PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jikalau saat ini kita berfikir, bagaimana bisa kita meyakini Allah sebagai
Tuhan kita dengan sendirinya, tanpa petunjuk apapun? Mungkin kita berfikir alam
akan menunjukkan kepada kita tentang hal tersebut? Tapi apakah betul kita
mengetahui Allah sebagai Tuhan kita betul-betul dari proses pengamatan terhadap
alam? Faktanya setelah kita mengetahui Allah adalah tuhan kita pun, terkadang
kita melupakan bahwa alam itu ciptaan Allah yang mesti kita jaga.
Ada hal atau faktor lain yang menyebabkan kita mengenal Allah, yaitu
dari perkataan Allah SWT yang terkumpul dalam kitab-kitab-Nya yang berfungsi
sebagai petunjuk bagi kita semua manusia. Manusia bisa berfikir mencari logika
yang menguatkan. Semisal, Allah mengetahui kapasitas masing-masing dari setiap
makhluk yang Ia ciptakan, sehingga Allah hanya memilih beberapa dari manusia
yang sanggup atau dapat menerima wahyu atau perkataan Allah tersebut. Atau
kembali kepada asumsi dasar, karena Allah Maha kuasa atas segala sesuatu dan
Maha berkehendak, kehendak Allah-lah yang akan terjadi, yaitu Allah memberi
petunjuk kepada manusia melalui perantara manusia pilihan yang biasa kita sebut
Rasulullah.
Oleh karena itu, dalam hal petunjuk Ilahiyah, Rasul sangat berjasa dalam
transformasi nilai dan ajaran yang berasal dari Allah tersebut, untuk kita manusia
yang beriman. Transformasi yang pada akhirnya akan terjadi terus menerus, dari
satu generasi kepada generasi berikutnya hingga akhir zaman, meski kita ketahui,
bahwa Rasul terakhir yaitu Rasulullah Muhammad Saw telah lama tiada.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa diantara banyak Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ke-Rasulan?
2. Apa maksud atau pentafsiran ayat-ayat tersebut?
3. Apa hikmah yang bisa dipetik dari ayat-ayat tersebut?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI NABI DAN RASUL
Menurut bahasa, nabi berarti orang yang memberi kabar, orang yang
mengkhabarkan hal-hal ghaib, orang yang meramalkan sesuatu. Adapun yang
dimaksud dalam terminologi agama Nabi adalah seorang manusia yang
memperoleh wahyu dari Allah yang berisi syariat, sekalipun tidak diperintahkan
untuk disampaikan kepada manusia lainnya. Jika dia mendapat perintah Allah
untuk disampaikan kepada orang lain, dinamailah dia Rasul. Setiap Rasul itu
Nabi, tetapi tidak setiap nabi itu Rasul.
Di dalam Al-Quran tidak kurang dari 432 kali kata Rasul baik dalam
bentuk tunggal (singular) maupun jamak (plural) disebutkan telah dinyatakan
dalam hadis bahwa jumlah Rasul ada 124.000 orang. Karena itulah kita harus
beriman kepada semua Rasul yang dibangkitkan di India, Lina, Iran, Mesir,
Afrika, Eropa, dan di negeri-negeri lainnya di dunia. Akan tetapi kita tidak dapat
memastikan seseorang di luar daftar para rasul yang nama-namanya tercantum di
dalam al-quran, apakah dia seorang Rasul atau bukan, sebab kita tidak diberitahu
secara pasti tentang dia. Tidak pula kita diizinkan mengatakan penolakan terhadap
orang-orang suci dari agama-agama lain. Sangat dimungkinkan bahwa sebagian
dari mereka adalah para Rasul Allah, dan para pengikut merekalah yang
menyelewengkan ajaran-ajaran mereka setelah mereka tiada, seperti halnya para
pengikut Musa dan Isa as.
Dalam hubungan itu perlu dibedakan Rasul berupa malaikat dengan Rasul
berupa Nabi, selain Rasul dalam bentuk malaikat, di dalam Al-Quran juga tidak
dapat dibedakan antara Nabi dan Rasul, justru nabi-nabi yang tercantum namanya
itu sekaligus sebagai Rasul pula. Firman Allah dalam QS. Al-Hajj ayat 75 yang
berbunyi sebagai berikut.
2
Artinya:
“Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia,
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat”.(QS. Al-
Hajj:75)
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan
kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-
penghuni neraka”.
3
Dengan kata lain, bahwa risalah dan ajaran-ajaran yang disampaikannya
juga adalah benar dan haq, karena semuanya dari Kami, yakni Allah SWT. Dalam
hal ini keengganan mereka untuk percaya sangat menyedihkan bahkan merisaukan
Nabi Muhammad SAW. Karena itulah Nabi Muhammad diingatkan bahwa
engkau hanya kami tugaskan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan. Dan ayat terakhir ini adalah untuk menghibur beliau dengan
ungkapan: “Dan kamu, wahai Nabi Muhammad, tidak akan dimintai
pertanggungjawaban tentang penghuni-penghuni neraka”. Yakni mereka yang
mengingkari risalahmu dan menolak Al-Qur’an sebagai firman Allah adalah
mereka itu menjadi penghuni neraka. Karena mereka penghuni neraka, maka
wajarlah kalau mereka tidak beriman kepadamu.
Dari paparan di atas ada perbedaan pendapat dikalangan mufasir, sebagian
mengatakan bahwa ayat ini tidak semata-mata tertuju kepada Nabi Muhammad
SAW, tetapi juga kepada para Rasul-Rasul yang sebelumnya. Sebagian mufasir
lain mengatakan bahwa ayat ini sebenarnya hanya tertuju langsung kepada Nabi
Muhammad SAW, sekaligus ini menunjukkan bahwa tidak termasuk Nabi-nabi
yang sebelumnya.
Artinya :
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi
peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan Tiadalah orang-
orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan"
4
musyrikin. Maka dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW
untuk menjelaskan bahwa apa yang beliau sampaikan itu adalah bersumber dari
Allah dan bukan dari beliau itu sendiri, karenanya ayat ini
menyatakan: Katakanlah, wahai Nabi Muhammad bahwa sesungguhnya aku tidak
memperingatkan kalian dengan peringatan yang datang dari diriku sendiri tetapi
aku hanya memperingatkan kamu sekalian dengan wahyu yang kuterima dari
Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Karena itulah jangan menuntut
hal-hal yang diluar kemampuanku, seperti menuntut kapan akan datangnya siksa
dan lain-lain, dan juga jangan ragukan informasinya itu. Selanjutnya dalam
penggalan ayat yang menyatakan: Dan tidaklah orang-orang tuli mendengar
seruan apabila mereka diberi peringatan.
Kaum musyrikin itu tetap bersikeras menolak, enggan mendengar
tuntunan dan peringatan, dari sini Nabi dihibur dengan ayat ini bahwa penolakan
mereka itu disebabkan karena mereka orang-orang tuli. Kata tuli disini bukan
berarti tidak bisa mendengar, tetapi tidak mau memanfa’atkan apa yang
didengarnya. Maka keadaan itu disamakan dengan orang tuli yang tidak bisa
mendengar sesuatu. Hal ini jelas bahwa yang tidak mendengar tentu tidak akan
memperoleh manfa’at dari apa yang disampaikan padanya, demikian juga dengan
kaum musyrikin.
Dengan demikian jelaslah bahwa orang-orang musyrik yang mereka
enggan serta menolak seruan dari Nabi Muhammad SAW ini disebabkan mereka
tidak mau memanfaatkan apa yang didengarnya dari Nabi, maka mereka itu
adalah orang-orang yang sengaja membuat diri mereka itu tuli disebabkan tidak
mau mendengar seruan dari Nabi Muhammad SAW. Karena itulah mereka akan
merasakan siksa dari Allah untuk memberi peringatan terhadap mereka itu.
5
Artinya:
“Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang
yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan yang Maha
Pemurah walaupun Dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar
gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.”
Artinya:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu, Maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
6
pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”.
7
5. Q.S. An-Nisa’ ayat 115
Artinya:
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam, dan neraka Jahannam
itu seburuk-buruk tempat kembali.
8
menjadi pemandu dan petunjuk terhadap jalan yang ditempuhnya. Dalam kaitan
ini tidak akan dijumpai kekuasaan Allah yang dipaksakan kepada manusia agar ia
mengerjakan atau meninggalkan perintahnya, hingga ia dimasukkan ke dalam
neraka Jahannam. Mereka masuk ke dalam neraka Jahannam karena perbuatan
mereka sendiri.
Dengan demikian, manusia memiliki kebebasan sendiri untuk memilih
perbuatan yang akan dilakukannya dengan segala akibat yang harus
ditanggungnya. Karenanya orang-orang yang menentang Rasul ini adalah karena
pilihannya sendiri, dan dimasukkannya mereka kedalam neraka Jahannam karena
pilihannya sendiri.
Sementara itu Ibnu Katsir menerangkan bahwa makasud ayat tersebut
adalah barang siapa yang menempuh jalan yang tidak sesuai dengan syariat yang
dibawah oleh Rasulullah SAW maka orang itu termasuk ke dalam orang-orang
yang menentang dan berada dalam jalur penentang, yang dilakukannya dengan
sengaja setelah tampak kepada mereka kebenaran, serta menempuh jalan yang
berbeda dengan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang beriman, maka ia
akan dijerumuskan ke dalam neraka Jahannam.
Dari keterangan tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa pada intinya
ayat-ayat tersebut berisi tentang ancaman bagi orang-orang yang menentang
Rasulullah SAW. Notabennya mereka sebelumnya telah memeluk Islam serta
telah mendapat penjelasan tentang ajaran Islam tersebut. Maka bagi mereka ini
akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka Jahannam, yang disebabkan oleh
perbuatan mereka itu sendiri. Namun dibalik kerasnya ancaman Allah tersebut
tidak berlaku bagi orang-orang yang selalu mengikuti ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah SAW, mereka akan mendapat pujian dari Allah atas ketaatan mereka
itu, sebagaimana Allah telah memuji akhlak Rasulullah yang sangat agung itu.
9
Artinya:
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
Ini merupakan bagian dari kasih saying Allah kepada makhluk-Nya bahwa
Dia mengutus Rasul-rasul dari kalangan mereka sendiri dan dengan menggunakan
bahasa mereka supaya mereka dapat memahami risalah yang dibawa oleh para
Rasul . hal ini seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Dzar, dia berkata
bahwa, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidaklah Allah azza wa jalla
mengutus seorang Nabi kecuali dengan bahasa kaumnya”. (HR. Ahmad)
Dalam menafsirkan ayat ini Quraish mengatakan bahwa kesesatan yang
mereka lakukan bukanlah berarti tidak jelasnya tuntunan atau kurangnya
informasi yang mereka terima. Betapa tuntunan kami kurang atau tidak jelas,
padahal berkali-kali dan beraneka ragam penyampaian tuntunan itu dan disamping
itu tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sejak dari yang pertama sampai
yang terakhir, kecuali dengan bahasa lisan dan pikiran sehat kaumnya supaya Dia
(Rasul) itu dapat menjelaskan dengan gamblang melalui bahasa lisan dan
keteladanannya kepada mereka tuntunan-tuntunan Kami itu. Maka ada diantara
kaum yang mendengar penjelasan Rasul itu yang membuka mata hati dan
pikirannya sehingga diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan petunjuk-
Nya dan ada juga yang menutup mata hatinya sehingga ia menjadi sesat.
Memang Allah menyesatkan siapa yang dikehendakinya untuk Dia
sesatkan bila yang bersangkutan memilih kesesatan dan akan memberi petunjuk
siapa yang Dia kehendaki bila yang bersangkutan ingin memperoleh petunjuk dan
Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa yang tidak dapat dielakkan ketetapan-Nya lagi
Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
10
Menurut Quraish bahwa ayat ini bukan berarti bahwa Rasulullah SAW
hanya diutus untuk kaum yang berbahasa Arab. Ayat ini turun untuk menjawab
dalil kaum musyrikin mekkah yang mempertanyakan mengapa Al-Qur’an
berbahasa Arab padahal kitab-kitab suci lainnya tidak berbahasa Arab. Disisi
lainnya memang sangat wajar bahwa setiap Rasul menjelaskan tuntunan Ilahi
dalam bahasa sasaran dakwanya, karena umat dituntut untuk memahami dan
menjalankan tuntunan Ilahi, bukan hanya menerima tanpa memahaminya.
Dengan demikian jelas bahwa Rasul yang diutus itu bukanlah untuk kaum
yang berbahasa Arab saja, karenanya ayat ini sebagai penjelasan bagi kaum
musyrikin Mekkah yang mempertanyakan mengapa al-Qur’an diturunkan dalam
bahasa Arab sedangkan kitab yang lainnya tidak berbahasa Arab.
Atinya:
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. dan
tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi
peringatan”.
11
peringatan baik sebagai nabi atau rasul yang ditugaskan langsung oleh Allah,
maupun sebagai penerus ajaran Nabi dan Rasul.
Thabathaba’I menjadikan firman-Nya wa in min ummatin illa khala fiha
nadzir yang artinya dan tidak ada satu umat pun melainkan telah berlalu padanya
seorang pemberi peringatan, menjadikannya sebagai bukti bahwa setiap generasi
masa lalu telah didatangi oleh seorang Rasul. Ini karena ulama itu memahami kata
nadzir dalam arti “Rasul” yang menyampaikan berita gembira dan peringatan.
Memang tulisannya tidak harus nabi itu berasal dari anggota masyarakat yang ada,
karena ayat ini tidak menggunakan kata minba yang artinya dari mereka tetapi
fiha yakni di dalam masyarakat mereka.
Menurut Quraish bahwa karena Nabi Muhammad SAW selain memberi
peringatan juga membawa berita gembira, ayat ini menyatakan bahwa:
Sesungguhnya Kami mengutusmu kepada seluruh umat manusia dengan haq
yakni perutusan yang haq lagi membawa kebenaran serta membawa berita
gembira bagi yang taat dan memberi peringatan bagi yang durhaka. Dan tidak ada
satu umat pun dari umat yang terdahulu melainkan telah berlalu, yakni telah
datang padanya seorang pemberi peringatan baik Dia Nabi maupun Rasul yang
ditugaskanlangsung oleh Allah maupun sebagai penerus ajaran Nabi dan Rasul.
Maka jika mereka menyambut baik ajaran yang engkau sampaikan,
berbahagialan mereka, dan jika mereka mendustakanmu, maka bersabarlah
mengahdapi mereka sebagaimana Rasul-Rasul sebelummu karena sesungguhnya
telah mendustakan pula kebenaran orang-orang yang sebelum mereka, yakni
sebelum generasi kaum musyrikin Mekkah itu telah mendustakan pula kebenaran
yang disampaikan Rasul-Rasul mereka, kepada mereka telah datang Rasul-Rasul
mereka masing-masing dengan membawa keterangan-keterangan yakni mukjizat
serta bukti-bukti kebenaran yang nyata, yang membuktikan kebenaran mereka
sebagai Rasul dan sebagian pula membawa kitab Zabur, yakni ketetapan-
ketetapan hukum dan nasehat-nasehat yang menyentuh hati, dan sebagian yang
lain membawa kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.
Dengan demikian jelaslah bahwa ayat ini menerangkan tentang Rasul-
Rasul yang diutus oleh Allah kepada kaum musyrikin Mekkah yang enggan
12
mengikuti kebenaran yang disampaikannya, yakni membawa berita gembira bagi
yang taat, sedangkan bagi yang durhaka para Nabi itu senantiasa memberikan
peringatan kepada mereka itu, agar kembali kepada kebenaran.
3. QS. Al-Mu’min 78
Artinya:
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,
penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan mengenai Nabi dan Rasul tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa setiap Nabi dan Rasul diutus oleh Allah SWT dengan utusan
yang sama yaitu menyampaikan kabar gembira kepada umat manusia serta
memberi peringatan bagi mereka yang pendusta. Sebagai umat manusia yang
beriman tentunya wajib bagi kita untuk mengimani akan adanya Rasul dan Nabi,
baik yang kita ketahui secara umum maupun yang tidak kita ketahui sebagaimana
telah dijelaskan di dalam Al-Quran.
Hidup di dunia ini hanya sementara, di akhiratlah tempat pelabuhan
terakhir kita, jadi mari kita gunakan akal kita dengan cerdas untuk melakukan hal-
hal yang bermanfa’at di dunia ini sesuai dengan apa yang sudah diajarkan oleh
Rasul kita, karena dengan selalu mempercayai dan mengamalkan apa-apa yang
telah diajarkan oleh Rasul kepada kita maka kita akan terhindar dari kesesatan.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah yang singkat ini tentunya ada banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam penyusunan makalah ini. Oleh
sebab itu kritik dan saran dari dosen pembimbing manupun dari teman-teman
sangat saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini kedepannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
15