Anda di halaman 1dari 30

BAB II

PENANGANAN DATA

Pengetahuan analisis statistik sangat diperlukan saat kita melakukan percobaan di

laboratorium. Statistik diperlukan untuk mengerti makna data yang dikumpulkan sehingga

kita dapat menentukan batasan pada setiap tahap analisis.

2.1 KETEPATAN DAN KETELITIAN

Ketepatan adalah derajat kesesuaian antara nilai terukur dan nilai sebenarnya.

Ketepatan mencerminkan kedekatan hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Ketepatan

dapat diungkapkan dengan kesalahan. Nilai sebenarnya yang absolut sangat jarang

diketahui.

2.1.1 Cara Mengungkapkan Ketepatan

Ada berbagai cara dan satuan untuk mengungkapkan ketepatan pengukuran, seperti

berikut ini

a. Kesalahan Absolut

Selisih antara nilai yang sebenarnya dan nilai terukur merupakan kesalahan absolut

yang dinyatakan dengan satuan yang sama dengan pengukuran.

E = xi – xt

E adalah kesalahan, xi nilai pengukuran dan xt adalah nlai sebenarnya. Sebagai contoh,

bila 2,62 g sampel bahan dianalisis dan ditemukan 2,52 g, maka kesalahan absolutnya

adalah -0,10 g. Jika nilai yang terukur merupakan rata-rata dari beberapa pengukuran,

maka kesalahannya disebut dengan kesalahan rata-rata.

b. Kesalahan Relatif

Kesalahan absolut atau kesalahan rata-rata yang diungkapkan dengan persen nilai

sebenarnya disebut dengan kesalahan relatif. Analisis di atas mempunyai kesalahan relatif

15
(-0,10/2,62) x 100% = -3,8%. Ketepatan relatif adalah nilai terukur atau nilai rata-rata

yang diungkapkan sebagai nilai sebenarnya. Analisis di atas mempunyai ketepatan relatif

sebesar (2,52/2,62) x 100% = 96,2%. Kesalahan relatif dapat dirumuskan sebagai berikut

ini:

xi – xt
E =  x 100%
xt

Kesalahan relatif dapat juga diungkapkan dengan satuan selain persen. Dalam

pekerjaan yang sangat tepat, kita biasanya menemui kesalahan relatif yang lebih kecil dari

1%, sehingga lebih cocok menggunakan satuan yang lebih kecil. Kesalahan sebesar 1%

setara dengan 1 bagian dalam 100. Ini juga setara dengan 10 bagian dalam 1000. Satuan

yang terakhir ini umumnya digunakan untuk mengungkapkan ketidakpastian yang kecil.

Untuk tujuan ini ketidakpastiannya diungkapkan dengan bagian perseribu, yang ditulis

dengan ppt.

CONTOH 2.1 Hasil suatu analisis adalah 36,97 g, hasil ini kemudian dibandingkan

dengan nilai yang sebenarnya, yaitu, 37,06 g. Berapakah kesalahan absolut dan relatif

dalam bagian perseribu?

Penyelesaian

Kesalaha absolut = 36,97 - 37,06 g = - 0,09 g

- 0,09
Kesalahan relatif =  x 10000/00 = -2,4 ppt
37,06
0
/00 menggambarkan bagian perseribu, sama halnya dengan % yang menunjukkan bagian

perseratus.

Ketelitian adalah derajat kesesuaian antara beberapa pengukuran ulangan yang

dilakukan dengan jumlah dan cara yang sama. Ketelitian yang baik tidak selalu menjamin

16
ketepatan yang baik. Ini merupakan suatu masalah bila terjadi kesalahan sistematis dalam

analisis, contohnya, kalau neraca yang digunakan untuk menimbang setiap sampel dalam

keadaan salah. Kesalahan ini tidak mempengaruhi ketelitian, tetapi sangat mempengaruhi

ketepatan. Di sisi lain, ketelitian bisa saja buruk dan ketepatan, secara kebetulan, bisa baik.

Semakin tinggi derajat ketelitian, semakin besar peluang untuk memperoleh nilai

sebenarnya. Konsep ini dapat digambarkan dengan suatu sasaran menembak, seperti

dalam Gambar 2.1. Anggaplah pada latihan sasaran Anda menembakkan sederetan peluru

yang semuanya mendarat di pusat sasaran (Gambar A). Ini menunjukkan bahwa Anda

teliti dan tepat. Pada sasaran tengah (GambarB), Anda teliti tetapi tidak tepat. Di sini,

kemungkinan bidikan senjata Anda di luar jalur. Pada sasaran kanan (GambarC), Anda

tidak teliti sehingga mungkin tidak tepat. Dengan demikian, kita lihat bahwa ketelitian

yang baik diperlukan untuk mencapai ketepatan yang baik.

Gambar 2.1 Ketepatan dan ketelitian.

2.1.2 Cara Mengungkapkan Ketelitian

Setiap hasil analisis harus diikuti dengan penunjuk ketelitian analisis. Ada berbagai

cara untuk menunjukkan ketelitian yang dapat dipakai sebagai berikut:

a. Simpangan Baku

Simpangan baku populasi, , adalah suatu ukuran ketelitian dari suatu data

populasi yang dirumuskan seagai berikut:

17
(xi - )2
 =  (2.1)
N

N adalah jumlah data ulangan penyusun populasi dan  merupakan rata-rata populasi. Bila

persamaan di atas diterapkan untuk data sampel yang kecil maka persamaan di atas harus

dimodifikasi menjadi simpangan baku sampel, s, sebagai berikut:

(xi - x)2
s=  (2.2)
(N - 1)

CONTOH 2.2 Hitunglah nilai rata-rata dan simpangan baku untuk set hasil analisis

berikut: 15,67 g; 15,69 g; 16,03 g.

Penyelesaian

xi xi - x (xi - x)2
  
15,67 0,13 0,0169

15,69 0,11 0,0121

16,03 0,23 0,0529

 47,39  0,47  0,0819

47,39
x=  = 15,80
3

0,0819
s =  = 0,20 g
3-1

Simpangan baku juga dapat dihitung dengan persamaan yang setara berikut ini:

xi2 - (xi)2/N
s=  (2.3)
N-1

18
CONTOH 2.3 Hitunglah simpangan baku dari data dalam Contoh 2.2 dengan

menggunakan Persamaan (2.3).

Penyelesaian

xi xi2
 
15,67 245,55

15,69 246,18

16,03 256,96

 47,39  748,69

748,69 - (47,39)2/3
s=  = 0,21 g
3-1

Selisih sebesar 0,01 g dari Contoh 2.2 tidak bermakna secara statistik karena

keragamannya hanya  0,2 g.

Simpangan baku kadangkala diungkapkan juga sebagai simpangan baku relatif,

yaitu simpangan yang diungkapkan sebagai persen rata-rata. Istilah ini sering disebut

dengan koefisien keragaman.

CONTOH 2.4 Dalam penimbangan yang berulang berikut ini, diperoleh: 29,8 mg; 30,2

mg; 28,6 mg; dan 29,7 mg. Hitunglah simpangan baku untuk tiap-tiap nilai dan simpangan

baku nilai rata-rata.

Penyelesaian
xi xi - x (xi - x)2
  
29,8 0,2 0,04

30,2 0,6 0,36

28,6 1,0 1,00

29,7 0,1 0,01

 118,3  1,9  1,41

19
118,3
x =  = 29,6
4

1,41 0,69
s=  = 0,69 mg (absolut);  x 100% = 2,3% (koefisien keragaman)
4-1 29,6

0,69 0,34
s (rata-rata) =  = 0,34 mg (absolut);  x 100% = 1,1% (relatif)
4 29,6

Ketelitian pengukuran dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah pengamatan. Dengan

kata lain, sebaran  s dalam kurva normal menjadi lebih kecil bila jumlah pengamatan

ditambah dan akan mendekati nol bila jumlah pengamatan mendekati takhingga. Makna s

dalam hubungannya dengan kurva sebaran normal ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Perlakuan matematika yang mendasari pembuatan kurva tersebut menunjukkan bahwa

68% dari masing-masing simpangan berada dalam satu simpangan baku dari nilai rata-

rata, 95% kurang daripada dua kali simpangan baku, dan 99% kurang daripada 2,5 kali

simpangan baku. Dengan demikian, 68% dari masing-masing nilai berada dalam rentang x

 s; 95% berada dalam x  2s; 99% berada dalam x  2,5s; dan seterusnya.

Gambar 2.2 Kurva Kesalahan Normal

20
Rentang persentase ini sesungguhnya diperoleh dengan mengandaikan jumlah

pengukuran takhingga. Dengan demikian, ada dua alasan seorang analis tidak bisa 95%

pasti bahwa nilai sebenarnya berada dalam x  2s. Yang pertama, analis melakukan jumlah

pengukuran yang terbatas, dan semakin sedikit pengukuran, semakin kurang pasti

hasilnya. Yang kedua, kurva sebaran normal mengandaikan bahwa tidak ada kesalahan

tetap, hanya ada kesalahan acak. Taksiran kepastian yang sebenarnya, yaitu suatu angka

yang berada dalam s, dapat diperoleh dari perhitungan batas kepercayaan.

Kita bisa lihat dengan jelas ada berbagai cara untuk menyampaikan ketelitian suatu

angka. Bila kita menyampaikannya sebagai x  x, Kita harus selalu menyebutkan kondisi

berlakunya ini sampai kita memperoleh  x. Sebagai contoh, x bisa menunjukkan s, 2s, s

(rata-rata), atau koefisien keragaman.

Ada satu istilah yang kadangkala sangat berguna dalam statistik, yaitu keragaman

yang merupakan jumlah kuadrat dari simpangan baku, s2. Kita akan menggunakan istilah

ini dalam menghitung perembetan kesalahan dan dalam uji F di bawah ini.

b. Rentang (range)

Rentang/kisaran merupakan selisih antara hasil penetapan yang paling besar

dengan yang paling kecil. Makin kecil kisaran, berarti hasilnya makin teliti.

c. Simpangan rata-rata (mean deviation)

Simpangan rata-rata merupakan rata-rata penyimpangan hasil penetapan terhadap

nilai rata-rata penetapan dengan tidak memperhatikan tanda deviasinya (positif atau

negatif).

2.2 BATAS KEPERCAYAAN

Perhitungan simpangan baku untuk satu set data memberikan petunjuk

tentang ketelitian yang berhubungan dengan prosedur atau analisis khusus. Akan tetapi,

21
kecuali ada sejumlah besar data, perhitungan dengan sendirinya memberikan informasi

mengenai seberapa dekat nilai rata-rata yang ditentukan secara percobaan x dengan nilai

rata-rata sebenarnya . Teori statistik mengijinkan kita untuk menaksir rentang tempat

nilai sebenarnya mungkin berada dalam peluang tertentu yang ditentukan dengan nilai

rata-rata percobaan dan simpangan baku. Rentang ini disebut dengan selang kepercayaan

dan batas rentang ini disebut dengan batas kepercayaan. Kemungkinan nilai sebenarnya

berada dalam rentang disebut dengan peluang atau tingkat kepercayaan yang biasanya

diungkapkan dengan persen. Batas kepercayaan ditentukan oleh:

ts
batas kepercayaan = x   (2.4)
N

t adalah faktor statistik yang bergantung pada jumlah derajat bebas dan tingkat

kepercayaan yang diinginkan. Nilai t pada berbagai tingkat kepercayaan dan derajat bebas

 disajikan dalam Tabel 2.1. Harus dingat bahwa batas kepercayaan adalah semata-mata

hasil dari t dan simpangan baku nilai rata-rata (s/N). Batas kepercayaan untuk

pengamatan tunggal ditentukan oleh x  ts.

CONTOH 2.5 Sampel soda abu dianalisis di laboratorium kimia analisis secara titrasi

dengan asam klorida baku. Analisis dilakukan tiga kali dengan hasil sebagai berikut:

93,50; 93,58; dan 93,43% Na2CO3. Dalam rentang berapakah Anda 95% percaya nilai

sebenarnya berada?

Penyelesaian

Nilai rata-rata adalah 93,50%. Simpangan baku s terhitung adalah 0,075% Na2CO3

(absolut). Pada tingkat kepercayaan 95% dan dua derajat bebas, t = 4,303 dan

ts
batas kepercayaan = x  
N

22
4,303 x 0,075
= 93,50  
3

Dengan demikian, Anda percaya 95% bahwa, jika tidak tidak ada kesalahan tetap, nilai

sebenarnya berada dalam rentang 93,31 - 93,69%. Anda harus ingat, untuk jumlah

pengukuran takhingga, kita harus menduga dengan kepercayaan 95% nilai sebenarnya

berada dalam dua simpangan baku (Gambar 2.2). Kita lihat bahwa untuk  = , t

sesungguhnya adalah 1,96 (Tabel 2.1), sehingga batas kepercayaan sebenarnya adalah

sekitar dua kali simpangan baku nilai rata-rata (yang mendekati untuk N yang besar).

Bila jumlah pengukuran bertambah, maka t dan s/N berkurang, hal ini

menyebabkan selang kepercayaan menyempit. Dengan demikian, semakin banyak

pengukuran yang Anda buat, maka Anda semakin percaya bahwa nilai sebenarnya berada

dalam rentang tertentu atau sebaliknya, yaitu, rentang akan menyempit pada tingkat

kepercayaan tertentu. Walaupun demikian, t menurun secara exponensial dengan

peningkatan N, sama halnya dengan yang terjadi pada simpangan baku dari nilai rata-rata

(lihat Tabel 2.1), sehingga titik hasil pengurangan pada akhirnya dicapai saat peningkatan

kepercayaan tidak diatur oleh perbanyakan analisis sampel yang dibutuhkan.

TABEL 2.1 Nilai t untuk Berbagai Derajat Bebas dengan Beberapa Tingkat Kepercayaana
 Batas Kepercayaan, 90% 95% 99% 99,5%
1 6,314 12,706 63,657 127,32
2 2,920 4,303 9,925 14,089
3 2,353 3,182 5,841 7,453
4 2,132 2,776 4,604 5,598
5 2,015 2,571 4,032 4,773
6 1,943 2,447 3,707 4,317
7 1,895 2,365 3,500 4,029
8 1,860 2,306 3,355 3,832

23
9 1,833 2,262 3,250 3,690
10 1,812 2,228 3,169 3,581
15 1,753 2,131 2,947 3,252
20 1,725 2,086 2,845 3,153
25 1,708 2,060 2,787 3,078
 1,645 1,960 2,576 2,807
a
 = N - 1 = derajat bebas

2.3 UJI MAKNA

Bila kita mengembangkan metode analisis baru, kita harus membandingkan

hasil dari metode tersebut dengan hasil yang diperoleh dengan metode lain yang telah

diterim/metode baku. Walaupun demikian, bagaimanakah hasil itu dapat menunjukkan

beda yang bermakna antara metode baru dan metode yang telah diterima/baku? Di sini kita

bersandar lagi pada statistik untuk memperoleh jawabannya.

2.3.1 Uji F

Uji F adalah uji yang dirancang untuk menunjukkan ada atau tidaknya beda

bermakna antara dua metode yang didasarkan pada simpangan bakunya. F dirumuskan

dari segi keragaman kedua metode yang merupakan kuadrat simpangan baku:

s1 2
F =  (2.5)
s2 2

dimana s12 > s22. Ada dua derajat bebas yang berbeda, yaitu 1 dan 2 dengan derajat bebas

N - 1 untuk masing-masingnya.

Bila nilai F yang dihitung dari Persamaan 2.5 melebihi nilai F tabel pada tingkat

kepercayaan yang dipilih, maka ada beda bermakna antara keragaman kedua metode.

Daftar nilai F pada tingkat kepercayaan 95% diberikan dalam Tabel 2.2.

24
TABEL 2.2 Nilai F pada Tingkat Kepercayaan 95%
1
2 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 30

2 19,0 19,2 19,2 19,3 19,3 19,4 19,4 19,4 19,4 19,4 19,4 19,5
3 9,55 9,28 9,12 9,01 8,94 8,89 8,85 8,81 8,79 8,70 8,66 8,62
4 6,94 6,59 6,39 6,26 6,16 6,09 6,04 6,00 5,96 5,86 5,80 5,75
5 5,79 5,41 5,19 5,05 4,95 4,88 4,82 4,77 4,74 4,62 4,56 4,50
6 5,14 4,76 4,53 4,39 4,28 4,21 4,15 4,10 4,06 3,94 3,87 3,81
7 4,74 4,35 4,12 3,97 3,87 3,79 3,73 3,68 3,64 3,51 3,44 3,38
8 4,46 4,07 3,84 3,69 3,58 3,50 3,44 3,39 3,35 3,22 3,15 3,08
9 4,26 3,86 3,63 3,48 3,37 3,29 3,23 3,18 3,14 3,01 2,94 2,86
10 4,10 3,71 3,48 3,33 3,22 3,14 3,07 3,02 2,98 2,85 2,77 2,70
15 3,68 3,29 3,06 2,90 2,79 2,71 2,64 2,59 2,54 2,40 2,33 2,25
20 3,49 3,10 2,87 2,71 5,60 2,51 2,45 2,39 2,35 2,20 2,12 2,04
30 3,32 2,92 2,69 2,53 2,42 2,33 2,27 2,21 2,16 2,01 1,93 1,84

CONTOH 2.6 Anda mengembangkan prosedur kolorimetri baru untuk menentukan

kandungan glukosa dalam serum darah. Anda telah memilih prosedur Folin-Wu baku

untuk membandingkan hasil Anda. Dari dua set analisis berulang pada sampel yang sama

berikut ini, tentukanlah bila keragaman metode Anda sangat berbeda dari keragaman

metode baku.

Metode Anda, mg/L Metode Folin-Wu, mg/L


127 130
125 128
123 131
130 129
131 127
126 125
129
 
rata-rata (x1) 127 rata-rata (x2) 128

25
Penyelesaian

 (xi1 - x1)2 50
s1 2 =  =  = 8,3
N1 - 1 7-1

 (xi2 - x2)2 24
s2 2 =  =  = 4,8
N2 - 1 6-1
8,3
F =  = 1,73
4,8

Keragaman diatur sehingga nilai F > 1. Nilai F tabel untuk 1 = 6 dan2 = 5 adalah 4,95.

Oleh karena nilai terhitung kurang dari nilai ini, maka kita simpulkan bahwa tidak ada

beda bermakna dalam ketelitian kedua metode, atau simpangan baku berasal dari

kesalahan acak saja dan tidak bergantung pada sampel.

2.3.2 Uji t-student

Pada umumnya analis menentukan adanya beda secara statistik antara hasil yang

diperoleh dengan menggunakan dua prosedur yang berbeda, artinya, apakah keduanya

memang mengukur zat yang sama. Uji t sangat berguna untuk membandingkan keduanya.

Dalam metode ini, pembandingan dibuat antara dua set pengukuran berulang yang

dilakukan dengan dua metode yang berbeda, yaitu, satu merupakan metode uji, dan

satunya lagi merupakan metode yang telah diterima. Nilai t secara statistik dihitung dan

dibandingkan dengan nilai tabel untuk sejumlah tertentu uji pada tingkat kepercayaan yang

diinginkan (Tabel 2.1). Jika nilai t terhitung melampaui nilai t tabel, maka ada beda

bermakna antara hasil dengan kedua metode pada tingkat kepercayaan itu. Jika nilainya

tidak melampaui nilai nilai tabel, maka kita dapat duga bahwa tidak ada beda bermakna

antara kedua metode.

26
Tiga keadaan saat uji t dapat digunakan akan dijelaskan di bawah ini. Bila nilai

yang diterima  tersedia (dari pengukuran lain), maka uji ini dapat digunakan untuk

menentukan apakah metode analisis tertentu memberikan hasil secara statistik sama

dengan  pada tingkat kepercayaan tertentu. Bila tidak tersedia nilai yang diterima, maka

satu deret analisis berulang pada sampel tunggal dapat dilakukan dengan menggunakan

kedua metode, atau satu deret analisis dapat dilakukan pada satu set sampel yang berbeda-

beda dengan kedua metode. Kita akan membicarakan berbagai kegunaan uji t ini.

1. Uji t Kalau Nilai yang Diterima Diketahui. Perhatikanlah bahwa Persamaan 2.4

merupakan nilai yang sebenarnya . Kita dapat tuliskan sebagai berikut:

ts
 = x   (2.6)
N

Kesimpulannya adalah:

N
 t = (x -  )  (2.7)
s

Bila taksiran yang baik mengenai nilai yang “sebenarnya” tersedia dari analisis

lain, sebagai contoh, zat pembanding baku dari National Institute of Standard and

Technology (NIST) (atau yang paling paling pokok dalam analisis kimia adalah bobot

atom), maka Persamaan 2.7 dapat digunakan untuk menentukan apakah nilai yang

diperoleh dari metode uji sama secara statistik dengan nilai yang diterima.

CONTOH 2.7 Anda akan mengembangkan prosedur untuk menentukan trace tembaga

dalam bahan biologis menggunakan digestion basah dilanjutkan dengan pengukuran

dengan spektrofotometri serapan atom. Untuk menguji validitas metode, Anda

menganalisis zat pembanding baku daun buah-buahan dari NIST. Lima kali ulangan

27
disampling dan dianalisis, sehingga diperoleh rata-rata hasil sama dengan 10,8 ppm

dengan simpangan baku  0,7 ppm. Nilai dalam daftar adalah 11,7. Apakah metode Anda

memberikan nilai yang benar secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%.

Penyelesaian

N
 t = (x -  ) 
s

5
= (10,8 - 11,7) 
0,7

= 2,9

Ada lima pengukuran, sehingga ada empat derajat bebas (N - 1). Dari Tabel 2.1, kita dapat

lihat bahwa nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 95% adalah 2,776. Nilai ini kurang dari

nilai terhitung, sehingga ada kesalahan tetap dalam prosedur yang baru. Ini artinya ada

95% peluang bahwa beda antara nilai pembanding dan nilai terukur bukan karena

kebetulan.

Dari persamaan 2.7, kita bisa lihat bahwa jika ketelitian bertambah, yaitu s semakin kecil,

maka t terhitung menjadi lebih besar. Dengan demikian, ada peluang yang lebih besar agar

t tabel lebih kecil dari ini, yaitu bila ketelitian bertambah, kita akan lebih mudah

membedakan beda takacak. Lihatlah kembali Persamaan 2.7, ini berarti bila s menurun,

maka beda antara kedua metode (x - ) pasti disebabkan hanya oleh kesalahan acak.

2. Uji t Berpasangan. Bila uji t diterapkan pada dua set data,  dalam Persamaan 2.7

diganti oleh nilai rata-rata set kedua. Kebalikan simpangan baku nilai rata-rata (N/s)

diganti dengan simpangan baku dari beda antara keduanya yang ditunjukkan sebagai

berikut:

28
N1 N2
 sp
N1 + N2

dengan sp merupakan simpangan baku gabungan dari masing-masing pengukuran dari

dua set:

x1 - x2 N1 N2
 t =   (2.8)
sp N1 + N2

Gabungan simpangan baku, yang dirumuskan di bawah ini, kadangkala digunakan untuk

memperoleh taksiran ketelitian metode yang lebih baik dan, digunakan untuk menghitung

ketelitian kedua set data dalam uji t berpasangan. Oleh karena itu, dalam menjelaskan

ketelitian metode kita lebih baik melakukan beberapa set analisis, misalnya pada hari yang

berbeda, atau pada berbagai sampel dengan komposisi yang agak berbeda. Jika kesalahan

taktetap (acak) diandaikan sama pada setiap set, maka ketelitian data dalam set yang

berbeda dapat digabungkan. Ini memberikan taksiran metode yang lebih dipercaya

daripada yang diperoleh dari set tunggal. Simpangan baku gabungan sp ditentukan oleh:

 (xi1 - x1)2 +  (xi2 - x2)2 + . . .  (xik - xk)2


sp =  (2.9)
N1 - k

dengan x1, x2,...,xk adalah nilai rata-rata setiap set analisis k, dan xi1, xi2,...,xik adalah nilai

masing-masing dalam setiap set. N adalah jumlah total pengukuran yang sama dengan (N1

+ N2 + ... + Nk). Jika 5 set yang tiap setnya terdiri dari 20 analisis dilakukan, maka k = 5

dan N = 100. (Jumlah sampel dalam setiap set tidak perlu sama.) N - k adalah derajat bebas

yang diperoleh dari (N1 - 1) + (N2 - 1) + ... + (Nk - 1); dengan kata lain, satu derajat

bebas hilang untuk setiap N. Persamaan ini menggambarkan kombinasi persamaan untuk

simpangan baku setiap set data.

29
Bila kita menerapkan uji t antara kedua metode, kita andaikan kedua metode pada

dasarnya mempunyai simpangan baku yang sama yang masing-masingnya menunjukkan

ketelitian populasi ( sama). Hal ini dapat dibuktikan dengan uji F di atas. Daripada

membandingkan kedua metode menggunakan satu sampel, dua sampel dapat

dibandingkan dengan menggunakan metode analisis tunggal dengan cara yang sama

dengan contoh di atas.

3. Uji t dengan Sampel Ganda. Dalam laboratorium kimia klinik, metode baru biasanya

diuji dengan metode yang telah diterima dengan cara menganalisis beberapa sampel yang

berbeda dengan komposisi yang agak beragam (dalam rentang fisiologis). Dalam hal ini,

nilai t dihitung dalam bentuk yang sedikit berbeda. Selisih antara setiap pengukuran

berpasangan pada setiap sampel dihitung. Perbedaan rata-rata D dihitung dan tiap-tiap

simpangan baku dari D digunakan untuk menghitung simpangan baku, sd . Nilai t dihitung

dengan:

D
t =  N (2.10)
sd

(Di - D)2
sd =  (2.11)
(N - 1)

dengan Di adalah masing-masing selisih antara kedua metode untuk setiap sampel,

dengan memperhatikan tanda, dan D adalah nilai rata-rata setiap selisih.

Nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 95% untuk lima derajat bebas adalah 2,571.

Dengan demikian, thitung < ttabel, sehingga tidak ada beda bermakna antara kedua metode

pada tingkat kepercayaan ini.

30
Biasanya, uji pada pada tingkat kepercayaan 95% dipandang bermakna, sedangkan

uji pada tingkat kepercayaan 99% sangat bermakna. Ini bisa dikatakan bahwa semakin

kecil nilai t hitung semakin Anda percaya bahwa tidak ada beda bermakna antara kedua

metode. Bila Anda menerapkan tingkat kepercayaan yang terlalu rendah (misalnya, 80%),

Anda akan menyimpulkan dengan keliru adanya beda bermakna antara kedua metode

(kesalahan jenis I). Di sisi lain, tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi akan membutuhkan

selisih yang sangat besar untuk dideteksi (kesalahan jenis II). Bila t hitung dekat dengan

nilai tabel pada tingkat kepercayaan 95%, maka lebih banyak uji harus dilakukan untuk

memastikan dengan tegas apakah kedua metode berbeda bermakna.

2.4 PENOLAKAN HASIL: UJI Q

Seringkali saat satu deret analisis berulang dilakukan, salah satu hasil berbeda

sekali dari yang lainnya. Kita harus memutuskan untuk menolak atau memakai data

tersebut. Sayangnya, tidak ada kriteria seragam yang dapat digunakan untuk memutuskan

apakah hasil yang dicurigai dapat dianggap lebih disebabkan oleh kesalahan kebetulan

daripada oleh keragaman peluang. Satu-satunya dasar yang dipercaya untuk melakukan

penolakkan adalah bila kita bisa menentukan bahwa ada beberapa kesalahan yang telah

dilakukan ketika memperoleh hasil yang sangat meragukan tersebut. Tidak ada hasil yang

dipakai bila kita tahu ada kesalahan saat mengumpulkannya.

Pengalaman dan pengertian umum dapat dipakai sebagai dasar untuk memutuskan

validitas pengamatan tertentu, seperti uji statistik yang seharusnya. Analis yang

berpengalaman seringkali memperoleh gambaran yang baik akan ketelitian yang

diharapkan dalam metode tertentu dan juga mengenal beberapa hasil yang meragukan.

Analis yang mengetahui sinpangan baku metode yang diharapkan sering menolak

data yang berada di luar 2s atau 2,5s nilai rata-rata, karena akan ada sekitar 1 peluang

dalam 20 atau 1 peluang dalam 100 data akan terjadi.

31
Berbagai uji statistik telah disarankan dan digunakan untuk menentukan apakah

suatu pengamatan harus ditolak. Dalam semua uji ini, suatu rentang ditetapkan, yaitu

daerah tempat pengamatan yang bermakna secara statistik harus berada. Kesulitannya

adalah menentukan rentang yang seharusnya. Jika rentang terlalu kecil, maka data yang

sangat bagus akan ditolak, dan jika terlaku lebar, maka akan terdapat pengukuran yang

salah dalam perimbangan yang tinggi. Uji Q, yang merupakan salah satu uji di antara

beberapa uji yang dianjurkan, adalah uji yang paling benar secara statistik untuk jumlah

pengamatan yang cukup kecil dan ini dianjurkan bila diperlukan suatu uji. Perbandingan Q

dihitung dengan mengatur data dalam urutan jumlah menurun. Beda antara jumlah yang

meragukan dan tetangganya yang terdekat dibagi dengan rentang, yaitu, beda antara

jumlah tertinggi dan jumlah terendah.

Dari Gambar 2.3, dapat dilihat bahwa Q = a/w. Perbandingan ini kemudian

dibandingkan dengan nilai Q tabel. Jika nilainya sama atau lebih besar daripada nilai tabel,

pengamatan yang meragukan dapat ditolak. Nilai tabel untuk Q pada tingkat kepercayaan

90%, 95%, dan 99% disajikan dalam Tabel 2.3. Jika Q melebihi nilai tabel untuk sejumlah

tertentu pengamatan dan untuk tingkat kepercayaan tertentu, maka pengukuran yang

meragukan dapat ditolak dengan, contohnya, percaya 95% bahwa berbagai kesalahan

tertentu ada dalam pengukuran ini.

Gambar 2.3 Gambaran untuk menghitung Q

32
TABEL 2.3 Hasilbagi Penolakan, Q, pada Berbagai Batas Kepercayaana

Jumlah Tingkat Kepercayaan


Pengamatan
Q90 Q95 Q99

3 0,941 0,970 0,994


4 0,765 0,829 0,926
5 0,642 0,710 0,821
6 0,560 0,625 0,740
7 0,507 0,568 0,684
8 0,468 0,526 0,634
9 0,437 0,493 0,598
10 0,412 0,466 0,568
15 0,338 0,384 0,475
20 0,300 0,342 0,425
25 0,277 0,317 0,393
30 0,260 0,298 0,372

CONTOH 2.8 Set berikut ini merupakan analisis klorida pada alikuot serum terpisah,

yang dilaporkan sebagai berikut: 103, 106, 107, dan 114 meq/L. Salah satu nilai

kelihatannya meragukan. Tentukan apakah nilai tersebut disebabkan oleh kesalahan

kebetulan pada tingkat kepercayaan 95%.

Penyelesaian

Hasil yang meragukan adalah 114 meq/L. Angka ini berbeda dengan tetangga terdekatnya,

yaitu 107 meq/L dengan beda sebesar 7 meq/L. Rentangnya adalah 114 - 103, atau 11

meq/L. Dengan demikian, Q = 7/11 = 0,64. Nilai tabel untuk empat pengamatan adalah

0,829. Oleh karena Q hitung kurang dari Q tabel, maka nilai yang meragukan tidak

ditolak.

33
Untuk jumlah pengukuran kecil (misalnya, 3 sampai 5), perbedaan pengukuran

harus cukup besar sebelum pengukuran ini dapat ditolak oleh kriteria ini, dan agaknya

hasil yang salah akan tertahan. Hal ini akan menyebabkan perubahan bermakna pada nilai

rata-rata arimatika, karena nilai ini sangat dipengaruhi oleh ketidakserasian nilai. Untuk

alasan ini, lebih dianjurkan untuk melaporkan nilai tengah daripada nilai rata-rata bila

angka yang tidak bersesuaian tidak dapat ditolak dari sejumlah kecil pengukuran. Nilai

tengah adalah hasil pertengahan dari hasil berjumlah ganjil, atau rata-rata dari dua nilai di

tengah-tengah pada hasil berjumlah genap dimana hasil disusun dari kecil ke besar atau

besar ke kecl. Nilai tengah mempunyai kelebihan, yaitu tidak dipengaruhi oleh nilai yang

jauh. Dalam contoh di atas, nilai tengah dapat dianggap sebagai rata-rata dua nilai di

tengah-tengah [= (106 + 107)/2 = 106].

Uji Q seharusnya tidak diterapkan pada tiga titik data jika dua hasil sama. Dalam

hal seperti ini uji Q selalu menunjukkan penolakan terhadap nilai ketiga, tanpa

memperhatikan besarnya simpangan, karena a sama dengan w, dan Qhitung selalu sama

dengan 1. Hal yang sama diterapkan untuk tiga titik data yang sama dalam empat

pengukuran, dan seterusnya.

2.5 KESALAHAN

2.5.1 Kesalahan Tetap/Sistematis

Ada dua golongan utama kesalahan yang dapat mempengaruhi ketepatan atau

ketelitian jumlah yang terukur. Kesalahan tetap adalah kesalahanyang dapat ditetapkan

dan ini dapat dihindari ataupun dikoreksi. Kesalahan ini bisa tetap, seperti yang terjadi

dalam neraca yang takterkalibrasi yang digunakan untuk semua penimbangan. Kesalahan

ini juga bisa beragam, tetapi sifat ini dapat diperhitungkan dan dikoreksi. Kesalahan tetap

34
yang dapat diukur digolongkan sebagai kesalahan sistematis. Beberapa kesalahan tetap

yang umum adalah:

1. Kesalahan instrumen. Ini termasuk kegagalan peralatan, neraca takterkalibrasi, dan alat

gelas takterkalibrasi.

2. Kesalahan kerja. Ini termasuk kesalahan perseorangan yang dapat dikurangi melalui

pengalaman dan perhatian analis dalam manipulasi fisika yang terlibat. Operasi asal

kesalahan ini terjadi adalah pemindahan larutan, pendidihan dan “bumping” saat

melarutkan sampel, pengeringan sampel yang tidak sempurna, dan sebagainya.

Kesalahan ini sulit dikoreksi. Kesalahan perseorangan yang lain termasuk kesalahan

matematis pada perhitungan dan penganggapan dalam menduga pengukuran.

3. Kesalahan metode. Ini adalah kesalahan yang paling berat dalam analisis. Sebagian

besar kesalahan di atas dapat diminimumkan atau dikoreksi, tetapi kesalahan yang

bertautan dengan metode tidak dapat diubah kecuali kondisi penentuan yang diubah.

Berbagai sumber kesalahan metode termasuk pengendapan susulan pengotor, pelarutan

sedikit endapan, reaksi samping, reaksi taksempurna, dan pengotor dalam pereaksi.

Kadangkala koreksi yang diperlukan relatif sederhana, misalnya dengan menetapkan

blanko pereaksi. Penentuan blanko adalah analisis hanya pada pereaksi yang

ditambahkan. Menetapkan blanko seperti di atas merupakan suatu aturan baku,

kemudian mengurangkan hasilnya dari sampel. Bila kesalahan tidak dapat ditoleransi,

pendekatan lain untuk analisis harus dilakukan. Walaupun demikian, kadangkala kita

terpaksa harus menerima metode tertentu dalam ketiadaan metode yang lebih baik.

Kesalahan tetap mungkin bersifat menambahkan (aditive) atau mengalikan

(multiplicative), bergantung pada sifat kesalahan atau caranya terlibat dalam perhitungan.

Agar kita dapat mengetahui kesalahan sistematis dalam analisis, maka prosedur umum

yang dilakukan adalah menambahkan sejumlah tertentu zat baku ke dalam sampel

35
kemudian mengukur perolehan kembalinya. Analisis sampel pembanding membantu Anda

agar terhindar dari kesalahan metode atau kesalahan instrumen.

2.5.2 Kesalahan Taktetap/Acak

Kesalahan golongan kedua adalah kesalahan taktetap yang sering disebut dengan

kesalahan kebetulan atau acak, yang menggambarkan ketidakpastian percobaan yang

terjadi pada suatu pengukuran. Kesalahan ini ditunjukkan oleh selisih kecil dalam

pengukuran berturutan yang dilakukan oleh analis yang sama dalam kondisi yang sama,

dan kesalahan ini tidak dapat diramalkan atau diduga. Kesalahan kebetulan ini akan

mengikuti sebaran acak, sehingga hukum matematika peluang dapat kita terapkan untuk

mencapai kesimpulan dengan memperhatikan hasil yang paling mungkin dalam satu deret

pengukuran.

Bila kita melakukan pengukuran terhadap suatu sampel dengan nilai tertentu

(sebenarnya) maka nilai-nilai pengukuran akan menyebar di sekitar nilai sebenarnya,

sehingga dapat dikatakan bahwa kesalahan taktetap mengikuti sebaran normal atau kurva

Gaussianian yang ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Dalam gambar, lambang s

menunjukkan simpangan baku populasi pengukuran; ukuran ketelitian ini membatasi

sebaran populasi normal, seperti ditunjukkan dalam gambar. Kita dapat lihat dengan jelas

bahwa ada sedikit kesalahan yang sangat besar dan ada kesalahan positif dan negatif

dengan jumlah yang sama.

Kesalahan taktetap sesungguhnya timbul dalam keterbatasan kemampuan analis

untuk mengontrol atau mengoreksi kondisi luar, atau ketidakmampuan untuk mengenali

adanya faktor yang mengakibatkan kesalahan. Kadangkala, dengan mengubah kondisi,

kesalahan yang tak dikenal akan lenyap. Sudah tentu kita tidak mungkin meniadakan

semua kesalahan acak yang mungkin ada dalam percobaan, sehingga analis harus

36
berupaya meminimumkannya sampai pada tingkat yang dapat ditoleransi atau tingkat yang

bermakna.

2.6 ANGKA BERMAKNA

Hasil suatu pengukuran harus dinyatakan dengan angka yang bermakna. Cara yang

paling sederhana untuk menunjukkan adanya ketidakpastian dalam suatu pengukuran

adalah membulatkan hasil sehingga hanya mengandung angka yang bermakna saja. Angka

bermakna didefinisikan sebagai jumlah semua angka pasti dan satu angka tak pasti

pertama. Bila ada ketidakpastian (ketidaktelitian) dalam pengukuran, jumlah angka

bermakna merupakan semua angka yang diketahui/pasti ditambah dengan angka tidak

pasti pertama. Lihat contoh berikut ini:

Gambar 2.3 Sebagian Buret yang Menunjukkan Miniskus

Gambar di atas menunjukkan bahwa level cairan dalam buret lebih besar dari 30,2

mL dan kurang dari 30,3 mL. Kita dapat perkirakan posisi cairan antara garis skala sampai

sekitar 0,02 mL, sehingga sesuai dengan konvensi tentang angka bermakna kita dapat

laporkan bahwa volume cairan yang digunakan adalah 30,24 mL (empat angka bermakna).

37
Angka 0 bisa merupakan angka bermakna atau tidak tergantung letaknya dalam

suatu bilangan. Jika 0 terletak di antara dua angka seperti dalam 30,24; maka 0 bermakna

karena 0 ini merupakan bacaan langsung dari skala yang pasti. Angka 0 yang hanya

menandai tempat desimal seperti dalam 0,03024 L maka 0,0 tidak bermakna. Angka 0

terakhir bisa bermakna bisa juga tidak. Dalam angka 727,0; angka nol tidak digunakan

untuk menempatkan titik desimal, tetapi merupakan bagian bermakna dari angka.

Keraguan dapat terjadi bila nol mendahului titik desimal. Bila nol berada di antara dua

interger bukan nol, maka nol merupakan angka bermakna, contohnya, 92.067. Dalam

angka 936.600, kita tidak mungkin menentukan apakah salah satu atau kedua nol, atau

tidak keduanya digunakan untuk menempatkan titik desimal, atau apakah nol merupakan

bagian dari pengukuran. Dalam kasus seperti ini kita hanya menulis angka bermakna yang

kita yakini, kemudian menandai titik desimal dengan ungkapan 10 dengan pangkat yang

sesuai. Oleh karena itu, 9,3660 x 105 mempunyai lima angka bermakna, tetapi 936.600

mempunyai enam angka, satu menandai titik desimal.

CONTOH 2.9 Sebutkan jumlah angka bermakna dalam angka berikut dan tunjukkan

apakah nol bermakna atau tidak. 0,216; 90,7; 800,0; 0,0670

Penyelesaian

0,216 tiga angka bermakna

90,7 tiga angka bermakna; nol bermakna

800,0 empat angka bermakna; semua nol bermakna

0,0670 tiga angka bermakna; hanya nol terakhir yang bermakna

2.6.1 Perkalian dan Pembagian

38
Dalam beberapa pengukuran, satu angka yang diperkirakan takpasti harus

dilibatkan. Dalam perkalian dan pembagian, ketidakpastian angka ini dilibatkan selama

operasi matematika, sehingga akan membatasi jumlah angka pasti dalam jawaban.

Sedikitnya harus ada derajat ketidakpastian relatif dalam jawaban perkalian atau

pembagian, seperti yang terdapat dalam operator yang mempunyai derajat kepastian

terendah, yaitu yang jumlah angka bermaknamya terkecil. Kita dapat katakan jumlah

pembatas ini sebagai angka kunci. Bila ada lebih dari satu operator dengan jumlah angka

bermakna terkecil yang sama, maka yang mempunyai besar absolut terendah, tanpa

memperhatikan titik desimal adalah, angka kuncinya (karena ketidakpastiannya terbesar).

Dalam perkalian dan pembagian, hasil yang didapat haruslah mempunyai angka

bermakna yang sama banyak dengan nilai asal yang mempunyai angka bermakna paling

sedikit. Contohnya; 3,1412 x (3,82)2 = 45,8 (angka kuncinya 3,82).

CONTOH 2.10 Dalam pasangan angka berikut, pilihlah yang menunjukkan angka kunci

dalam perkalian atau pembagian. (a) 42,67 atau 0,0967; (b) 100,0 atau 0,4570; (c) 0,0067

atau 0,10.

Penyelesaian

(a) 0,0967 (mempunyai tiga angka bermakna)

(b) 100,0 (keduanya mempunyai empat angka bermakna, tetapi ketidakpastian di sini

adalah 1 bagian perseribu lawan sekitar 1 bagian dalam 4600)

(c) 0,10 (keduanya mempunyai dua angka bermakna, tetapi ketidakpastian disini adalah

10% lawan sekitar 1 bagian dalam 70)

39
CONTOH 2.11 Berikanlah jawaban untuk operasi berikut ini sampai dengan jumlah

angka bermakna maksimum dan tunjukkan angka kuncinya.

35,63 x 0,5481 x 0,05300


x 100% = 88,54705%
1,1689

Penyelesaian

Angka kunci dalam soal di atas adalah 35,63. Dengan demikian, jawabannya adalah

88,55%, dan akan sia-sia bila kita melakukan operasi sampai lebih dari lima angka (angka

kelima digunakan untuk membulatkan angka keempat). Angka 100% dalam perhitungan

ini adalah angka absolut, karena digunakan hanya untuk memindahkan titik desimal, dan

angka ini mempunyai jumlah angka bermakna takberhingga.

Jika jumlah jawaban, tanpa memperhatikan desimal atau tanda, lebih kecil

daripada angka kunci, maka satu angka tambahan dapat dimasukkan dalam jawaban

untuk menyatakan derajat ketidakpastian minimum, tetapi ini ditulis dengan subskrip yang

menandakan bahwa angka ini lebih meragukan.

CONTOH 2.12 Berikanlah jawaban untuk operasi berikut ini sampai dengan angka

bermakna maksimum dan tunjukkan angka kuncinya.

42,68 x 891
= 546,57
132,6 x 0,5247

Angka kuncinya adalah 891. Karena besar absolut jawaban kurang dari angka kunci, maka

jawabannya adalah 5460,6. Angka 6 terakhir ditulis sebagai subskrip untuk menandai

bahwa angka tersebut lebih meragukan.

40
Dalam perkalian dan pembagian, jawaban dalam tiap tahap dalam satu deret operasi,

secara statistik dapat dibulatkan sampai pada angka bermakna yang diinginkan dalam

jawaban akhir. Akan tetapi, agar taatasas di jawaban akhir, kita lebih baik membawa satu

angka tambahan sampai pada akhir operasi, kemudian membulatkannya.

2.6.2 Penambahan dan Pengurangan

Penambahan dan pengurangan ditangani dengan cara yang sedikit berbeda. Di sini

kita berhadapan lebih banyak dengan angka absolut daripada angka relatif dan kita tidak

memakai angka kunci, serta penempatan titik desimal sangat penting untuk menentukan

jumlah angka bermakna. Bila desimal dari angka-angka yang dijumlahkan atau

dikurangkan tidak sama, maka hasil penjumlahan atau pengurangan harus dituliskan

dengan desimal yang paling sedikit. Sebagai contoh: 12,4 + 121,502 + 3,6653 = 137,5673,

dituliskan 137,6. Contoh lain bila Anda menghitung bobot rumus Ag2MoO4 dari masing-

masing bobot atomnya: 2 x Ag 107,870; 1 x Mo 95,94; 4 x O 15,9994 = 375,6776. Bobot

atom molibdenum diketahui hanya sampai pada 0,01 satuan atom terdekat. Oleh karena

satuan ini mempunyai unsur ketidakpastian di dalamnya, kita tidak dapat mengatakan

bahwa kita tahu bobot rumus senyawa yang mengandung molibdenum lebih dekat lagi

dari 0,01 satuan atom. Dengan demikian, nilai yang diketahui secara paling tepat untuk

bobot rumus Ag2MoO4 adalah 375,68. Agar kita taatasas dalam jawaban, satu angka

tambahan harus dibawa, kemudian jawaban dibulatkan sampai ke angka yang di depannya.

Bila angka dalam pengukuran lebih kecil (tanpa mempedulikan titik desimal)

dibandingkan dengan angka dari pengukuran lain, maka dibenarkan untuk membuat

pengukuran sampai pada satu angka tambahan. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Anggaplah anda ingin menimbang dua benda yang pada dasarnya mempunyai bobot sama,

41
dan Anda menginginkan penimbangan dengan ketelitian yang sama, misalnya, sampai 0,1

mg terdekat, atau 1 bagian perseribu. Benda pertama berbobot 99,8 mg, tetapi yang kedua

berbobot 100,1 mg. Anda telah menimbang kedua benda dengan ketepatan yang sama,

tetapi Anda mempunyai angka bermakna tambahan pada salah satunya. Analogi ini dapat

dihubungkan dengan aturan untuk menambahkan angka bermakna tambahan bila jawaban

operasi matematika lebih kecil dari angka kunci.

Bila perhitungan melibatkan perkalian/pembagian dan penambahan/ pengurangan,

maka tiap tahap harus diolah terpisah. Sebaiknya, pertahankan satu angka ekstra dalam

perhitungan pertengahan sampai hasil akhir (kecuali angka tersebut hilang pada tahap

berikutnya). Bila menggunakan kalkulator, semua angka dapat disimpan dalam kalkulator

sampai akhir perhitungan.

CONTOH 2.13 Berikanlah jawaban untuk perhitungan berikut ini sampai pada jumlah

angka bermakna yang maksimum:

97,7
x 100,0 + 36,04
32,42
687
Penyelesaian

3010,36 + 36,04 3370,4


= = 0,4911
687 687

Pada operasi yang pertama, angka kuncinya adalah 97,7 dan hasilnya 3010,36. Kita

mempunyai angka kelima tambahan sampai tahap penambahan, kemudian dibulatkan

menjadi empat angka karena pembagian hanya mempunyai tiga angka bermakna. Pada

tahap pembagian, angka kunci adalah 687, tetapi karena besar jawaban absolutnya kurang

maka kita memiliki satu angka lebih. Ingatlah, bila di tahap pertama kita telah

42
membulatkan menjadi 3010,4, pembilang akan menjadi 3370,5 dan jawaban akhir menjadi

0,4913 (masih dalam ketidakpastian percobaan).

2.6.3 Logaritme dan Antilogaritme

Kita harus berhati-hati dalam membulatkan hasil perhitungan yang melibatkan

logaritme. Berikut ini adalah aturan yang banyak diterapkan dalam berbagai situasi.

1. Untuk logaritme suatu bilangan, maka kita harus mempertahankan sebanyak mungkin

angka di sebelah kanan desimal seperti yang terdapat dalam angka asal.

2. Untuk antilogaritme suatu bilangan, maka kita harus mempertahankan sebanyak

mungkin angka seperti yang ada di sebelah kanan tanda desimal dalam angka asal.

Contoh:

a. log 4,000 x 10-5 = - 4,3979400

sesuai dengan aturan yang pertama, kita pertahankan 4 angka di sebelah kanan

desimal, sehingga log 4,000 x 10-5 = - 4,3979

b. antilog 12,5 = 3,162277 x 1012

sesuai dengan aturan yang ke dua di atas, kita hanya pertahankan satu angka,

sehingga antilog 12,5 = 3 x 1012

2.6.4 Membulatkan

Bila angka yang mengikuti angka bermakna terakhir lebih besar dari 5, maka

angka dibulatkan ke atas, yaitu ke angka yang lebih besar berikutnya. Bila kurang dari 5,

maka angka dibulatkan ke nilai yang sesuai dengan angka bermakna yang terakhir.

Contohnya, 9,47 dibulatkan menjadi 9,5; 9,43 dibulatkan menjadi 9,4.

Bila angka terakhir 5, maka angka ini dibulatkan ke angka genap terdekat.

Contohnya, 8,65 = 8,6; 8,75 = 8,8; 8,55 = 8,6. Hal ini didasarkan atas taksiran statistik

bahwa ada peluang yang sama pada angka bermakna sebelum angka 5 akan genap atau

43
ganjil. Hal ini dapat dilihat pada sampel yang besarnya memadai, akan ada jumlah angka

genap dan ganjil yang sama mendahului angka 5. Aturan angka genap diterapkan hanya

bila angka yang dihilangkan tepat 5 (bukan ... 51).

DAFTAR PUSTAKA

1.Chistian, G.D., 1994, Analytical Chemistry, fifth edition, John Wiley & Sons, Inc.,

Singapore.

2. Fritz, J. S. and Schenk, G. H., 1987, Quantitative Analytical Chemistry, Allyn and

Bacon, Toronto.

3. Nur, M. A. dan Adijuana, H., 1989, Teknik Pemisahan Dalam Analisis Biologis,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , Pusat

Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

44

Anda mungkin juga menyukai