Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


PARKINSON”

Disusun Oleh :

YUSUF ZULFIKAR PERMANA

2010306034

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


PARKINSON”

MAKALAH NEUROMUSCULAR

Disusun oleh :
YUSUF ZULFIKAR PERMANA
2010306034

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui


Program Studi Profesi Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Menyetujui

Clinical Educator

Ftr. Setyawan, AIFO

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kasus…………………………………………………………….. 1
B. Eiologi…………………………………………………………………….. 1
C. Patofisio Kasus……………………………………………………………… 2
D. Tanda dan Gejala Kasus…………………………………………………... 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Underlying Proccess Kasus ………………………………..…………….. 4
B. Diagnosis Fisioterapi …………………………………………………….. 5
C. Rencana Fisioterapi ………………………………………………...…... 5
D. Intervensi Fisioterapi …………………………………………………….. 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ………...………………………………………………...…… 9
D. Saran ……………………………………………………............................ 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Parkinson
Parkinson adalah suatu penyakit neurodegeneratif sindrom karena gangguan
pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamin dari
substansia nigra ke globus palidus. Dopamin berfungsi menyampaikan
rangsangan ke seluruh tubuh yang mempengaruhi berbagai aktivitas manusia,
mulai dari kemampuan mengingat hingga menggerakan anggota tubuh AGA dan
AGB.
Parkinson adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural (PERDOSSI,
2015).
B. Etiologi
Penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh banyak faktor baik secara internal
(genetik) maupun eksternal (lingkungan). Saat ini berkembang beberapa teori
penyebab kerusakan substansia nigra antara lain : 1) paparan neurotoksin dari
lingkungan, 2) genetik, 3) gangguan fungsi mitokondria, 4) stress oksidatif, dan
5) gangguan -synuclein protein (Bahrudin, 2017).
C. Patofisiologi
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif
akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Respon motorik
yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang sifatnya progesif dari
neurotransmiter dopamin. Kerusakan progresif lebih dari 60% pada neuron
dopaminergiksubstansia nigra merupakan faktor dasar munculnya penyakit
Parkinson. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar dopamin maka
nukleus subtalamikus akan over-stimulasi terhadap globus palidus internus
(GPi). Kemudian GPi akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap
thalamus. Kedua hal tersebut diatas menyebabkan under-stimulation korteks
motorik. Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra
menjadi penyebab dari penyakit Parkinson (Koutuoudis, 2010)

1
Tanda dan Gejala Kasus
Tanda dan gejala pada Parkinson yaitu terjadi tremor, gerak tubuh
melambat, kaku otot dan gangguan keseimbangan
Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan stadium
klinis berdasarkan Hoehn and Yahr(1967) yaitu :a.Stadium I : Terdapat gejala
unilateral ringan yang mengganggu tetapi belum menimbulkan kecacatan,
biasanya terdapat tremor pada satu ekstremitas, gejala dapat dikenali orang
terdekat. b.Stadium II :Terdapat gejala bilateral, kecacatan minimal, sikap atau
cara berjalan terganggu.c.Stadium III : Gerakan tubuh melambat,
keseimbangan mulai terganggu saat berjalan atau berdiri, disfungsi umum
sedang.d.Stadium IV : Terdapat gejala berat, masih dapat berjalan pada jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.e.Stadium V : Stadium kakhetik
(cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walau
dibantu (Silitonga, 2007).

2
BAB II
PROSES FISIOTERAPI

A. UNDERLYING PROCESS

3
DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Impairment (body structure& body function)
 Adanya nyeri di daerah leher dari bahu menjalar sampai ke
lengan
 Adanya adanya nyeri gerakan lateral fleksi kanan-kiri dan side
rotasi kanan-kiri baik gerak aktif, pasif maupun gerak aktif
melawan tahanan
 Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi leher pada gerakan
fleksi, ekstesi, lateral fleksi kanan-kiri dan side rotasi kanan-
kiri baik gerak pasif maupun aktif
 Adanya spasme dan nyeri tekan pada otot otot
sternocleidomastoideus dan otot trapezius
2. Functional Limitation
 Kesulitan untuk menoleh kanan kiri, mengangkat benda, dan menyisir
rambut

3. Participation Restriction
 Rasa percaya diri menurun saat bekerja ataupun saat
berkomunikasi dengan orang lain

B. RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek
- Mengurangi spasme otot zigomaticum mayor dan minor wajah dextra
- Meningkatkan kekuatan otot wajah sinistra
- Meningkatkan tonus otot wajah sinistra
2. Tujuan Jangka Panjang
- Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien
seperti mengunyah makanan di mulut kiri dll,

D. INTERVENSI FISIOTERAPI

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)


Tujuan: meningkatkan kerja jaringan otot
a) Efek fisiologis :
1) Meningkatkan proses metabolism pembuluh darah
2) Pengaruh pada saraf sensoris
3) Pengaruh pada jaringan otot
4) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
b) Efek terapeutik:

4
1) Mengurangi nyeri akibat sisa hasil metabolism yang menumpuk di
jaringan
2) Relaksasi otot
3) Meningkatkan suplai darah
4) Menghilangkan sisa hasil metabolism

Pelaksanaan penyinaran:
a) Persiapan alat :
1) Cek alat dan kabel
2) Pemanasan 5 menit
3) Bersihkan alat dengan desinfektan
b) Posisi pasien:
1) Tidur di bed secara cozy and comfort, bebas dari pakaian, tes sensibilitas
untuk info rasa hangat
2) Baca basmalah “bismillahirrahmanirrahim” sebelum palaksanaan
penyinaran dan hamdalah “alhamdulillahirrahmanirrahim” setelah
palaksanaan penyinaran

Dosimetri yang dipakai pada kasus ini:


1) Jarak IRR dengan kulit pasien 45-60 cm
2) Sinari otot wajah sinistra di area N.VII (facialis)
3) Waktu terapi 15 menit

1. Stimulasi elektrik
Tujuan : meningkatkan tonus otot
Stimulasi elektrik yang digunakan pada kasus ini yaitu menggunakan arus
faradik.
Efek fisiologis dari arus faradik yaitu:
1) sensoris, rasa tusuk halus, efek vasodilatasi dangkal,
2) motorik, lebih mudah menimbulkan kontraksi karena durasi pendek,
3) efek kimia, karena bentuk arus tidak simetris sehingga memungkinkan
timbulnya efek kimia.

Efek terapeutik yang diharapkan dari penggunaan arus faradik untuk kasus ini
yaitu:

5
1) fasilitasi kontraksi otot melalui stimulasi serabut saraf motoris,
2) mendidik kembali kerja otot melalui kontraksi yang berulang-ulang,
3) melatih otot-otot yang mengalami kelemahan,
4) efek-efek sekunder lain, metabolisme jaringan, serta kontrol gerak atau
memperbaiki perasaan gerak melalui propioseptor sebagai akibat gerakan
yang berulang-ulang. Metode pelaksanaan terapi arus faradik dapat
dilakukan melalui metode stimulasi motor point. Keuntungan menggunakan
metode motor point ini bahwa masing-masing otot berkontraksi sendiri-
sendiri dan kontraksinya maksimal.
a. Persiapan alat
Terapis melakukan pengecekan terhadap alat serta kelengkapanya.
Dipastikan bahwa alat dalam keadaan baik, kemudian pad yang akan
digunakan dibasahi dengan air.
b. Persiapan pasien
Pasien diposisikan tidur telentang dengan memakai bantal di atas
kepalanya (posisi pasien senyaman mungkin). Kemudian terapis memberikan
penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan serta apa yang akan
dirasakan oleh pasien.
c. Pelaksanaan terapi
Terapi dilakukan pada :
(1) posisi pasien : tidur telentang, wajah sisi kanan dekat dengan terapis,
(2) jenis arus : faradik,
(3) metode : motor point, satu elektode diletakkan di cervikal, elektrode
lainya di titik-titik motor point di wajah
(4) frekuensi : 5 Hz,
(5) intensitas : rata-rata 1 mA atau sampai timbul kontraksi otot,
(6) pulse: 200 ƛs
(7) waktu : 2 menit tiap motor point
2. Massage

Tujuan : memperbaiki sirkulasi darah dan memelihara tonus otot serta


mengurangi spasme otot
a. Persiapan alat

6
Dalam pelaksanaan massage alat yang dibutuhkan hanya tisu dan
pelicin berupa baby oil.
b. Persiapan pasien
Posisi pasien terlentang dengan kepala disangga bantal. Sebelum
diterapi wajah dibersihkan dengan tisu. Pasien diberi keterangan tentang
teknik-teknik terapi yang akan diaplikasikan serta manfaat dari
pemberian massage.

c. Pelaksanaan terapi
Massage pertama-tama dilakukan dengan memberikan pelicin pada
wajah, Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan ringan
dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan, diberikan dari
dagu ke atas ke pelipis dari tengah dahi turun kebawah menuju ke telinga.
Efek dari effleurage adalah membantu pertukaran zat-zat dengan
mempercepat peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal,
menghambat proses peradangan.
Teknik stroking dimana arahnya sesuai dengan arah serabut otot
yaitu sisi wajah yang sehat (kanan) ditarik kearah telinga dari sisi wajah
yang lesi (kiri), dengan tekanan ringan. Efek strocking adalah untuk
penenangan.
Setelah itu terapis memberikan  finger kneading pada wajah sisi
yang sakit.  Finger kneading,adalah pijatan dengan jari-jari dengan cara
memberi tekanan dan gerakan melingkar. Efek finger kneading adalah
memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot.. Massage
diberikan selama 10 menit dengan dosis pengulangan 3x pada setiap teknik
gerakan massagenya. Setelah selesai wajah pasien dibersihkan dengan tisu.
3. Terapi latihan dengan PNF / aktif resisted exercise
Tujuan : meningkatkan kekuatan otot
a) Persiapan pasien
Pasien di posisikan duduk tidur terlentang, sedangkan fisioterapis
berdiri di samping pasien. Pasien diberikan keterangan mengenai manfaat
dari terapi ini.
b) Pelaksanaan terapi

7
Pertama-tama terapis memberikan contoh gerakan-gerakan yang
harus dilakukan oleh pasien kemudian pasien diminta untuk menirukan
gerakan-gerakan tersebut, terapis memperhatikan dan mengkoreksi apabila
ada gerakan yang keliru, seperti gerakan tersenyum, mencucu,
mengkembang-kempiskan hidung, mengangkat alis, dan mengerutkan dahi
dengan diberi tahanan oleh tangan fisioterapis. terapi dilakukan selama 10
menit. Efek aktif resisted exercise adalah meningkatkan kekuatan otot,
meningkatkan daya tahan otot (endurance), meningkatkan power.

8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bell’s palsy adalah lesi pada nervus VII (nervus fasialis) perifer, yang
mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut dimana
penyebabnya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik). Pasien merasakan nyeri
di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak ada
gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis, berkurangnya
produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan wawasan & pemahaman mengenai bell’s
palsy untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan kepada
lingkungan penulis.
2. Bagi pasien
disarankan agar pasien dapat bekerja sama dengan baik dengan
fisioterapis selama pemberian terapi berlangsung, pasien diharapkan
mengulangi kembali latihan di rumah seperti yang sudah diajarkan oleh
fisioterapis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Baugh, RF. et al., (2013). Clinical Practice Guideline:Bell’s Palsy, Otolaryngology-


Head and NeckSurg. J., Vol.149,pp.S1–S27

De Almeida, JR. et al., (2014). Management Of BellPalsy: Clinical Practice


Guideline. CMAJ :Canadian Med. Ass. J, Vol. 186(12), pp. 917–922.

Gilden, DH., (2004). Bell ’ s Palsy, New England J ofMed., vol.351(13), pp.1323–
31.

Huang, B. et al., (2012). Psychological factors areclosely associated with the Bell's
palsy: a case-control study. J Huazhong University of Sci.Tech. Med. Sci. Vol
32(2), pp.272-9

Lowis, Handoko. 2012. Bell’s palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan
Primer. Universitas Pelita Harapan, Tangerang.

Marsk E,Hammarstedt L,Berg et al. Early Deterioration in Bell’s Palsy : Prognosis


and Effect of Prednisolone. Otology & Neurotology. 2010; 31:1503-07.

Murthy, JMK., Saxena, AB. (2011), Bell's Palsy:Treatment Guidelines. Annals of


Ind. Acad. OfNeurology,Vol.14(1), pp.70-72.

Netter, FH. (2014). Atlas of Human Anatomy SixthEdition. Philadelphia: Saunders.

Sabirin, J. (1990). Bell’s Palsy. Dalam : Hadinotodkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.


Semarang :Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro:171-81

Snell, RS. (2012). Clinical Anatomy By Regions 9thEdition. Philadelphia, Lippincott


Williams &Wilkins.

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bell’s Palsy di Rsup Dr. Sardjito


Yogyakarta Oleh :Ratih Dwi PuspaningtyasTahun : 2015

10

Anda mungkin juga menyukai