Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Ny.M DENGAN HIPERTENSI DI BLADO POTORONO BANGUNTAPAN


BANTUL YOGYAKARTA

Dosen Pengampu : Ns. Fitri Dian Kurniati, S.Kep., M.Kep.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5A :

Febri Ismail 24201461


Husna Karimah 24201462
Anita Yustika 24201463
Putri Anja Lestari 24201464
Siti Nur Hidayah 24201465
Ismi Chairunnisa 24201456

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PROFESI
NERS ANGKATAN XXVI

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.M


dengan Hipertensi di Blado Potorono Banguntapan Bantul Yogyakarta”

Keperawatan Gerontik Profesi STIKes Surya Global Yogyakarta 2021.

Yogyakarta, 16 Oktober 2021

Diajukan Oleh :

Mengetahui

Pembimbing Akademik

(Ns. Fitri Dian Kurniati, S.Kep., M.Kep)


1. Konsep Dasar Lansia
a. Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia


tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak
dan dewasa akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimana saat ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap ( Azizah,
2011).

b. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Ana Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a) Berusia lebih dari 60 th (sesuai pasal 1 ayat (2) UU No. 13 ttg
kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual serta dari kondisi
adaptif hingga maladaptif.
c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

c. Batasan Lanjut Usia


Menurut Padila, 2014 :
a) Pra usia lanjut (prasenilis)
Seseorang yang berusia 45-59 tahun
b) Lanjut usia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah tahap
masa tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun keatas).
Sedangkan lanjut usia adalah sudah berumur atau tua.
c) Usia lanjut Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d) Usia lanjut Potensial
Usia lanjut yang masih mampu melaksanakan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

d. Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang Terjadi pada Lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan
psikologis (Dewi, 2014) :

a) Perubahan Fisik
1. Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan penurunan
tampilan dan fungsi fisik. lansia menjadi lebih pendek akibat
adanya pengurangan lebar bahu dan pelebaran lingkar dada dan
perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi tipis dan keriput, masa
tubuh berkurang dan masa lemak bertambah.
2. Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi adanya
penebalan dan kaku, terjadi penurunan kemampuan memompa
darah (kontraksi dan volume) elastisistas pembuluh darah menurun
serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
3. Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia yang
mempengaruhi kapasitas fungsi paru yaitu penurunan elastisitas
paru, otototot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku,
kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun dan terjadinya penyempitan pada bronkus.
4. Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia
mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit, dimana epidermis dan
dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat elastis berkurang dan
keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam hidung
dan telinga menebal, vaskularisasi menurun, rambut memutih
(uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku
kaki tumbuh seperti tanduk.
5. Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan fungsi
sistem saraf. Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsi menurun
serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress, berkurangnya atau hilangnya lapisan
mielin akson sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik
dan refleks.
6. Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca
monopause yang dapat mengalami kehilangan densitas tulang yang
masif dapat mengakibatkan osteoporosis, terjadi bungkuk (kifosis),
persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor,
tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
7. Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi
penurunan asam lambung, peristaltik menurun sehingga daya
absorpsi juga ikut menurun, ukuran lambung mengecil serta fungsi
organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan berkurangnya
produksi hormon dan enzim pencernaan.
8. Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran
darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun dan
fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasikan
urine ikut menurun.
9. Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang dapat
menyebabkan otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan
terjadi retensi urine.
10. Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani atrofi
yang dapat menyebabkan ganguan pendengaran dan tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
11. Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang
menurun terhadap sinar, adaptasi terhadap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
b. Perubahan Psikologis
Pada lansia dapat dilihat dari kemampuanya beradaptasi terhadap
kehilangan fisik, sosial, emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian
dan kepuasan hidup.ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif lagi
memunculkan gambaran yang negatif tentang proses menua. Banyak
kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan anggapan negatif tersebut,
dimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai
sumbangan apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya
ekonomi.
c. Perubahan Kognitif
Pada lansia dapat terjadi karena mulai melambatnya proses
berfikir, mudah lupa, bingung dan pikun. Pada lansia kehilangan jangak
pendek dan baru merrupakan hal yang sering terjadi.
d. Perubahan Sosial
Post power syndrome, single woman,single parent, kesendirian,
kehampaan, ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan
meninggal.

e. Penyakit yang sering terjadi pada Lansia


Menurut Padila, 2017, ada beberapa penyakit yang sering terjadi pada lansia,
diantaranya :
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darahsistolik sama atau
lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90
mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses
menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinnya
stroke, kerusakan pembuluh darah, gagal jantung dan gagal ginjal.
2) Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju
jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak
nafas, pingsan, hingga kebingungan.
3) Tuberkolosis
Tuberkolosis pada lansia sering dilupakan, karena beberapa hal antara
lain keluhan, gejala klinik maupun gambaran radiologic tidak khas.
Sepertilazimnya, penyebab infeksi adalah kuman tahan asam, M
tuberculosis.
4) Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi
paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran nafas. Yang termasuk PPOM adalah
Bronkitis kronis, empisema paru, dan penyakit saluran nafas perifer.
5) Stroke
Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahayadan butuh
pertolongan cepat untuk meminimalkan kerusakan otak. Stroke terjadi
saat suplai darah ke bagian otak tidak terpenuhi, sehingga jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi cukup untuk melakukan
fungsinnya.
6) Artritis (radang sendi)
Peradangan pada salah satu atau lebih pada sendi. Penyakit ini ditandai
dengan adannya nyeri, kekakuan, dan bengkak pada sendi, sehingga
dapat menyebabkan pergerakan terganggu atau terbatas.

f. Kebutuhan Dasar Lansia


Menurut (Bandiyah, 2017) kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan
manusia pada umumnya, yaitu kebutuhan makan, perlindungan makan,
perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial dalam
mengadakan hubunagan dengan orang lain, hubungan antar pribadi
dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-
organisasi sosial, Adapun Kebutuhan utama Lansia, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi, seksual,
pakaian, perumahan/tempat berteduh.
b. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai
c. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan
d. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari
orang lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri, serta
status yang jelas
e. Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan
orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan
organisasi social.

2. Konsep Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari


140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pada
dua kali pengukuran atau lebih (Smeltzer, 2018).

Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu


keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan diastolic
(angka 24 bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
pengukur tekanan darah baik yang berupa alat cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Pudiastuti dalam
Eriana, 2017).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan


darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan
kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner)
dan otak (menyebabkan) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2014).

b) Klasifikasi Hipertensi

Ada pun klasifikasi hipertensi menurut Kemenkes RI (2014), hipertensi


terbagi menjadi:

1. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti
kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar
90% penderita hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%


penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

c) Berdasarkan bentuk Hipertensi

Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi


campuran (sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension).
d) Berdasarkan peningkatan tekanan darah sistol dan diastol menurut
The Sevent Report of The Joint National.

Klasifikasi Tekanan Tekanan


tekanan darah Darah Darah
Sistol Diastol
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99


Hipertensi Stage 160 atau 100 atau>1 00
II >160

Gambar 2.1

Kalsifikasi Hipertensi Menurut JNC VII

c) Etiologi

Berdasarkan etiologinya, menurut Pudjiastuti dalam Eriana (2017),


hipertensi dibagi menjadi primer dan sekunder. Prevalensi hipertensi
sekunder hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi.

1. Hipertensi esensial (primer)


Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang belum
diketahui penyebabnya walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor
gaya hidup seperti obesitas, alkohol, merokok, kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Tipe ini terjadi pada sebagian besar
kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Hipertensi primer biasanya
timbul pada usia 30-50 tahun.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai
akibat dari adanya penyakit lain. Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya
sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi. Beberapa hal yang
menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penyakit
ginjal, kelainan hormonal, obat – obatan.
d) Patofisiologi

Menurut Brunner & Suddarth dalam Nurhidayat (2015), patofisiologi


hipertensi yaitu sebagai berikut :

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi


respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk


pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.

e) Manifestasi Klinis

Menurut Mahzura (2018), Tanda dan gejala pada penderita


hipertensi dibedakan menjadi dua :

1. Tidak ada gejala

Tidak terdapat gejala yang spesifik yang dapat dikatikan dengan


tekanan darah, selain penentuan arteri oleh dokter yang memeriksa. Ini
menandakan bahwa hipertensi arterial tidak akan terdiagnosa jika
tekanan darah tidak diukur.

2. Gejala yang lazim

Gejala yang lazim menyertai hipertensi yaitu nyeri kepala dan


kelelahan, ini merupakan gejala yang paling banyak mengenai pasien
hipertensi. Beberapa keluhan yang dirasakan penderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing


2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epitaksis
8) Kesadaran menurun

Kondisi ini pada akhirnya akan menimbulkan ketidaknyamanan dan


mempengaruhi kualitas hidup penderita hipertensi. Dalam penelitian
Hayws, dkk pada tahun 2008, menunjukkan 30% responden yang
menderita hipertensi cenderung menyebutkan bahwa dirinya memiliki
status kesehatan yang rendah dibandingkan dengan yang tidak
hipertensi (Syahputra, 2019). Status kesehatan ini dapat
mengindikasikan kualitas hidup yang tidak baik yang akan
mempengaruhi fungsi fisik dan mental (Wang dalam Syahputra, 2019).

f) Komplikasi Hipertensi

Menurut Corwin, hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan


berbagai macam komplikasi, komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

1. Stroke
2. Infark miokard
3. Gagal ginjal
4. Enselofati (Kerusakan otak)

Sedangkan menurut Padmawinata, tekanan darah yang terus menerus


tinggi dan tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi pada organ-
organ berikut :

1. Komplikasi pada otak


Tekanan darah yang terus menerus tinggi menyebabkan kerusakan
pada dinding pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel. Hal
ini memicu pembentukan plak aterosklerosis dan trombosis
(pembekuan darah yang berlebihan). Akibatnya pembuluh darah
tersumbat dan jika penyumbatan terjadi pada pembuluh darah otak
dapat menyebabkan stroke.
2. Kompikasi pada mata
Hipertensi yang berkepanjangan dapat menyebabkan retinopati
hipertensi dan menyebabkan kebutaan.
3. Komplikasi pada jantung
Selain pada otak, penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi pada
pembuluh darah koroner dapat menyebabkan penyakit jantung
koroner (PJK) dan kerusakan otot jantung (infark jantung). Selain itu
pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat otot
jantung akan menyesuaikan sehingga akan terjadi pembesaran
jantung dan semakin lama otot akan mengendor berkurang elastisnya
yang disebut dengan dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu
lagi memompa dan menampung darah dari paru sehingga banyak
cairan yang tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh lain yang
dapat menyebabkan sesak nafas atau edema, kondisi ini disebut
gagal jantung.
4. Komplikasi pada ginjal
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal
mengkerut (vasokontriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu
dan menyebabkan kerusakan sel-sel ginjal yang pada akhirnya
terjadi gangguan fungsi ginjal. Apabila tidak segera ditangani dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik atau bahkan gagal ginjal terminal
(Rahman, 2016).

g) Penatalaksanaa Hipertensi
1) Pengobatan Farmakologis
Perlu diingat bahwa pengobatan hipertensi adalah pengobatan
jangka panjang, bahkan sampai seumur hidup. Pengobatan secara
farmakologis dapat dilakukan dengan panduan dari National Institute
of Health, sebagai berkut :
a) Hipertensi derajat 1, tekanan darah 140-159/90-99 mmHg :
Melalui pola hidup sehat ditambah satu jenis obat hipertensi.
b) Hipertensi derajat 2, tekanan darah 160/100 mmHg atau lebih :
Pola hidup sehat ditambah dua jenis atau lebih obat hipertensi
(Junaidi, 2010).

Obat hipertensi yang efektif bagi orang tua antara lain adalah
golongan diuretik, antagonis kalsium, dan beta-blocker (Junaidi,
2010).

2) Non Farmakologis
Pengobatan Non Farmakologis menuut Umar (2013), sebagai berikut :
1. Menghentikan kebiasaan merokok, karena rokok bisa membuat
pembuluh darah menjadi kaku sehingga timbul hipertensi.
2. Menurunkan kelebihan berat badan. Berat badan yang berlebihan
membuat beban pembuluh darah menjadi lebih berat.
3. Melakukan latihan fisik seperti olah raga, untuk memperkuat
jantung dan pembuluh darah.
4. Menurunkan asupan garam. Karena asupan garam akan memicu
hipertensi.
5. Meningkatkan komsumsi buah dan sayuran untuk memperbaiki
aliran darah.
6. Menurunkan asupan lemak, sebab lemak akan menempel di
pembuluh darah.
7. Mengkomsumsi herbal yang berfungsi mempekuat pembuluh
darah dan jantung.
8. Melakukan bekam secara rutin. Sebab bekam bisa dipakai untuk
pemeliharaan tekanan darah dan menjaga fungsi organ tubuh.
h) Pathway Hipertensi

(Sumber : ( WOC ) dengan menggunakan Standar Diganosa


Keperawatan Indonesia dalam PPNI, 2017)

3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Hipertensi pada Lansia


1) Pengumpulan data
a. Identitas
Nama, umur, agama, jenis kelamin, tanggal masuk dan penanggung
jawab.
1) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami sakit yang sangat berat.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala,kelelahan,pundak terasa berat.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah mengalami penyakit yang sama.
2) Aktivitas / istirahat
1. Gejala: kelelahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2. Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irma jantung, dan
takipnea.
3) Sirkulasi
1) Gejala: riwayat penyakit, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
dan penyakit serebrovaskuler. Dijumpai pula episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial dari tekanan darah)
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Hipertensi postural
mungkin berhubungan dengan regimen obat.
4) Integritas Ego
1) Gejala : riwayat kepribadian, ansietas, faktor stress multiple
(hubungan keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara.
5) Eliminasi
Gejala : adanya gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.
6) Makanan/cairan
Gejala : makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang di goreng, keju,
telur), gula-gula yang berwarna hitam, dan kandungan tinggi kalori, mual,
muntah dan perubahan BB meningkat / turun, riwayat penggunaan obat
diuretik.

7) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipita ( terjadinya
saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam,
gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
8) Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit
kepala oksipital berat, seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
9) Pernapasan
1) Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja.
Takipnea, orthopnea, dispnea, batuk dengan atau tanpa
pembentukan sputum, riwayat merokok.
2) Tanda : distress respirasi atau penguunaan otot aksesori pernapasan,
bunyi nafas tambahan (krakles / mengi), sianosis
10) Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi / cara berjalan, hipotensi postural.

2. Pola fungsi kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan

2. Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,mual/muntah, dan makanan
kesehatan

3. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya
masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.
4. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energy, jumlah
tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia
5. Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi.
Riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan

Tabel 1. Pengkajian Indeks KATZ

Skor INTERPRETASI

A Kemandirian dalam hal makan, minum, kontinen (BAB/BAK), berpindah,


kekamar kecil, berpakaian dan mandi

B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan

D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,berpakaian dan


satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,


kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, kekamar


kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat diklasifikasikan
sebagai C,D dan E
lain

6. Pola hubungan dan peran


Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan,
tidak punya rumah, dan masalah keuangan.

Tabel 2. Pengkajian APGAR Keluarga (Tabel APGAR Keluarga)

No Item Penilaian Selalu Kadangkadang Tidak


pernah
(2) (1)
(0)
1. A : adaptasi

Saya puas bisa kembali pada keluarga


(teman-teman) saya untuk membantu
apabila saya mengalami kesulitan

( adaptasi )

2. P : Partnership

Saya puas dengan cara keluarga


( teman-teman ) saya membicarakan
sesuatu dan mengungkapkan masalah
dengan saya ( hubungan )

3. G : Growth

Saya puas bahwa keluarga


( teman-teman ) saya menerima dan
mendukung keinginan saya untuk

melakukan aktivitas

( pertumbuhan )
4. A : Afek

Saya puas dengan cara keluarga


( teman-teman ) saya
mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi saya seperti, marah
sedih, atau mencintai
5. R : Resolve

Saya puas dengan cara teman dan


keluarga saya dan saya menyediakan
waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan berespon

Keterangan :

Total nilai < 3 : disfungsi keluarga yang sangat tinggi

Total nilai 4 – 6 : disfungsi keluarga sedang

Total nilai 7 – 10 : tidak ada disfungsi keluarga

7. Pola sensori dan kognitif


Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif, pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran,perasaan, dan pembau.
Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan
tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil,
peningkatan air mata.
Tabel 3 Pengkajian Status Mental
Tabel Short Portable Mental Status Quesioner (SPMSQ)

Skor
+ - No Pertanyaan Jawaban
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat anda?
5 Kapan anda lahir?
6 Berapa umur anda?
7 siapa presiden
Indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama anak anda?
10 Siapa nama ibu anda?
Jumlah Kesalahan Total
Kesimpulan :
1. Kesalahan 0 – 2 = Fungsi Intelektual Utuh
2. Kesalahan 3 – 4 = Kerusakan Intelektual Ringan
3. Kesalahan 5 – 7 = Kerusakan Intelektual Sedang
4. Kesalahan 8 – 10 = Kerusakan Intelektual Berat Keterangan :
a. Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 ( satu ) kesalahan bila subyek
hanya berpendidikan SD
b. Bisa dimaklumi bilang kurang dari 1 ( satu ) kesalahan bila subyek
mempunyai pendidikan lebih dari SD
c. Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 ( satu ) kesalahan untuk
subyek kulit hitam dengan menggunakan kriteria pendidikan yang
lama.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran harga
diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka makhluk
bio-psiko-sosiokultural-spritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak
terhadap sakit. Pengkajian tingkat depresi menggunakan Tabel
Inventaris Depresi Back
9. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.
10. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk
spiritual ( Aspiani, 2014 ).
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA NIC – NOC (2016).
a. Penurunan curah jantung berhubungan peningkatan afterload,
vasokontriksi dan iskemia miokard.
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
dan iskemia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungandengan kelemahan,
ketidakseimbangansuplai dan kebutuhan oksigen.
d. Resiko cidera atau jatuh berhubungan dengan ketidakmandirian
e. Gangguan orientasi berhubungan dengan dimensia
f. Harga diri rendah berhubungan dengan ditolak, merasa tidak berguna.
4. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.5
Intervensi

1 Resiko NOC NIC


Penurunan Setelah dilakukan 1. Evaluasi adanya
curah jantung asuhan keperawatan (intensitas, lokasi,
b.d diharapkan durasi)
Peningkatan Kriteria hasil : 2. Catat adanya
afterload,Vasok 1. tanda vital dalam distrimia Jantung.
ontriksi dan 2. Rentang normal 3. Catat adanya tanda
iskemia (tekanan darah, nadi, dan gejala
miokard respirasi) penurunan cardiac
3. Dapat output
mentoleransi 4. Monitor status
aktivitas,tidak ada kardiovaskuler
asites 5. Monitor status
4. Tidak ada edema pernapasan yang
paru perifer,dan menandakan gagal
tidak ada jantung
kelelahan. 6. Monitor abdomen
5. Tidak ada sebagai indikator
penurunan penurunan perfusi
kesadaran 7. Monitor balance
cairan
8. Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
9. Monitor respon
pasien terhadap efek
obat antiritmia
10. Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
11. Monitor toleransi
aktivitaspasien
12. Monitor adanya
dyspnea, fatique,
takipnea, dan
ortopnea
13. Anjurkan untuk
menurunkan stress
dengan cara sholat
dan beribadah
14. Pemantauan tanda
vital:
15. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan pernapasan
16. Catat adanya
fluktasi tekanan
darah
17. Monitor vs saat
pasien berbaring
duduk atau
berdiri
18. Auskultasi tekanan
darah padakedua
lengan dan
bandingkan
19. Monitor tekanan
darah, nadi
pernapasan, selama
dan setelah aktivitas
20. Monitor kualitas
dari nadi
21. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
22. Monitor pola
pernapasan
abnormal
23. Monitor suhu,warna,
dan kelembapan
kulit
24. Monitor adanya
cushing Triad
(tekanan nadi yang
melebar bradikardi,
peningkatan sistolik)
25. identifikasi
penyebab dari
perubahan vital sign
2 Nyeri akut NOC NIC
berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara
dengan asuhan keperawatan Komprehensif,
peningkatan diharapkan termasuk lokasi
tekanan Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
vaskulerserebra 1. Klien mampu frekuensi, kualitas
l mengontrol nyeri, dan
mampu faktor presipitasi
menggunakan 2. Kontrol lingkungan
teknik non yang dapat
farmakologi mempengaruhi nyeri
untuk mengurangi seperti suhu ruangan,
nyeri, mencari pencahayaan dan
bantuan) kebisingan
2. Melaporkan 3. Ajarkan tentang
bahwa nyeri teknik non
berkurang Farmakologi seperti
dengan kompres hangat dan
menggunakan relaksasi nafas dalam
manajemen nyeri 4. Berikan analgetik
3. Mampu untuk mengurangi
mengenali nyeri
nyeri (skala, 5. Tingkatkan istirahat
intensitas yang cukup
frekuensi dan 6. Monitor vital sign
tanda nyeri) sebelum dan sesudah
4. Mengat pemberian
akan rasa analgetik pertama
nyaman setelah kali
nyeri
berkurang
3 Intoleransi NOC NIC:
aktivitas Setelah dilakukan 1. Kolaborasi dengan
b/d asuhan tenaga rehabilitasi
kelemahan keperawatan medik dalam
diharapkan merencanakan
Kriteria hasil : program terapi
1. Mampu yang tepat
melakukankegiata 2. Bantu klien untuk
n sehari-hari mengidentifikasi
2. Tanda-tanda aktivitas yang
vitaldalam batas mampu dilakukan
normal 3. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapat
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
4. Bantuuntuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
5. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantu
6. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

Budi Anna Keliat, 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta :
EGC.

Bandiyah,S. 2017. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Dewi, S. R., 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Eriana, I. 2017. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Pegawai Negeri Sipil Uin Alauddin Makassar. Jurnal Repositori UIN
Alauddin. 27 September 2019 (21.54).
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Hipertensi. www.depkes.go.id. 27 September 2019.
Mahzura, H. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi dalam
Gangguan Kebutuhan Rasa Nyaman (Nyeri) Di Ruang Laika Waraka
Interna RSUD. Bahteramas Kota Kendari. www.repository.poltekkes-
kdi.ac.id. 01 Oktober 2019 (22.07).
Nurhidayat, S. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi.
www.eprints.umpo.ac.id . 24 September 2019 (17.39).
Padila, 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rahman, M.A. 2016. Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi di Klinik Bekam Abu Zaky Mubarak. Skripsi. Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 02 Oktober
2019 (06.27) dari www.repository.uinjkt.ac.id.
Umar, W.A. 2016. Sembuh dengan Satu Titik 2 : Bekam untuk 7 Penyakit Kronis.
Solo: Thibbia.
Smeltzer, S.C. 2018. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Syahputra. A, Dewi. W.A. Novayelinda. R. 2019. Studi Fenomenologi: Kualitas
Hidup Pasien Hipertensi Setelah Menjalani Terapi Bekam. Skripsi. Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. 18 September 2019 (13.24) dari
www.ejournal.unri.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai