Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP ISLAM DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT

DOSEN PEMBIMBING :

Dosen pembimbing:
Dr. Lisa Musharyanti, S.Kep., Ns., M.Med.Ed

Disusun oleh :
Ema Suprianti (20190320001)
Yesinta Trisia Rahmatika (20190320006)
Monika Izza Nasrulloh (20190320016)
Muh. Ihya Alimuddin (20190320030)
Fenna Ayuningtyas (20190320041)
Niken Briana Tasya (20190320055)
Ais Izza Fadhilah (20190320065)
Ika Luthfiyyah Karen (20190320078)
Erin Nur Sa'ban (20190320089)
Shofira Nabila (20190320117)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu
Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas Kelompok untuk memenuhi tugas blok Promosi Kesehatandan K3.
Dalam penulisan karya tulis  ini penulis membahas tentang “Konsep Islam Dalam
Pencegahan Penyakit”.

Dengan menyelesaikan karya tulis ini, tidak jarang kami menemui kesulitan. Namun
kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca yang sifatnya membangun
untuk dijadikan bahan masukan guna penulisan yang akan datang sehingga menjadi lebih
baik lagi. Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.

Yogyakarta, 1 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. TEORI MENURUT UMUM.......................................................................................5
B. TEORI MENURUT ISLAM.......................................................................................7
BAB III.....................................................................................................................................13
ARGUMENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH............................................................13
A. Penelitian oleh mukharom dan aravik 2020..............................................................13
B. Penelitian Khairul Anam 2016..................................................................................13
C. Penelitian Sonia 2020................................................................................................14
D. Penelitian Novri dan Esri 2021..................................................................................14
BAB IV....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN.........................................................................................................15
B. SARAN......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Mencegah penyakit merupakan segala bentuk pencegahan yang dilakukan oleh


individu maupun kelompok untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan
dampak buruk akibat dari suatu penyakit baik penyakit menular maupun tidak
menular.
Mencegah penyakit lebih baik daripada mengobatinya. Mencegah timbulnya
suatu penyakit memang lebih baik dari pada mengobati penyakit apabila suatu
penyakit sudah menyerang tubuh manusia. Setiap penyakit terdapat penyebab dan
factor resikonya. Dengan menghindari penyebab dan factor resiko maka suatu
Kebanyakan penyakit dapat dicegah untuk tidak menimbulkan manifestasi di dalam
tubuh. penyakit yang menyerang manusia dewasa adalah penyakit-penyakit
degenerative. Disamping itu juga penyakit yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme. Penyebab umum timbulnya penyakit tidak jauh dari pola hidup,
kebiasaan dan higienitas diri serta sanitasi lingkungan tempat tinggal.
Rasulullah bersabda, “Jagalah lima perkarasebelumdatang lima perkara;
mudasebelumtua, sehatsebelumsakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit,
dan hidup sebelum mati.” (HR. Muslim). Dari hadist tersebut kita tahu bahwa
mencegah penyakit merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan. Selain itu,
menjadi orang sehat tanpa ada gangguan penyakit memungkinkan seseorang untuk
menjadi lebih produktif dalam menjalani hidupnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pencegahan penyakit ?


2. Apa saja pokok – pokok ajaran islam mengenai pencegahan penyakit ?
3. Bagaimana teori pencegahan penyakit ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari pencegahan penyakit
2. Mengetahui pokok – pokok ajaran islam mengenai pencegahan penyakit
3. Mengetahui teori pencegahan penyakit
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI MENURUT UMUM

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian
organisme tersebut merespons (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan batasan yang
dikemukakan Skinner, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat- sakit, penyakit dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan seperti pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan
(Notoatmojo, 2003).
Berdasarkan pengertian di atas perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Perilaku kesehatan dapat dikategorikan
menjadi empat kelompok (Notoadmojo, 2010) :
1. Perilaku sakit dan penyakit
a. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Hal ini
mengandung maksud bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka dari itu
orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin, misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan
sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Perilaku pencegahan ini merupakan
respon untuk melakukan pencegahan penyakit, termasuk juga perilaku untuk tidak
menularkan penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku pencarian pengobatan, yaitu perilaku mencari atau melakukan pengobatan
seperti usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-
fasilitas pengobatan moderen.
d. Perilaku pemulihan pengobatan, yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-
usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan. Perilaku ini adalah menyangkut upaya
atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan
atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan yang lebih
baik.
3. Perilaku terhadap makanan yaitu respons seseorang terhadap makanan sebagai
kebutuhan vital bagi kehidupannya. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap
dan praktik seseorang terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya
(zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.
4. Perilaku kesehatan lingkungan Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun social budaya dan sebagainya. Sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya.

Berdasarkan pendapat Ogden (1996) menentukan tiga bentuk perilaku kesehatan yang
meliputi :
1. Perilaku sehat (a health behaviour) yaitu perilaku yang bertujuan mencegah penyakit
(seperti makan, diet kesehatan).
2. Perilaku sakit (a illness behaviour) yaitu perilaku mencari pengobatan (seperti pergi
ke dokter).
3. Perilaku peran sakit (a sick role behaviour) yaitu tindakan yang bertujuan untuk
mendapatkan kesehaatan (seperti minum obat yang sudah diresepkan, beristirahat).

Pencegahan penyakit dapat dipahami sesuai dengan aktivitas kesehatan pada tingkat primer,
sekunder, dan tersier Poter & Perry (2009).
1. Pencegahan Primer Penyedia pencegahan primer memiliki perlindungan khusus
terhadap penyakit untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Contohnya termasuk
imunisasi massal (polio prypiritis diptheria) untuk mencegah penyakit menular akut
yang mengurangi faktor risiko (tidak aktifnya tekanan darah tinggi tekanan darah
tinggi) dan pengendalian asap udara (asap pasif, asbes) air (polutan kimia) dan
kebisingan (pelepasan luringness Mesin) Polusi Untuk mencegah penyakit kronis.
2. Pencegahan Sekunder Masalah sekunder berkaitan dengan upaya pendidikan edukasi
yang terorganisir dan digunakan untuk mempromosikan kesimpulan kasus carly
individu yang menderita penyakit sehingga intervensi segera dapat dilakukan untuk
menghentikan proses patologis dan membatasi ketidaksuburan. Pendidikan publik
untuk mempromosikan pemeriksaan payudara sendiri dan pemeriksaan diri terhadap
testis atau penggunaan alat rumah tangga untuk pendidikan darah okultisme pada
spesimen tinja adalah contoh pencegahan sekunder. Bila pencegahan primer tidak
tersedia, pencegahan sekunder (diagnosis dini dan suntikan) adalah garis pertahanan
pertama yang menyerang penyakit ini. Dalam situasi lain, tindakan pencegahan
primer mungkin tersedia namun tidak membantu pencegahan sekunder.
3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier diarahkan untuk meminimalkan operasi
residual dari penyakit dan membantu klien belajar hidup secara produktif dengan
keterbatasan. Program rehabilitasi jantung yang disertai dengan infark miokard atau
obat kardiovaskular merupakan hasil yang sangat baik dari layanan pencegahan
tersier.

B. TEORI MENURUT ISLAM

a) Perobatan Kenabian (al-Thibb al-Nabawî)

Kitâb al-Tibb (kitab perobatan) dalam Shahîh alBukhârî merefeksikan padangan


Imâm al-Bukhârî tentang cakupan kesehatan dan perobatan dalam Islam. Cakupan perobatan
telah dijelaskan oleh al-‘Asqalanî yang menyusun penjelasan dan komentar yang sering
menjadi rujukan para peneliti dan ulama, Fath al-Bârî. Penjelasan juga ditemukan dalam buku
penjelasan al-‘Aynî. Kedua tokoh ulama terkenal ini hidup pada abad IX Hijriah atau V
Miladiah dalam era ketika ilmu dan literatur kesehatan serta kedokteran telah berkembang,
bahkan cukup melimpah, dari pelbagai jenis disiplin kesehatan, bukan saja yang
dikembangkan dalam tradisi Arab, tetapi juga yang berasal dari peradaban Yunani-Romawi
serta India-Persia, bahkan masukan dari budaya Cina.
Inilah kemungkinan besar yang menyebabkan mengapa para penulis kitab penjelasan
Shahih al-Bukhârî ini tampaknya memiliki pemahaman yang cukup luas dan mendalam
tentang ilmu-ilmu kesehatan dan kedokteran, yang relatif lebih luas dibanding ketika pada
masa Nabi Muhammad SAW, abad ke-7, dan tatkala Imam Bukhârî menghimpun dan
meneliti Hadis, abad ke-9. Pada masa itu ilmu dan sistem medis diperkenalkan dan
dikembangkan secara luas oleh umat Islam, Ibn Hajar al-‘Asqallani dan Ibn Ahmad al-‘Ayni
tertarik untuk memberi penjelasan dan komentar terhadap koleksi Hadis Nabi terkait
kesehatan dan perobatan dalam cakupan dan wawasan yang lebih luas dan mendalam dengan
mencermati perkembangan kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran pada waktu itu.
Penjelasan yang meluas dari kedua komentator ini tampaknya memang didorong oleh sikap
Imam al Bukhârî yang memberi judul bagi koleksi Hadis-Hadis terkait kesehatan dan
perobatan dengan Kitâb al-Tibb (the book of medicine), bukannya Kitâb al-Tibb alNabawî
(the book of the medicine of the Prophet), yang pada waktunya berkembang menjadi jenis,
bahkan disiplin, keilmuan, dan literatur khusus.
Kesehatan Paripurna
Dalam pendahuluan dari komentarnya terhadap Kitâb al-Tibb, Ibn Hajar al-‘Asqlanî
membagi ilmu kedokteran (science of medicine) kepada dua jenis, yaitu thibb jasad
(perobatan jasmani) dan thibb qalb (perobatan rohani/ hati). Ibn Hajar memuji nilai dan
kegunaan perobatan, dan menekankan pentingnya kedua jenis kesehatan tersebut karena
keduanya saling terkait erat.
Terdapat hubungan simbiotik antara kedua jenis pengetahuan kesehatan, sehingga
seseorang mustahil mencapai salah satu bentuk pengetahuan kesehatan tanpa yang lain. Ini
menunjukkan bahwa umat Islam seharusnya menyadari sepenuhnya kesehatan fsik dan jiwa
karena, di dalam Islam, nafas dan jasad, jiwa dan benda, iman dan dunia telah dianugerahi
kedudukan dan kepentingan yang sama. Jika demikian, pembagian Ibn Hajar tentang
kesehatan menunjukkan bahwa seseorang dapat meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat
selama ia secara fsik dan jiwa sehat, dan ini dapat diperoleh dengan ilmu pengetahuan medis
yang melestarikan dan memulihkan kesehatan
. Dalam upaya merekonstruksi aspek kedokteran yang berasal dari luar tradisi Islam
dan Arab, terutama yang datang dari tradisi kedokteran Yunani, Ibn Ahmad al- ‘Aynî
menambahkan jenis pembagian lain dari ilmu kesehatan dalam yang diutarakannya dalam
kata pendahuluan dari kitabnya ‘Umdah al-Qâri Syarh alBukhârî. Adalah menarik
mencermati bahwa al-‘Aynî mengemukakan pembagian yang berbeda dari Ibn Hajar. Setelah
memaparkan defnisi ilmu kedokteran dengan jelas, ia membagi kedokteran kepada dua
bagian utama yaitu pengetahuan teoretis (al-‘ilm) dan pengetahuan praktis (al-‘amal). Yang
pertama menurut beliau, adalah pengetahuan yang sebenarnya tentang permasalahan yang
dituju dalam pikiran manusia yang dengan pengetahuan tersebut manusia dapat
mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan nyata (ma‘rifah al-haqîqah al-
maqshûd wa al-huwa mawdhû’ f al-fkr al-ladzî yaqûm bih al-tadbîr). Yang kedua merupakan
bagian eksternal dari permasalahan dalam pemikiran manusia yang dengannya mereka dapat
menerapkan dalam kehidupan secara langsung dengan indera atau tangan seperti
pembedahan (khuruj dzâlik al-mawdhû’ f al-fkr ilâ al-mubâsyirah bi al-hiss wa al-‘amal bi al-
yad).
b) Pencegahan Penyakit dan Pelestarian Kesehatan
Imâm al-Bukhârî menyadari sepenuhnya bahwa tugas kedokteran yang hampir disepakati
semua pihak dapat dipilah kepada tiga bidang besar, yaitu promosi kesehatan, pencegahan
penyakit, dan pemulihan kesehatan. Terkait dengan yang pertama, Imam Bukhârî terkait
dengan promosi kesehatan dan langkah-langkah pencegahan terhadap penyakit. Sebagai
diketahui kebanyakan Hadis medis Islam di masa awal merupakan kedokteran preventif (al-
thibb alwiqâ’i) ketimbang kedokteran penyembuhan (al-thibb al-‘ilaji), yang tidak diragukan
lagi dianggap sebagai suatu konsep maju mempertimbangkan tingkat pengetahuan ilmiah
pada saat itu. Bahkan Imam Bukhârî tidak memberikan bab khusus tentang pencegahan
penyakit, meskipun demikian, ia menghimpun langkah-langkah pencegahan terhadap
penyakit yang menyebar dalam beberapa bagian dari Shahih al-Bukhârî seumpama
kebersihan, penggunaan pembersih gigi (siwak), makanan, mandi dan olahraga. Langkah
pencegahan lain dalam Shahih al-Bukhârî termasuk karantina wabah epidemik, pencegahan
terhadap al-judzam (leprosy = lepra), pencegahan terhadap penyakit yang mungkin terjadi
akibat jatuhnya lalat ke dalam cairan, pelarangan minuman memabukkan, pengharaman
bunuh diri hingga kehatihatian terhadap api dalam rumah. Pelestarian kesehatan harus
menjadi tujuan utama kedokteran yang diemban oleh tabib-dokter dan semua petugas dan
pelayan kesehatan.
Sepanjang sejarah peradaban Islam, tugas utama sistem medis adalah untuk
mempertahankan kesehatan ketimbang menyembuhkan penyakit atau memulihkan kesehatan.
Ini sejalan dengan tujuan hukum Islam yang menyatakan bahwa menjaga kesehatan lebih
baik daripada menanggulangi penyakit. Dengan kata lain tujuan penting ilmu kedokteran
adalah untuk menyelamatkan hidup manusia dan mengurangi penderitaan makhluk hidup.
Peringatan dan kehati-hatian terhadap penyakit lepra (leprosy) juga dikenal luas pada masa
hidup Nabi Muhammad Saw. Rasulullah menasihati masyarakat agar menghindari penyakit
lepra sebagaimana mereka melarikan diri dari singa (farra min al-judzam kamâ tafarra min al-
asad).
c) Penyembuhan Penyakit

Imam Bukhârî juga menghimpun Hadis-hadis terkait dengan metode penyembuhan


penyakit yang dipraktikkan pada masa Muhammad Saw.. Ditemukan bahwa metode
penanganan penyakit pada waktu itu dapat dikatakan cukup maju mencermati tingkat
perkembangan pengetahuan pada waktu itu. Jika sejarah umum sering diumpamakan
sebagaimana piranti kehidupan maka sejarah kedokteran merupakan piranti bagi kehidupan
kedokteran. Jelas bahwa cara modern dalam menanggulangi penyakit lebih baik daripada
metode penanganan penyakit yang dipaparkan dalam himpunan Hadis tersebut. Ini
disebabkan antara lain oleh karena apa yang disebut pengobatan kenabian (al-thibb al-
nabawî) tidaklah sepenuhnya didasarkan pada eksperimen medis, tetapi lebih didasarkan pada
inspirasi dan pengalaman dari budaya dan tradisi sebelumnya.
Dalam berbagai kasus kejadian, banyak para Sahabat Nabi merawat pasien yang
menderita penyakit tertentu pada waktu itu dan sebagian sukses menyembuhkannya tanpa
menguasai pengetahuan dan teknologi medis pada hari ini tetapi karena mereka semata-mata
mengamalkan arahan Nabi Muhammad Saw. terkait upaya peyembuhan penyakit tersebut
seperti mengonsumsi madu, hijamah (berbekam), kayy (cauterization), atau membakar luka
dengan besi panas, atau memberikan ramuan herbal tertentu untuk menghentikan pendarahan
dan mencegah infeksi.
Hadis-hadis penyembuhan ini tampaknya dapat dipilah menjadi tiga karena bab yang
menghimpun Hadishadis jenis ini dalam bab yang berjudul al-syifâ’ al-tsalâtsah. Dua di
antaranya diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas dan yang lain oleh Jabir ibn ‘Abdullah. Pertama,
“Penyembuhan adalah dalam tiga hal, yakni: menelan madu, berbekam, dan kauterisasi.
Meskipun demikian, saya melarang pengikutku untuk menggunakan yang terakhir,
pembakaran.” (al-shia’ f tsalâtsah: syarat al-‘asal, wa syartah mihjam, wa kayyah nar, wa
anha ummati ‘an al-kayy). Kedua, Hadis yang menyatakan, “Penyembuhan adalah dalam tiga
hal, yakni: berbekam, meminum madu, dan kauterisasi, tetapi saya melarang pengikutku
menggunakan kauterisasi.” Dalam versi lain diriwayatkan oleh Jabir ibn ‘Abd Allâh bahwa ia
mendengar Nabi Muhammad Saw. Bersabda. “Jika terdapat penyembuhan dalam perobatan
kamu, maka itu adalah berbekam, meminum madu atau membakar yang sesuai dengan
penyakitnya. Tetapi, saya tidak suka dibakar dengan api.”14 14 Shahih al-Bukhâri, Kitab al-
Tibb, Bab Syifa’ f Tsalâtsah.
Dalam penjelasannya terhadap Hadis-hadis di atas, Ibn Hajar mengingatkan para
pembacanya bahwa penanganan penyakit tidak membatasi hanya pada tiga metode
penyembuhan itu saja, yaitu meminum madu, berbekam, dan dibakar dengan metal panas.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa Nabi Muhammad Saw. menyebutkan hanya tiga
metode penyembuhan saja, Ibn Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah menyebutkan tiga
metode penyembuhan saja karena ketiganya merupakan ushûl al-‘ilâj, dasar atau prinsip
penyembuhan. Di samping itu, masih banyak lagi cara penyembuhan lain di kalangan orang
Arab pada waktu itu. Penjelasan lain yang dapat ditambahkan bahwa Hadis ini dilandasi oleh
telah berkembangnya pemikiran pada waktu itu bahwa timbulnya penyakit pada dasarnya
disebabkan oleh kondisi darah (damawî) atau safrawî (yellow bile) atau sawdawi (black bile)
atau balghi (phlegm).
Ini menunjukkan bahwa orang Arab pada waktu itu memandang penyebab penyakit
dalam pengertian flsafat dan memandangnya sebagai gangguan dalam keseimbangan darah
tubuh dan unsur-unsur yang lain. Dus, penyakit yang disebabkan oleh salah satu di antaranya
harus ditangani dengan berbekam (hijâmah), yaitu mengeluarkan darah kotor dari tubuh, atau
dengan meminum madu, atau ramuan herbal lain. Jika hal ini tidak berhasil, maka harus
ditangani dengan pembakaran atau pembedahan. Yang terakhir ini harus menjadi pilihan
terakhir yang harus dipertimbangkan ketika penanganan melalui madu dan ramuan serta
pembekaman tidak berhasil. Ketika mencermati metode perawatan dan penyembuhan
penyakit di atas, kita dapat menemukan bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw.
penanganan penyakit utamanya didasarkan pada penyebab penyakit dan upaya mengetahui
cara menanggulanginya. Umat Islam didorong untuk mempelajari gejala, penyebab, dan
selanjutnya upaya penyembuhannya (ma’rifatuh bi tahqîq al-sabab wa al-‘alamah). Itulah
sebabnya sebelum mengomentari metode penyembuhan yang dipaparkan Hadis, Ibn Hajar
harus menjelaskan dua jenis penyakit, yaitu penyakit material (maradh maddiyyah) dan
penyakit non-material (mardh ghayr maddiyyah). Yang pertama merujuk pada penyakit yang
disebabkan oleh hawa panas (al-harârah) dan hawa dingin (al-barîdah). Yang kedua terbagi
kepada basah (rutbah), kering (yabîsah) dan gabungan (murakkabah). Penyakit non-material,
menurut Ibn Hajar, dirawat sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hadis, “Demam adalah
akibat panasnya (neraka), oleh karenanya sembuhkanlah demam dengan air.”
Dengan berdasarkan penjelasan di atas, umat Islam tampaknya menjadi tercerahkan
dan didorong untuk menyikapi bahwa tubuh dan jiwa manusia memiliki kemungkinan untuk
sehat dan sakit, seimbang atau timpang. Ketidakseimbangan dalam tubuh adalah seperti
demam, pusing kepala atau penyakit fsik lainnya, sedangkan penyakit jiwa seperti marah,
cemas, sedih dan gejala sejenis lainnya. Penyakit jenis pertama dapat dirawat melalui metode
medis melibatkan penggunaan madu, bekam dan kauterisasi, sedangkan yang kedua harus
ditangani dengan metode penyembuhan spiritual. Dalam kasus-kasus tertentu, umat
dianjurkan untuk menggunakan penyembuhan spiritual ketimbangan perawatan fsik
disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, dalam upaya untuk pulih dari penyakit jasmani,
pasien harus mengalami penderitaan akibat medikasi, sakit akibat kauterisasi disamping juga
menghabiskan sejumlah harta untuk perawatan dan penyembuhan. Sebaliknya, perawatan dan
penyehatan jiwa yang jauh lebih penting, adalah lebih menyenangkan dan menentramkan
disamping tidak terlalu mahal untuk merawat dan memulihkannya. Kedua, jika penyakit
disebabkan oleh jin atau makhluk halus lainnya, maka pengobatan medis biasa tidaklah
memadai. Sebaliknya, kondisi itu harus disembuhkan dengan melakukan upaya yang mampu
mengakhiri pengaruh jahat, yaitu dengan memperkuat keimanan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa. Ini karena jika jiwa seseorang telah teguh dan kukuh dengan iman, pengaruh jahat
tidak dapat dengan mudah memengaruhi. Dengan kata lain, penyakit spiritual muncul sebagai
akibat dari lemahnya iman dan penderitaan jiwa. Dalam kasus ini, penyakit spiritual harus
disembuhkan dengan perawatan spiritual pula.
BAB III

ARGUMENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH

Mencegah penyakit lebih diprioritaskan daripada mengobatinya, hampir sebagian


besar zat asing (bahan-bahan kimia) masuk kedalam tubuh melalui makanan. Apa yang
sabdakan oleh Rasulullah dalam sebuah hadisnya yang berbunyi sebagai berikut: “Sumber
daripada penyakit adalah perut, perut adalah gudang penyakit dan berpuasa itu adalah obat
(HR Muslim). Kesehatan dalam Islam adalah perkara yang penting, ia merupakan nikmat
besar yang harus disyukuri oleh setiap hamba. Seperti yang sedang marak tentang virus yang
semakin lama memakan banyak koban. Oleh karena itu akan lebih tepat jika kita mencegah
agar suatu penyakit tidak sampai dalam tubuh kita. Dalam islam banyak sekali cara untuk
mencegah penyakit dan sudah terdapat pada al-qur’an dan hadist.

A. Penelitian oleh mukharom dan aravik 2020

Untuk mengatasi suatu wabah salah satunya adalah dengan menerapkan karantina atau
isolasi terhadap penderita. Sesuai dengan ajaran Rasulullaah SAW. Ketika sedang
menghadapi sebuah wabah penyakit, Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini: "Jika
kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapijika
terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).
Rasulullah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena
wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk
keluar. Kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila
terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu
dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat.

B. Penelitian Khairul Anam 2016

Cara untukmencegahsebuah penyakit salah satunya adalah Cuci tangan sebelum makan
dengan air mengalir dan sabun atau Antiseptik. Tangan adalah organ tubuh yang paling
sering terkontaminasi bakteri melalui sentuhan atau pegangan, Mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan, akan menurunkan kejadian diare sampai 47% dan insfeksi saluran
pernafasan atas (ISPA). Sebsar 30 %, bahkan, penyakit penyakit inspeksi lain yang lebih
berbahaya.seperti hepatitis A,Toxoplasmosis dan sebagainya, dapat dicegah penularannya
dengan mencuci tangan benar sebelum makan. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits dari
Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata: “Rasulullah SAW jika beliau ingin tidur dalam
keadaan junub, beliau berwudhu dahulu. Dan ketika beliau ingin makan atau minum beliau
mencuci kedua tangannya, baru setelah itu beliau makan atau minum.” (HR. Abu Daud
no.222, An Nasa’i no.257, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i)

C. Penelitian Sonia 2020

Cara mencegah sebuah penyakit adalah dengan meditasi. Seseorang lebih mudah terkena
penyakit karena system imunnya rendah. Dalam rangka meningkatkan system imun maka
dapat dilakukan cara yaitu meditasi atau relaksasi agar pikiran selalu positif sehingga
mengakibatkan organ tubuh menjadi rileks Melakukan meditasi dalam Islam adalah dengan
berdzikir maupun dengan menjalankan shalat. Sayyid Qutbhdalam (Tafsir Fi Zhilalil Qur’an
jilid 1:171) Dengan melakukan shalat maka akan memunculkan kesabaran yang akan tetap
ada dan tidak akan terputus. Selain mempertebal keimanan dan kesabaran, shalat Juga
menjadikan seorang muslim lebih ridha, tenang, teguh, dan yakin (Suparman, 2015).

D. Penelitian Novri dan Esri 2021

Salah satu cara mencegah penyakit adalah dengan rutin olahraga. Menurut (Joko, 2011),
lahraga yang cukup dapat membantu mengurangi ketegangan anda. Berolahraga membantu
anda lebih sehat, meningkatkan energi dan stamina anda, membuat pikiran lebih fresh, dan
membuat tidur lebih pulas.Melakukan kegiatan aktivitas fisik seperti berolahraga sangatlah
besar manfaatnya bagi tubuh dan pikiran. Melakukan olahraga secara rutin dapat mengurangi
tekanan darah tinggi, membantu mengelola berat badan serta mengurangi resiko penyakit
jantung, stroke dan diabetes. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri adalah pribadi
yang gemar berolahraga. Beliau sering mengadakan adu lari cepat dan adu ketangkasan
berkuda dengan para sahabat sebagaimana dapat kita baca dalam hadits-hadits. Dalam
pandangan ulama fikih, olahraga (Bahasa Arab: al- Riyadhat) termasuk bidang ijtihadiyat.
Secara umum hukum melakukannya adalah mubah, bahkan bisa bernilai ibadah, jika diniati
ibadah atau agar mampu melakukannya melakukan ibadah dengan sempurna
dapelaksanaannya tidak bertentangan dengan norma Islami.
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Hidup ini memang tidak akan terlepas pada musibah atau ujian. Tak sedetik pun manusia
sepi dari ujian Allah. Begitu pentingnya pencegahan, al qur’an menggandengkan kebersihan
dengan taubat. Sebagai mahkota terindah bagi kehidupan manusia, kesehatan harus dijaga,
ditingkatkandan dilestarikan melalui upaya dan Usaha pencegahan (preventif). “Not to break
isbetter than to mend” Mencegah lebih baik daripada mengobati. Tidak hanya sekedar sehat
fisik Manusia adalah adalah makhluk ciptaan Allah swt yang paling mulia daripada makhluk-
makhluk lainnya dengan diberi karunia fisik , akal dan syahwat, kesempurnaan tersebut
menjadikan makhluk yang mempunyai kekuatan fikiran dan kemampuan mengatur emosi
baik dalam kehidupa pribadinya maupun dalam kehidupan sosialnya.

B. SARAN

Semoga makalah ini bisa bermaanfaat bagi semua pembaca dan lebih mengetahui
bagaimana sebenarnya pandangan islamdalam proses pencegahan suatupenyakit. Dan tak
lupa kami menerima saran dan masukan atas kekurangan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, K. (2016). Pendidikan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dalam Presfektif
Islam. Jurnal Sagacious, 3(1).
Asri, N., & Lely Octaviana, E. S. (2021). AktivitasOlahraga Di MasaPandemi
COVID-19 Terhadap Tingkat Stres Mahasiswa Pendidikan Olahraga
Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.
Halaman Olahraga Nusantara (Jurnal Ilmu Keolahragaan). Halaman Olahraga
Nusantara (Jurnal Ilmu Keolahragaan), 4(1), 53-65.
Mukharom, M., &Aravik, H. (2020). KebijakanNabi Muhammad Saw Menangani
Wabah Penyakit Menular dan Implementasinya dalam Konteks
Penanggulangan Coronavirus Covid-19. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya
Syar-i, 7(3), 239-246.
Sonia, S. S. S. (2020). Pengaruh Meditasi Dalam Pendidikan Islam Untuk
Memperkuat Sistem Imun Sebagai Tindakan Melawan Covid-19. Al Ulya:
Jurnal Pendidikan Islam, 5(2), 210-225.
Supriatna, E. (2020). Wabah Corona Virus Disease Covid 19 Dalam Pandangan
Islam. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(6), 555-564.
KESEHATAN DAN PEROBATAN DALAM TRADISI ISLAM: KAJIAN KITAB
SHAHIH AL-BUKHÂRÎ Nurhayati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN
Sumatera Utara Ahkam: Vol. XVI, No. 2, Juli 2016
Jurnal Perilaku Pencegaha. Penyakit , Repository Unimus oleh M Hidayatullah · 2017
— Perilaku pencegahan penyakit

Anda mungkin juga menyukai