Anda di halaman 1dari 32

PENGENDALIAN MUTU LABORATORIUM MEDIK

“GRAFIK KUMULATIF SUM & ATURAN WESTGARD 1,2, dii”

Disusun Oleh:

Taufik Hidayat (5119031)

Siti Rahmatika (5119044)

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

T.A 2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat dan pentunjuk-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dari mata kuliah “PENGENDALIAN MUTU
LABORATORIUM MEDIK” yang berjudul “GRAFIK KUMULATIF SUM &
ATURAN WESTGARD 1,2, dii”.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu upaya penyusun


dalam memenuhi tugas yang di berikan oleh Dosen Pengampu. Dengan
hadirnya makalah ini dapat membantu para mahasiswa dalam proses belajar.
Mengingat isi makalah ini sesuai dengan tugas-tugas yang telah di berikan
oleh Dosen maka penyusun berharap agar dapat berguna bagi penyusun
selaku pembuat makalah dan pembaca makalah sebagai acuan belajar.
Semoga jerih payah yang telah di capai ini menjadi pemicu untuk lebih
mengenal dan mengerti tentang “GRAFIK KUMULATIF SUM & ATURAN
WESTGARD 1,2, dii”.

Pastilah makalah ini jauh dari kesempurnaan, tiap saran dan kritik
dari berbagai pihak akan menjadi masukan yang berharga bagi diri
penyusun dan pengembangan makalah ini. Semoga makalah sederhana ini
dapat menjadi sumber informasi yang banyak manfaatnya.

Bandung, 23 Oktober 2021

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Grafik/Bagan/Diagram Cusum................................................................................5

3.1 Aturan Westgard Rule................................................................................................16

BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan..................................................................................................................26

Daftar Pustaka

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Grafik Kumulatif Sum

Salah satu kekurangan diagram kontrol Shewhart adalah hanya menggunakan


informasi tentang proses yang terkandung dalam titik tergambar terakhir dan
mengabaikan setiap informasi yang diberikan oleh seluruh barisan titik-titik
tersebut. Diagram kontrol CUSUM digunakan sebagai alternatif terhadap grafik
pengendali Shewhart untuk fase II proses monitoring dan digunakan untuk
memonitor rata-rata dari proses. Diagram ini menghitung secara langsung semua
informasi di dalam barisan nilai-nilai sampel dengan menggambarkan jumlah
kumulatif deviasi nilai sampel dari nilai target. Jika digunakan untuk shift yang
besar, CUSUM tidak efektif, maka untuk mengatasinya digunakan kombinasi dari
CUSUM dan Shewhart prosedur untuk on line control .One side CUSUM digunakan
jika salah satu, yaitu shift bagian atas dari target lebih kritis daripada shift bagian
bawah dari target, atau sebaliknya.

1.1.2 Aturan Westgard

Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan


dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus
menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.

1
a.  Cakupan Objek PMI
1)  Tahap pra-analitik
2)  Tahap analitik
3)  Tahap pasca-analitik
b.  Tujuan
1)Memantapkan dan menyempurnakan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis ;
2)  Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga tidak terjadi mengeluarkan hasil yang
salah dan perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera ;
3)  Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan
spesimen, pengiriman spesimen, penyimpanan serta pengolahan spesimen sampai
dengan pencatatan dan pelaporan hasil telah dilakukan dengan benar ;
4)  Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya :
5)  Membantu perbaikan pelayanan pasien melalui peningkatan PMI.
Pemantapan Mutu Internal (PMI) dilakukan sendiri olah laboratorium klinik
yang bersangkutan untuk mengendalikan mutu analisisnya setiap hari. PMI
meliputi pemantapan presisi dan pemantapan akurasi.
a.  Presisi
Presisi atau ketelitian adalah kesesuaian atau kemiripan hasil-hasil pemeriksaan
berulang pada satu bahan pemeriksaan.
Presisi dinyatakan dalam koevisien variasi (CV) dalam bentuk persen, dimana
semakin kecil nilai CV berarti semakin baik.

2
b.  Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil pemeriksaan dengan
“nilai benar/sebenarnya” (True Value). Penilaian akurasi tidak harus selalu tepat
sama dengan (True Value) karena ada rentang nilai yang bisa digunakan sebagai
standar. Rentang nilai (range)  tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan berulang
yang dihitung secara statistik berdasarkan standar deviasi (SD) dimana akurasi
dianggap bagus jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Untuk melakukan pemeriksaan akurasi biasanya digunakan bahan kontrol yang
nilainya sudah diketahui dan didapatkan dari perusahaan reagen yang digunakan
dalam pemeriksaan.
Pada pemeriksaan kimia klinik , bahan pemeriksaan yang digunakan adalah
serum atau plasma. Perbedaan serum dengan plasma terletak pada pengolahan
darah yang telah diambil. Untuk pembuatan serum, darah tidak perlu dicampur
dengan antikoagulan, sedangkan untuk membuat plasmaterlebih dahulu darah
harus dicampur dengan antikoagulan.
Interpretasi hasil pemantapan mutu biasanya dianalisis menggunakan
aturan “Westgard Multirule System” yang merupakan cara untu mengambul
keputusan/kesimpulan dari hasil pelaksanaan PMI. “Westgard Multirule
System”  dapat mendeteksi adanya kesalahan dengan ketentuan yang sangat sensitif
untuk kesalah acak maupun kesalahan sistematik.

3
1.2 Rumusan Masalah
a. Adapun permasalahan yang diangkat dalam pembuatan makalah ini adalah

bagaimana penggunaan grafik CUSUM ?

b. Apa yang dimaksud dengan Aturan Westgard?


1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui penggunaan grafik Cusum

b. Untuk mengetahui aturan dasar Westgard

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Grafik/Bagan/Diagram Cusum


2.1.1 Diagram Kontrol CUSUM

Diagram kontrol CUSUM digunakan sebagai alternatif terhadap grafik


pengendali Shewhart untuk fase II proses monitoring dan digunakan untuk
memonitor rata-rata dari proses. Digram ini menghitung secara langsung semua
informasi di dalam barisan nilai-nilai sampel dengan menggambarkan jumlah
kumulatif deviasi nilai sampel dari nilai target.

2.1.2 Diagram Kontrol CUSUM Untuk Memonitor Proses Mean

Diagram kontrol ini digunakan untuk memonitor rata-rata dari suatu proses.

Misalkan sampel-sampel berukuran n ¿1 dikumpulkan dan


x̄ j adalah rata-

rata sampel ke-j. Maka jika


μ0 adalah target dari mean proses itu, diagram
kontrol jumlah kuadrat dibentuk dengan menggambarkan kuantitas terhadap
banyaknya sampel i. Rumusnya adalah sebagai berikut :

Σ
C i = (2.1)
( x̄ j −μ 0 ) = ( x i− μ0 )+C i−1
j=1

Ci adalah jumlah kumulatif sampel dengan sampel ke-i. Karena Ci


menggabungkan informasi dari beberapa sampel, grafik jumlahan kuadrat lebih
efektif daripada grafik Shewhart untuk meyelidiki proses pergeseran proses kecil.
Selain itu grafik CUSUM khususnya, efektif dengan sampel n = 1. Ini membuat
diagram kontrol CUSUM mungkin untuk digunakan dengan pengukuran otomatis
bagi tiap benda dan pengendalian pada jalur dengan menggunakan mikrokomputer
langsung di tempat kerja. Selain itu terdapat rumus Tabular CUSUM yaitu:

C+i =max[ 0 , x i −( μ0 +K )+C +i−1 ]


C−i =max [0 ,( μ0 −K )−x i +C−i−1 ] (2.2)

dimana
C+0 =C−0 =0

δ |μ −μ |
K= σ = 1 0
2 2

Rumus menaksir rata-rata proses yang baru adalah:

+
Ci

{
μ^ = ¿
C −i μ +K+ , if C+ >H
0
μ0−K− , if C−i >H N
N−
+ i

(2.3)

Rumus batas kontrol diagram ini adalah:

σ
h
UCL = √m
(2.4)
μ= 0
(2.5)

σ
h
LCL = - √m
(2.6)

dimana m adalah banyaknya subgrup.

2.1.3 Rekomendasi Untuk Desain CUSUM (Recommendation for CUSUM Design)

Merekomendasikan parameter yang terpilih untuk memberikan rata-rata


terbaik. Yaitu dalam pemilihan H dan K. H dan K yang dinilai baik adalah H = 4
atau H = 5 dan K = ½. One side CUSUM digunakan jika salah satu, yaitu shift bagian
atas dari target lebih kritis daripada shift bagian bawah dari target atau sebaliknya.
Untuk one-side CUSUM dengan h dan k parameter, maka Siegmund’s
approximationnya adalah:

exp (−2 Δb)+2 Δb−1


ARL=
2 Δ2 (2.7)

1 1 1
= + (2.8)
ARL ARL ARL−
+

2.1.4 The Standardized CUSUM


Rumus The Standardized CUSUM adalah sebagai berikut:

x i −μ0
Y i=
σ
(2.9)

Rumus The Standardized Two-way CUSUM adalah sebagai berikut:

C+i =max[ 0 , yi −k +C +i−1 ]

C−i =max [0 ,−k− y i +C−i−1 ]


(2.10)

Keuntungan The Standardized CUSUM antara lain:

 Banyak k dan h yang sama dan pemilihan parameter tidak berskala


dependent
 Standart CUSUM lebih natural untuk variabilitas
Meningkatkan kemampuan reaksi CUSUM untuk pergeseran yang besar
(Improving Cusum Responsiveness for large Shift ), CUSUM tidak efektif jika digunakan
untuk shift yang besar, maka untuk mengatasinya digunakan kombinasi dari
CUSUM dan Shewhart procedure untuk on line kontrol. Fast Initial Respon or
Headstart Feature atau FIR menetapkan nilai awal dan sama dengan nilai yang
bukan nol, yaitu H/2 yang disebut 50% head start.

2.5 Diagram Kontrol CUSUM Untuk Memonitor Proses Variability (A CUSUM for
monitoring process variability)
Diagram kontrol ini digunakan untuk membuat standart kuantitas, dengan
rumus sebagai berikut:

vi=
√|y i| − 0 ,822
0 ,349 0 ,349 (2.11)

Skala cusum yaitu:

S +i =max [0 , y i −k + S+i−1 ]

S−i =max[ 0 ,−k− y i +S−i−1 ]


(2.12)

Rational Subgroup menggunakan sampel berukuran n>1 dan dapat digunakan


untuk mengatur CUSUM pada varian sampel dan memonitor proses variability.
Rumusnya adalah:

2
c c S −k )
− −

i =max( 0 , i−1 + i

2
c =max ( 0 , c S +k)
+ +

i i −1 + i
(2.13)

dimana

c = c =0
+ −

0 0
2 2 2 2
k =[ 2 ln ( σ / σ ) σ σ /( σ − σ
0 1 0 1 0 1)]

2.1.6 Diagram Kontrol CUSUM Untuk Sampel Statistik Yang Lain (CUSUM For

Other Sample Statistics)

CUSUMS For Other Sample Statistics merupakan satu variasi dari CUSUM yang
digunakan pada perhitungan dari suatu data. Sangat efektif jika menggunakan The
Time Between Events (TBE). TBE digunakan untuk mendeteksi kenaikan laju dari
perhitungan tersebut. Ekuivalen dapat dideteksi dari penurunan TBE. Angka dari
perhitungan dibangkitkan dari distribusi poisson, sedangkan TBE menggunakan
distribusi eksponensial. Rumusnya sebagai berikut:

c T +c
− −

i =max [ 0 , K − i i −1 + ]

(2.14)

dimana K adalah nilai referensi, sedangkan Ti adalah waktu lalu perhitungan

obeservasi yang lalu.

10

2.2.1 Bagan/Grafik Cusum

Bagan Cusum dapat digunakan untuk observasi tunggal ataupun rasional subgrup.

Misal, diambil sampel n ≥ 1, x-bar adalah rata-rata dari sampel ke-j. Jika μ adl
j 0
target rata-rata proses, maka bagan kendali Cu-Sum dibentuk dg menempatkan
nilai

Ci   j 1 (x j  0 )
n

Ji
ka proses tetap dlm keadaan terkontrol maka Ci mendekati 0, Jika bergeser

ke atas dg nilai μ > μ , nilai Ci akan positif. Jika bergeser ke bawah dg nilai μ <
1 0 1

Misal; dg μ = 10, maka Cu-Sum menjadi :


μ , nilai Ci negatif.. 0
0

11
Model bagan/grafik kendali Cu-Sum, dibatasi oleh dua statistik, C + dan C- yang

kemudian disebut U-Cusum dan L-Cusum.

K disebut sebagai nilai acuan (reference value) dan nilainya adalah setengah

dari selisih μ0 dan μ1 dimana:

12
Jika C+ dan C- melebihi H, maka proses dikatakan tidak terkontrol. H = 5σ.

Contoh (algoritma tabular cu-sum) :

Diberikan 30 data dengan; nilai target μ0 = 10, ukuran subgrup n = 1, σ = 1.

Misal ingin dideteksi jarak pergeseran proses 1.σ = 1(1) = 1. Jadi, μ1 = 11, shg K = 0,5

dan H = 5σ = 5.

13
14
Adanya titik yg diluar batas H (titik 29 dan 30) mengindikasikan adanya

sebab terduga yg terjadi, berdasar contoh indikasi mulai adanya pergeseran proses

yakni pada titik 22 dan 23. Untuk mengecek seberapa besar terjadinya pergeseran

proses pada titik yg tdk terkontrol, digunakan :

Misal : Cu-Sum periode ke -29 :

Diketahui bahwa proses telah bergeser ke atas sebesar 11,25, sehingga perlu

melakukan penyesuaian (menurunkan) proses sebesar 11,25 units. Jadi, Cu-Sum

dapat digunakan untuk menyatakan sbg bagan kendali rata- rata terboboti, di mana

bobotnya bersifat stokastik (random) antar periode.

15
3.1 Aturan Westgard Rule

Aturan “Westgard Multirule System” meliputi 12S, 13S, 22S, R4S, 41S, dan 10x, dengan


ketentuan sebagai berikut :
1) 12S

a. Aturan ini merupakan aturan peringatan.


b. Aturan ini menyatakan bahwa apabila satu nilai kontrol berada diluar batas 2SD
tetapi masih di dalam batas 3SD.
c. Merupakan peringatan akan kemungkinan adanya masalah pada instrumen atau
malfungsi metode.
d. Apabila menggunakan dua level kontrol yang berbeda, harus dilihat apakah
kontrol level yang lain juga berada diluar batas 2SD. Apabila kontrol level yang
lain berada di luar batas 2SD yang sama (sama-sama +SD atau sama-sama –SD),
maka harus diselesaikan masalah tersebut sebelum digunakan untuk pelayanan
pasien. Apabila kontrol level yang lain berada di dalam batas 2SD, maka kita
dapat menggunakan instrumen untuk pelayanan pasien.

16
e. Bila menggunakan satu level, perlu dilihat bagaimana hasil hari atau run
sebelumnya. Apabila kontrol hari/run sebelumnya berada di luar batas 2SD yang
sama, maka harus diselesaikan masalah tersebut sebelum digunakan untuk
pelayanan pasien. Apabila kontrol hari/run berada dalam batas 2SD, maka kita
dapat menggunakan instrumen pelayanan pasien.
f. Dengan kata lain, tidak digunakan aturan 12S sendirian untuk menolak suatu run.
Harus dikombinasikan dengan aturan lain, misalnya 22s.
2)  13S

a. Aturan ini mendeteksi kesalahan acak.


b. Satu saja nilai kontrol berada diluar batas 3SD, kita harus mengevaluasi
instrumen kita akan adanya kesalahan acak. Instrumen tidak boleh digunakan
untuk pelayanan hingga masalah yang mendasari teratasi.

17
c. Perlu kita ingat lagi bahwa nilai yang berada diluar batas 3SD dalam distribusi
normal Gaussian hanya sebesar 0,3%
d. Apabila nilai ini sampai kita temui, kemungkinan besar ada kesalahan
pengukuran.
e. Aturan ini dapat diberlakukan untuk menolak run, walaupun kita hanya
menggunakan satu level kontrol saja.
3)  22S

a. Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik.


b. Kontrol dinyatakan keluar apabila dua nilai kontrol pada satu level berturut-
turut diluar batas 2SD.
c. Kontrol juga dinyatakan keluar apabila nilai kontrol pada dua level yang berbeda
berada diluar batas 2SD yang sama (sama-sama diluar +2SD atau -2SD).

18
d. Bila hal ini terjadi berturut-turutpada bahan kontrol dengan level yang sama,
kemungkinan permasalahan ada pada bahan kontrol yang kita pergunakan.
4)  R4S

a. Aturan ini hanya dapat digunakan apabila kita menggunakan dua level kontrol.
b. Aturan yang mempergunakan konsep statistik “rentang” ini mendeteksi
kesalahan cak.
c. Aturan ini menyatakan bahwa apabila dua nilai kontrol level yang berbeda pada
hari atau run yang sama memiliki selisih melebihi empat kali SD.
d. Contoh pada suatu run yang sama memiliki level 1 berada diluar -2SD dan nilai
kontrol 2 berada diluar +2SD.
e. Bila ditemukan keadaan ini, instrumen tidak boleh dipergunakan untuk
pelayanan sebelum masalah teratasi.

19
5)  41S
a. Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik.
b. Aturan ini dapat digunakan pada satu level kontrol saja maupun pada lebih dari
satu level kontrol.
c. Pada penggunaan satu level kontrol maupun lebih dari satu level kontrol, kita
perlu melihat adanya empat nilai kontrol yang berturut-turut keluar dari batas
1SD yang sama (selalu keluar dari +1SD atau -1SD).
d. Kita dapat tetap menggunakan instrumen untuk pelayanan, namun sebaiknya
kita melakukan maintenance terhadap instrumen atau melakukan kalibrasi kit?
instrumen.

20
6)  10 X
a. Aturan ini menyatakan bahwa apabila sepuluh nilai kontrol pada level yang
sama maupun berbeda secara berturut-turut berada distu sisi yang sama
terhadap rerata.
b. Kita perlu melakukan maintenance terhadap instrumen atau melakukan kalibrasi
kit/instrumen.
c. Aturan ini mendeteksi adanya kesalahan sistematik.
d. Kita tetap dapat menggunakan instrumen untuk pelayanan pasien, namun
maintenance atau kalibrasi harus dijalankan.
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10
kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Merupakan
“ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan sistematik.
Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 1 3S, R4S atau
gangguan ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 22S, 41S, 10 x, 13S.

21
Dalam proses analisis dikenal 3 jenis kesalahan :
1)  Inherent random error, merupakan kesalahan yang hanya disebabkan oleh
limitasi metodik pemeriksaan.
2)  Systematik shift (kesalahan sistematik), yaitun kesalahan yang terus-menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau
instrumentasi yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi.
3)  Random error  (kesalahan acak), yaitu kesalahan dengan pola yang tidak tetap.
Penyebab kesalahan ini adalah ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air,
reagen, pipet dan lain-lain.kesalahan ini berhubungan dengan presisi
Aturan 10x ini dapat pula dimodifikasi menjadi aturan 8 x atau aturan 12x .
modifikasi ini dapat kita pertimbangkan sesuai kondisi yang kita hadapi
dilaboratorium kita.
Perhatikan gambar:

22
Telah disampaikan bahwa aturan tersebut umumnya dipakai ketika
laboratorium menggunakan 1 atau 2 level kontrol yang diperiksa 1 atau 2 kali setiap
run. Selain aturan-aturan tersebut, ada beberapa aturan lain yang dapat kita
pergunakan ketika kita menggunakan jumlah level kontrol dan jumlah pengulangan
yang berbeda. Aturan-aturan tersebut telah di uji secara ilmiah mengenai
validitasnya.
Berikut ini aturan-aturan dari westgard multirules yang perlu kita ketahui
apabila kita menggunakan tiga level kontrol:
1) Aturan (2 of 3)2S

a. Apabila 2 dari 3 kontrol melewati batas 2SD yang sama, kita menyatakan bahwa
kontrol tidak masuk.
b. Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.

23
2) Aturan 31s
a. Apabila tiga kontrol berturut-turut melewati batas 1SD yang sama, kita
menyatakan kontrol tidak masuk.
b. Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.
3) Aturan 6x

24
a. Apabila enam kontrol berturut-turut selalu berada di satu sisi yang sama
terhadap rerata, kita menyatakan kontrol tidak masuk.
b. Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.
c. Aturan ini dapat pula kita modifikasi menjadi aturan 9x sehinggan dibutuhkan
lebih banyak kontrol sebelum kita menolak suatu run.
4) Aturan 7T

a. Apabila tujuh kontrol berturut-turut memiliki trend untuk menjauhi rerata ke


arah yang sama, kita menyatakan kontrol tidak masuk.
b. Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.

25
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Cusum

Data 30 data yang telah dianalisis diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari diagram kontrol Cumulative Sum ( CUSUM ) diketahui bahwa terdapat titik
yang out of control sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi pergeseran rata-
rata proses terhadap target yaitu sebesar 11,25.
2. Diagram kontrol Cu-Sum dapat digunakan untuk menyatakan sbg bagan kendali

rata- rata terboboti, di mana bobotnya bersifat stokastik (random) antar periode.

b. Aturan westgard

1)  12S
Ketentuan peringatan, dimana terdapat 1 kontrol berada lebih dari ± 2SD (masih
terdapat di daerah ± 3SD), dikategorikan sebagi warning (tidak untuk
menolaksuatu proses pemeriksaan, perlu analisis lebih seksama).
2)  13S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol (out of
control), apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x  ± 3SD.
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya kesalahan acak.
3)  22S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil
pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x +2SD
atau x –2SD. Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan adanya
kesalahan sistematik.

26
4)  R4S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila
perbedaan antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 SD (satu kontrol
diatas +2SD, lainnya dibawah -2SD). Merupakan “ketentuan penolakan” yang
mencerminkan kesalahan acak.
5)  41S
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol
berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x +SD maupun x –SD.
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan acak dan
sistematik.
6)  10 X
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10
kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah.
Merupakan “ketentuan penolakan” yang mencerminkan kesalahan sistematik.
Aturan ini mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) yaitu 13S, R4S atau
gangguan ketepatan (kesalahan sistematik) yaitu 22S, 41S, 10 x, 13S.
Dalam proses analisis dikenal 3 jenis kesalahan :
1) Inherent random error, merupakan kesalahan yang hanya disebabkan oleh limitasi
metodik pemeriksaan.
2)  Systematik shift  (kesalahan sistematik), yaitun kesalahan yang terus-menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi atau
instrumentasi yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan akurasi.
3)  Random error  (kesalahan acak), yaitu kesalahan dengan pola yang tidak tetap.
Penyebab kesalahan ini adalah ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air,
reagen, pipet dan lain-lain.kesalahan ini berhubungan dengan presisi.

27
Aturan-aturan dari westgard multirules yang perlu kita ketahui apabila kita
menggunakan tiga level kontrol:
1. Aturan (2 of 3)2s
a) Apabila 2 dari 3 kontrol melewati batas 2SD yang sama, kita menyatakan bahwa
kontrol tidak masuk.
b) Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.
2. Aturan 31s
a) Apabila tiga kontrol berturut-turut melewati batas 1SD yang sama, kita
menyatakan kontrol tidak masuk.
b) Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.
3. Aturan 6x
a) Apabila enam kontrol berturut-turut selalu berada di satu sisi yang sama
terhadap rerata, kita menyatakan kontrol tidak masuk.
b) Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.
28
c) Aturan ini dapat pula kita modifikasi menjadi aturan 9x sehinggan dibutuhkan
lebih banyak kontrol sebelum kita menolak suatu run.
4. Aturan 7T
a) Apabila tujuh kontrol berturut-turut memiliki trend untuk menjauhi rerata ke
arah yang sama, kita menyatakan kontrol tidak masuk.
b) Kita perlu membenahinya sebelum instrumen dapat kita gunakan untuk
pelayanan pasien.

28

Daftar Pustaka

1. https://id.scribd.com/doc/287883970/Westgard-rule
2. Wahyuni, E (1999), ”Laporan Tugas Akhir Analisis Pengendalian Kualitas
pada Proses Produksi Plywood di PT Nusantara Plywood Gresik.”,
Surabaya.
3. Montgomery, D. C (2005), “ Inroduction to Statistical Quality Control 5th ”,
John Willey and Sons.Inc, USA

Anda mungkin juga menyukai