SKRIPSI
OLEH:
DINA KHAIRINA
NIM 141501191
SKRIPSI
OLEH:
DINA KHAIRINA
NIM 141501191
Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
Eksaserbasi Akut Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik”. Skripsi diajukan sebagai
antibiotik dapat meningkatkan pengaluaran biaya. Tujuan dari penelitian ini untuk
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M. S.,
Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
menyediakan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution,
M. Sc., Ph. D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
keluarga tercinta, Ayahanda Nasril Bahar, S. E., dan Ibunda Dra. Kilopatra yang
telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, serta
Dina Khairina
NIM 141501191
iv
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi tersebut terbuki
plagiat karna kesalahan sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh
Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaaan sehat.
v
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA
PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS EKSASERBASI AKUT
RAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK
ABSTRAK
vi
Universitas Sumatera Utara
COST-EFFECTIVENESS ANALYSIS OF ANTIBIOTIC USE IN
PATIENTS WITH ACUTE EXACERBATION CHRONIC OBSTRUCTIVE
PULMONARY DISEASE IN HAJI ADAM MALIK HOSPITAL
ABSTRACT
Background: Different models of antibiotic therapy for the treatment for acute
exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) will produce
different clinical outcomes in each patient. Therefore, a cost-effectiveness analysis
is needed to optimize the cost of the (HAM) treatment.
Objective: The aim of this study was to evaluate the cost-effectiveness use of
antibiotics model therapies provided for inpatients with acute exacerbation of
COPD at Haji Adam Malik Hospital.
Method: This study used a descriptive cohort study method in which data were
obtained from the medical records (n = 49) of hospitalized patients with acute
exacerbations COPD in HAM Hospital the period January 2017-December 2017.
Patients characteristics were analyzed by applying descriptive statistics in the
program of SPSS version 21. Cost Effectiveness Ratio (CER) and Incremental
Cost Effectiveness Ratio (ICER) applied to analyze the most cost-effective
antibiotic. The outcome was obtained from percentage of patients with normal
white blood cell on day-3.
Result: The results showed that the highest percentage of acute exacerbations of
COPD inpatients occurred in men (81.6%) with an average age of 64 ± 1.5 years.
The most widely models of antibiotics provided to the patients was ceftriaxone
injection (44.9%). CER values were obtained for ceftriaxone antibiotics
(Rp33,907.00), combination of ceftriaxone + azithromycin (Rp47,843.00) and
combination ceftriaxone + ciprofloxacin (Rp141,879.00). Ceftriaxone antibiotics
compared to the combination of ceftriaxone + azithromycin have the lowest ICER
value (Rp140,291.00).
Conclusion: Based on CEA analysis the most effective antibiotic is ceftriaxone
injection and recommended as pharmacoeconomic standard in the treatment of
acute exacerbation with COPD patients in Haji Adam Malik Hospital.
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
viii
Universitas Sumatera Utara
4.1 Karakteristik Pasien .......................................................................................30
4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................................30
4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Umur ..................................................................31
4.2 Model Terapi Antibiotik ................................................................................32
4.3 Analisis Efektifitas Biaya ..............................................................................33
4.3.1 Biaya Langsung Medis .................................................................................33
4.3.2 Penilaian Outcome Terapi Obat ...................................................................35
4.3.3 Perhitungan Efektivitas CER .......................................................................36
4.3.4 Perhitungan Efektivitas Biaya ICER ............................................................37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................39
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................39
5.2 Saran ..............................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................40
LAMPIRAN ..........................................................................................................42
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
xii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
PPOK adalah penyakit dengan keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya
yang menarik perhatian dunia. Menurut data WHO tahun 2002 menyebutkan
bahwa PPOK masuk dalam 5 besar penyakit mematikan diseluruh dunia. Tingkat
tahun berikutnya jika faktor risiko tidak dimanajemen dengan baik, terutama
kebiasaan merokok. WHO memperkirakan pada tahun 2020 PPOK akan menjadi
Indonesia 5,6% pada tahun 2006. Pada 2004 PPOK merupakan penyebab
kematian keempat di dunia dan diperkirakan pada 2020 akan naik ke peringkat
ketiga. Risiko eksaserbasi pada PPOK derajat sedang adalah 0,7-0,9 kali per
orang per tahun, pada PPOK berat 1,1-1,3 kali per orang per tahun, dan pada
PPOK sangat berat 1,2-2 kali per orang per tahun (Indreswari dkk.,2014).
respons inflamasi kronis di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang
1
Universitas Sumatera Utara
mortalitas di seluruh dunia serta menimbulkan beban sosial dan ekonomi.
paparan faktor risiko PPOK, seperti asap rokok dan pencemaran udara (Indreswari
dkk., 2014).
semakin berat pula kerusakan paru yang akan diikuti dengan memburuknya fungsi
produksi dan purulensi sputum disertai dispneu. Eksaserbasi akut ini disebabkan
kurang dari 50% pasien yang terdeteksi mengalami infeksi bakteri yang memicu
dan hasil pengobatan (outcome). Pada kenyataannya, faktor biaya (cost) selalu
2
Universitas Sumatera Utara
kemampuan suatu obat dalam memberikan peningkatan kesehatan (outcomes)
kepada pasien dalam praktek klinik rutin (penggunaan sehari-hari di dunia nyata,
Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik
perhatian. Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam
dalam beberapa dekade terakhir dan kecenderungan ini tampaknya akan terus
Pemilihan antibiotik yang kurang tepat pada suatu terapi pengobatan dan
oleh pasien maupun rumah sakit dan pemerintah. Adapun pemilihan antibiotik
dengan biaya relatif tinggi belum tentu bisa menjamin efektivitas terapi pasien.
Kondisi ini yang menarik perhatian penulis untuk lebih mengetahui gambaran
obstruksi kronis eksaserbasi akut rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik.
Antibiotik pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis Eksaserbasi Akut Rawat
Inap Di RSUP Haji Adam Malik. Pada penelitian ini pengambilan data secara
retospektif dari rekam medik pasien dan penderita PPOK eksaserbasi akut yang
menjalani rawat inap pada periode Januari 2017-Desember 2017. Selain dari
rekam medik, data juga diambil dari bagian keuangan rumah sakit untuk
3
Universitas Sumatera Utara
mengetahui biaya yang dikeluarkan. Adapun kerangka pikir penelitian ini
Penurunan WBC
Model terapi antibiotik (White Blood Cell)
yang digunakan
(Kombinasi atau
Tunggal) Biaya Langsung
Medis
ini variabel bebas adalah model terapi antibiotik yang digunakan baik dalam
Variabel terikat adalah yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan akan
berubah karena variabel bebas (Saryono, 2008). Dalam hal ini variabel terikat
adalah:
4
Universitas Sumatera Utara
1.4 Hipotesis
adalah:
model terapi antibiotik pada pasien PPOK eksaserbasi akut di rawat inap
diantara model terapi antibiotik pada pasien PPOK eksaserbasi akut rawat
a. Bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dapat
b. Bagi manajemen Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, diharapkan
5
Universitas Sumatera Utara
upaya meningkatkan kesehatan dan mengetahui antibiotik yang paling
6
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan serta diikuti dengan adanya
penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dengan adanya hambatan aliran udara
inflamasi yang kronik pada paru-paru dan saluran pernapasan terhadap gas atau
keseluruhan keparahan pada penderita. Definisi yang baru ini tidak lagi menyebut
hambatan aliran udara yang reversibel sebagian (GOLD, 2017; PDPI, 2010).
purulensi sputum. Eksaserbasi terbagi menjadi beberapa tipe menurut Soler. Tipe
volume dan purulensi sputum. Tipe 2 jika mempuyai 2 gejala dan Tipe 3 jika
Pada kondisi kronik imunitas tubuh mulai menurun, hal ini ditandai dengan
7
Universitas Sumatera Utara
yaitu bronkitis kronis, emfisema pulmonal, dan asma bronkial. Beberapa penyakit
kronis yang dapat menyebabkan fibrosis seperti tuberkulosis dan sarkoidosis atau
dapat menyebabkan obstruksi yang bersifat irreversibel dan produksi mukus yang
2.2 Epidemiologi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan
global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas yang berbeda di tiap negara,
negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya.
1990 sampai 2004, menunjukkan bahwa prevalensi PPOK lebih tinggi pada
perokok dan bekas perokok dibanding pada yang bukan perokok, pada mereka
yang berusia diatas 40 tahun dibanding mereka yang dibawah 40 tahun, dan pada
a. Merokok
kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan
penyebab dari 85-90% kasus COPD. Kurang lebih 15-20% perokok akan
mengalami COPD, kematian akibat COPD terkait dengan banyaknya rokok yang
8
Universitas Sumatera Utara
dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat COPD
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu
gandum, toluene diisosianat, dan asbes, mempunyai risiko yang lebih besar
daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas (PDPI, 2011).
c. Polusi udara
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun polusi dari dalam rumah
d. Infeksi
pemicu inflamasi neurotofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan rokok.
percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan risiko kejadian
e. Usia
karena terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas pada sistem pernapasan dan
dan tahanan aliran udara dalam saluran napas pada penderita PPOK akan
meningkatkan kerja pernapasan. Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin
9
Universitas Sumatera Utara
lama kemampuan penderita akan menurun bahkan penderita akan kehilangan
gangguan fungsi paru dapat mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar
sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih
yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah
2.4 Patologi
permukaan epitel saluran napas besar berupa infiltrasi sel–sel radang sebagai
fungsi hipersekresi mucus; di saluran napas kecil terjadi fibrosis, di parenkim paru
terjadi emfisema, serta di pembuluh darah pulmonal berupa infilterasi sel– sel
radang pada dinding pembuluh darah pulmonal. Inhalasi asap rokok dan partikel
kecil). Inflamasi dan perubahan struktur pada saluran napas ini akan berlanjut
10
Universitas Sumatera Utara
2.5 Gejala PPOK
gejala primer dari penyebab penyakit ini. Bila disebabkan oleh bronkitis kronis
maka gejala yang utama adalah batuk dengan produksi sputum yang berlebihan
dan sesak napas. Akan tetapi bila penyebabnya adalah emfisema maka gejala
utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa sesak
napas (dispnea) yang terjadi sehubungan dengan adanya gerak badan (Rab, 1996).
a. Sesak napas
Gejala ini yang paling sering terjadi pada penderita PPOK. Hal ini
napas. Batuk terjadi karena adanya iritasi saluran pernapasan akibat pelepasan
komponen dari sel yang sudah mengalami inflamasi dan produksi sputum yang
meningkat. Kondisi ini biasanya mengalami perburukan pada pagi hari. Warna
dari dahak tersebut berwarna putih pada penderita yang bukan perokok dan
c. Mengi
Suara mengi dihasilkan oleh aliran turbulen pada saluran udara. Gejala ini
11
Universitas Sumatera Utara
muncul karena adanya paparan alergen tertentu dan penderita yang mengalami
Beberapa gejala lain yang ditimbul oleh penyakit paru obstruksi kornis
adalah nyeri dada, infeksi dada, anoreksia, penurunan berat badan, kelelahan,
depresi, dan kecacatan (terjadi pada PPOK stadium lanjut) (Amin, 1996).
2.6 Antibiotik
setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba
dibuat dari bahan alam yaitu dari beberapa hewan dan tanaman, serta dapat pula
dibentuk antibiotik baru secara sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat
rasional berdasarkan etiologi yang paling mungkin serta antibiotik yang paling
tepat untuk mengobati infeksi tersebut. Pasien memiliki beberapa faktor yang
tubuh pasien seperti fungsi ginjal dan hati, adanya riwayat alergi pada antibiotik,
daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat,
beratnya infeksi yang diderita pasien, usia, dan untuk wanita apakah sedang hamil
12
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Penggolongan Antibiotik
1. Bakterisid adalah zat yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman.
Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya
menghambat jenis bakteri gram positif maupun gram negatif. Golongan antibiotik
13
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan sasaran tindakan antibiotika terhadap mikroba, maka
sulfonamid, trimethoprim.
dasar efek bakterisida pada kuman yang peka. Obat yang termasuk
sikloserin.
kloramfenikol.
1. Sephalosporin
khasiat, dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-
keuntungan antara lain spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi
anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang
14
Universitas Sumatera Utara
biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi
a. Seftriakson adalah derivat thiazolyl ditemukan pada tahun 1983 dari generasi
ketiga sepalosporin dengan sifat anti-laktamase dan anti kuman gram negatif
sehingga sel mengalami lisis dan sel bakteri akan mati (Tjay dan Rahardja,
2. Makrolida
berikatan secara reversibel dengan ribosom sub unit 50S, dan umumnya bersifat
diuraikan dalam hati dan sebagian oleh sistem enzim oksidatif sitokrom-P450
kemih. Semua makrolida dapat mengganggu fungsi hati, yang tampak sebagai
resorpsinya dari usus lebih tinggi karena lebih tahan asam, begitu pula daya
15
Universitas Sumatera Utara
memperburuk resorpsinya, maka sebaiknya diminum pada saat perut kosong
3. Aminoglikosida
dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi
kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Yang
salah satunya adalah Pseudomonas dan bakteri gram negatif lainnya (Elin
Goodman, 2006).
4. Quinolon
16
Universitas Sumatera Utara
yang baik dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat
anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga
anaerob seperti B. fragilis, dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat
a. Dosis antibiotik
17
Universitas Sumatera Utara
resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik (Wattimena, 1991).
2.7 Farmakoekonomi
sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan
agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis (Trisna, 2010).
18
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Metode Farmakoekonomi
(CUA),dan Cost of Illness (COI) yang penting bagi pembuat keputusan dalam
Setiap metode, mengukur biaya dalam rupiah tetapi berbeda dalam mengukur dan
yang telah dibuktikan memiliki efek yang sama, serupa, atau setara. Jika dua
terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu dibandingkan
hanya biaya untuk melakukan intervensi. Sesuai prinsip efisiensi ekonomi, jenis
atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya
paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek yang
menghasilkan suatu luaran (output) yang sama (Newby dan Hill, 2003).
satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa
program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih. Kriteria
penilaian program mana yang akan dipilih didasarkan pada discounted unit cost
19
Universitas Sumatera Utara
dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai
discounted unit cost terendahlah yang akan dipilih oleh para analisis atau
menggambarkan total biaya program atau alternatif dibagi dengan outcome klinik,
dipresentasikan sebagai unit moneter per outcome klinik spesifik yang dihasilkan
sehingga klinisi dapat memilih alternatif dengan biaya lebih rendah untuk setiap
Analisis manfaat biaya (AMB) adalah suatu teknik analisis dalam ilmu
(Trisna, 2010).
d. Cost-Utility Analysis
kualitas hidup atau quality adjusted life years (QALYs) dan hasilnya ditunjukkan
20
Universitas Sumatera Utara
dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup
dapat dikonversi ke dalam nilai QALYs. Sebagai contoh bila pasien dinyatakan
Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup
(Orion, 1997).
penyakit tertentu dalam suatu populasi. Metode evaluasi ini sering disebut sebagai
beban penyakit. Dengan berhasil mengidentifikasi biaya langsung dan biaya tidak
langsung dari suatu penyakit maka dapat ditentukan nilai relatif dari pengobatan
tertentu kepada masyarakat, biaya dari pencegahan dapat dikurangkan dari biaya
keuangan dari penyakit tertentu. Jadi, nilai dari biaya pencegahan dan pengobatan
21
Universitas Sumatera Utara
2.8 Biaya Pelayanan Kesehatan
yaitu:
Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait
dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi
perawatan.
sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang diberikan pihak rumah sakit.
pasien, atau biaya yang hilang akibat waktu produktif yang hilang.
Biaya tak terduga merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan
medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa
5. Opportunity Cost
Jenis biaya ini mewakili manfaat ekonomi bila menggunakan suatu terapi
pengganti dibandingkan dengan terapi terbaik berikutnya. Oleh karena itu, jika
sumber daya telah digunakan untuk membeli program atau alternatif pengobatan,
22
Universitas Sumatera Utara
menggunakannya pada tujuan yang lain. Dengan kata lain, Opportunity Cost
dikorbankannya penghasilan/pendapatan.
6. Incremental Cost
tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan efek tambahan dari suatu alternatif
dan menyediakan cara lain untuk menilai dampak farmakoekonomi dari layanan
23
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
kohort. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari rekam medis pasien
PPOK eksaserbasi kronis yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan
3.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien
penyakit paru obstruksi kronis eksaserbasi akut rawat inap di RSUP. Haji Adam
3.2.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pasien PPOK eksaserbasi akut yang
menjalani rawat inap di RSUP Haji Adam Malik dengan kriteria sebagai berikut:
- Kriteria inklusi:
a. Pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Pusat Haji adam Malik Januari 2017 – Desember 2017.
c. Pasien dengan rekam medis lengkap dan memuat informasi dasar yang
jenis kelamin).
24
Universitas Sumatera Utara
- Kriteria ekslusi:
c. Data status pasien yang tidak lengkap, hilang dan tidak jelas terbaca.
d. Pasien PPOK eksaserbasi akut yang pulang dengan status PAPS (pulang
Pada penelitian ini diperoleh jumlah populasi target yaitu pasien PPOK
eksaserbasi akut sebesar 571 orang dan jumlah kriteria eksklusi sebesar 522
orang. Dari data yang diperoleh, dapat dihitung jumlah populasi studi dengan cara
Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik
PPOK dengan eksaserbasi akut dan RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan
Rumah Sakit Pendidikan dan sebagai pusat rujukan di Provinsi Sumatra Utara.
rekam medis dan status pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di
RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2017-Desember 2017. Data
25
Universitas Sumatera Utara
jenis kelamin, umur, diagnosis dan lama rawat inap.
data yang dianalisis akan semakin kecil dan beranekaragam, sehingga akan
sulit membandingkan antara model yang satu dengan model terapi lainnya.
jumlah sel darah putih normal (4.000-10.000 mm3) pada pasien PPOK
d. Menghitung cost effectiveness ratio (CER) dan membandingkan nilai CER dari
26
Universitas Sumatera Utara
f. Memilih model terapi antibiotik yang memiliki outcome terapi terbaik untuk
eksaserbasi akut.
besaran outcome dengan unit yang sama atau tujuan pengobatan yang sama.
2. Cost-effectiveness ratio (CER) adalah nilai ratio yang diperoleh dengan cara
terhadap pembandingnya.
27
Universitas Sumatera Utara
5. Outcome adalah kemampuan suatu model terapi antibiotik untuk menurunkan
jumlah sel darah putih hingga jumlah normal (4.000-10.000 mm3) pada
Umum Pusat Haji Adam Malik hingga menunjukan sel darah putih normal
lain.
1. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian
Malik .
4. Mencatat data penggunaan antibiotik (nama obat, jenis, dosis, frekuensi, lama
pemberian dan cara pemberian) pasien PPOK eksaserbasi akut periode Januari
2017 – Desember 2017 di bagian Instalasi Farmasi RSUP Haji Adam Malik.
28
Universitas Sumatera Utara
5. Mencatat data biaya langsung medis (penggunaan antibiotik) pasien PPOK
29
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
penyakit paru obstruksi kronis eksaserbasi akut rawat inap di RSUP H. Adam
Malik Medan pada periode Januari 2017- Desember 2017 diperoleh data pasien
yang menjalani perawatan sebayak 571 orang. Dari data tersebut diperoleh jumlah
sampel yang memenuhi kriteria eksklusi sebesar 522 orang dan kriteria inklusi
kelompok antibiotik yang paling cost- effective. Adapaun hasil penelitian dapat
eksaserbasi akut rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan pada periode Januari
18% Laki-laki
82%
Gambar 4.1 Persentase pasien PPOK eksaserbasi akut rawat inap di RSUP Haji
Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin.
30
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa terdapat 40 kasus pada laki-laki
(81,63%) dan 9 kasus pada perempuan (18,37%). Hasil yang diperoleh sesuai
dengan penelitian Sidabutar (2016), dimana dari 110 sampel yang memenuhi
kriteria inklusi di dapatkan jumlah sampel terbanyak adalah laki-laki yaitu sebesar
86,4% dan perempuan sebesar 13,6%. Kejadian ini dikaitkan dengan kebiasaan
Indreswari, dkk. tahun 2014, faktor resiko terhadap kejadian eksaserbasi PPOK
disebabkan oleh rokok dimana persentase terbesar pada perokok aktif adalah laki-
laki.
Rentang usia pada sampel penelitian ini berkisar dari range 41 hingga 90
tahun, dimana pembagian rentang usia terbagi atas 41-50 tahun, 51-60 tahun, >60
tahun menurut GOLD (2018). Distribusi terbanyak berada pada kelompok usia
>60 tahun sebanyak 32 orang (65,3%), kemudian kelompok usia 51-60 tahun
sebanyak 9 orang (18,4%), dan 8 orang pada kelompok usia 41-50 tahun (16,3%).
32 orang 8 orang
65,3 % 16,3%
18,4 %
9 orang
Gambar 4.2 Persentase pasien PPOK eksaserbasi akut rawat inap di RSUP Haji
Adam Malik Medan berdasarkan usia (tahun).
31
Universitas Sumatera Utara
Data yang diperoleh sejalan dengan penelitian Soler dkk, yang
menyatakan bahwa usia lebih dari 65 tahun merupakan faktor resiko independen
eksaserbasi PPOK dan prognosis buruk. Menurut GOLD (2018), salah satu faktor
pertumbuhan paru-paru.
digunakan pasien PPOK eksaserbasi akut rawa inap di RSUP Haji Adam Malik
Medan pada periode Januari 2017-Desember 2017. Dalam hal ini model terapi
menunjukan sel darah putih normal. Model terapi antibotik yang digunakan pada
Tabel 4.1 Model terapi antibiotik pada pasien PPOK eksaserbai akut rawat inap
di RSUP Haji Adam Malik Medan
Jumlah
No Model Terapi Antibiotik %
Pasien
1 Injeksi Seftriakson 22 44,90
2 Injeksi Seftriakson + Oral Azitromisin 8 16,34
3 Injeksi Seftriakson + Infus Levofloksasin 5 10,20
4 Injeki Seftriakson + Injeksi Gentamisin 5 10,20
5 Injeksi Seftriakson + Infus Siprofloksasin 5 10,20
Injeksi Seftriakson + Infus Siprofloksasin +
6 2 4,08
Infus Levofloksasin
7 Injeksi Amikasin 2 4,08
32
Universitas Sumatera Utara
banyak digunakan oleh pasien dengan jumlah 22 orang (44,90%), selanjutnya
membandingkan biaya suatu intervensi dengan beberapa ukuran non moneter dan
pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. CEA juga merupakan suatu cara
untuk memilih dan menilai program atau obat yang terbaik bila terdapat beberapa
pilihan dengan tujuan yang sama. Kriteria penilaian berdasarkan discounted unit
biaya (cost) dan hasil pengobataan (outcome). Kenyatannya, dalam kajian yang
mengupas sisi ekonomi dari suatu pengobatan ini, faktor biaya (cost) selalu
Dalam penelitian ini biaya langsung yang diteliti terbatas yaitu hanya dari
33
Universitas Sumatera Utara
segi biaya pengobatan antibiotika yang diberikan. Biaya lainnya seperti biaya
yang bervariasi dalam hal tersebut. Distribusi biaya penggunaan antibiotik pada
Tabel 4.2 Distribusi biaya penggunaan antibiotik pada pasien PPOK eksaserbasi
akut rawat inap di RSUP Haji Adam Malik.
Total Biaya
Jumlah
Jumlah Biaya Antibiotik
No. Model Terapi Antibiotik Obat
Pasien Antibiotik (100 Orang)
(unit)
(Rp) (Rp)
1 Injeksi Amikasin 10 2 505.000 25.250.000
Injeksi Seftriakson +
2 56 5 425.639 8.512.780
Infus Siprofloksasin
Injeksi Seftriakson +
3 Infus Siprofloksasin + 30 2 152.664 7.633.200
Infus Levofloksasin
Injeksi Seftriakson +
4 66 5 360.292 7.205.840
Infus Levofloksasin
Injeki Seftriakson +
5 55 5 230.647 4.612.940
Injeksi Gentamisin
Injeksi Seftriakson +
6 83 8 287.062 3.588.275
Oral Azitromisin
7 Injeksi Seftriakson 129 22 604.236 2.746.527
yang paling tinggi adalah kelompok model terapi injeksi amikasin yaitu Rp.
25.250.000 dan rata-rata biaya paling rendah adalah injeksi seftriakson yaitu Rp.
2.746.527. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada penggunaan jumlah
antibiotik. Harga antibiotik amikasin (Rp. 50.500 / vial) yang digunakan pada 2
pasien dengan jumlah pemakaian sebanyak 10 unit jauh lebih mahal, jika
34
Universitas Sumatera Utara
4.3.2 Penilaian Outcome Terapi Obat
Pada penelitian ini, sampel pasien PPOK eksaserbasi akut rawat inap di
RSUP Haji Adam Malik dilihat hasil terapi antibiotik yang digunakan pasien
selama menjalani perawatan sampai sel darah putih ada pada jumlah normal pada
hari ke-3.
untuk meindungi tubuh terhadap invasi benda asing, termasuk bakteri dan virus.
Sebagian besar aktivitas leukosit berlangsung dalam jaringan dan dalam aliran
Tabel 4.3 Outcome rata-rata pasien PPOK eksaserbasi akut rawat inap di RSUP
Haji Adam Malik Medan.
Model Terapi Jumlah WBC Normal Outcome %
No
Antibiotika Pasien Pada Hari Ke-3
1 Injeksi Seftriakson 22 18 0,81 81
Injeksi Seftriakson
2 8 6 0,75 75
+ Oral Azitromisin
Injeksi Seftriakson
3 + Infus 5 3 0,6 60
Siprofloksasin
4 Injeksi Amikasin 2 1 0,5 50
Injeksi Seftriakson
+ Infus
5 2 1 0,5 50
Siprofloksasin +
Infus Levofloksasin
Injeksi Seftriakson
6 + Infus 5 2 0,4 40
Levofloksasin
Injeki Seftriakson +
7 5 2 0,4 40
Injeksi Gentamisin
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat pada Tabel 4.3 outcome model
terapi antibiotik pada pemeriksaan sel darah putih pasien pada jumlah normal di
hari ke-3, dilihat bahwa kombinasi injeksi seftriakson memiliki hasil terapi paling
35
Universitas Sumatera Utara
tinggi dengan nilai efektivitas sebesar 81%. Terdapat model terapi antibiotik
dengan outcome yang sama yaitu injeksi amikasin dan kombinasi antibiotik
efektivitas sebesar 50% dan pada model terapi kombinasi antibiotik injeksi
seftriakson dan infus levofloksasin dan kombinasi antibiotik injeki seftriakson dan
injeksi gentamisin sebesar 40% sehingga tidak dapat dianalisis dengan metode
Untuk mengetahui nilai cost effective ditentukan dengan CER dan ICER..
Pada penelitian ini CER berguna menggambarkan total biaya terapi atau
intervensi dibagi outcome klinis (Dipiro, dkk., 2005). Hasil dari CER pada
rasio menunjukan total biaya dan penyebut dari rasio merupakan variabel outcome
Tabel 4.4 Hasil analisis CER terhadap total biaya langsung pada pasien PPOK
eksaserbasi akut rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Total Biaya
%
Model Terapi Langsung CER
No Outcome
Antibiotika (100 Orang)(C) (C)/(E)
(E)
(Rp)
1 Injeksi Seftriakson 2.746.527 81 33.907
Injeksi Seftriakson +
2 3.588.275 75 47.843
Oral Azitromisin
Injeksi Seftriakson +
3 8.512.780 60 141.879
Infus Siprofloksasin
yang paling cost-effective adalah injeksi seftriakson dengan nilai CER terendah
sebesar Rp. 33.907 dengan nilai outcome sebesar 81%. Pada Tabel 4.4 nilai CER
36
Universitas Sumatera Utara
diurutkan berdasarkan nilai CER terendah ke nilai CER tertinggi. Urutan
antibiotik yang kurang efektif hingga paling efektif berdasarkan perhitungan CER
menentukan kelebihan biaya dan kelebihan unit efektivitas dari suatu terapi
dibandingkan dengan terapi yang lainnya, sehingga didapat terapi mana yang
sudut pandang penyandang dana, mana yang lebih baik (Drummond, 1997). Hasil
analisis ICER terhadap total biaya langsung dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil analisis ICER terhadap biaya total langsung medis pasien PPOK
eksaserbasi akut RSUP Haji Adam Malik Medan
Total Biaya
Model Terapi Langsung % ICER
No ∆C ∆E
Antibiotika (100 Orang) (E) (∆C)/( ∆E)
(C)(Rp)
Injeksi Seftriakson 2.746.527 81
1 Injeksi Seftriakson + 841.748 6 140.291
3.588.275 75
Oral Azitromisin
Injeksi Seftriakson 2.746.527 81
2 Injeksi Seftriakson + 5.766.253 21 274.583
8.512.780 60
Infus Siprofloksasin
Injeksi Seftriakson +
3.588.275 75
Oral Azitromisin
3 4.924.505 15 328.300
Injeksi Seftriakson +
8.512.780 60
Infus Siprofloksasin
Pada Tabel 4.5 menunjukkan data hasil perhitungan ICER yang diurutkan
dari yang terendah hingga tertinggi. Perhitungan nilai ICER terendah adalah pada
seftriakson dan oral azitromisin dengan selisih harga sebesar Rp. 841.748 dan
37
Universitas Sumatera Utara
nilai ICER sebesar Rp. 140.291. Perbandingan model terapi kombinasi antibiotik
siprofloksasin memberikan selisih harga sebesar Rp. 5.766.253 dengan nilai ICER
terbesar yaitu Rp. 274.583. Pada perbandingan model terapi kombinasi antibiotik
∆C [+]
Kuadran IV Kuadran I
Efektivitas kurang baik Efektivitas lebih baik
dengan Biaya lebih mahal dengan Biaya lebih mahal
[-] ∆E [+]
Kuadran III Kuadran II
Efektivitas kurang baik Efektivitas lebih baik
dengan Biaya lebih murah dengan Biaya lebih murah
[-]
paling cost-effective adalah terapi antibiotik injeksi seftriakson dengan nilai CER
dan ICER terendah. Model terapi injeksi seftriakson terletak pada kuadran II
38
Universitas Sumatera Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
terapi antibiotik yang paling efektif pada pasien PPOK eksaserbasi akut
adalah injeksi seftriakson dengan nilai outcome 81% dengan nilai CER
5.2 Saran
a. Untuk pihak rumah sakit setelah mengetahui hasil penelitian ini diharapkan
farmakoekonomi.
39
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
40
Universitas Sumatera Utara
Orion. 1997. Pharmacoeconomics Primer and Guide Introduction to Economic
Evaluation. Virginia: Hoesch Marion Rousel Incorporation. Halaman 57.
PDPI. 2011. Penyakit Paru Obtruksi Kronis (PPOK). Ed I. Jakarta: PDPI.
Halaman 4-30.
Rab, T. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Pekanbaru: Universitas Riau. Halaman 18-20.
Rascati, K.L. 2014. Essentials of Pharmacoeconomics. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins Wolther Kluwer Business. Halaman 12-13,21.
Sanchez, L.A. 1994. Pharmacoeconomics: Principles, Methods, and Aplication.
[diakses: 20 Juni 2018]. Diambil dari: URL:
http://www.pharmacotherapyonline.com.
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika
Press. Halaman 141- 143.
Setiabudy, R. 2007. Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R.,
Nafrialdi, Elysabeth, penyunting. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Halaman 585, 592-593.
Sloane. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. Halaman 245.
Sidabutar, P. 2012. Karakteristik Penderita Penyakit Peru Obstruksi Kronik
(PPOK) Yang Dirawat Inap Di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan:
Universitas Sumatra Utara. Halaman 4.
Sevilla, Consuelo, G., Manila, F. 2007. Research Methods. Quezon City: Rex
Printing Company. Halaman 127, 137.
Soler J. J., Garcia MA, Sanchez PR, Navarro M, Ochando R. 2005. Severe acute
exacerbations and mortality in patients with chronic obstructive pulmonary
disease. Thorax. 60: 925-31.
Tjay, H. T., Rahardja, K. 2003. Obat-obat Penting. Edisi ke-5. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo. Halaman 56.
Tjay, H. T., Rahardja, K. 2006. Obat-Obat Penting. Edisi VI. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo. Halaman 54 – 55, 154 – 156, 172.
Tjay, H. T., Raharja, K. 2007. Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi keenam. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 65-86.
Tjiptoherijanto, P., Soestyo, B. 2008. Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Renika Cipta. Halaman 1,29.
Murti, T. 2013. Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Yogyakarta: Bursa
Ilmu. Halaman 7-9, 73-75, 85-88.
Trisna, Y. 2008. Aplikasi Farmakoekonomi. [online].
https://www.ikatanapotekerindonesia.net/news/pharma-update/aplikasi-
farmakoekonomi [diakses: 25 Juni 2018].
Vogenberg, F. R. 2001. Introduction to Applied Pharmacoeconomics. USA:
McGraw Hill Medical Publishing Division. Halaman 256-258.
Wattimena, J.R. 1991. Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Halaman 16-17.
41
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat izin penelitian di RSUP Haji Adam Malik Medan
42
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat ethical clearance
43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Surat persetujuan telah menyelesesaikan penelitian
44
Universitas Sumatera Utara
No Rekam Jenis Usia Tanggal Tanggal
No Model Terapi Nama WBC Hari Ke-3
Medik Kelamin (Tahun) Masuk Keluar
45
629021 js L 42 7/7 7/20 10.872
709327 bbn L 51 5/27 6/8 6.784
696959 bm P 64 1/13 1/17 11.128
550746 ns L 63 4/5 4/13 8.248
634501 om L 80 2/3 2/8 9.784
705921 ms L 67 4/19 4/25 11.405
Lampiran 4. Data Demografi Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
46
3 87175 bs L 58 12/8 12/15 12.033
Infus Levofloxacin
714477 kp L 74 7/21 8/7 8.276
728291 ib P 74 12/11 12/21 11.483
643871 ah L 58 1/21 2/2 7.815
706660 pbt P 60 4/28 5/4 16.472
Injeksi Seftriakson +
4 Oral Levofloxacin + 236253 pp L 83 5/28 6/5 9.348
Infus Ciprofloxacin
712557 kg L 63 7/6 7/13 13.966
Injeksi Seftriakson +
5 342683 ahn P 75 9/27 10/9 9.308
Injeksi Gentamysin
432823 rbs P 50 8/4 8/8 12.165
47
Universitas Sumatera Utara