Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA


DIREKTORAT PENILAIAN

GEDUNG SYAFRUDIN PRAWIRANEGARA II LANTAI 6 SELATAN,


JALAN LAPANGAN BANTENG TIMUR NOMOR 2-4, JAKARTA 10710
TELEPON (021) 3501030; FAKSMILE (021) 3502691; SITUS www.djkn.kemenkeu.go.id

NOTULEN
SOSIALISASI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
NOMOR KEP-436/KN/2020
TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN BONGKARAN BANGUNAN

A. Dasar
Surat Undangan Direktur Penilaian nomor UND-11/KN.6/2021 tanggal 14 Januari 2021
hal Sosialisasi Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor KEP-
436/KN/2020 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Bongkaran Bangunan.

B. Waktu dan Tempat


Kegiatan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 21 Januari 2021 pukul 09.00 s.d. 12.00
WIB melalui Video Conference pada Aplikasi Zoom Meeting (Meeting ID: 706 872
5264).

C. Agenda
Sosialisasi Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor KEP-436/KN/2020
tentang Petunjuk Teknis Penilaian Bongkaran Bangunan.

D. Peserta Sosialisasi
Peserta sosialisasi adalah seluruh pejabat/pegawai Bidang Penilaian dan Seksi
Pelayanan Penilaian pada Kanwil dan KPKNL di lingkungan DJKN.

E. Pelaksanaan Sosialisasi
1. Pembukaan
Kegiatan diawali dengan sambutan oleh Direktur Penilaian pada pukul 09.00 WIB
dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Latar belakang terbitnya Kepdirjen ini adalah sebagai bentuk simplifikasi sesuai
arahan Direktur Jenderal Kekayaan Negara pada kegiatan Rapat Kerja Terbatas
di bidang penilaian dimana penilaian aset bongkaran perlu dilakukan
penyederhanaan untuk mendorong percepatan pelayanan. Selain itu, Kepdirjen
ini merupakan amanat dari PMK 173/PMK.06/2020 khususnya di Pasal 12 ayat
(5) terkait pelaksanaan pengumpulan data dan informasi tanpa survei lapangan.
b. Beberapa pengaturan baru peda keputusan ini antara lain terkait pengumpulan
data, perhitungan kuantitas, dan formular pendataan.
c. Harapan dengan disusunnya KEP-436/KN/2020 ini selain sebagai wujud
simplifikasi adalah agar dapat memberikan kemudahan bagi pengguna jasa dan
penilai, serta dari segi metodologi dapat mempercepat kegiatan penilaian
sehingga berdampak pada percepatan layanan bagi pengguna jasa.
d. Penilai selain sebagai ASN juga merupakan profesi yang mempunyai standar
dan kaidah yang berlaku umum. Harapannya dalam pelaksanaan penilaian,
Penilai dimohon untuk tetap menjaga profesionalisme dan memastikan kualitas
dari hasil penilaian tetap terjaga. Kualitas akan baik ketika sumber data pun baik,
berlaku juga untuk bongkaran sesuai dengan tema sosialisasi pada kesempatan
kali ini.
2. Pemaparan Materi Sosialisasi
Pemaparan materi dilakukan oleh Kepala Seksi SPPK II dan Bapak Irfan Fitri
Aryanto. Beberapa poin pemaparan materi pada kegiatan sosialisasi dimaksud,
antara lain:
a. KEP-436/KN/2020 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Bongkaran Bangunan
disusun dengan latar belakang:
● Arahan Dirjen KN pada kegiatan Rakertas Penilaian Tahun 2019 dimana
penilaian aset bongkaran perlu disederhanakan untuk mendorong percepatan
pelayanan;
● Menindaklanjuti keputusan Rakernas DJKN 2020 terkait pelaksanaan
penilaian obbjek tertentu tanpa survei lapangan selain pelaksanaan kegiatan
Revaluasi BMN;
● Amanat pada PMK 173/PMK.06/2020 khususnya di Pasal 12 ayat (5) yang
mengatur teknik pengumpulan data dan informasi tanpa survei lapangan
untuk pelaksanaan Penilaian, sepanjang terdapat petunjuk teknis Penilaian
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
b. Dari latar belakang tersebut, disusun ketentuan bagaimana cara melaksanakan
Penilaian tanpa survei lapangan untuk objek bongkaran ini. KEP-436/KN/2020
mulai berlaku setelah payung hukum dari keputusan ini yaitu PMK
173/PMK.06/2020 juga berlaku yaitu pada tanggal 3 Februari 2021.
c. Sebelum adanya KEP-436/KN/2020 sudah ada Kepdirjen yang telah ditetapkan
terkait Penilaian bongkaran bangunan yaitu KEP-356/KN/2018.
d. Lingkup objek penilaian pada keputusan ini adalah material hasil pembongkaran
bangunan dan material bongkaran pada bangunan yang akan dibongkar.
e. Pendekatan yang digunakan pada keputusan ini menyelaraskan penyebutan
istilahnya dengan PMK 173/PMK.06/2020 yaitu pendekatan pasar, berbeda dari
frasa pada keputusan sebelumnya yaitu pendekatan data pasar.
f. Teknik pengumpulan data dan informasi pada keputusan ini selain dilakukan
dengan survei lapangan dapat pula dilakukan dengan tanpa survei lapangan.
g. Pada kelengkapan permohonan penilaian harus melampirkan formulir pendataan
dan surat keterangan yang menerangkan kondisi objek penilaian sesuai dengan
format yang terlampir pada keputusan dimaksud.
h. Keputusan ini juga mengatur kondisi penerapan pengumpulan data dan
informasi serta perhitungan kuantitas material bongkaran untuk penilaian tanpa
survei lapangan.
i. Struktur dari Kepdirjen ini terdiri atas batang tubuh dan lampiran.
j. Pada batang tubuh terdapat tiga diktum utama yang antara lain mengatur
tentang objek penilaian bongkaran, penilaian bongkaran menggunakan
pendekatan pasar, dan pelaksanaan penilaian bongkaran bangunan
dilaksanakan oleh Penilai Pemerintah di lingkungan DJKN pada KPKNL yang
wilayah kerjanya sesuai dengan lokasi objek Penilaian berada.
k. Lampiran terdiri atas 6 bab, yaitu Pendahuluan, Pelaksanaan Penilaian, Material
Bongkaran Bangunan, Perhitungan Bongkaran Bangunan, Penentuan Biaya
Bongkar Bangunan, dan Formulir Pendataan dan Surat Keterangan.
l. BAB I memuat tujuan penilaian bongkaran yaitu menghasilkan Nilai Wajar atas
bongkaran bangunan yang masih mempunyai nilai ekonomis. Selain itu pada
BAB I ini juga memuat ketentuan umum serta identifikasi permohonan penilaian.
m. BAB II mengatur secara rinci terkait alur pelaksanaan penilaian yang
disesuaikan dengan pengaturan pada PMK 173/PMK.06/2020. Alur pelaksanaan
penilaian terdiri atas identifikasi permohonan penilaian, penentuan tujuan
penilaian, pengumpulan data dan informasi, analisis data, dan penilaian
bongkaran bangunan dengan pendekatan pasar.
n. BAB III mengatur terkait material bongkaran bangunan, yaitu petunjuk terkait
jenis material, syarat secara umum terkait jenis material bongkaran, serta bagian
komponen bangunan yang dapat dinilai sebagai objek Penilaian material
bongkaran bangunan.
o. BAB IV mengatur tentang tata cara perhitungan kuantitas bongkaran bangunan
baik melalui survei lapangan maupun dengan tanpa survei lapangan.
p. BAB V mengatur tentang penentuan biaya bongkar bangunan, antara lain faktor
yang mempengaruhi biaya pembongkaran bangunan dan komponen biaya
bongkar.
q. BAB VI pada lampiran keputusan ini memuat suatu format formular pendataan
objek Penilaian bongkaran bangunan serta format surat keterangan.
r. Pada akhir pemaparan materi terdapat simulasi atau contoh sederhana
pengisian formulir pendataan dan perhitungan nilai bongkaran bangunan.
3. Diskusi dan Tanya Jawab terkait KEP-436/KN/2020
a. Pertanyaan 1: Terkait dengan biaya bongkar, bagaimana cara mengestimasi
biaya bongkar? Terdapat tim Penilai yang pada kegiatan penilaian bongkaran
bangunan menggunakan standar biaya dari Kementerian PUPR. Pada
kesempatan lain, saat menggunakan standar biaya dari Kementerian PUPR
justru menghasilkan nilai minus karena standar biaya yang terlalu mahal
sehingga tim memutuskan untuk melakukan metode campuran yaitu dengan
menilai beberapa material berdasarkan standar biaya Kementerian PUPR dan
selebihnya menggunakan metode perhitungan manual oleh tim. Dari kasus
tersebut, perlu adanya panduan terkait penggunaan metode perhitungan yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh tim penilai. Bahkan jika nanti ada desktop
valuation mungkin perlu disusun DKPB yang berkaitan dengan biaya bongkar.
Jawaban: Dari pembahasan konsep kepdirjen dengan KPKNL, terdapat
beberapa masukan terkait dengan biaya bongkar dan mencoba melakukan
simulasi apakah masih memungkinkan untuk membuat suatu model biaya
pembongkaran yang bisa kita standarkan dan berlaku untuk skala nasional. Tapi
ternyata biaya pembongkaran di Kementerian PUPR menggunakan satuan
meter kubik sedangkan base yang kita gunakan adalah meter persegi sehingga
saat dikonversikan hasilnya tidak sesuai/match. Selain itu, kita sempat
mengundang narasumber yaitu pelaku jual beli bongkaran, mereka berpendapat
beberapa faktor yang tidak dapat digeneralkan terkait pelaksanaan
pembongkaran bangunan karena terdapat beberapa kriteria bangunan seperti
tipe bangunan dan wilayah yang berbeda-beda sehingga belum bisa diterapkan
suatu standar biaya pembongkaran bangunan. Sehingga terkait dengan
penentuan biaya bongkar sebaiknya dikembalikan ke karakteristik daerah
masing-masing. Pada KEP-436/KN/2020 baru dikembangkan modelling untuk
mengestimasi berapa kuantitas material dalam suatu bangunan. Ke depannya
tidak menutup kemungkinan jika ada suatu metode yang bisa diuji dan dilakukan
kajian untuk menentukan standar biaya pembongkaran dengan skala nasional.
b. Pertanyaan 2: Di KPKNL Pematangsiantar pernah ada kejadian Penilaian
bongkaran dan tidak menghasilkan nilai minus. Bagaimana jika nanti biaya
bongkar lebih besar dari nilai ekonomis objek penilaian sehingga nilai wajar yang
dihasilkan minus? Apakah di simpulan nilai dinyatakan bahwa objek Penilaian
tidak bernilai ekonomis, atau nilai tersebut dituliskan dengan tanda kurung untuk
menyatakan bahwa nilai tersebut minus?
Jawaban: Seorang Penilai pada saat awal penugasan sudah bisa mengestimasi
objek penilaian memiliki nilai ekonomis atau tidak berdasarkan data-data yang
sudah diperoleh dari permohonan. Dalam hal tidak memiliki nilai ekonomis atau
potential buyer tidak perlu dilakukan penilaian. Pada KEP-436/KN/2020 bisa
dilakukan analisis terhadap formulir pendataan yang telah diisi oleh satker terkait
estimasi nilai ekonomis dari objek penilaian dimaksud.
c. Pertanyaan 3: Untuk laporan penilaian bongkaran apakah berupa laporan
ringkas atau laporan terperinci?
Jawaban: Laporan penilaian yang disusun sebelum berlakunya Kepdirjen
453/KN/2020 masih menggunakan laporan penilaian terperinci sebagaimana
diatur dalam Kepdirjen 124/KN/2016. Namun mulai 3 Februari 2021, laporan
penilaian bongkaran bangunan menggunakan Laporan Ringkas sebagaimana
diatur dalam Kepdirjen 453/KN/2020.
d. Pertanyaan 4: Dokumen sumber apa yang diperlukan oleh Tim Penilai sebagai
dasar dalam penetapan suatu material bongkaran masih memiliki pangsa pasar
di wilayah objek penilaian?
Jawaban: Kita bisa melihat dari formulir pendataan yang diisi oleh pemohon
terkait material bangunan dan dicocokkan dengan sumber data pembanding
yang pernah dimiliki oleh Penilai atau bisa juga dari sumber data sekunder yang
telah dikonfirmasi oleh Penilai.
e. Pertanyaan 5: Apakah Penilai sebaiknya membuat suatu berita acara sebagai
dokumen sumber bahwa pada wilayah objek penilaian tersebut material objek
penilaian tidak diperjualbelikan sehingga Penilai dapat terhindarkan dari sesuatu
yang tidak diinginkan misalnya dari tim pemeriksa?
Jawaban: Bisa saja dituangkan di Berita Acara Survei Lapangan (BASL) atau
syarat pengungkapan bahwa untuk material tertentu tidak diperjualbelikan di
wilayah objek penilaian, jadi tidak perlu membuat dokumen sumber yang
menerangkan hal tersebut.
f. Pertanyaan 6: Terkait data pembanding, yang kita cari dari pengepul itu harga
jual atau beli dari pengepulnya? Soalnya selisihnya juga lumayan?
Jawaban: Terkait dengan data penawaran yang akan kita gunakan akan lebih
baik dengan menggunakan penawaran jual. Namun karena karakteristik
pasarnya agak sedikit unik, penawaran beli juga bisa digunakan dengan
penyesuaian yang dibedakan. Jika penawaran jual dilakukan penyesuaian
minus, untuk penawaran beli berlaku sebaliknya.
g. Pertanyaan 7: Untuk penilaian bongkaran tanpa survei lapangan, bagaimana
kita meyakini data dan informasi yang disampaikan? Bagaimana kita membatasi
tanggung jawab atas data dan informasi yang disampaikan?
Jawaban: Terkait dengan bagaimana kita meyakini data dan informasi yang
disampaikan oleh pemohon penilaian, pada KEP-436/KN/2020 salah satu syarat
yang harus disertakan adalah formulir pendataan yang disertai surat keterangan
yang disampaikan oleh pemohon tersebut telah disusun sesuai dengan kondisi
objek penilaian di lapangan dan informasi tersebut sepenuhnya merupakan
tanggung jawab oleh pembuat surat keterangan. Dan pada laporan penilaian
dijelaskan bahwa kebenaran data dan informasi untuk penilaian tanpa survei
lapangan bukan menjadi tanggung jawab tim Penilai.
h. Pertanyaan 8: Untuk penilaian bongkaran, khususnya BMN akibat gempa
apakah dokumen persyaratannya dapat dipermudah?
Jawaban: Dari kelengkapan permohonan, prinsipnya pedoman penilaian ke
depan semakin memudahkan stakeholder. Untuk kelengkapan dokumen yang
diatur pada keputusan ini hanya berisi dasar penghapusannya dan formulir
pendataan saja. Untuk BMN akibat gempa menunggu kebijakan terkait proses
penghapusan perlu dilakukan penilaian juga atau langsung dilakukan
mekanisme penghapusan.
i. Pertanyaan 9: Jika di lokasi Kabupaten objek penilaian berada, pasar barang
bekas bongkaran tidak ada, bolehkah pakai pembanding dari kabupaten
terdekat?
Jawaban: Memang yang perlu kita ketahui bahwa objek penilaian tersebut
masih terserap secara pasar di wilayah objek itu berada. Di wilayah objek itu
berada bukan berarti data pembanding diperoleh harus dari satu Kawasan
kota/kabupaten objek penilaian berada, bisa jadi di kota/kabupaten tersebut tidak
ada pembeli untuk objek penilaian dimaksud. Tapi bisa jadi di kota/kabupaten
yang bersebelahan atau berdekatan terdapat pembeli/pengepul yang memang
melingkupi beberapa wilayah termasuk kota/kabupaten tempat objek penilaian.
Berdasarkan informasi dari pelaku jual beli bongkaran, bahkan mereka berani ke
luar pulau untuk membeli objek bongkaran. Sehingga asumsinya, di mana objek
itu berada kira-kira pasarnya masih bisa memungkinkan menggunakan data
pembanding dari kota/kabupaten di luar wilayah objek penilaian berada.
j. Pertanyaan 10: Terkait syarat permohonan kalau pemohon tidak bisa
memberikan rincian komponen bongkaran bagaimana? Apakah tetap dilakukan
penilaian atau berkas dikembalikan?
Jawaban: Dalam hal ini formulir pendataan adalah informasi terkait objek
penilaian. Selain informasi tersebut digunakan untuk menentukan teknik
pengumpulan data melalui survei lapangan atau tanpa survei lapangan dengan
mengisi tipe bangunan, kita juga setidaknya mengetahui informasi kuantitas dan
rincian objek bongkaran tersebut. Jika memang perlu ada tambahan informasi,
bisa dilakukan konfirmasi dan tambahan data. Namun jika Penilai meyakini pada
formulir pendataan terdapat data yang tidak tersampaikan secara lengkap bisa
dilanjutkan dengan pelaksanaan survei sebagai kelanjutan dari pelaksanaan
pengumpulan data dan informasi objek penilaian.
k. Pertanyaan 11: Terkait RAB, IMB atau as built drawing apakah suatu keharusan
dalam surat permohonan? Apabila tidak ada, apakah permohonan tersebut
dikembalikan? Apakah bisa dengan dokumen pengganti, seperti surat
keterangan tidak ada RAB?
Jawaban: Dalam pengaturannya, dokumen tersebut bahasanya “dapat berupa”
tidak harus dipenuhi seluruhnya dan bisa dipenuhi hanya salah satunya.
Penilaian yang dilakukan adalah penilaian BMN atau BMD maka setidaknya
yang harus dipenuhi adalah KIB. Jadi jika sudah ada KIB, dokumen RAB, IMB,
dan as built drawing tidak perlu dipenuhi.
l. Pertanyaan 12: Bagaimana jika biaya bongkaran lebih besar dari nilai total
material bongkaran?
Jawaban: Dari informasi sumber data pembanding atau database pengepul bisa
dikonfirmasi apakah mereka bersedia membayar dengan nominal tertentu
terhadap objek penilaian. Jadi untuk penilaian bongkaran perlu mitigasi di awal,
melakukan verifikasi atas objek penilaian bongkaran ini masih memiliki nilai
ekonomis atau tidak.
m. Pertanyaan 13: Untuk material bongkaran yang tidak bernilai jual di pasaran
lokasi objek penilaian (sebelumnya telah dilakukan survei terkait harga barang
bekas di pasaran sekitar), apakah bisa tidak diperhitungkan dalam nilai
bongkaran?
Jawaban: Secara prinsip untuk penilaian bongkaran hanya dilakukan untuk
bongkaran yang masih memiliki nilai ekonomis.
n. Pertanyaan 14: Apakah dimungkinkan dalam Penilaian material sisa bongkaran
yang dimohonkan langsung oleh satker, nilai wajar bongkaran yang dikeluarkan
oleh tim Penilai Rp0 (nol rupiah) dengan dasar bahwa objek bongkaran tidak ada
nilai ekonomisnya dan juga tidak ada pasarnya di wilayah objek bongkaran atau
bisa juga nilai wajarnya minus, dengan asumsi adanya biaya pembersihan
berupa biaya angkut?
Jawaban: Dimungkinkan. Tapi tetap dipagari apakah pasar masih menerima
atau tidak. Jika tidak, maka objek tersebut bisa dikatakan tidak memiliki nilai
ekonomis.
o. Pertanyaan 15: Apakah tidak terlalu beresiko meneruskan metode desktop
valuation (penilaian tanpa survei) mengingat pengalaman reval kemarin,
walaupun sudah diatur tetap saja tim Penilai menjadi sasaran tembak
pemeriksa, bahkan atas hal-hal yang di luar kewenangan/pekerjaan tim penilai?
Terkait hal tersebut bagaimana penilai dapat meyakini suatu objek penilaian
dengan tanpa melakukan survei lapangan?
Jawaban: Terkait mitigasi kegiatan desktop valuation, sehati-hati mungkin kita
melakukan pemecahan risiko yaitu terkait data dan informasi sepenuhnya di luar
tanggung jawab Penilai. Terkait risiko lain, kita juga tidak terapkan desktop
valuation untuk seluruh tipe bangunan dan hanya membatasi untuk kriteria
bangunan tertentu saja. Penilai dapat meyakini data dan informasi objek
penilaian dengan surat keterangan formulir pendataan yang telah dibuat oleh
pemohon.
p. Pertanyaan 16: Untuk mitigasi risiko lebih awal, apakah memungkinkan kita
meminta pemohon penilaian dalam hal ini PKN dapat melakukan survei
pendahuluan untuk pendampingan pengisian formulir pendataan terhadap
satker? Jika memungkinkan, ada baiknya Kepdirjen ini dapat disosialisasikan
juga khususnya kepada PKN sebagai pemohon penilaian.
Jawaban: Prinsipnya penyusunan teknik penilaian tanpa survei lapangan adalah
untuk mempercepat proses penilaian, jika meminta PKN untuk survei di awal
tujuan percepatan ini tidak terpenuhi. Untuk sosialisasi Kepdirjen ini memang
perlu dilakukan kepada pemohon penilaian. Dan mungkin kegiatan tersebut
dapat dilakukan oleh KPKNL karena jangkauan kegiatan ini dilakukan oleh
KPKNL.
q. Pertanyaan 17: Menyangkut nilai ekonomis, jika Penilai merasa suatu objek
sudah tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi mengingat penjualan melalui lelang
online kadang ketika Penilai menganggap sudah tidak memiliki ekonomis
bagaimana jika saat dilakukan lelang lakunya paling tinggi?
Jawaban: Untuk bongkaran ini umumnya dimulai dari permohonan dengan
tujuan persetujuan penghapusan yang pada umumnya dilakukan penjualan
melalui lelang. Dalam rangka dijual harus mempertimbangkan potensi pasar baik
online maupun offline. Namun yang perlu dipahami, potensi pasar yang mungkin
paling besar adalah di lokasi objek itu berada, tidak mungkin Penilai meng-
capture potensi bayar dengan skala nasional.
r. Pertanyaan 18: Dalam hal permohonan penilaian adalah dari pengelola, dan
daftar kelengkapan belum sesuai dengan syarat permohonan sesuai pengaturan
baru, apakah terhadap permohonan tersebut dimintakan terlebih dahulu
kelengkapannya ke pemohon (dalam hal ini pengelola) untuk dimintakan
kelengkapan ke satuan kerja?
Jawaban: Dalam hal permohonan masuk setelah berlakunya KEP-436/KN/2020,
syarat permohonan yang belum lengkap bisa dimintakan kembali pada
pengelola barang untuk diteruskan kepada satker.

4. Kesimpulan
a. Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor KEP-436/KN/2020
tentang Petunjuk Teknis Penilaian Bongkaran Bangunan mulai berlaku pada
tanggal 3 Februari 2021.
b. Dengan adanya sosialisasi KEP-436/KN/2020 diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan penilaian sehingga ke depannya kualitas penilaian lebih
terpercaya untuk pengambilan keputusan pengelolaan kekayaan negara.

Dibuat di Jakarta
pada tanggal 27 Januari 2021
Mengetahui,
Kepala Seksi SPPK II Notulis,

TTD TTD

Jundi Widiantoro Ratri Desi Kurniasari

Anda mungkin juga menyukai