex pada Bayi : kaji reflex moro, sucking, grasping, rooting.
2. PER SISTEM ( B1-B6 )
1. B1 (BREATHING)
Kongesti vascular pulmonal : dyspnea, ortopnea, dispena noktural paroksimal,
batuk, dan edema pulmonal akut.
2. B2 (BLOOD)
1. Inspeksi : adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, edema
ekstrimitas.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan
3. Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
4. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
1) Penurunan curah jantung
2) Bunyi jantung dan crackles
3) Distrimia
4) Distensi vena jugularis
5) Kulit dingin
6) Perubahan denyut nadi
3. B3 (BRAIN)

15
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer
apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien meliputi
wajah meringis,menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
4. B4 (BLADDER)
Pengukuran output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
Adanya edema ekstrimitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
5. B5 (BOWEL)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan
dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga
abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asiles. Pengumpulan cairan dalam
rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafrgma sehingga klien
dapat mengalami distress pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran
vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
6. B6 (BONE)
Edema dan mudah lelah.
A. VSD kecil
1. Palpasi
. Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba.
. Getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
2. Auskultasi
. bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi.
. jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.
B. VSD besar
1. Inspeksi
Pertumbuhan badan jelas terhambat, pucat, dan banyak keringat bercucuran.
Ujung-ujung jadi hiperemik.
Gejala yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela
intercostae.

16
2. Palpasi
Impuls jantung hiperdinmik kuat. Teraba getaran bising pada dinding dada.
3. Auskultasi
Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering diikuti “click”
sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada pangkal arteria
pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OPERASI :
1. Penurunan curah jantung berhubugan dengan perubahan irama jantung.
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.

POST OPERASI :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik ( prosedur operasi ).


2. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


1. PRE OPERASI

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
1 Penurunan curah Setelah dilakukan Observasi
jantung berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi tanda dan
dengan perubahan irama selama 1x3 jam di gejala primer penurunan
jantung dapatkan kondisi curah jantung (meliputi
pasien dengan kriteria dyspnea, kelelahan,
hasil : edema, ortopnea,
1. Dyspnea menurun. paroxysmal nocturnal,
2. Batuk menurun. peningkatan CVP).
3. Ortopnea menurun. 2. Identifikasi tanda dan
4. Edema menurun. gejala sekunder
penurunan curah jantung

17
(meliputi peningkatan
berat badan,
hepatomegaly, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat).
3. Monitor intake dan
output cairan.
4. Monitor BB setiap hari
pada waktu yang sama.
5. Monitor saturasi
oksigen.
6. Monitor keluhan nyeri
dada.
7. Monitor EKG 12
sadapan.
8. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi).
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi
fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman.
2. Berikan diet jantung
yang sesuai.
3. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi hidup sehat.
4. Berikan dukungan
emosional dan spiritual.

18
5. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%.
Edukasi
1. Anjurkan beraktifitas
secara bertahap.
2. Anjurkan beraktifitas
sesuai toleransi.
3. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu.
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung.
2 Gangguan tumbuh Setelah dilakukan Observasi
kembang berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi pencapaian
dengan efek selama 1x3 jam di tugas perkembangan
ketidakmampuan fisik. dapatkan kondisi anak.
pasien dengan kriteria 2. Identifikasi isyarat
hasil : perilaku dan fisiologis
1. Keterampilan atau yang ditunjukkan bayi.
perilaku sesuai usia Terapeutik
meningkat. 1. Berikan sentuhan yang
2. Respon sosial bersifat gentle dan tidak
meningkat. ragu-ragu.
3. Regresi menurun 2. Minimalkan nyeri.
4. Pola tidur membaik 3. Minimalkan kebisingan
ruangan.

19
4. Pertahankan lingkungan
yang mendukung
perkembangan optimal.
5. Motivasi anak
berinteraksi dengan anak
lain.
6. Sediakan akktivitas yang
memotivasi anak
berinteraksi dengan anak
lainnya.
7. Dukung anak
mengekspresikan diri
melalui penghargaan
positif atau umpan balik
atau usaha.
8. Pertahankan
kenyamanan anak.
Edukasi
1. Jelaskan orangtua
dan/atau pengasuh
tentang millestone
perkembangan anak dan
perilaku anak.
2. Anjurkan orangtua
menyentuh dan
menggendong bayinya.
3. Anjurkan orangtua
berinteraksi dengan
anaknya.
4. Ajarkan anak
keterampilan

20
berinteraksi.
5. Ajarkan anak tekhnik
asertif.
Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling,
jika perlu.

3 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Observasi


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan
kelemahan selama 2x24 jam di fungsi tubuh yang
dapatkan kondisi mengakibatkan
pasien dengan kriteria kelelahan.
hasil : 2. Monitor kelelahan fisik
1. Saturasi oksigen dan emosional.
meningkat. 3. Monitor pola dan jam
2. Keluhan lelah tidur.
menurun. 4. Monitor lokasi dan
3. Perasaan lemah ketidaknyamanan selama
menurun. melakukan aktifitas.
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus.
2. Lakukan latihan rentang
gerak pasif atau aktif.
3. Berikan aktifitas
distraksi yang
menenangkan.
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring.
2. Anjurkan melakukan

21
aktifitas secara
bertahap.
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkuran.
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi lelah.
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.

3. POST OPERASI

N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


O Hasil
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
Agen pencedera fisik selama 1x3 jam di karakteristik, durasi,
(prosedur operasi). dapatkan kondisi frekuensi, kualitas,
pasien dengan kriteria intensitas nyeri.
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri.
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respons
menurun. nyeri non verbal
2. Meringis menurun. Terapeutik
3. Gelisah menurun. 1. Kontrol lingkungan
4. Kesulitan tidur yang memperberat rasa
menurun. nyeri.
5. Anoreksia menurun. 2. Fasilitas istirahat tidur.
6. Pola napas 3. Pertimbangkan jenis

22
membaik. dan sumber nyeri dalam
7. Nafsu makan pemilihan strategi
membaik. meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan
efek prosedur invasif. selama 1x3 jam di gejala infeksi local dan
dapatkan kondisi sistemik.
pasien dengan kriteria Terapeutik
hasil : 1. Batasi jumlah
1. Demam menurun. pengunjung.
2. Nyeri menurun. 2. Berikan perawatan
3. Nafsu makan kulit pada area edema.
meningkat. 3. Cuci tangan sebelum
4. Kebersihan badan dan sesudah kontak
meningkat. dengan pasien dan
lingkungan pasien.
4. Pertahankan tekhnik
aseptic.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan

23
gejala infeksi.
2. Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar.
3. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka infeksi.
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan.
kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

3.4 DICSCHARGE PLANNING


Beri penjelasan kepada orang tua tentang hal-hal berikut :

24
1. Beri penjelasan verbal kepada orangtua disertai informasi tertulis yang terperinci
tentang aspek-aspek penatalaksanaan medis di bawah ini untuk memantapkan
ketaatannya :
a. Proses penyakit : tanda, gejala, komplikasi, dan program pengobatan.
b. Pemberian obat : respon terapeutik terhadap pengobatan, reaksi terhadap
pengobatan yang tidak diinginkan.
c. Prosedur penanganan : langkah-langkah prosedur dan jadwalnya.
d. Pembatasan aktivitas : tingkat aktivitas, jadwal dan jenis pembatasan,
pembatasan/akomodasi aktivitas.
e. Kebutuhan alat : perawatan dan pemeliharaan, nomor teleponkantor yang menjual
alat, jaminan asuransi.
f. Nama dan nomor telepon kontak untuk tindak lanjut yang tepat ( misalnya dokter,
klinik, organisasi kesehatan, spesialis perawat klinis, praktisi keperawatan,
manajer kasus ).
2. Minta orangtua untuk mengidentifikasi gejala yang menandakan penurunan kondisi
dan yang perlu dilaporkan kepada dokter.
3. Berikan informasi kepada anak dan keluarga tentang system pendukung komunitas
untuk adaptasi jangka panjang ( anggota tim rehabilitasi, seperti ahli terapi wicara dan
bahasa, ahli terapi okupasi dan fisik ).
a. Rujukan Sekolah
1. Program reintegrasi sekolah : rujuk ke stf sekolah yang tepat seperti perawat
sekolah, guru, atau spesialis.
2. Rujuk ke rencana 504 : akomodasi pendidikan yang dibuat oleh sekolah untuk
berespons terhadap anak dengan kebutuhan khusus yang merupakan pelajar
sekolah umum untuk mendapatkan dukungan pendidikan tambahan
(penempatan meja di depan ruang kelas, akses ke kamar mandi yang tidak
terhambat sesuai kebutuhan, sesuai protocol pengobatan di tempat).

b. Kelompok orangtua untuk mendapatkan dukungan, informasi, dan pembelaan


yang berkelanjutan.

25
c. Kelompok anak untuk dukungan yang berkelanjutan.
d. Kelompok saudara kandung untuk dukungan yang berkelanjutan.
e. Sumber keuangan dan informasi tentang pihak ketiga.
f. Program dan spesialis komunitas untuk terapi dan/atau pelayanan yang
berkelanjutan.
g. Organisasi komunitas untuk dukungan dan informasi yang berkelanjutan .
4. Ajarkan kepada orangtua tentang masalah-masalah yang mungkin dihadapinya.
a. Perlunya mempertahankan harapan umum untuk perilaku dan perilaku yang tidak
dikehendaki.
b. Melanjutkan cara-cara disipliner, misalnya penggunaan disiplin “time out”
(perhatikan bahwa orangtua mungkin perlu diberi latihan tambahan untuk ini).
c. Strategi untuk membantu anak hidup normal dan mengatasi keluhan.
d. Penerapan praktik membesarkan anak yang tidak menyebut perilaku anak sebagai
menyimpang, yang dapat menyenangkan diri sendiri.
e. Penggunaan strategi yang membantu interaksi dengan kelompok sebaya.
5. Fasilitasi ketaatan terhadap penatalaksanaan jangka panjang selama kunjungan tindak
lanjut dengan menambha informasi yang berkaitan dengan prosedur dan sumber
komunitas untuk mencegah komplikasi : ajukan pertanyaan menyangkut
kemungkinan ketaatan tersebut.
a. Alat transportasi.
b. Sumber-sumber perawatan anak.
c. Keuangan.
d. Tingkat motivasi.
e. Pemahaman tentang perlunya tindak lanjut jangka panjang.
6. Pantau adaptasi dan fungsi lingkungan.
a. Pastikan bahwa semua intervensi yang dilakukan berdasarkan budaya, keyakinan,
pendidikan, dan latar belakang sosial ekonomi keluarga.
b. Libatkan saudara kandung sebanyak mungkin karena mereka peduli dn merasakan
perubahan yang terjadi pada anak yang sakit dan fungsi keluarga.
c. Pertimbangkan kemungkinan bahwa saudara kandung merasa bersalah dan
menyalahkan diri.

26
d. Anjurkan orang tua untuk mengungkapkan perasaannya tentang ketidakpastian
dan keprihatinannya tentang perawatan anak di rumah, juga tentang
panatalaksanaan jangka panjang dan prognosis.
e. Rujuk orangtua kelompok pendukung dan/atau konseling karena hubungan
dengan orangtua mungkin sedang tegang sebagai akibat tekanan berat dan
harapan terhadap perawatan anak yang sakit.

BAB V

27
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pengetahuan embriologi tentang perkembangan dari tubero endocardiaca selama
embrio sangat penting dalam hal mengetahui kemungkinan defek yang terjadi pada
septum interventriculare. Pengetahuan tentang anatomi septum ini juga diperlukan dalam
memahami klasifikasi VSD secara klinis dan juga penanganannya yang ditentukan dari
ukuran defek, dan gangguan hemodinamis yang terjadi antara vascular paru dan sistemik.
4.2 SARAN

Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan defek septum


ventrikel (VSD) diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.

Informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien defek septum ventrikel,
selain itu pengobatan terbaik defek septum ventrikel adalah pencegahan atau pengobatan
dini terhadap penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Barnard P.M and Kennedy. 2010. Postinfarction Vetricular Septal Defect. Circulation.
32: 76-83.
2. Jacobs, J.P, Burke, R.P, Quintessenza, J.A, and Mavroudis, C. 2008. Congenital Heart
Surgery Nomenclature and Database Project : ventricular septal defect. Ann Thorac Surg.
69 (3);25-35.
3. Minette M.S and Shan D.J. 2006. Ventricular Septal Defects. Circulation. 114: 2190-
2197.
4. Momma, K. 2006. Ace Inhibitors in Pediatric Patient with Heart Failure. Paediar Drugs, 8
(1): 55-69.
5. Moore, K.L,. Agur, A.M.R,. And Dalley, A.F, 2015. Essential Clinical Anatomy.
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
6. Sadler, T.W. 2012. Langman’s Medical Embryology. Philadelphia. Lippincott Williams
& Wilkins.
7. Spicer, D.E, Hsu, H.H. Co-Vu, J, Anderson, R.H, and Fricker, F.D. 2014 Ventricular
Septal Defect. Journal of Rare Disease.
8. http://rudichum.blogspot.com/2013/11/makalah-discharge-planning.html. Diakses pada
tanggal 05 April 2014 pukul 10.08 WIB.
9. Masjoer. Arief,dkk. Kapita selekta kedokteran. Media Aescupius. Jilid 2. Fakultas
kedokteran UI.
10. Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran UI.
11. Betz L. Cecily & Sowden A. Linda. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Ed 5.EGC.
12. Tim pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Ed 1.
13. Tim pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Ed 1. Cetakan II.
14. Tim pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Ed 1. Cetakan II.

29

Anda mungkin juga menyukai