Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS BEBERAPA CARA PENGUJIAN KEPANGGAHAN DATA HUJAN

Oleh: Sasmito

I. Pengantar

Seperti diketahui bahwa data hujan pada suatu DAS dikumpulkan dengan cara
mengadakan pengukuran besaran hujan di setasiun-setasiun hujan pada jaringan
pengukuran hujan yang ada di DAS yang bersangkutan. Hasil pengukuran pada suatu
setasiun hujan dimungkinan untuk dapat tidak panggah (inconsistent), hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Sri Harto (2009) penyebab ketidak-panggahan
tersebut, antara lain:

1) Alat ukur diganti dengan spesifikasi berbeda dengan alat sebelumnya, atau alatnya
sama tetapi dipasang dengan aturan yang beda.
2) Alat ukur dipindah dari lokasi semula, akan tetapi namanya tidak diubah misalnya
karena masih dalam satu wilayah desa yang sama.
3) Lingkungan di sekitar alat ukur berubah, misal semula dipasang di tempat yang ideal
(sesuai dengan persyaratan pemasangan) kemudian selang beberapa waktu berubah
karena ada bangunan atau pepohonan besar yang berdekatan.

Data hujan yang tidak panggah tersebut tidak bisa langsung dipakai, karena
menurut Sri Harto (2009) data yang terekam berasal dari populasi yang berbeda. Oleh
karena itu data tersebut harus dikoreksi lebih dulu. Beberapa cara pengujian kepanggahan
data diuraikan pada uraian berikut ini.

II. Beberapa cara pengujian kepanggahan

A. Cara kurva masa ganda (double-mass curve)

Cara yang populer adalah double-mass curve atau kurva masa ganda yang
dikembangkan oleh Searcy dan Hardison (Buishand, 1982). Ketidak-panggahan dapat
diketahui dengan cara mengeplotkan besaran kumulatif hujan setasiun yang diuji
terhadap besaran kumulatif hujan setasiun terdekat. Titik plot cenderung membentuk
garis lurus apabila data panggah (consistent). Jika data tidak panggah maka garis lurus
plot akan patah pada titik tertentu. Data yang tidak panggah ini harus dikoreksi terlebih
dahulu sebelum dipakai dengan mengalikan dengan faktor koreksi sebesar (Sri Harto,
2009):
𝑆
𝛼 = 𝑆1 (1)
2

1
Dengan: α adalah faktor koreksi data yang tidak panggah
S1 = landai sesudah perubahan
S2 = landai sebelum perubahan

Menurut Sri Harto (2009), sebenarnya tidak ada ketentuan data mana yang
dianggap benar, karena sebenarnya keduanya benar. Sehingga data sebelum atau sesudah
perubahan dapat digunakan, asalkan sesuai dengan data lain yang dipakai untuk analisis.
Perubahan landai tersebut dapat saja tidak nampak, apabila perubahan pada lingkungan
sekitar alat ukur terjadi perlahan-lahan, sehingga kepanggahan data sulit untuk dideteksi.

Cara kurva masa ganda masih mengundang pertanyaan karena data pada setasiun
acuan (penguji) juga diragukan kepanggahannya. Untuk menghilangkan keraguan
tersebut, maka digunakan cara statistik yang menguji kepanggahan data tanpa
menggunakan data setasiun acuan, tetapi menggunakan data setasiun itu sendiri. Banyak
cara yang ditemukan untuk pengujian dengan cara statistik, antara lain adalah Von
Neumann Ratio, Cumulative Deviation, Rescaled Adjusted Partial Sums, Weighted
Adjusted Partial Sums. Berikut ini diuraikan mengenai cara-cara tersebut (Sri Harto,
2009).

B. Cara Statistik

Buishand (1982), membuat anggapan umum distribusi data sebagai joint


distribusi Yi. Dalam hal ini Yi adalah stokastik bebas dan mempunyai distribusi normal.
Meskipun begitu pengujian dapat diterapkan biarpun ketika terdapat sedikit perbedaan
dari distribusi normal. Dalam hal ini sifat-sifat pengujian statistik digambarkan untuk
kasus bahwa Yi adalah berdistribusi normal dengan rerata:

𝜇, 𝑖 = 1, … … … . . 𝑚
𝐸(𝑌𝑖 ) = { (2)
𝜇 + ∆, 𝑖 = 𝑚 + 1, … . , 𝑛

Dan varian:

𝑣𝑎𝑟 𝑌𝑖 = 𝜎𝑌2

Model menganggap bahwa suatu perubahan pada besarnya rerata ∆ terjadi setelah
observasi m.

B.1. “Von Neuman ratio”

Cara Von Neuman ratio didefiniskan dengan:

2
𝑁 = ∑𝑛−1 2 𝑛 ̅ 2
𝑖=1 ( 𝑌𝑖 − 𝑌𝑖+1 ) / ∑𝑖=1(𝑌𝑖 − 𝑌) (2)

Dengan 𝑌̅ adalah rerata dari Yi.

Jika nilai N = 2 maka deret data tersebut panggah, jika nilai N < 2 maka data
tersebut tidak panggah.

B.2. “Cumulative Deviattion” (Adjusted Partial Sums)

Cara Cumulative Deviation ditunjukkan dengan nilai kumulatif penyimpangannya


terhadap nilai rerata (mean) dengan persamaan:

𝑆0∗ = 0; 𝑆𝑘∗ = ∑𝑘𝑖=1(𝑌𝑖 − 𝑌̅), 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘 = 1,2, … … . . , 𝑛 (3)

Memperhatikan persamaan (3) tersebut, nmpak apabila nilai ∆ < 0, maka nilai 𝑆𝑘∗
akan bernilai positif sedangkan kalau ∆ > 0 maka 𝑆𝑘∗ bernilai negatif.

Dengan membagi 𝑆𝑘∗ dengan deviasi standar, diperoleh apa yang disebut
“Rescaled Adjusted Partial Sums” (RAPS).
𝑆𝑘∗
𝑆𝑘∗∗ = (4)
𝐷𝑦

(𝑌𝑖 − 𝑌̅)2
Dengan 𝐷𝑦2 = ∑𝑛𝑖=1 𝑛

Statitistik yang dapat digunakan sebagai alat penguji kepanggahannya adalah:

𝑄 = max|𝑆𝑘∗∗ | (5)

Atau nilai Range:

𝑅 = max 𝑆𝑘∗∗ − min 𝑆𝑘∗∗ (6)

Nilai kritik Q dan R disajikan pada table 1.

3
Tabel 1. Nilai kritik Q dan R

n Q/√n R/√n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38
20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,60
30 1,12 1,24 1,46 1,40 1,50 1,70
40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74
50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78
100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,86
∞ 1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2,00

B.3. Worsley’s Likehood Ratio Test

Memperhatikan kembali persamaan (2), pengujian dapat dialakukan dengan


statistik W, yaitu:

𝑊 = max |𝑡𝑘 | (7)


1≤𝑘≤𝑛−1

Dengan |𝑡𝑘 | adalah statistik Student’s untuk data k pertama dan (n-k) berikutnya.
Hubungan dengan ‘adusted partial sums’ adalah:

𝑍𝑘∗ = [𝑘(𝑛 − 𝑘)]−0,5 𝑆𝑘∗ dengan k =1, ….. , n-1 (8)

Weight Rescaled Adjusted Partial Sums (WRAPS) adalah 𝑍𝑘∗ .


𝑍𝑘∗
𝑍𝑘∗∗ = (9)
𝐷𝑦

Dengan penjabaran ditetapkan:

𝑉= max |𝑍𝑘∗∗ |
1≤𝑘≤𝑛−1

(10)

Maka :
𝑉
𝑊 = (𝑛 − 2)0,5 (11)
(1−𝑣)0,5

Dengan demikian maka Worsley (Buishand, 1982) menetapkan bahwa uji V sama
dengan uji W. Uji W ditetapkan dengan tabel 2.

Koreksi dilakukan dengan menyadari adanya perbedaan antara nilai rerata (mean).

4
Tabel 2. Statistik W

n Persen
0 90 95 99
Exact Percentage Point
3 0,58 12,71 25,45 127,32
4 0,52 5,34 7,65 17,28
5 0,47 4,18 5,39 9,46
6 0,44 3,73 4,60 7,17
7 0,41 3,46 4,20 6,14
8 0,39 3,32 3,95 5,56
9 0,37 3,21 3,78 5,19
10 0,36 3,14 3,66 4,93
Approximate Percentage Points From Simulation
15 0,30 2,97 3,36 4,32
20 0,36 2,90 3,28 4,13
25 0,24 2,89 3,23 3,94
30 0,22 2,86 3,19 3,86
35 0,20 2,88 3,21 3,87
40 0,19 2,88 3,17 3,77
45 0,18 2,86 3,18 3,79
50 0,17 2,87 3,16 3,79

∆̂𝑚 = 𝑌̅𝑛−𝑚 − 𝑌̅𝑚 (12)

Dengan 𝑌̅𝑚 adalah rerata dari bagian deret pertama dan 𝑌̅𝑛−𝑚 adalah rerata deret
berikutnya. Besaran ini memberikan perkiraan perubahan secara proporsional (Buishand,
1999). Nilai ∆̂𝑚 dapat diturunkan langsung dari penggambaran kumulatif terdahulu, dan
menghasilkan:
𝑛 𝑛
∆̂𝑚 = − 𝑚(𝑛−𝑚) 𝑆𝑚
∗ ∗∗
= − 𝑚(𝑛−𝑚) 𝐷𝑦 𝑆𝑚 (13)

B.4. Prosedur Bayesian

Prosedur Bayesian (Bayesian Procedure) dikembangkan oleh Chernof dan Zaks


serta Gardner (Buishand, 1982). Apabila varian 𝜎𝑦2 diketahui, maka statistik Grdner
adalah:
∗ 2
𝑆𝑘
𝐺̃ = ∑𝑛−1
𝑘=1 Ρ𝑘 (𝜎 ) (14)
𝑦

5
Dengan Ρ𝑘 adalah probabilitas sebelum terjadinya loncatan pada observasi ke k. Apabila
Ρ𝑘 tidak tergantung k, maka statistik U:

1
𝑈= ∑𝑛−1 ∗∗ 2
𝑘=1(𝑆𝑘 ) (14)
𝑛(𝑛+1)

1
Dan apabila Ρ𝑘 proporsional terhadap maka diperoleh statistik A:
𝑘(𝑛−𝑘)

𝐴 = ∑𝑛−1 ∗∗ 2
𝑘=1(𝑍𝑘 ) (15)

Statistik A disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Statistik U dan A

n U A
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 0,336 0,414 0,575 1,90 2,31 3,14
20 0,343 0,447 0,662 1,93 2,44 3,50
30 0,344 0,444 0,691 1,92 2,42 3,70
40 0,341 0,448 0,693 1,91 2,44 3,66
50 0,342 0,452 0,718 1,92 2,48 3,78
100 0,341 0,457 0,712 1,92 2,48 3,82
∞ 0,347 0,461 0,743 1,93 2,49 3,86

Dari cara-cara pengujian kepanggahan data tersebut di atas ditunjukkan kekuatan masing-
masing statistik, secara umum terdapat catatan sebagai berikut:

1) Pengujian dengan RAPS (statistik Q) lebih baik apabila terjadinya perubahan kira-
kira di tengah-tengah deret data yang digunakan, sedang untuk kasus ini statistik W
(pengujian dengan WAPS) tidak beunjuk kera baik.
2) Sebaliknya apabila terjadinya perubahan kepanggahan kira-kira di bagian awal dan
atau bagian akhir deret data, maka unjuk kerja statistik W lebih baik.

6
III. Daftar Pustaka

Buishand, T.A., 1982, Some Methods for Testing the Homogeneity of Rainfall Records,
Journal of Hydrology, Vol. 8, 1982.

Sri Harto, 1989, Beberapa Cara Pengujian Kepanggahan Data Hujan, Makalah Seminar
Hidraulika dan Hidrologi unttuk Perancangan, PAU-IT UGM, 6-7 November
1989.

Sri Harto, 2009, Hidrologi: Teori Masalah dan Penyelesaian, Nafiri Offset, Yogyakarta

IV. Aplikasi

A. Soal:

Diketahui data hujan tahunan pada setasiun A, B, C, D, E, diminta untuk menguji


kepanggahan data setasiun A dengan cara kurva masa ganda dan dengan cara statistik.

Tabel 4. Data kedalaman hujan Stasiun A, B, C, D, dan E

Tahun Kedalaman hujan (mm)


Sta. A Sta. B Sta. C Sta. D Sta. E
1985 1314 1495 1228 1828 1590
1986 1123 1235 1640 1541 1583
1987 1341 1680 1618 1931 1681
1988 1183 1597 1300 1386 1656
1989 950 1453 1469 1805 1262
1990 2336 1465 2494 2131 2222
1991 1850 1545 1914 1603 1925
1992 1214 1076 1310 1183 1594
1993 1871 1298 1445 1667 1816
1994 1523 1663 1229 1925 1796
1995 1713 1253 1416 1579 1306
1996 1517 1766 1567 1765 1835
1997 2027 2025 1731 1558 1842
1998 1874 1644 1994 1663 1991
1999 2021 1561 1915 1987 1891
2000 1375 1378 1286 1277 1483

7
B. Jawab:

1. Cara Kurva masa ganda

Pertama kali dibuat tabel untuk menentukan kumulatif stasiun A, dan kumulatif
rerata stasiun B, C, D, E. sperti tabel 5 berikut.

Tabel 5. Perhitungan kumulatif hujan pada setasiun A dan kumkulatif rerata hujan
setasiun B,C,D,E

Tahun Hujan tahunan (mm) Rerata Kumul kumul rrt


A B C D E B,C,D,E A B,C,D,E
1985 1314 1495 1228 1828 1590 1535 1314 1535
1986 1123 1235 1640 1541 1583 1500 2437 3035
1987 1341 1680 1618 1931 1681 1728 3778 4763
1988 1183 1597 1300 1386 1656 1485 4961 6247
1989 950 1453 1469 1805 1262 1497 5911 7745
1990 2336 1465 2494 2131 2222 2078 8247 9823
1991 1850 1545 1914 1603 1925 1747 10097 11569
1992 1214 1076 1310 1183 1594 1291 11311 12860
1993 1871 1298 1445 1667 1816 1557 13182 14417
1994 1523 1663 1229 1925 1796 1653 14705 16070
1995 1713 1253 1416 1579 1306 1389 16418 17458
1996 1517 1766 1567 1765 1835 1733 17935 19192
1997 2027 2025 1731 1558 1842 1789 19962 20981
1998 1874 1644 1994 1663 1991 1823 21836 22804
1999 2021 1561 1915 1987 1891 1839 23857 24642
2000 1375 1378 1286 1277 1483 1356 25232 25998

Selanjutnhya dibuat grafik hubungan antara kumulatif hujan setasiun A versus kumulatif
rerata hujan setasiun B, C, D, E, sehingga menghasilkan grafik pada gambar 1.

8
30000

25000

20000

15000

10000

5000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Kumulatif B,C,D,E

Gambar 1. Kurva masa ganda Setasiun A terhadap Setasiun B,C,D,E

Dari gambar 1. Kurva masa ganda, terlihat bahwa garis plot patah pada suatu titik
yang menunjukkan tahun 1989. Berarti telah terjadi perubahan pada pengukuran data
hujan pada saat tersebut. Oleh karena itu data hujan menjadi tidak panggah, untuk itu data
sebelum terjadi perubahan perlu dikoreksi dengan faktor kreksi sebesar:

S1 = 0,94

S2 = 1,28

Faktor koreksi data setasiun A = 0,95/1,28 = 0,73

Sehingga data hujan sebelum dari tahun 1985 sampai dengan 1989 dikoreksi
dengan faktor 0,73, menghasilkan data seperti tabel 4.

9
Tabel 6. Data hujan setasiun A setelah dikoreksi

Tahun seblm kor ssdah kor Hujan tahunan (mm)


A A B C D E
1985 1314 1800 1495 1228 1828 1590
1986 1123 1538 1235 1640 1541 1583
1987 1341 1837 1680 1618 1931 1681
1988 1183 1621 1597 1300 1386 1656
1989 950 1301 1453 1469 1805 1262
1990 2336 2336 1465 2494 2131 2222
1991 1850 1850 1545 1914 1603 1925
1992 1214 1214 1076 1310 1183 1594
1993 1871 1871 1298 1445 1667 1816
1994 1523 1523 1663 1229 1925 1796
1995 1713 1713 1253 1416 1579 1306
1996 1517 1517 1766 1567 1765 1835
1997 2027 2027 2025 1731 1558 1842
1998 1874 1874 1644 1994 1663 1991
1999 2021 2021 1561 1915 1987 1891
2000 1375 1375 1378 1286 1277 1483

Setelah diadakan koreksi terhadap setasiun A, kemudian kumulatif hujan setasiun A


diplotkan lagi ke grafik semula, sehingga menghasilkan grafik pada gambar 2.

10
30000

25000

20000

15000

10000

5000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Kumulatif B,C,D,E

Gambar 2. Kurva masa ganda Setasiun A terhadap Setasiun B,C,D,E setelah dikoreksi

Dari gambar 2, Nampak bahwa setelah diadakan koreksi pada data sebelum
terjadi perubahan maka kurva menjadi lurus. Sehingga disimpulkan setelah dikoreksi data
menjadi panggah.

11
2. Pengujian kepanggahan data hujan setasiun A dengan cara Statistik (RAPS)

a) Pengujian stasiun A

Dihitung nilai Sk* dengan rumus (3), dan nilai Sk** dengan rumus (4), yang
hasilnya ditampilkan pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil hitungan Sk* dan Sk**

Tahun P (mm) Sk* Sk** |Sk**|


setasiun A

1985 1314 -263 -0.69 0.69


1986 1123 -717 -1.89 1.89
1987 1341 -953 -2.51 2.51
1988 1183 -1347 -3.55 3.55
1989 950 -1974 -5.20 5.20
1990 2336 -1215 -3.20 3.20
1991 1850 -942 -2.48 2.48
1992 1214 -1305 -3.44 3.44
1993 1871 -1011 -2.66 2.66
1994 1523 -1065 -2.80 2.80
1995 1713 -929 -2.44 2.44
1996 1517 -989 -2.60 2.60
1997 2027 -539 -1.42 1.42
1998 1874 -242 -0.63 0.63
1999 2021 202 0.53 0.53
2000 1375 0 0 0

Q = maks | Sk**| = 5.20

Q/√n = 5.20/4 = 1.30 > tabel 1 (95%) Q/√n = 1.19

R = max Sk** - min Sk** = 0.53 +5.20 = 5.73

R/√n = 5.73/4 =1.43 > tabel 1 (95%) = 1.37

Jadi data tersebut tidak panggah, harus diadakan koreksi sebelum diapakai
untuk analisis.

12
b) Koreksi data hujan dengan cara statistik (Buishand, 2010)

Koreksi data yang tidak panggah dengan cara statistik dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:

 Plotkan hubungan antara adjusted partial sums (misalnya |Sk**|) dengan


tahun pada suatu grafik.
 Tentukan titik perubahan kurva.
 Tentukan m1 dan m2 adalah mean (nilai rerata) data sebelum dan sesudah titik
perubahan kurva.
 Tentukan d = m2 – m1, d adalah besaran ketidak-panggahan data.
 Cara mengoreksi ketidak-panggahan data adalah mengalikan data hujan sebelum
terjadi perubahan dengan faktor pengali sebesar (1 + d/M1). M1 adalah nilai rerata
(mean) data sebelum terjadi perubahan, dengan catatan bahwa M1 adalah nilai
rerata tak bersyarat (unconditional), sedangkan m1 adalah nilai rerata seri data yang
dikurangi.

6.00

5.00

4.00
|Sk**|

3.00

2.00

1.00

0.00
1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002

Tahun

Gambar 3. Hubungan |Sk**| versus tahun kejadian pada setasiun A

Dari gambar 3, terlihat bahwa terjadi perubahan kurva pada tahun 1989.
Berdasarkan titik perubahan tersebut kemudian dihitung nilai m1, m2, d, dan M1.

13
m1 = 1240

m2 = 1689

d = m2 – m1 = 449

M1 = 1577

Sehingga faktor koreksi = (1 + d/M1) = (1 + 449/1577) = 1.28.

Data setasiun A sebelum titik perubahan dikalikan dengan faktor koreksi, maka
menghasilkan data koreksi seperti tabel 8.

Tabel 8. Data setasiun A setelah dikoreksi

Tahun Setasiun A Stasiun A


sebelum koreksi setalah koreksi

1985 1314 1681.92


1986 1123 1437.44
1987 1341 1716.48
1988 1183 1514.24
1989 950 950.00
1990 2336 2336.00
1991 1850 1850.00
1992 1214 1214.00
1993 1871 1871.00
1994 1523 1523.00
1995 1713 1713.00
1996 1517 1517.00
1997 2027 2027.00
1998 1874 1874.00
1999 2021 2021.00
2000 1375 1375.00

14
Hasil koreksi kemudian diuji dengan kurva masa ganda dan RAF.

Dari tabel 8, maka dapat dibuat kurva masa ganda seperti gambar 4 berikut.

30000

25000
Kumulatif Sta A (mm)

20000

15000

10000

5000

0
0.00 5000.00 10000.00 15000.00 20000.00 25000.00 30000.00

Kumulatif Sta. B, C, D, E

Gambar 4. Kurva masa ganda Setasiun A terhadap Setasiun B,C,D,E setelah dikoreksi
dengan cara statistik.

Dari gambar 4, terlihat bahwa kurva menunjukkan garis lurus, sehingga disimpulkan data
setasiun A setelah dikoreksi dengan cara statistik (Buishand, 2010) menjadi data yang
panggah.

15
Pengujian dengan cara RAF menghasilkan besaran seperti tabel 9 berikut.

Tabel 9. Besaran Sk*, Sk**, dan |Sk**|

Tahun Sta. Setelah Sk* Sk** |Sk**|


dikoreksi
1985 1681.92 18.10 0.055 0.055
1986 1437.44 -208.28 -0.630 0.630
1987 1716.48 -155.61 -0.471 0.471
1988 1514.24 -305.19 -0.923 0.923
1989 950.00 -1019.01 -3.082 3.082
1990 2336.00 -346.83 -1.049 1.049
1991 1850.00 -160.65 -0.486 0.486
1992 1214.00 -610.46 -1.846 1.846
1993 1871.00 -403.28 -1.220 1.220
1994 1523.00 -544.10 -1.646 1.646
1995 1713.00 -494.92 -1.497 1.497
1996 1517.00 -641.74 -1.941 1.941
1997 2027.00 -278.55 -0.843 0.843
1998 1874.00 -68.37 -0.207 0.207
1999 2021.00 288.81 0.874 0.874
2000 1375.00 -0.01 0.000 0.000

Q = max |Sk**| = 3.08  Q/√n = 3.08/√16 = 0.77 < tabel (1.19)

R = max Sk** - min Sk**

= 0.87 – ( -3.08) = 3.96  R/√n = 3.96/√16 = 0.99 < tabel (1.37)

Jadi data setasiun A setelah dikoreksi dengan cara statistik menjadi


data yang panggah.

16

Anda mungkin juga menyukai