Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ILMU PENYAKIT DALAM


“ANEMIA PADA KEHAMILAN DAN NIFAS”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Penyakit Dalam

Dosen Pengampu : Mardianti,S,Si,T,MKes

Disusun oleh :

Raisya Haura P17324419027

PRODI KEBIDANAN KARAWANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI BANDUNG
2021

1
2

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu Penyakit Dalam.
Makalah  ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah  ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca

Penulis
3

BAB I

PENDAHUL

UAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah suatu keadaan yang mana kadar


hemoglobin (Hb) dalam tubuh dibawah nilai normal sesuai
kelompok orang tertentu (Irianto, 2014). Anemia pada ibu hamil
berdampak buruk bagi ibu maupun janin. Kemungkinan dampak
buruk terhadap ibu hamil yaitu proses persalinan yang
membutuhkan waktu lama dan mengakibatkan perdarahan serta
syok akibat kontraksi. Dampak buruk pada janin yaitu terjadinya
prematur, bayi lahir berat badan rendah, kecacatan bahkan
kematian bayi (Fikawati, 2015).
Data dari World Health Organization (WHO) 2010, secara
global prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah
sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia
meningkat dibandingkan dengan 2013, pada tahun 2013 sebanyak
37,1% ibu hamil anemia sedangkan pada tahun 2018 meningkat
menjadi 48,9% (Riskesdas, 2018). Prevalensi anemia ibu hamil di
Kabupaten Kulon Progo sebesar 12,88% (Dinkes DIY, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu anemia dalam kehamilan?
2. Apa patofisiologi anemia dalam kehamilan?
3. Apa penatalaksanaan anemia dalam kehamilan?
4. Apa itu anemia dalam ibu nifas?
4

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi anemia pada ibu hamil
2. Untuk mengetahui patofisiologi anemia dalam kehamilan
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan anemia dalam kehamilan
4. Untuk mengetahui definisi anemia pada nifas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Anemia Pada Ibu Hamil


1. Definisi Anemia Pada Kehamilan

Anemia pada kehamilan adalah dimana kondisi ibu kadar


haemoglobinnya dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
dibawah 10,5 gr% pada trimester II. Anemia defisiensi besi pada wanita
merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia
terutama dinegara berkembang (Susiloningtyas, 2012).

2. Penyebab Anemia Pada Kehamilan


Menurut Mochtar (2013) pada umumnya, penyebab anemia pada
kehamilan adalah:
a. Kurang zat besi

Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari
mengkonsumsi makanan saja, walaupun makanan yang dikonsumsi
memiliki kualitas yang baik ketersediaan zat besi yang tinggi. Peningkatan
kebutuhan zat besi meningkat karena kehamilan. Sebagian kebutuhan zat
besi dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan presentase zat besi yang
diserap, namun apabila simpanan zat besi rendah atau zat besi yang diserap
sedikit maka diperlukan suplemen preparat zat besi agar ibu hamil tidak
mengalami anemia (Bakta, I.M., & Dkk, 2009).
5

b. Ibu yang mempunyai penyakit kronik


Ibu yang memiliki penyakit kronik mengalami inflamasi yang lama
dan dapat mempengaruhi produksi sel darah merah yang sehat. Ibu hamil
dengan penyakit kronis lebih berisiko mengalami anemia akibat inflamasi
dan infeksi akut (Bothamley & Maureen, 2013).

c. Kehilangan banyak darah saat persalinan sebelumnya


Perdarahan yang hebat dan tiba-tiba seperti perdarahan saat persalinan
merupakan penyebab tersering terjadinya anemia, jika kehilangan darah
yang abnyak, tubuh segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh
darah agar darah dalam pembuluh darah tetap tersedia. Banyak kehilangan
darah saat persalinan akan mengakibatkan anemia (Ananya, 2012).
Dibutuhkan waktu untuk memulihkan kondisi fisiologis ibu dan memenuhi
cadangan zat besi ibu hamil (Manuaba & Dkk, 2010).

d. Jarak kehamilan
Hasil penelitian dari Amiruddin (2007) menyatakan kematian
terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 sampai 3 anak dan jika dilihat
menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan
kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat
menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi
rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya.
Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat dapat menyebabkan
resiko terjadi anemia dalam kehamilan. Dibutuhkan waktu untuk
memulihkan kondisi fisiologis ibu adalah dua tahun. Karena cadangan zat
besi ibu hamil belum pulih.

Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya (Manuaba &


Dkk, 2010).

e. Paritas
Hasil penelitian Herlina (2013) menyatakan paritas merupakan salah
satu faktor penting dalam kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil
dengan paritas tinggi mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami
6

anemia dibandingkan dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan


bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin
tinggi angka kejadian anemia.
f. Ibu dengan hamil gemeli dan hidramnion
Derajat perubahan fisiologis maternal pada kehamilan gemeli lebih
besar dari pada dibandingkan kehamilan tunggal. Pada kehamilan gemeli
yang dikomplikasikan dengan hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat
mengalami komplikasi yang serius dan besar. Peningkatan volume darah
juga lebih besar pada kehamilan ini. Rata-rata kehilangan darah melalui
persalinan pervaginam juga lebih banyak (Wiknjosastro, 2010).

3. Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan


Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan
meningkat sekita 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal pada 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron (Rukiyah, 2010).

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut


Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah menjadi
kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi
pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma
30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran
darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat
dengan adanya kehamilan (Manoe, 2010).

4. Klasifikasi Anemia Pada Kehamilan


Klasifikasi anemia pada kehamilan menurut Proverawati (2009) adalah:
a. Anemia Defisiensi Besi
7

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan


zat besi dalam darah. Diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan
dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang- kunang dan keluhan mual muntah pada hamil
muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sachili, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan III.
Klasifikasi anemia menurut kadar haemoglobin pada ibu hamil
menurut WHO (2011):
1) Hb ≥ 11,0 g/dL : Tidak Anemia

2) Hb 10,0 – 10,9 g/dL : Anemia Ringan

3) Hb 7,0 – 9,9 g/dL : Anemia Sedang

4) Hb < 7,0 g/dL : Anemia Berat

b. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik dimana anemia disebabkan karena defisiensi


asam folat (Pterylgutamic Acid) dan defisiensi vitamin B12
(Cyanocobalamin) walaupun jarang.
c. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik dan aplastic adalah disebabkan oleh hipofungsi
sel-sel tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis
memerlukan pemeriksaan darah fungsi lengkap, pemeriksaan fungsi
eksternal, dan pemeriksaan retikulosit.
d. Anemia Hemolitik
Gejala anemia hemolitik anatara lain adalah kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, dampak organ vital. Anemia hemolitik adalah
anemia yang disebabkam karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya.

5. Tanda Dan Gejala Anemia Pada Kehamilan


8

Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lelah, letih, lesu,


nafas pendek, muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique atau rasa lelah
yang berlevuhan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung
mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut
jantung biasanya kebih cepat karena berusaha untuk mengkompensasi
kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya
kemampuan kerja dan kebugaran tubuh akan berkurang. Jika kondisi ini
berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan
gagal jantung kongestif (Pharmaceutical et al., 2010).

Menurut FKM-UI (2009) tanda anemia adalah pucat (lidah, bibir


dalam, muka, telapak tangan), mudah letih, detak jantung lebih cepat,
apatis, pusing, mata berkunang-kunang dan mengantuk.

6. Dampak Anemia Pada Kehamilan


Menurut Proverawati (2009) dampak anemia pada kehamilan
sampai pasca persalinan adalah:
a. Trimester Pertama
Abortus, missed abortus, dan kelainan congenital.
b. Trimester Kedua dan Trimester III
Persalinan premature, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan
janin dalam Rahim, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), mudah terkena
infeksi, Intetlligence Guotient (IQ) rendah (Proverawati, 2009).
Bahaya anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,
perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,
asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi,
dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008).
c. Saat Inpartu
Gangguan his primer dan sekunder, janin lahir dengan anemia,
persalinan dengan tindakan tinggi, ibu cepat lelah, gangguan perjalanan
persalinan perlu tindakan operatif (Proverawati, 2009).
d. Pascapartus
Antonia uteri menyebabkan perdarahan, retensic plasenta, perlukaan
sukar sembuh, mudah terjadi perperalis, gangguan involusi uteri, kematian
9

ibu tinggi (perdarahan, infeksi peurperalis, gestrosis) (Proverawati, 2009).

B. Konsep Dasar Anemia Pada Ibu Nifas


1. Anemia Dalam Nifas
a. Pengertian
Seseorang, baik seorang pria maupun wanita dinyatakan menderita
anemia bila kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 g/100ml
dengan catatan wanita tersebut dalam keadaan tidak hamil (Wiknjosastro,
2008)
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb), eritrosit
dan Hematokrit (Ht) lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai
anemia bila Hb < 14 gr/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 gr/dl dan Ht
< 37% pada wanita. (Mansjoer, 2007).
Anemia fisiologis adalah penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb),
peningkatan volume plasma darah sekitar 45% dan masa eritrosit sekitar
25% tetapi tetap terjadi penurunan konsentrasi Hb yang terjadi saat
kehamilan sampai 7 hari postpartum. Kadar Hb dibawah 10 g/dl merupakan
abnormal (anemia patologis) ( Hoffbrand,2005)
Anemia pada nifas adalah anemia yang terjadi sebagai dampak dari
persalinan dimana dapat membuat ibu terlihat pucat dan lelah selama sehari
atau beberapa hari (Fraser, 2009).
Sebagian besar anemia dalam nifas disebabkan oleh karena defisiensi
zat besi. Setelah terjadinya penambahan darah selama kehamilan, persalinan
dengan lahirnya plasenta dan perdarahan, ibu akan kehilangan zat besi
sekitar 900 mg (Wiknjosastro, 2008)
b. Etiologi
Penyebab anemia umumnya adalah:
1) Kurang gizi (malnutrisi)
2) Kurang zat besi dalam diet
3) Malabsorbsi
4) Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu, haid
dan masa nifas.
10

5) Penyakit-penyakit kronik: TBC, cacing usus, malaria dan


lain-lain.

c. Patofisiologi
Perdarahan pada saat persalinan dan pengeluaran lochia pada masa
nifas menyebabkan kehilangan unsur besi, sehingga cadangan besi
menurun. Kekurangan unsur besi menyebabkan penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang dan menyebabkan anemia (Handayani,2008).
Anemia dalam nifas dapat terjadi sebagai akibat perubahan sistem
hematologi dalam masa kehamilan
d. Tanda-tanda Klinis
1) Lemah, lesu, cepat lelah dan pucat
2) Mudah pingsan sementara tensi masih dalam batas normal
3) Tubuh malnutrisi (Saifuddin, 2006)
4) Penglihatan berkunang-kunang
5) Sakit kepala dan sering pusing ( Yatim, 2003).

f.Klasifikasi Anemia
Berdasarkan etiologinya anemia dapat digolongkan menjadi:
1) Anemia defisiensi besi ( kekurangan zat besi)
2) Anemia megaloblastik (kekurangan asam folat dan vitamin B12)
3) Anemia hemolitik (pemecahan sel-sel darah lebi cepat dari
pembentukan)
4) Anemia hipoplastik (gangguan pembentukan sel-sel darah).
(Manuaba, 2010)
g. Prognosis
Pengaruh anemia pada masa nifas yaitu:
1) Subinvolusi uteri yang menyebabkan perdarahan
2) Perlukaan sukar sembuh
3) Mudah terjadi infeksi puerperalis
4) Pengeluaran ASI berkurang
5) Dekompensasi kordis mendadak setelah prsalinan
6) Infeksi mamae
11

(Manuaba, 2010)

h. Diagnosis
Anemia sebenarnya bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari
suatu kelainan yang sebab-sebabnya harus ditentukan. Untuk mengevaluasi
penderita anemia diperlukan anamnesis dari riwayat
penyakitnya dan pemeriksaan fisik, demikian juga riwayat nutrisi
dan obat-obatan yang dikonsumsi oleh penderita seperti alkohol dan obat-
obat lain yang menimbulkan anemia dan riwayat keluarga yang menderita
anemia.
Pemeriksaan fisik yang diperlukan diantaranya adalah menemukan
apakah ada infeksi, darah dalam feses, limfadenopatia dan splenomegali
serta petekiae yang mendasari penyakit-penyakit tertentu penyebab anemia.
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan
hematologik dasar untuk menentukan ada tidaknya anemia yaitu
pemeriksaan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit setiap 24 jam (dinkes
Sulsel, 2009). Sementara itu, pemeriksaan dasar untuk menentukan etiologi
anemia adalah pemeriksaan apus darah tepi, hitung retikulosit, dan
pemeriksaan sum-sum tulang. ( Aziz, 2006).
Pemeriksaan Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama.
Pemeriksaan Hb dengan spektrofotometri merupakan standar, kesulitannya
ialah alat ini hanya tersedia di kota sehingga pada daerah- daerah diluar
perkotaan masih menggunakan alat Sahli.

i. Pengobatan Anemia pada Masa Nifas


1) Meningkatkan gizi penderita
Faktor utama penyebab anemia ini adalah faktor gizi, terutama
protein, mineral dan vitamin, sehingga pemberian asupan zat besi, vitamin
C , asam folat dan Vitamin B 12 sangat diperlukan oleh ibu nifas yang
mengalami anemia.

2) Pemberian suplemen
a) Preparat Peroral
12

Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi: ferro sulfat, ferro
gluconat atau Na-ferro bisitrat. Pemberian preparat Fe
60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan.
(Prawiroharjo,2008). Pemberian asam folat 5 mg selama 4 bulan untuk
anemia karena defisiensi asam folat (Mehta,2006)
b) Preparat Parenteral
Pemberian preparat fe parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/IM pada gluteus, dapat
meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 g%. Pemberian parenteral ini
mempunyai indikasi: intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia
yang berat, dan kepatuhan yang buruk. (Saifuddin, 2007).
Pemberian vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular selama dua minggu,
selanjutnya 100-1000 Ug intramuskular setiap bulan untuk anemia karena
defisiensi B12.
c) Tranfusi
Jika kadar hemoglobin kurang dari 9,0 gr%, tranfusi darah diperlukan,
jika kadar hemoglobin kurang dari 11 gr% diberi saran mengenai diet yang
tepat dan diberi zat besi jika ibu menolak
tranfusi. Jika terlihat gejala anemia meliputi letargi, takikardi, dan
sesak napas, serta gambaran klinis membran mukosa pucat, segera lakukan
pemeriksaan darah (Fraser, 2009).
Kadar hemoglobin ibu, meskipun penting, sebaiknya tidak menjadi
faktor penentu untuk memulai transfusi. Keputusan memulai transfusi
haruslah didukung oleh kebutuhan untuk menghilangkan gejala dan tanda
serta menghindari morbiditas dan mortalitas. Transfusi diberikan hanya jika
keuntungannya lebih besar bagi ibu atau pasien dibandingkan dengan
kerugiannya.
Terapi lain, seperti infus cairan kadang-kadang lebih aman dan sama
efektifnya serta dapat menurunkan peluang ibu terkena risiko-risiko seperti
reaksi transfusi ringan (ruam kulit, gatal) sampai berat (gagal ginjal,
hemolisis, syok anafilaktik).
13

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN

Seseorang, baik seorang pria maupun wanita dinyatakan menderita


anemia bila kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 g/100ml
dengan catatan wanita tersebut dalam keadaan tidak hamil (Wiknjosastro,
2008)
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb), eritrosit
dan Hematokrit (Ht) lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai
anemia bila Hb < 14 gr/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 gr/dl dan
Ht < 37% pada wanita. (Mansjoer, 2007).
Anemia fisiologis adalah penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb),
peningkatan volume plasma darah sekitar 45% dan masa eritrosit sekitar
25% tetapi tetap terjadi penurunan konsentrasi Hb yang terjadi saat
kehamilan sampai 7 hari postpartum. Kadar Hb dibawah 10 g/dl
merupakan abnormal (anemia patologis) ( Hoffbrand,2005)

B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah yang telah ditulis ini dapat memberikan
pengetahuan dan sajian informasi kepada pembaca tentang anemia dalam
kehamilan dan nifas.
14

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. SDKI 2012.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riskesdas 2013.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riskesdas 2018.

Kosim, dkk. 2019. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Bina Pustaka

Kusuma, Dharma. 2017. Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta: CV


Trans Info Media.
Manuaba, I. B. G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Kebidanan. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. B. G. 2005. Ilmu Kebidanan, Penyaki Kandungan, dan KB.


Jakarta: EGC.

Marmi. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Mochtar, Rustam. 2013. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi

Obstetri Patologi. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka

Sinsin, Iis. 2008. Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Elex


Media Komputindo.

Sudarti. 2012. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan, Persalinan, Neonatus


Bayi dan Balita. I. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta

Sukarmi. 2013.Kehamilan Persalinan dan Nifas. I. Yogyakarta: Nuha


Medika.

WHO. 2004. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia.


available at: http://who.int/.

WHO . 2012. Maternal Mortality Rate. Available at: http://who.int/.

Anda mungkin juga menyukai