Anda di halaman 1dari 19

TRAUMA KEPALA

PENGERTIAN

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti

terputusnya kontinuitas otak.

Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta

rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat

perputaran pada tindakan pencegahan.

Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang

mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).

MANIFESTASI KLINIK

1. Penurunan kesadaran

- Tanda dini : letargi, berupa keterlambatan respon verbal.

- Tiba-tiba gelisah, konfusi dan mengantuk.

- Hanya bereaksi terhadap stimulus nyeri dan suara keras.

2. Respon motorik abnormal

- Dekortikasi, terjadi rotasi internal, fleksi telapak kaki dan fleksi

ekstremitas atas.

1
- Deseberasi, terjadi rotasi keluar ekstremitas atas dan telapak kaki.

- Flasiditas ekstremitas dan tidak ada reflek.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

* P : Problem

a. Jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, sepeda atau mobil

b. Kecelakaan pada saat olahraga

c. Cedera akibat kekerasan

* Q : Quality

Pemeriksaan neurologik dalam penanganan kegawatdaruratan, termasuk

kasus stroke iskemik, haruslah cepat, tepat dan menyeluruh. Hal ini dapat

dilakukan dengan menggunakan skala atau sistem skoring yang formal seperti

National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS tidak hanya menilai

derajat defisit neurologis, tetapi juga memfasilitasi komunikasi antara pasien dan

tenaga medis, mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah,

menentukan prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi yang

diperlukan. Skor NIHSS <20 mengindikasikan stroke dalam tingkat ringan sampai

sedang. Skor NIHSS ≥20 mengindikasikan stroke dalam tingkat yang parah.

a. Ringan

- GCS 13-15

- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit

- Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma

2
b. Sedang

- GCS 9-12

- Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam

- Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Berat

- GCS 3-8

- Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam

- Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, hematoma intrakranial

* R : Regio

Dapat mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak dan otak

* S : Severe

- CKB (Cedera Kepala Berat)

- CKS ( Cedera Kepala Sedang)

- CKR (Cedera Kepala Ringan)

* T : Time

Trauma kepala bisa terjadi saat kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas,

jatuh, tertimpa benda keras, pukulan benda keras

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan

sputum

2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan peredaran

3
darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma)

INTERVENSI KEPERAWATAN

* Diagnosa keperawatan 1

Tujuan dan kriteria hasil :

- Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

- Suara napas bersih, tidak terdapat sekret, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas

R : Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan,

bronchospasme atau masalah terhadap tube.

2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam)

R : Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi

pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.

3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila

sputum banyak

R : Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk

mencegah hipoksia.

4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam

R : Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan

kelancaran aliran serta pelepasan sputum jika haemodinamik stabil.

* Diagnosa keperawatan 2

Tujuan dan kriteria hasil :

4
- Tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

- Memproses informasi

- Membuat keputusan dengan benar

1. Rencana tindakan :

2. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan skala GCS

R: Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran..

Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap

stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik. Reaksi

pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk

menentukan refleks batang otak. Pergerakan mata membantu

menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan

intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

3. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit

R : Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat

kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya

pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan

metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui

tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

4. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan

R : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada

vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat

5
meningkatkan tekanan intrakranial.

5. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan

pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan

R : Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa

dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya

melalui proses oksidasi. Kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan

menyebabkan gangguan fungsi. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %

akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Otak menerima suplai darah kira-kira 15 % dari cardiac output dalam

semenit. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) dewasa adalah 45-55

ml / menit / 100 gr otak, sedangkan CBF pada anak-anak adalah 105 ml / menit /

100 gr otak. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup

aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.

Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P

dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

6
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan

berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh

darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

CEDERA KEPALA PRIMER

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang

menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

1. Gegar kepala ringan

2. Memar otak

3. Laserasi

CEDERA KEPALA SEKUNDER

1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

2. Hipotensi sistemik

3. Hipoksia

4. Hiperkapnea

5. Udema otak

6. Komplikasi pernapasan

7
PATOFISIOLOGI

Cidera Kepala TIK - Oedem


- Hematom
Respon Biologi Hypoxemia

Kelainan Metabolisme
Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel Otak 

Gangguan Autoregulasi  Rangsangan Simpatis Stress

Aliran Darah Keotak   Tahanan Vaskuler  Katekolamin


Sistemik & TD   Sekresi Asam
Lambung

O2   Ggan Metabolisme  Tek. Pemb.Darah Mual, Muntah


Pulmonal

Asam Laktat   Tek. Hidrostatik Asupan Nutrisi


Kurang

Oedem Otak Kebocoran Cairan Kapiler

Ggan Perfusi Jaringan Oedema Paru  Cardiac Out Put 


Cerebral
Difusi O2 Terhambat Ggan Perfusi
Jaringan

Gangguan Pola Napas  Hipoksemia,


Hiperkapnea

8
Penanganan pertama kasus cidera kepala

Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti

standart yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang

meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan

pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997).

Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring,

buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang

leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi,

Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera

vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical, maka perlu

dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal

saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support

pernafasan. Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin breathing-nya diperhatikan

frekwensinya normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika

tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas

darah dan pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm

Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan

jika kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat

terjadinya iskemia, Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri

oksigen masker 8 liter /menit. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut

nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90

mm Hg nadi >100x per menit dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan

ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah

9
menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka

kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan kesadaran pemeriksaan

kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan

besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung,

Periksa adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika

penderita sadar baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal

adanya aphasia. Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey

yang lain dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti

skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya

dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS , 1997).

PENATALAKSANAAN

1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose

cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan

edema serebri) Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan D5% ½ Normal

Saline kira – kira 1500 – 2000 cc/24 jam untuk orang dewasa.

2). Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah dicoba

minum sedikit – sedikit (pada penderita yang tetap sadar).

3). Jika memungkinkan dapat diberikan obat neurotropik, seperti : Citicholine,

dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.

4). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh

langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat

menyebabkan masking efek terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi

10
pernapasan. Pada penderita gelisah dapat terjadi karena nyeri oleh karena

fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat tidur yang kotor, Penderita mulai

sadar, Penurunan kesadaran, Shock, Febris.

SOP PENANGANAN PASIEN CEDERA KEPALA / HEAD INJURY

1. Petugas menggunakan APD (kacamata safety,

masker, handscoen, celemek.

2. Bersihkan jalan nafas dari kotoran (darah, secret,

muntahan) dengan suction.

3. Imobilisasi C-spine dengan neck collar.

4. Jika tiba-tiba muntah miringkan dengan teknik

logroll.

5. Letakkan pasien di atas long spine board.

6. Bila pasien ngorok pasang OPA dengan ukuran yang sesuai dangan jangan

difiksasi.

7. Membantu dokter memasang intubasi (jika ada

indikasi).

8. Pertahankan breathing dan ventilation dengan memakai NRM dengan

kecepatan 10-12 lpm.

9. Monitor sirkulasi dan stop perdarahan, berikan cairan infus 1-2 liter bila ada

tanda-tanda syok dan gangguan perfusi, hentikan perdarahan luar dengan

cara balut tekan.

10. Periksa tanda-tanda lateralisasi dan nilai GCS-nya.

11
11. Pasang foley catheter dan NGT.

12. Selimuti tubuh penderita setelah diperiksa seluruh tubuhnya, jaga jangan

sampai kedinginan.

13. Persiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostic (foto kepala).

Pemasangan neck collar:

A. Pengertian : pemasangan alat untuk imobilisasi leher (mempertahankan

tulang servical).

B. Tujuan :

1. Mencegah pergerakan tulang servical yang patah.

2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan spinal cord.

3. Mengurangi rasa sakit.

C. Indikasi :

1. Pasien cidera kepala disertai dengan penurunan kesadaran.

2. Adanya jejas daerah klavikula ke arah cranial.

3. Biomekanika trauma yang mendukung.

4. Patah tulang leher.

D. Persiapan :

1. Alat.

2. Neck collar sesuai ukuran.

3. Handscoen.

4. Pasien :

a. Informed consent

b. Berikan penjelasan tentang tindakan yg akan dilakukan,

12
c. Posisi pasien telentang dengan posisi leher segaris/anatomi,

petugas 2 orang.

E. Pelaksanaan.

1. Petugas menggunakan handscoen.

2. Pegang kepala dengan cara 1 tangan memegang bagian kanan kepala

mulai dari mandibula ke arah temporal, demikian juga bagian sebelah

kiri dengan tangan yang lain dan cara yang sama.

3. Petugas yang lainnya memasukkan neck kollar secara perlahan ke

bagian belakang leher dengan sedikit melewati leher.

4. Letakan bagian neck kollar yang berlekuk tepat pada dagu.

5. Rekatkan 2 sisi neck kollar satu sama lain.

F. HAL –HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Catat seluruh tindakan yang dilakukan dan respon pasien.

2. Pemasangan jangan terlalu kuat/terlalu longgar.

13
NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)

1A: Level of Consciousness


(If intubated/difficult to assess, make
 Alert; keenly responsive 0
best guess, but only choose 3 if  Not Alert, but arousable by minor stimulation 1
posturing/unresponsive)
 Not Alert, requires repeated stimulation to arouse 2
 Not Alert/Obtunded, Makes Movements to Pain 2

 Postures or Unresponsive to Pain 3


1B: Ask Month and Age
 Both Questions Right 0
 Answers 1 Question Right 1
 Answers 0 Questions Right 2
 Dysarthric, Intubated, Trauma, Language Barrier 1

 Aphasic 2
1C: Tell Patient To Open and
 Performs Both Tasks Correctly 0
Close Eyes, then Hand Grip
Squeeze  Performs One Task Correctly 1
(Substitute/Pantomime Commands if
Language Barrier/Confusion)
 Performs 0 Tasks Correctly 2
2: Test Horizontal Extraocular
 Normal Extraocular Movements 0
Movements
 Partial Gaze Palsy: Can Be Overcome 1
 Partial Gaze Palsy: Corrects with Oculocephalic Reflex 1

 Forced Gaze Palsy: Cannot Be Overcome 2


3: Test Visual Fields
 No Visual Loss 0
 Partial Hemianopia 1
 Complete Hemianopia 2
 Patient is Bilaterally Blind 3

 Bilateral Hemianopia 3
4: Test Facial Palsy
(Use Grimace if Obtunded)
 Normal symmetrical movements 0
 Minor paralysis (flat nasolabial fold, smile asymetry) 1
 Partial paralysis (total/near-total lower face paralysis) 2
 Unilateral Complete paralysis (no facial movement upper/lower
face) 3

 Bilateral Complete paralysis (no facial movement upper/lower face)


3
5A: Test Left Arm Motor Drift
 No Drift for 10 Seconds 0
14
 Drift, but does not hit bed/support 1
 Drift, but hits bed/support 2
 Some Anti-Gravity Effort 2
 No Effort Against Gravity 3
 No Movement 4

 Amputation/Joint Fusion Unable


5B: Test Right Arm Motor
 No Drift for 10 Seconds 0
Drift
 Drift, but does not hit bed/support 1
 Drift, but hits bed/support 2
 Some Anti-Gravity Effort 2
 No Effort Against Gravity 3
 No Movement 4

 Amputation/Joint Fusion Unable


6A: Test Left Leg Motor Drift
 No Drift for 5 Seconds 0
 Drift, but does not hit bed 1
 Drift, but hits bed/support 2
 Some Anti-Gravity Effort 2
 No Effort Against Gravity 3
 No Movement 4

 Amputation/Joint Fusion Unable


6B: Test Right Leg Motor
 No Drift for 5 Seconds 0
Drift
 Drift, but does not hit bed 1
 Drift, but hits bed/support 2
 Some Anti-Gravity Effort 2
 No Effort Against Gravity 3
 No Movement 4

 Amputation/Joint Fusion Unable


7: Test Limb Ataxia
 No Ataxia 0
(FNF/Heel-Shin)
 Ataxia in 1 Limb 1
 Ataxia in 2 Limbs 2
 Does Not Understand 0
 Paralyzed 0

 Amputation/Joint Fusion Unable


15
8: Test Sensation
 Normal; No sensory loss 0
 Mild-Moderate Loss: Less Sharp/More Dull 1
 Mild-Moderate Loss: Can Sense Being Touched 1
 Complete Loss: Cannot Sense Being Touched At All 2
 No Response and Quadriplegic 2

 Coma/Unresponsive 2
9: Test Language/Aphasia
(Describe the scene; name the words;
 Normal; No aphasia 0
read the sentences.)  Mild-Moderate Aphasia: Some Obvious Changes, Without
Significant Limitation 1
 Severe Aphasia: Fragmentary Expression, Inference Needed, Cannot
Identify Materials 2
 Mute/Global Aphasia: No Usable Speech/Auditory Comprehension
3

 Coma/Unresponsive 3
10: Test Dysarthria
(Read the words.)
 Normal 0
 Mild-Moderate Dysarthria: Slurring but can be understood 1
 Severe Dysarthria: Unintelligble Slurring or Out of Proportion to
Dysphasia 2
 Mute/Anarthric 2

 Intubated/Unable to Test UN
11: Test Extinction/Inattention
 No abnormailty 0
 Visual/tactile/auditory/spatial/personal inattention 1
 Extinction to bilateral simultaneous stimulation 1
 Profound hemi-inattention (ex: does not recognize own hand) 2

 Extinction to >1 modality 2

16
BARTHEL INDEX

Patient Name:  __________________   Rater: ____________________  Date:      /     /              :      

Activity Score

Feeding
0 = unable
0     5    10
5 = needs help cutting, spreading butter, etc., or requires modified diet
10 = independent

Bathing
0 = dependent 0        5
5 = independent (or in shower)

Grooming
0 = needs to help with personal care 0     5
5 = independent face/hair/teeth/shaving (implements provided)

Dressing
0 = dependent
0     5     10
5 = needs help but can do about half unaided
10 = independent (including buttons, zips, laces, etc.)

Bowels
0 = incontinent (or needs to be given enemas)
0     5    10
5 = occasional accident
10 = continent

Bladder
0 = incontinent, or catheterized and unable to manage alone
0     5    10
5 = occasional accident
10 = continent

Toilet Use
0 = dependent
0     5    10
5 = needs some help, but can do something alone
10 = independent (on and off, dressing, wiping)

Transfers (bed to chair and back)


0 = unable, no sitting balance
5 = major help (one or two people, physical), can sit 0      5    10    15
10 = minor help (verbal or physical)
15 = independent

Mobility (on level surfaces)


0 = immobile or < 50 yards
5 = wheelchair independent, including corners, > 50 yards 0      5    10    15
10 = walks with help of one person (verbal or physical) > 50 yards
15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards

Stairs
0 = unable
0     5     10
5 = needs help (verbal, physical, carrying aid)
10 = independent

TOTAL  (0 - 100) ________

17
TRAUMA KEPALA

KELOMPOK 1 :

Andriyati R.
Devi Y.
Mariati
M. Arief F.R.
Mujimin
Sakti

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PRODI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

JURUSAN KEPERAWATAN

SAMARINDA

18
TAHUN 2013

19

Anda mungkin juga menyukai