Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH PADA PENDERITA DIABATES MELITUS TIPE II DI DESA GEDONGAN


KECAMATAN BAKI

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Program Studi Keperawatan

Oleh:

HINRIYANI MAY SAPUTRI


J 210 160 101

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
1
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA


DARAH PADA PENDERITA DIABATES MELITUS TIPE II DI DESA GEDONGAN
KECAMATAN BAKI

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

HINDRIYANI MAY SAPUTRI


J 210 160 101

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. Dosen Pembimbing, M.Sc.


NIK.123
HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA


DARAH PADA PENDERITA DIABATES MELITUS TIPE II DI DESA GEDONGAN
KECAMATAN BAKI

OLEH
HINDRIYANI MAY SAPUTRI
J 210 160 101

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ……., ………. 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

Dr. Dosen Pembimbing, M.Sc. (……..……..)


(Ketua Dewan Penguji)
Dosen Penguji, S. Pd. M.Hum. (……………)
(Anggota I Dewan Penguji)
Dr. Dosen Penguji, M. Ed. (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Prof. Dr. Dekan Fakultas, M. Hum.


NIK. 123
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, …………….. 2020


Penulis

HINDRIYANI MAY SAPUTRI


J 210 160 101
PENGARUH SENAM DIABETES TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA
DARAH PADA PENDERITA DIABATES MELITUS TIPE II DI DESA GEDONGAN
KECAMATAN BAKI

Hindriyani May Saputri, Nama Dosen Pembimbing

Abstrak

 Diabetes melitus adalah kedaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Di Indonesia sendiri diabetes melitus
merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Kurangnya aktivitas fisik seperti latihan jamani merupakan salah satu
penyebab meningkatnya kadar glukosa darah dalam tubuh. Maka dari itu
dibutuhkannya latihan jasmani karena aktivitas fisik berupa latihan jasmani
merupakan salah satu pilar dalam pengeloalaan diabetes melitus tipe 2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
adakah pengaruh senam diabetes terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gedongan, Kecamatan Baki, Kabupaten
Sukoharjo. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif memakai desain penelitian
Quasi experiment dan pendekatan Control group pre-test-post-stest, yang dilakukan
pada bulan Desember 2019 – Januari 2020. Populasi penelitian ini adalah penderita
diabetes melitus tipe 2 di Desa Gedongan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo
sebanyak 56 orang. Responden dalam penelitian ini sebanyak 36 responden atau 64%
dari seluruh total penderita diabetes melitus di Desa Gedongan, Kecamatan Baki,
Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan responden menggunakan teknik purposive
sampling, responden terpilih sesuai kriteria inklusi sebagai sampel. Analisis data
menggunakan Uji Wilcoxon Sign Rank Test menggunakan bantuan software SPSS
karena distribusi data tidak normal dengan tingkat kepercayaan 95% atau interval
kepercayaan p < 0,05. Hasil dari penelitian ini yaitu tidak terdapat pengaruh antara
senam diabetes melitus terhadap perubahan kadar glukosa darah pada penderita
diabetes melitus tipe II di Desa Gedongan Kecamatan Baki pada kelompok control
dengan nilai p = 0,357 > α = 0,05. Sedangkan pada kelompok perlakuan (eksperimen)
menunjukkan nilai p = 0,000 < α = 0,05 yang artinya terdapat pengaruh antara senam
diabetes melitus terhadap perubahan kadar glukosa darah pada penderita diabetes
melitus tipe II di Desa Gedongan Kecamatan Baki.

Kata Kunci : latihan jasmani, kadar glukosa darah, senam diabetes melitus

Abstract

Diabetes mellitus is a state of chronic hyperglycemia accompanied by various metabolic


disorders due to hormonal disorders that cause various chronic complications in the eyes,
kidneys, nerves and blood vessels. In Indonesia, diabetes mellitus is a non-communicable
disease (PTM) which continues to increase every year. Lack of physical activity such as
exercise jamani is one of the causes of increased blood glucose levels in the body. Therefore
the need for physical exercise because physical activity in the form of physical exercise is one
of the pillars in the management of type 2 diabetes mellitus if not accompanied by
nephropathy. Physical exercise in addition to maintaining fitness can also reduce weight and
improve insulin sensitivity, so that it will improve blood glucose control. The purpose of this
study was to determine whether there is an effect of diabetes exercises on reducing blood
glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus in Gedongan Village, Baki District,
Sukoharjo Regency. This research is a quantitative study using a Quasi experiment research
design and a Control group pre-test-post-stest approach, conducted in December 2019 -
January 2020. The population of this research is people with type 2 diabetes mellitus in
Gedongan Village, Baki District, Sukoharjo Regency as many as 56 people. Respondents in
this study were 36 respondents or 64% of the total diabetes mellitus sufferers in Gedongan
Village, Baki District, Sukoharjo Regency. Taking respondents using purposive sampling
techniques, respondents selected according to inclusion criteria as a sample. Data analysis
using the Wilcoxon Sign Rank Test uses SPSS software because the data distribution is not
normal with a confidence level of 95% or a confidence interval p <0.05. The results of this
study are that there is no influence between diabetes mellitus exercises on changes in blood
glucose levels in patients with type II diabetes mellitus in Gedongan Village, Baki District in
the control group with p = 0.357> α = 0.05. Whereas the treatment group (experimental)
showed a value of p = 0,000 <α = 0.05 which means that there was an influence between
diabetes mellitus exercise on changes in blood glucose levels in patients with type II diabetes
mellitus in Gedongan Village, Baki District.

Keywords: physical exercise, blood glucose levels, exercise diabetes mellitus

1. PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah kedaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Rendi, 2019). Internasional Diabetes Federesion
(IDF) 2019 menyatakan bahwa sebayak 463 juta orang dewasa di dunia saat ini hidup
dengan diabetes dan memperkirakan akan ada 578 juta orang dewasa dengan diabetes pada
tahun 2030 dan 700 juta pada tahun 2045.
Sedangkan di Indonesia sendiri diabetes melitus merupakan Penyakit Tidak Menular
(PTM) yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya di Indonesia. Dari yang
awalnya sebanyak 6,9% menjadi 8,5% pada tahun 2018 menurut hasil pemeriksaan
glukosa darah (Riskesdas, 2018).
Di daerah jawa tengan sendiri diabetes melitus merupakan urutan kedua terbanyak di
Indonesia setelah penyakit hipertensi dengan persentase 19,22%, sehingga diabetes melitus
perupakan termasuk perioritas utama dalam pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
oleh pemerintah (Dinkes, 2017). Sedangkan kasus diabetes melitus di kabupaten Sukoharjo
sebanyak 4.964 kasus (Dinkes, 2018).
Diabetes melitus tipe 2 sendiri merupakan diabetes yang sering terjadi disebabkan oleh sel
tubuh yang menjadi kurang sensitive terhadap insulin sehingga insulin yang dihasilkan
tidak dapat digunakan dengan baik (Dinkes, 2018). Diabetes melitus merupakan gangguan
kontrol kadar glukosa darah yang dapat menimbulkan komplikasi serius pada pembuluh
darah dan syaraf sehingga berpotensi mengganggu kinerja hampir semua organ dalam
tubuh (Imawati, 2017).
Kadar glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari karbohidrat
dalam makanan yang dapat disimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati dan otot rangka
(Tandra, 2014). Meningkatnya kadar glukosa darah hanya ada dua penyebab. Petrama,
karena reproduksi insulin yang dihasilkan pankreas terganggu sehingga jumlah insulin
berkurang. Kedua, karena sel-sel tubuh tidak dapat menerima glukosa yang dibawa insulin
(Prabowo, 2019). Dalam melakukan pengendalian kadar gula darah pada pasien diabetes
melitus, dilakukan terapi yang dikenal dengan empat pilar yaitu edukasi, diet, latihan
jasmani dan farmakologi (Irianto, 2015).
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam dalam pengeloalaan diabetes melitus
tipe 2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang (Perkenin, 2015).
Untuk mencapai hasil yang maksimal latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-5 kali
perminggu. Latihan jasmani dilakukan sedikitnya 3 kali perminggu dengan tidak lebih dari
2 hari berurutan tanpa latihan jasmani (American Diabetes Assosiation, 2019).
Melakukan senam diabetes melitus merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar
glukosa darah pada penderita diabetes melitus, karena pada saat melakukan latihan fisik
seperti senam diabetes melitus akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah,
jala-jala kapiler lebih banyak terbuka sehingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan
reseptor akan menjadi aktif yang akan berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah
pada penderita diabetes melitus tipe 2 (Yulianto, 2017).
Menurut uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh
senam diabetes terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus
di Desa Gedongan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.
2. METODE
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain Quasi experiment dan pendekatan
Control group pre-test-post-stest yang dilakukan pada 15 Desember 2019 sampai 15
Januari 2020. Menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan uji statistik
Wilcoxon Sign Rank Test karena data berdistribusi tidak normal. Penelitian ini
menggunakan alat ukur berupa alat media Booklet dilakukan 3-5 kali perminggu dengan
waktu 20-30 menit selama 3 minggu, glucometer dengan merk easy touch dan lembar
observasi. Populasi pada penelitian ini sebanyak 56 orang penderita diabetes melitus tipe 2
di Desa Gedongan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.untuk responden berjumlah 36
responden diambil dengan teknik purposive sampling. Pengambilan responden dilakukan
pada responden sesuai dengan kriteri inklusi dan eklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti
sebelumnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Kareakteristik responden dalam penelitian meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan status perkawinan.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Kelompok Kontrol (n: 18) dan


Kelompok Perlakuan (n: 18) Di Desa Gedongan, Baki
Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan
Frekuansi Persentase Frekuansi Persentase
No Komponen
(F) (%) (F) (%)
1. Usia
40-49 tahun 6 33,3 7 38,9
50-59 tahun 9 50,0 7 38,9
60 tahun keatas 3 16,7 4 22,2
2. Jenis kelamin
Laki-laki 7 38,9 7 38,9
Perempuan 11 61,1 11 61,1
3. Pendidikan
SD 6 33,3 6 33,3
SMP/SLTP 4 22,2 3 16,7
SMA/SLTA 6 33,3 6 33,3
Sarjana 2 11,1 3 16,7
4. Pekerjaan
PNS/Guru 2 11,1 3 16,7
Swasta 3 16,7 3 16,7
Buruh 6 33,3 3 16,7
Petani 3 16,7 3 16,7
Lain-lain/Tidak 4 22,2 6 33,3
bekerja
5. Status Perkawinan
Menikah 15 83,3 15 83,3
Janda/duda 3 16,7 3 16,7
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden kelompok
kontrol sebanyak 18 responden penderita diabetes melitus. Distribusi responden
berdasarkan usia didapatkan angka tertinggi pada rentang 50-59 tahun sebanyak 9
responden (50%). Sedangka pada rengtang 40-49 tahun dengan 6 responden (33,3%)
dan usia 60 tahun keatas 3 responden (16,7%). Kemudian tabel diatas juga bahwa
jumlah responden kelompok perlakuan sebanyak 18 responden penderita diabetes
melitus dengan distribusi usia rentang 40-49 tahun dan 50-59 tahun sama, yaitu
sebanyak 7 responden (38,9%) dan pada usia 60 tahun keatas sebanyak 4 responden
(22,2%).
Penelitian ini menunjukkan hasil sebagian besar responden berusia 50-59 tahun pada
kelompok kontrol terdapat 9 responden dan pada kelompok perlakuan 7 responden.
Internasional Diabetes Federesion (IDF) 2019 menyatakan Semakin usia bertambah
maka semakin besar pula resiko terkena diabetes mellitus karena usia mempengaruhi
kondisi tubuh dan fungsi secara fisiologis. Hasil penelitian ini didukun oleh hasil riset
Riskesdas (2018) prevalensi diabetes melitus berdasarkan pemeriksaan kadar gula
darah pada penduduk umur ≥15 tahun menurut karakteristik didapatkan usia 45-74
tahun dengan persentase 53,6% dari seluruh penderia diabetes melitus di Indonesia.
Didapatkan dari data diatas distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan adanya antara data kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang
menunjukkan sebagian kesamaan besar respondennya berjenis kelamin perempuan
dengan 11 responden (61,1%) dan responden laki-laki berjumlah 7 responden
(38,9%).
Dalam penelitian ini didapatkan hasil mayoritas penderita diabetes mellitus di desa
gedongan adalag perempuan dengan jumlah 11 responden dari setiap kelompoknya.
Hasil ini didukun oleh riset yang dilakukan Internasional Diabetes Federesion (IDF)
2019 yang menyatakan penderita diabetes mellitus di dunia lebih banyak perempuan
daripada penderita laki-laki dan diprediksi penderita perempuan akan terus menjadi
yang terbanyak sampai tahun 2045. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh hasil
penelitian Lathifah (2017) yang mengatakan perempuan yang lebih berisiko untuk
mengalami komplikasi kronis DM dapat disebabkan karena selain adanya fase
menopause, riwayat diabetes gestasional juga memperbesar kemungkinan perempuan
untuk mengalami DM tipe 2 di kemudian hari dan terjadinya komplikasi karena
diabetes.
Distribusi responden kelompok kontrol berdararkan tingkat pendidikan diperoleh data
tertingi pada pendidikan SD dan SMA/SLTA sebanyak 6 responden (33,3%), tingkat
SMP/SLTP didapatkan 4 responden (22,2%) dan tingkat sarjana 2 responden (11,1%).
Kemudian tabel diats juga menunjukkan distribusi responden kelompok perlakuan
dengan data tertingi pada pendidikan SD dan SMA/SLTA sebanyak 6 responden
(33,3%), tingkat SMP/SLTP dan sarjana sejumlah 3 responden (16,7%).
Dari hasil penelitian ini meyoritas penderita diabetes di desa gedongan menempuh
pendidikan SD dan SMA/SLTA yaitu sebanyak 6 responden pada tingkat SD dan 6
reponden pada tingkat SMA/SLTA pada kelompok kontrol maupun perlakuan yang
menandakan bahwa semua kalangan dengan tingkat pendidikan apapun dapat terkena
diabetes mellitus. Hasil ini diperkuat oleh pernyataan Wulan M. dan Chatarina (2017)
dalam penelitiannya meskipun pendidikan seseorang tinggi, tidak menjamin bahwa
pengalaman yang didapat juga akan tinggi sebab hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
sosial budaya yang dapat memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan
berdasarkan pengalamannya. Seperti adat-istiadat, norma, dorongan dari orang-orang
terdekat merupakan salah satu faktor yang membuat seseorang melakukan
pengambilan keputusan untuk bertindak.
Distribusi pada kelompok kontrol dengan pekerjaan data tertinggi diperoleh pekerja
buruh sebanyak 6 responden (33,3%), kemudian responden tidak bekerja 4 responden
(22,2%), swasta dan petani sebanyak 3 responden (16,7%) dan jumlan terdikit
pekerjaan PNS/guru sebanyak 2 responden (11,1%). Sedangkan responden pada
kelompok perlakuan didapatkan data terbanyak dengan responden yang tidak bekerja
yaitu 6 responden (33,3%). kemudian untuk responden dengan pekerjaan PNS/guru,
swasta, buruh dan petani sama-sama memiliki 3 responden (16,7%).
Dalam penelitian ini didapatkan hasil tertinggi yang berbeda terkait pekerjaan
penderita diabetes mellitus di desa gedongan. Pada kelompok control didapatkan
mayoritas respnden bekerja sebagi buruh sebanyak 6 responden dan pada kelompok
perlakuan mayoritas responden tidak berkerja sebanyak 6 responden. Menurut hasil
penelitian ini menunjukkan tidak adanya keterkaitan anatara pekerjaan terhadap
tingkat terjadinya diabetes mellitus. Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil
penelitian Hestiana (2017) yang menyatakan pekerjaan dapat memberi pengaruh dari
segi pendapatan. Penderita diabetes melitus tipe 2 yang memiliki pendapatan yang
rendah lebih tidak patuh dalam mengelola diet dibandingkan dengan orang yang
memiliki pendapatan tinggi. Karena orang yang mempunyai pendapatan rendah lebih
sedikit berpeluang untuk membeli makanan yang sesuai dengan diet diabetes daripada
yang berpendapatan tinggi.
Data diatas menujukkan bahwa distribusi responden berdasarkan status perkawinan
pada kelompok control diperoleh responden dengan status menikah sebanyak 15
responden (83,3%) dan responden dengan status janda/duda sebanyak 3 responden
(16,7%). Untuk distribusi responden kelompok perlakuan berdasarkan status
perkawinan diperoleh responden dengan status menikah sebanyak 15 responden
(83,3%) dan responden dengan status janda/duda sebanyak 3 responden (16,7%).
Berdasarkan status perkawinan mayoritas responden berstatus menikah dengan 15
responden (83,3%) setiap kelompok, hasil tersebut menandakan tidak ada hubungan
antara status perkawinan terhadap pengontrolan gaya hidup penderita diabetes di desa
gedongan. Hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian Livana, dkk (2018) yang
menunjukkan Hasil penelitiannya terdapat 23 responden (62,1%) memiliki status
perkawinan yaitu menikah. seseorang yang terikat dalam status pernikahan memiliki
kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan seseorang yang tidak terikat dalam status
pernikahan.
3.2 Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Setelah Di Control dan Senam Diabetes

Tabel 2. Analisis Kadar Glukosa Darah Pre-Test dan Post Test Pada Kelompok
Kontrol dan Kelompok Perlakuan (eksperimen) Di Desa Gedongan, Baki
Kelompok N Mean Median Modus Standart Min-
deviasi Max
Kontrol Pre Test 18 193,28 187,50 178 24,369 168-273
Post 196,56 194 170 26,291 165-271
Test
Perlakuan Pre Test 18 206,67 197,5 190 34,55 160-296
Post 179,67 178 142 24,18 142-248
Test
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah pada kelompok
kontrol sebelum dilakukannya pengontrolan adalah dengan mean 193,28 mg/dl,
median 187,50 mg/dl, modus 170 mg/dl, standart deviasi 24,369 mg/dl dan dengan
nilai min-max 168-273 mg/dl. Output tabel diatas juga menunjukkan bahwa kadar
glukosa darah pada kelompok kontrol sesudah dilakukannya pengontrolan adalah
mean 196,56 mg/dl, median 194 mg/dl, modus 178 mg/dl, standart deviasi 26,291
mg/dl dan dengan nilai min-max 165-271 mg/dl.
Berdasarkan tabel 4.3 memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah pada kelompok
perlakuan (eksperimen) sebelum dilakukan intervensi memiliki nilai mean 206,67
mg/dl, median 197,5 mg/dl, modus 190 mg/dl, standart deviasi 34,55 mg/dl dan
dengan nilai min-max 160-296 mg/dl. Kemudian sesudah dilakukannya intervensi
didapatkan nilai mean 179,67 mg/dl, median 178 mg/dl, modus 142 mg/dl, standart
deviasi 24,18 mg/dl dengan nilai min-max 142-248 mg/dl.
3.3 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Sebelum Pengontrolan dan Senam Diabetes
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil kadar glukosa darah rata-rata pada
kelompok control sebelum dilakukan pengontrolan (pre test) adalah 193,28 mg/dl
dengan nilai glukosa darah tertinggi 273 mg/dl dan nilai terendah 168 mg/dl.
Sedangkan pada kelompok perlakuan sebelum diberikan senam diabetes (pre test)
diperoleh nilai rata-rata adalah 206,67 mg/dl dengan nilai tertinggi 296 mg/dl dan nilai
terendah 160 mg/dl. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah
sebelum senam relatif tinggi, dikarenakan banyak penderita diabetes mellitus yang
masih kurang menyadari akan pentingnya menerapkan latihan jasmani/aktivitas fisik
secara teratur, diet dan pola gaya hidup yang baik untuk mengontrol kadar glukosa
yang dimilikinya.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puji (2017) dimana
responden yang menjadi objek penelitiannya rata-rata memiliki kadar glukosa darah
tinggi sebelum melakukan latihan jasmani/aktivitas fisik. Dengan faktor pencetus
peningkatan kadar glukosa darah pada respondennya tersebut akibat dari gaya hidup
yang salah dan kurangnya latihan jasmani/aktivitas fisik karena tidak memiliki
pengetahuan dan motivasi untuk melakukan gaya hidup yang sehat bagi responden.
3.4 Hasil Analisis Kadar Glukosa Darah Sesudah Pengontrolan Dan Senam Diabetes
Dari output penelitian ini menunjukkan kadar glukosa darah rata-rata pada kelompok
control setalah dilakukan pengontrolan (post test) yaitu 196,56 mg/dl dengan nilai
kadar glukosa darah tertinggi yaitu 271 mg/dl dan glukosa darah terendah 165 mg/dl.
Hasil tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan kadar
glukosa darah sebelum dilakukan pengontrolan (pre test).
Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan senam diabetes, dari
hasil penelitian ini didapatkan bahwa kadar glukosa darah tidak mengalami perubahan
dipengaruhi oleh gaya hidup yaitu kurangnya latihan jasmani/aktivitas fisik. Hasil
penelitian yang didapatkan sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sulityowati dan
Asnindari (2017) pada penelitiannya kelompok kontrol yang ia teliti memiliki
responden dengan pekerjaan paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 6 orang
dan tidak bekerja sebanyak 5 orang. Sehingga dalam penelitiannya ia menyimpulkan
hasil pada kelompok control yang diteliti setelah dilakukan pengontrolan tidak
didapatkan hasil yang signifikan karena adanya pengaruh aktivitas fisik yang tidak
diberikan.
Pada kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberi intervensi senam diabetes
mengalami penurunan kadar glukosa darah secara signifikan. Perbedaan kadar glukosa
darah sesudah (post test) pada kelompok perlakuan, didapatkan hasil rerata kadar
glukosa sebesar 179,67 mg/dl dengan nilai kadar glukosa darah tertinggi yaitu 248
mg/dl dan glukosa darah terendah 142 mg/dl. Hasil tersebut mengalami penurunan
dibandingkan dengan kadar glukosa darah sebelum senam.
Pada responden diabetes melitus tipe 2, latihan jasmani/aktivitas fisik memiliki
dampak terhadap pengaturan kadar glukosa darah responden. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Rehmaita (2017) menyatakan
bahwa kegiatan latihan jasmani/aktivitas fisik yang dilaksanakan secara baik, benar,
teratur dan terukur akan membantu menstabilkan kadar glukosa darah (KGD),
membantu mengurangi kebutuhan insulin atau obat-obatan serta memelihara berat
badan bagi penderita diabetes mellitus tipe II.
3.5 Hasil Analisis Pengaruh Senam Diabetes Dengan Kadar Glukosa Darah
Tabel 3. Analisis Perbedaan Kadar Glukosa Darah Pre-Test Dan Post-Test pada
Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan (eksperimen)
Kelompok Ranks N P Value
Pre-test dan post-test Negative rank 4
Positive rank 6
Kelompok Kontrol 0,357
Ties 8
Pre-test dan post-test Negative rank 17 0,000
Positive rank 1
Kelompok Perlakuan
Hasil penelitian didapatkan bahwa Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test pada
kelompok kontrol menunjukkan nilai p = 0,357 > α = 0,05. hasil tersebut berarti Ha
ditolak dan Ho diterima. Maka disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara senam diabetes melitus terhadap perubahan kadar glukosa darah pada
penderita diabetes melitus tipe II di Desa Gedongan Kecamatan Baki.
Hasil penelitian yang didapatkan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Sulityowati dan Asnindari (2017) pada penelitiannya kelompok kontrol yang ia teliti
memiliki responden dengan pekerjaan paling banyak adalah ibu rumah tangga
sebanyak 6 orang dan tidak bekerja sebanyak 5 orang. Sehingga dalam penelitiannya
ia menyimpulkan hasil pada kelompok control yang diteliti setelah dilakukan
pengontrolan tidak didapatkan hasil yang signifikan karena adanya pengaruh aktivitas
fisik yang tidak diberikan.
Lain halnya dengan penelitian didapatkan dengan Uji statistik Wilcoxon Sign Rank
Test pada kelompok perlakuan (eksperimen) menunjukkan nilai p = 0,000 < α = 0,05.
Hasil tersebut berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Maka disimpilkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara senam diabetes melitus terhadap perubahan kadar
glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II di Desa Gedongan Kecamatan
Baki.
Penelitian yang sama juga dilakukan Salindeho, et al (2016) dengan hasil penelitian
menunjukkan hasil kadar glukosa darah pretest diatas normal dan hasil posttest
mengalami penurunan. Kesimpulan dalam penelitian yang dilakukan ada pengaruh
senam diabetes melitus terhadap kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe II.
Penelitian yang dilakukan Puspihapsari (2019) hasil analisis pada kadar gula darah
sewaktu sebelum dan sesudah diberi intervensi didapatkan nilai P value = 0,001
dengan signifikansi 0,05 artinya bahwa Ho di tolak dan Ha diterima pada penelitan ini
atau kadar gula darah sewaktu responden mengalami penurunan atau ada pengaruh
senam Diabetes Mellitus terhadap penurunan kadar gula darah sewaktu pada anggota
Prolanis. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan senam Diabetes Mellitus
dapat menurunkan kadar gula darah sewaktu.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara
penurunan kadar glukosa darah pada kelompok control dibandingkan dengan
kelompok perlakuan yang diberikan kegiatan senam diabetes pada responden yang
menderita diabetes mellitus tipe II di Desa Gedongan Kecamatan Baki. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kegiatan olahraga yang dilaksanakan secara baik, benar,
teratur dan terukur akan membantu menstabilkan kadar glukosa darah dan membantu
meningkatkan kadar insulin dalam tubuh.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dipaparkan peneliti pada bab
sebelunnya terkait pengaruh senam diabetes terhadap penurunan kadar glukosa darah
pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gedongan, Kecamatan Baki,
Kabupaten Sukoharjo, maka peneliti dapat memberi kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar glukosa darah penderita diabetes di Desa Gedongan, Kecamatan Baki pada
kelompok kontrol sebelum dilakukannya pengontrolan memiliki rata-rata 193,28
mg/dl. Sedangkan pada kadar glukosa darah penderita diabetes di Desa Gedongan,
Kecamatan Baki pada kelompok perlakuan (eksperimen) sebelum dilakukan
intervensi memiliki nilai rata-rata 206,67 mg/dl
2. Kadar glukosa darah penderita diabetes di Desa Gedongan, Kecamatan Baki pada
kelompok kontrol sesudah dilakukannya pengontrolan memiliki rata-rata 196,56
mg/dl. Kemudian kadar glukosa darah penderita diabetes di Desa Gedongan,
Kecamatan Baki, pada kelompok perlakuan (eksperimen) sebelum dilakukan
intervensi memiliki nilai rata-rata 179,67 mg/dl.
3. Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test pada kelompok kontrol menunjukkan nilai p
= 0,357 > α = 0,05 hasil tersebut berarti Ha ditolak dan Ho diterima. Maka
disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara senam diabetes melitus
terhadap perubahan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II di
Desa Gedongan Kecamatan Baki.
4. Uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test pada kelompok perlakuan (eksperimen)
menunjukkan nilai p = 0,000 < α = 0,05. Hasil tersebut berarti Ho ditolak dan Ha
diterima. Maka disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara senam diabetes
melitus terhadap perubahan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus
tipe II di Desa Gedongan Kecamatan Baki.
4.2 Saran
Beberapa saran dalam penelitian ini untuk kedepannya, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Puskesmas Baki
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, senam diabetes dapat
dilanjutkan sebagai latihan bagi penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja
Puskesama Baki guna menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes
mellitus tipe II.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat terus menerapkan latihan jasmani/latihan fisik secara rutin untuk
meningkatkan derajat kesehatan masing-masing individu.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penetiliselanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menggunakan variabel latihan jasmani/aktivitas fisik yang berbeda sehingga ada
wawasan baru yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai