Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN KONSELING


DOSEN PEMBIMBING

Ratna wulandari, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh :
RAHYULI 105281104820

ELINA HARDIYANTI MUKHTAR 105281101420

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
BIMIBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah S.W.T.yang Maha Pengasih lagi MahaPanyayang,serta
mari sama-sama kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua,sehingga kami berdua dapat menyelesaikan
makalah khusus tentang “Sejarah Perkembangan Konseling”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada Allah S.W.T.yang telah memberi kemudahan untuk menyelesaikan
makalah dengan tepat waktu.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Sejarah Perkebangan Konseling
disekolah untuk ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasit erhadap pembaca.

Makassar, 11 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
A. Definisi Konseling...................................................................................................................6
B. Sejarah Konseling....................................................................................................................6
C. Sejarah Konseling di Indonesia.............................................................................................11
D. Konseling di berbagai institusi dan sasaran..........................................................................12
BAB III..........................................................................................................................................17
A. Kesimpulan............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling merupakan salah satu teknik bimbingan. Melalui metode ini upaya pemberian bantuan
diberikan secara individu dan langsung tatap muka (berkomunikasi) antara pembimbing
(konselor) dengan klien. Dengan perkataan lain pemberian bantuan yang dilakukan melalui
hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan
dengan wawancara antara pembimbing (konselor) dengan klien.

Masalah-masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling, adalah masalah-masalah yang


bersifat pribadi (Tohirin,2007:296). Dalam definisi yang lebih luas, Rogers mengartikan
konseling sebagai hubungan membantu di mana salah satu pihak (konselor) bertujuan
meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat menghadapi
persoalan / konflik yang dihadapi dengan lebih baik

Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat dipengaruhi oleh faktor filosofis, psikologis,
sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, demokratisasi dalam pendidikan, serta perluasan
program pendidikan. Latar belakang filosofis berkaitan dengan pandangan tentang hakikat
manusia. Salah satu aliran filsafat yang berpengaruh besar terhadap timbulnya semangat
memberikan bimbingan adalah filsafat Humanisme. Aliran filsafat ini berpandangan bahwa
manusia memiliki potensi untuk dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Aliran ini mempunyai
keyakinan bahwa masyarakat miskin dapat dikembangkan melalui bimbingan pekerjaan
sehingga pengangguran dapat dihapuskan. Mereka berpandangan bahwa sekolah adalah tempat
yang baik untuk memberikan bimbingan pekerjaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Dalam menjalani kehidupan, seseorang senantiasa memiliki permasalahan kehidupan, baik


pribadi maupun social. Berbagai permasalahan yang di hadapi manusia, baik pada usia anak-
anak, remaja, maupun dewasa sangatlah kompleks. Permasalahan tersebut tidak cukup dibiarkan
begitu saja, melainkan membutuhkan pemecahan yang solutif dan bijak.
Bimbingan dan konseling ada untuk menolong pelajar memahami berbagai pengalaman diri,
peluang yang ada serta pilihan yang terbuka untuk mereka dengan menolong mereka mengenal,
membuat interpretasi dan bertindak terhadap kekuatan sendiri, dan bersumber dari diri mereka
dan bertujuan untuk mempercepat perkembangan diri pelajar. Seorang konselor dalam
pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional, oleh sebab itu praktiknya
harus mengikuti asas-asas, dan landasan-landasan tertentu.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Definisi dari Konseling?


2. Perkembangan Sejarah Konseling?
3. Sejarah Bimbingan Konseling di Indonesia?
4. Konseling di berbagai institusi dan sasaran

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi konseling.


2. Untuk mengetahui sejarah konseling.
3. Untuk mengetahui sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia.
4. Untuk mengetahui konseling di berbagai institusi dan sasaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Konseling

Makna Konseling

Istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “conseling” didalam kamus artinya dikaitkan
dengan “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nashiat (to obtain consel), anjuran (to give
counsel) dan pembicaraan (to take counsel). Berdasarkan arti diatas, konseling secara etimologis
berarti pemberian nasihat, anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.

(Mortensen, 1994) menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan antar pribadi
dimnana orang yang satu yang membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan
kecakapan menemukan masalahnya.

Jadi konseling bisa berarti kontak hubungan umbal balik antara dua orang (konselor dan klien)
untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan
integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien.

B. Sejarah Konseling

Konseling sebagai suatu aktifitas yang berbasis luas merupakan bagian dari eksistensi manusia
sejak jaman purbakala. Konselor identik dengan orang yang memiliki kepekaan dalam
‘mendengarkan / listening’ dan bijaksana dalam memberikan respon terhadap kebutuhan-
kebutuhan orang lain. Mereka biasanya adalah orang yang dianggap lebih tua dalam suku-suku
atau marga-marga. Mereka sering disebut ‘tukang sihir’, dukun’, dan pembimbing spiritual.
Mereka memiliki pengalaman hidup atau pengetahuan yang luar biasa untuk membina hubungan
dengan sesama manusia dan mau membagi pengetahuan dan pengalamannya untuk hidup dengan
orang-orang yang kurang berpengalaman (Gibson & Mitchell, 1955 dalam Gladding, 2000). Di
bagian-bagian terpencil di dunia, konseling dengan tipe semacam ini masih terjadi. Oleh karena
itu, dari sudut pandang kultural, konseling berbasis luas seperti yang dilukiskan melalui tradisi
ini, merupakan fenomena universal.

Konseling mulai berkembang pada awal tahun 1900, ketika terjadi reformasi sosial dan
pendidikan karena kondisi masyarakat yang saat itu sedang ‘sakit’. Di akhir abad 19 ini terjadi
pergerakan reformasi sosial di Amerika. Dalam pergerakan ini, para aktifis sosial menentang dan
mendesak pemerintah agar lebih humanis dalam memperlakukan masyarakat, baik itu para
imigran, kaum miskin, para penganggur, juga orang yang terganggu secara mental. Para pionir
dalam konseling (yang selanjutnya disebut ‘guidance’) ini kebanyakan para guru dan para
pembaharu. Mereka memfokuskan pengajaran kepada anak-anak dan para pemuda. Tujuannya
adalah membantu anggota masyarakat agar lebih peka dan menghargai diri mereka sendiri, orang
lain, dunia kerja, dan kehidupan berwarga negara. Pada awalnya mereka terlibat terutama dalam
kesejahteraan anak-anak, bimbingan vokasional, pengajaran di sekolah, dan pembaharuan
hukum. Mereka bekerja memberikan informasi khusus dan pelajaran-pelajaran seperti
pengajaran moral yang baik dan yang benar. Mereka mengkonsentrasikan usaha-usahanya pada
pengembangan hubungan-hubungan intra dan interpersonal. (Nugent, 1994, dalam Gladding,
2000). Jane Addams dan Dorothea Dix adalah contoh orang-orang yang termasuk dalam
pergerakan tersebut meskipun bukan para konselor.

Tiga orang pionir yang patut dicatat karena jasanya dalam membangun arah konseling adalah:
Frank Parson, Jesse Davis, dan Clifford Beers. Mereka telah mempengaruhi orang-orang
Amerika dan membuat dampak yang bersifat global. Kontribusi mereka adalah dalam area
pembuatan keputusan karir, bimbingan pendidikan dan kesehatan mental. Frank Parson adalah
orang yang memfokuskan diri pada kepentingan konseling dan pengembangan karir para calon
penerbang. Jesse Davis, menekankan pelayanan kepentingan bimbingan dan konseling di
sekolah-sekolah sebagai suatu ukuran yang mendukung pembentukan kewarganegaraan yang
baik. Clifford Beers, mulai mereformasi pergerakan kesehatan mental terutama yang bersifat
preventif, seperti bagaimana memperlakukan individu yang mengalami gangguan emosional.
Ketignya telah memantapkan pertumbuhan konseling. Gagasan-gagasan dan aktifitas-aktifitas
mereka dalam tiga bidang keahlian profesional seperti telah disebutkan tadi menjadi akar
pemunculan cabang fondasai-fondasi konseling.

Sebagai tambahan bagi mereka bertiga, konseling menjadi suatu profesi karena telah
diformulasikan teori-teori yang efektif. Pada awalnya konseling bergantung pada 4 teori utama
yakni: directive (E.G. Williamson), nondirective (Carl Rogers), psychoanalysis, dan
behaviorism. Tahun 1950, banyak pendekatan-pendekatan baru diciptakan. Dengan adanya teori-
teori tersebut, lebih memberikan kepercayaan terhadap konseling dan membuatnya lebih dapat
diterima oleh masyarakat umum.

1. Akar Sejarah Pertama (1908-1950)

Frank Parson (1854-1908) adalah seorang yang banyak ilmu pengetahuannya, penulis yang
persuasif, aktifis yang tidak kenal lelah dan intelek besar (Davis, 1988; Zytowski, 1985, dalam
Gladding, 2000). Ia adalah orang yang pertama mengadakan Gerakan Bimbingan Pekerjaan
(Vocational Guidance Movement) di Boston. Daya pendorong dari gerakan ini adalah sebagai
berikut:

a. Kemajuan industri di Amerika Serikat (AS) memunculkan beragam karir. Jika suatu
industri berkembang, selalu menuju kepada spesialisasi dengan beragam jenis
keterampilan karir yang dibutuhkan. Kegiatan manual dengan tenaga manusia berubah
menjadi kegiatan mesin yang membutuhkan orangorang yang terampil di bidangnya.
Mulai abad ke-20 industri di AS berkembang pesat terutama mesin perang, mesin
produksi, dan sebagainya. Oleh karena itu, tenaga atau personil dengan beragam karir
dituntut oleh industri tersebut, sehingga bimbingan karir dibutuhkan karena orang tidak
dengan mudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
b. Banyak siswa sekolah menengah yang mengikuti pendidikan. Hal ini memerlukan
bimbingan pendidikan atau konseling sekolah dengan tujuan agar para siswa sukses
dalam pendidikan. Masalah yang dihadapi siswa pun beragam seperti masalah pribadi,
kesulitan belajar, masalah dengankeluarga, hubungan dengan jenis kelamin, juga masalah
lanjutan studi dan karir di dunia kerja yang banyak dan penuh persaingan.
c. Banyak pemuda yang kembali dari medan perang untuk mengikuti wajib militer. Mereka
harus berkeluarga, sehingga terjadi kelahiran bayi yang banyak (baby boom). Di samping
itu, untuk menghidupi keluarga, mereka harus memperoleh lapangan pekerjaan. Oleh
karena itu diperlukan penelusuran bakat, kemampuan, minat,kepribadian, dan pelatihan
kerja. Dengan demikian, peranan psikologi konseling amat dibutuhkan. Dalam hal ini
berkaitan dengan konseling karir dan keluarga serta konseling individual. Di samping itu
adalah masalah pemilihan pekerjaan dan pendidikan lanjutan para pemuda tersebut,
karena tidak semuanya ingin bekerja, tetapi banyak dari mereka yang ingin jadi sarjana.
Dalam pergerakannya, Parson memberi bantuan terhadap orang muda di dua bidang yakni,
bimbingan pekerjaan dan bimbingan pendidikan. Dengan ilmu yang dimilikinya (bidang
matematika, engeneering, politik, ekonomi, dan hukum), Parson memberikan layanan bimbingan
berupa:

a) menelusuri aspek-aspek internal di dalam diri klien seperti minat, bakat, dan kemampuan;
b) menelusuri aspek-aspek eksternal yang berada di sekitar klien seperti faktor sosial
ekonomi, masalah keluarga, dan sebagainya;
c) menggali upaya-upaya pengembangan pendidikan dan karir klien ke masa depan
dihubungkan dengan masalah lapangan kerja dan pendidikan yang tersedia melalui
berbagai informasi.
2. Akar Sejarah Kedua

Perkembangan sejarah kedua terjadi pada awal abad ke-20, dengan adanya konseling sekolah.
Pada awalnya tujuan para konselor di sekolah ini adalah meningkatkan kewarganegaraan. Jesse
B. Davis adalah orang pertama yang membuat program bimbingan secara sistematik di sekolah-
sekolah publik (Aubrey, 1977, dalam Gladding, 2000). Pimpinan The Grand Rapids, Michigan,
Sekolah Sistem tahun 1907 menganjurkan guru-guru mengarang B. Inggris dikelas-kelas
mengajar muridnya sebuah pelajaran bimbingan seminggu sekali dengan tujuan membangun
karakter dan mencegah terjadinya permasalahan. Hal ini dipengaruhi oleh para pendidik Amerika
seperti Horace Mann dan John Dewey. Davis meyakini bahwa sistem demikian akan membantu
menyembuhkan sakit masyarakat Amerika.

3. Akar Sejarah Ketiga

Perkembangan sejarah ketiga dari perkembangan konseling psikologi tidak dapat dilepaskan dari
Gerakan Kesehatan Mental (Mental Hygiene Movement) pada awal abad ke-20. Gerakan ini
amat penting bagi konseling psikologi dan vocational guidance karena beberapa hal yaitu sebagai
berikut: Pertama, untuk memperbaiki mental generasi muda danpara siswa sekolah yang
mengalami berbagai trauma perang dan gangguan mental lainnya, sehingga sulit jika hanya
dengan pendekatan bimbingan dan konseling. Kedua, untuk mempelajari berbagai faktor
penyebab baik internal maupun eksternal. Misalnya seberapa jauh trauma perang masih berkesan
pada klien, atau apakah karena faktor bawaan sehingga seseorang mengalami gangguan jiwa.
Selain itu apakah kesulitan belajar siswa disebabkan kondisi keluarga yang tidak kondusif bagi
perkembangan kepribadian anak, serta perlunya meneliti faktor kemampuan dan minat sekolah.
Awal gerakan kesehatan mental ditandai dengan diterbitkannya buku “Mind That Found Itself”
yang dikarang C.W. Beers (1908). Buku tersebut menekankan mental break down dan mental
hospital. Pada tahun 1909 Beers mendirikan The National Committee for Mental Hygiene. Peran
psikologi konseling makin meluas karena adanya gerakan kesehatan mental ini.

4. Akar Sejarah Ke-4

Gerakan Psikometrika (The Psychometric Movement) yang ditandai oleh :

a. Munculnya studi tentang perbedaan individu (individual differences)


b. Gerakan pertama muncul di Perancis oleh Alfred Binet dengan pengukuran intelegensi
Binet Simon tahun 1905
c. Dikembangkan alat tes psikologi untuk PD I dengan tujuan rekruitmen cakon tentara oleh
Waltetr Dill Scott yang disebut Army’s Committee on Classification of Personal.
5. Akar sejarah ke – 5
a. berkembangnya konseling dan psikoterapi yang non-medikal dan nonpsikoanalitik dari
Carl R. Roger dengan bukunya yang terkenal “Counseling and Psychotherapy” pada
tahun 1942.
b. Timbul gerakan para ahli psikometrika dengan melakukan assessment dan diagnosis
(1930-an).
c. Pada tahun 1955 Donald Super mengembangkan tes psikologi untuk pekerjaan / karir.
6. Akar sejarah ke-6:

Pengaruh sosial, ekonomi, politik,dan budaya berdampak pada kepribadian individu. (1946-
1950): Mengadministrasi Para Veteran Setelah PD II, para veteran menghadapi masalah pribadi
dan pekerjaan, oleh karena itu dibutuhkan layanan psikologis lebih banyak lagi. Hal ini
berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas ahli psikologi, khususnya psikologi konseling.
Dalam bidang psikologi konseling bagi veteran tersebut dibutuhkan tiga program utama untuk
rehabilitasi, yaitu: 1) pendidikan; 2) pekerjaan; 3) penanganan masalah emosional. Tujuan
program-program tersebut agar psikologi mendapat pengakuan publik. Pada tahun 1950,
American Psychologist Association (APA) membentuk divisi-divisi 12 dan 17 yaitu, Psikologi
Klinis dan Guidance and Counseling. Selanjutnya diadakan training untuk mencapai tingkat
doktor psikologi di kedua bidang. Divisi 17 adalah Bimbingan dan Konseling (Guidance and
Counseling) yang memiliki tugas di bidang-bidang pendidikan, pekerjaan, dan penyesuaian diri
(personal adjustment). Sementara itu konseling sendiri memberikan layanan psikologis (treatmet)
terhadap orang normal atau mendekati normal (near normal).

C. Sejarah Konseling di Indonesia

Pelayanan konseling dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama.
Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada
kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan
sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru
diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian
disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya.
Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.

Berikut ini adalah fase-fase perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia :

1. Fase sebelum kemerdekaan

Pada fase ini bertepatan dengan masa penjajahan, dimana Indonesia dijajah oleh Belanda dan
Jepang.  Pada fase ini juga siswa di didik untuk mengabdi demi kepentingan penjajah. Dalam
kondisi seperti ini para siswa dikerahkan untuk mengabdi pada negara demi memperjuangkan
bangsa Indonesia. Para siswa dikerahkan untuk memperjuangkan bangsa Indonesia melalui jalur
pendidikan. Pada fase ini, wadah untuk mengembangkan potensi siswa salah satunya adalah "
Taman Siswa " yang dipelopori oleh K.H.Dewantara.

Dalam K.H.Dewantara berusaha keras untuk menanamkan jiwa nasionalisme di kalangan para
siswanya . Pada fase ini terdapat beberapa dekade dalam perkembangan bimbingan dan
konseling di Indonesia.

1. Dekade 40-an

Pada dekade ini, bimbingan dan konseling lebih banyak ditandai dengan perjuangan perjuangan
merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Pada dekade ini juga diupayakan secara
bertahap memecahkan masalah besar seperti pemberantasan buta huruf.
2. Dekade 50-an

Pada dekade ini, bidang pendidikan menghadapi tantangan besar yakni, memecahkan masalah
kebodohan dan keterbelakangnya masyarakat Indonesia pada masa itu. Kegiatan bimbingan pada
masa itu lebih dikerahkan agar membuat para siswa agar berprestasi.

3. Dekade 60-an
a. Lahirnya jurusan Bimbingan Dan Konseling pada IKIP (1963),
b. Lahirnya kurikulum gaya baru pada tingkat Sekolah Menengah Atas (1964)
c. Ketetapan MPRS tahun 1996 tentang pendidikan nasional.

Pada fase ini, dengan lahirnya jurusan bimbingan dan konseling maka dibukalah jurusan
Bimbingan Dan Penyuluhan. Jurusan ini pertama kali diterapkan pada perguruan tingkat tinggi
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Akan tetapi sesuai dengan perkembangannya zaman
maka digantilah dengan nama yang lebih spesifik yakni, Psikologi seperti yang kita ketahui pada
saat ini. Dengan keadaan seperti ini dapat memberikan tantangan besar bagi keperluan pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah.

4. Dekade 70-an

Dalam dekade ini, bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas sistem dan
pelaksanaannya.  Dekade ini lebih dikerahkan penuh dalam pemerataan kesempatan belajar.
Pada dekade ini bimbingan dilakukan secara konseptual maupun secara operasional. Melalui
upaya ini semua pihak telah merasakan apa, bagaimana, dan dimana bimbingan konseling.

5. Dekade 80-an

Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk
menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional.

D. Konseling di berbagai institusi dan sasaran

A. Konseling di Institusi Sekolah

Salah satu elemen penting yang ada di lingkup sistem pendidikan sekolah adalah keberadaan
layanan Bimbingan dan Konseling. Dalam SK MenDikBud No.025/D/1995 tercantum
pengertian Bimbingan Konseling merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik secara
perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam bimbingan
pribadi, sosial, belajar dan bimbingan karir melalui berbagai layanan dan kegiatan pendukung
berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan bantuan artinya kegiatan ini harus mampu
memberikan hal-hal positif kepada peserta didik, membantu meringankan beban, menemukan
alternatif pemecahan masalah, mendorong semangat dan memberikan penguatan serta
ketenangan kepada peserta didik secara tepat. Peyanan tersebut dapat dilakukan secara individu
maupun kelompok .

Kaitan Bimbingan dan Konseling (BK) dengan Kurikulum berbasis kompetensi sangatlah erat,
Undang - Undang sistem Pendidikan Nasional (USPN) no:2 tahun 1989 pasal 1 ayat 1 sebagai
acuan dari implementasi KBK menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peran peserta
didik dimasa yang akan datang. Hubungan yang terlihat dalam pengertian ini adalah kegiatan
bimbingan merupakan bagian dari KBK yang pelayanannya menyentuh ranah afektif. Sementara
kegiatan pengajaran yang bersifat formal lebih mengarah pada ranah kognitif untuk memperoleh
pengetahuan. Disinilah peran Bimbingan dan Konseling , yaitu membantu peserta didik untuk
mengembangkan potensi, tanggung jawab, hubungan interpersonal, motivasi, komitmen, daya
juang serta pengembangan karir.

Profesi Bimbingan Konseling merupakan keahlian pelayanan yang bersifat psikopedagogis


dalam bingkai budaya artinya bahwa pelayanan yang diberikan harus mengacu pada upaya
pendidikan dengan memperhatikan aspek psikologis dan unsur budaya yang menyertainya. Tentu
saja aspek budaya disesuaikan dengan kondisi daerah sekolah tersebut. Kebiasaan yang terjadi
pada sekolah-sekolah di daerah tidak bisa dibuat pola yang sama dengan sekolah yang ada di
kota. Misalnya dari sisi kebiasaan, sopan santun, kemampuan dsb. Profesi ini juga harus
berlatarbelakang pendidikan yang sesuai dengan bidang psikologis.

Tugas Konselor sangat banyak karena selain administrasi juga mencakup beberapa layanan
antara lain :

1. Layanan orientasi

Layanan ini mencakup pengenalan lingkungan sekolah yang baru baik dari sisi kurikulum ,
kegiatan pendukung, maupun struktur organisasi sekolah. Langkah awal yang bisa dilakukan
dengan memasukkannya pada program kegiatan MOS dan diperjelas pada saat bimbingan
klasikal di kelas.

2. Layanan informasi

Layanan mencakup berbagai informasi untuk menambah wawasan dalam merencanakan masa
depan.

3. Layanan penempatan

Layanan ini membantu siswa menyalurkan bakat, minat atau kelanjutan studi yang dipilih
melalui hasil belajar serta hasil psikotes sebagai bahan pertimbangan.

4. Layanan pembelajaran

Layanan ini membantu siswa mengembangkan diri kerkaitan dengan sikap dan kebiasaan belajar,
materi belajar yang cocok dengan kemampuannya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan
belajar lainnya.

5. Layanan konseling individu/kelompok

Melalui layanan ini, siswa mendapat layanan langsung tatap muka untuk membantu mengatasi
masalah baik yang disadari maupun tidak disadari oleh siswa secara individu atau kelompok.
Layanan konseling dilakukan berdasarkan data administrasi bisa berupa angket, informasi dari
berbagai pihak, observasi baik di dalam maupun di luar kelas, hasil belajar , penggalian masalah
melalui materi bimbingan klasikal dll. Layanan konseling akan memberi nuansa berbeda jika
ruang konseling terpisah dengan ruang administrasi sehingga privasi siswa maupun orang tua
terjaga. Hal itu perlu mengingat masalah yang perlu diselesaikan bisa bersifat sangat pribadi.

6. Layanan bimbingan kelompok.

Layanan bimbingan kelompok bisa diberikan secara klasikal di kelas, layanan ini memberi
banyak kesempatan untuk menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan bimbingan
pribadi, sosial, belajar , karir dan layanan-layanan pada point di atas sekaligus menggali
permasalahan siswa sebagai salah satu bentuk upaya menjemput bola. Karena Bimbingan dan
Konseling tidak mempunyai kurikulum khusus maka materi yang dibuat berdasarkan berbagai
sumber baik itu berupa literatur, browsing di internet, media elektronika maupun peristiwa hidup
sehari-hari. Selain dapat memberi informasi, layanan ini juga mpermudah observasi terhadap
anak dalam berperilaku di kelas, juga menggali berbagai data yang diperlukan untuk
menyempurnakan pelayanan, sehingga jam masuk kelas setiap minggunya sangat mendukung
tugas konselor di Institusi Pendidikan.

B. Konseling di Institusi Rumah Sakit

Konseling rumah sakit merupakan bagian integral dari konseling dalam setting layanan lembaga
kesehatan, pelaksanaannya memiliki perbedaan dengan konseling lembaga pendidikan formal.
Perbedaan tersebut terletak dalam langkah kerja, cara pandang terhadap pasien dan rahasia
pasien sebagai konseli, praktik kerja dalam bentuk tim secara kolaboratif, juga sesi konseling
yang rata-rata lebih pendek sehingga disebut single session atau brief focused counseling (Bor, et
al., 2009: 98). Hal ini dapat dimengerti karena setting rumah sakit memiliki peraturan kerja yang
serba ketat, waktu yang singkat, dan protokol kerja yang terpola dalam berbagai bentuk prosedur
tetap (protap) kerja yang baku.

Dalam sebuah proses konseling di rumah sakit sedikitnya akan melibatkan beberapa orang yang
terdiri dari konselor, pasien, anggota keluarga pasien, terapis medik (dokter, perawat),
psikoterapis (psikiater, psikolog), para pekerja sosial, hingga manajemen rumah sakit atau
manajemen bangsal perawatan. Mereka semua harus bekerja secara kolaboratif dan multidisplin
dalam menangani pasien dengan berbagai kasus klinis yang beragam baik dalam bentuk maupun
konteks.

Dilihat dari paradigma dan model layanan terhadap pasien terdapat beberapa perbedaan yang
mendasar antara mode asuhan keperawatan medis dan model pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap pasien. Model asuhan keperawatan medis lebih bersifat hierarkhis dengan
orientasi keahlian. Peran dan partisipasi pasien hanya sebagai penurut terhadap segala macam
protokol perawatan, sehingga pasien tidak memiliki daya tawar dan berada dalam posisi yang
lemah. Dalam kondisi seperti ini tidak mengherankan praktik layanan bimbingan konseling dan
psikoterapi menjadi ‘termedikalisasi’ (Bor et al, 2009: 44).

Sementara itu sasaran dari konseling dan psikoterapi bukan pada penyakit fisik melainkan
kepada problema psikologis dan berbagai disabilitas pasien dibalik berbagai penyakit yang
nampak untuk mengetahui bagaimana pemahaman dan pemaknaan pasien tersebut terhadap
penyakit yang dideritanya dan bagaimana ia memiliki koping untuk mengatasinya. Karena itu
tujuan dari proses konseling bukan hanya bagaimana pasien sembuh tetapi bagaimana terjadi
serangkaian perubahan pada diri pasien dalam hubungan terapeutik yang lebih dari sekedar
protokol perawatan medis. Pasien diposisikan bukan sebagai individu yang tidak berdaya dan
partisipan pasif tetapi diposisikan sebagai individu yang cerdas dan memiliki kekuatan dalam
dirinya untuk dapat mengatasi segala keluhan yang dideritanya. Karena itu nilai penting dari
konseling terletak dalam hal bagaimana membuat pasien sebagai partisipan aktif dalam
hubungan komunikasi terapeutik yang harmonis dan seimbang dengan konselor.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Sejarah Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia melalui sejarah. Sejarah tentang
pengembangan potensi individu dapat ditelusuri dari masyarakat Yunani Kuno. Plato
dipandang sebagai konselor Yunani Kuno karena dia menaruh perhatian besar terhadap
masalah-masalah pemahaman psikologis individu, seperti aspek isu-isu moral, pendidikan,
hubungan dalam masyarakat dan teologis. (Salahudin, 2010:27)

C. Perkembangan Bimbingan Dan Konseling

Pada Umumnya Henry Borrow (1964, dalam Ahmad & Rohani,1991) dalam bukanya
Man in a World of Work, mengemukakan beberapa rangkaian peristiwa tertentu dari sejarah
konseling secara kronologis, diantaranya;

a. Periode Formatif
b. Periode Kemudian
D. Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia

Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali dari dimasukannya bimbingan
dan konseling (bimbingan dan penyuluhan) di lingkungan sekolah. Pemikiran ini diawali
sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil konferensi fakultas keguruan
dan ilmu pendidikan (FKIP yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 agustus
1996.

Perkembangan Bimbingan Dan Konseling Di Indonesia Kegiatan layanan bimbingan dan


konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam kegiatan formal di sekolah. Pada awal
tahun 1960 di beberapa sekolah dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada
bimbingan akademis.(Nurihsan, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Furqon. (2005). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling untuk Sekolah Dasar.Bandung:
Pustaka Bani Quraisy.

Gibson, R. L., & Mitchell, M. H. (2011). Bimbingan dan Konseling.Yogyakarta: PUSTAKA


PELAJAR.

Komalasari, G., & dkk. (2011). Teori dan Teknik Konseling.Jakarta: PT. Indeks.Mappiare, A.
(t.thn.). Buku Pegangan Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Surabaya:
Usaha Nasional.

Miftah , Z. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Bimbingan dan


Konseling.Surabaya: Gena Pratama Pustaka.Nurihsan, A. J. (2011). Bimbingan dan
Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.Bandung: PT

Refika Aditama.Salahudin, A. (2010). Bimbingan & Konseling .Bandung : CV Pustaka

Setia.Walgito, B. (1982). Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi.Yogyakarta: Yayasan


Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Walgito, B. (1989). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.Yogyakarta: Andi Offset.Yusuf, S.,


& dkk. (2012). Landasan Bimbingan danKonseling.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai