Anda di halaman 1dari 34

Bab III

Hasil Analisis Hidrologi

3.1 DATA KLIMATOLOGI

Data yang di dapat untuk analisa hujan adalah data hujan harian maksimum dimana
konsultan menemukan 3 (tiga) stasiun hujan yang berdekatan dengan lokasi
pekerjaan. Adapaun stasiun hujan adalah sebagai berikut:

Tabel III.1 Stasiun Hujan Batubassi, Maros, Sulawesi


Selatan

III-1
Tabel III.2 Stasiun Hujan Mallanroe, Soppeng,
Sulawesi Selatan

Tabel III.3 Stasiun Hujan PG. Camming, Bone, Sulawesi


Selatan

III-2
Gambar III-1 Peta Lokasi Stasiun Hujan

Dapat dilihat bahwa berdasarkan kelengkapan data dan posisi stasiun, maka
stasiun Mallanroe, Batubassi dan PG. Camming yang akan dipakai sebagai data
dasar perhitungan hidrologi, karena dengan posisinya yang berada di lokasi
pekerjaan, dianggap paling bisa mewakili dan menggambarkan bagaimana pola
dan intensitas curah hujan di wilayah pekerjaan.

Konsultan juga telah menganalisa awal dengan menggunakan data dari stasiun
yang lain, konsultan mendapatkan nilai error yang melebihi ambang batas sehingga
data tidak bisa terpakai.

3.2 PERHITUNGAN CURAH HUJAN

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa curah hujan yang dipakai adalah dari 3 (tiga
stasiun saja yaitu stasiun Mallanroe, Batubassi dan PG. Camming, dengan
mempertimbangkan kelengkapan data dan posisi stasiun. Sehingga tahapan
perhitungan curah hujan rata-rata menggunakan metode rata-rata aljabar.

III-3
Tabel III.4 Tabel Curah Hujan Maksimum Rata-Rata dari
Beberapa Stasiun Hujan

3.3 CURAH HUJAN RENCANA

Analisis curah hujan rencana berguna untuk mengetahui besarn curah hujan
maksimum dengan periode ulang tertentu yang berguna dalam perhitungan debit
rencana. Metode yang digunakan untuk perhitungan curah hujan, yaitu cara statistik
atau metode distribusi pada curah hujan harian maksimum rata-rata DAS. Analisis
curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis
distribusi diantaranya adalah sebagai berikut:

Metoda Distribusi Normal


Metoda Distribusi Log Normal 2 Parameter
Metode Distribusi Gumbel
Metoda Distribusi Log Pearson Type III
Metoda Distribusi Haspers.

III-4
Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik
distribusi hujan daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada
masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.
Uraian masing-masing dari metoda yang dipakai adalah sebagai berikut :

3.3.1 Metoda Distribusi Normal

Merupakan fungsi distribusi kumulatif (CDF) Normal atau dikenal dengan distribusi
Gauss (Gaussian Distribution). Distribusi normal memiliki fungsi kerapatan
probabilitas yang dirumuskan :

 x 
2

;   x  
1
F (x)  . exp 1 .  
 . 2.  2    

Dimana :
 dan  = parameter statistik, yang masing-masing adalah nilai rata-
rata dan standar deviasi dari variat.

3.3.2 Metode Log Normal 2 Parameter

Untuk curah hujan rencana yang dihit`ung dengan menggunakan Persamaan Log
Normal 2 Parameter yang digunakan adalah:

log XTR = log 𝑥̅ + k.Slogx


𝑆𝑙𝑜𝑔𝑥
𝐶𝑉 = log 𝑥̅

∑(𝑙𝑜𝑔𝑥̅ − 𝑙𝑜𝑔𝑥𝑖 )2
Slogx =√ (𝑛−1)

∑ 𝑙𝑜𝑔𝑥𝑖
log 𝑥̅ = 𝑛

Dimana:

XTR = besarnya curah hujan dengan periode ulang t


n = jumlah data
log = curah hujan harian maksimum rata-rata dalam harga
logaritmik
k = faktor frekuensi dari Log Normal 2 parameter, sebagai
fungsi dari koefisien variasi, Cv dan periode ulang t

III-5
Slogx = standard deviasi dari rangkaian data dalam harga
logaritmiknya
Cv = koefisien variasi dari log normal 2 parameter.

3.3.3 Metode Gumbel

Menurut Gumbel, curah hujan untuk perioda ulang tertentu (Tr) dihitung
berdasarkan persamaan sebagai berikut.

 Y  Yn 
X TR  X   TR  * S x
 Sn 

Besarnya koefisien-koefisien di atas dihitung dengan persamaan berikut ini.

  TR  1  
YTR   ln   ln   
  TR  

 X 
n
2
i X
Sx  i 1

n 1

Dimana:

XTR = Curah hujan dengan perioda ulang TR (mm).


X = Curah hujan rata-rata (mm).
TR = Periode ulang.
Yn dan Sn = Konstanta berdasarkan jumlah data yang dianalisis.
SX = Standar deviasi dari Log X.

Hasil analisis frekuensi dapat dilihat pada Tabel berikut.

III-6
Tabel III.5 Nilai Koefisien Yn dan Sn untuk Metode
Gumbel

Sampel Yn Sn Sampel Yn Sn Sampel Yn Sn

10 0.4952 0.9496 41 0.5442 1.1436 71 0.5550 1.1854


11 0.4996 0.9676 42 0.5448 1.1458 72 0.5552 1.1873
12 0.5035 0.9833 43 0.5453 1.1480 73 0.5555 1.1881
13 0.5070 0.9971 44 0.5458 1.1499 74 0.5557 1.1890
14 0.5100 1.0095 45 0.5463 1.1519 75 0.5559 1.1898
15 0.5128 1.0206 46 0.5468 1.1538 76 0.5561 1.1906
16 0.5157 1.0316 47 0.5473 1.1557 77 0.5563 1.1915
17 0.5181 1.0411 48 0.5477 1.1574 78 0.5565 1.1923
18 0.5202 1.0493 49 0.5481 1.1590 79 0.5567 1.1930
19 0.5220 1.0565 50 0.5485 1.1607 80 0.5569 1.1938
20 0.5236 1.0628 51 0.5489 1.1623 81 0.5570 1.1945
21 0.5252 1.0696 52 0.5493 1.1638 82 0.5572 1.1953
22 0.5268 1.0754 53 0.5497 1.1658 83 0.5574 1.1959
23 0.5283 1.0811 54 0.5501 1.1667 84 0.5576 1.1967
24 0.5296 1.0864 55 0.5504 1.1681 85 0.5578 1.1973
25 0.5309 1.0915 56 0.5508 1.1696 86 0.5580 1.1987
26 0.5320 1.0861 57 0.5511 1.1708 87 0.5581 1.1987
27 0.5332 1.1004 58 0.5515 1.1721 88 0.5583 1.1994
28 0.5343 1.1047 59 0.5519 1.1734 89 0.5583 1.2001
29 0.5353 1.1086 60 0.5521 1.1747 90 0.5586 1.2007
30 0.5362 1.1124 61 0.5524 1.1759 91 0.5587 1.2013
31 0.5371 1.1159 62 0.5527 1.1770 92 0.5589 1.2020
32 0.5380 1.1193 63 0.5530 1.1782 93 0.5591 1.2026
33 0.5388 1.1226 64 0.5533 1.1793 94 0.5592 1.2032
34 0.5396 1.1255 65 0.5535 1.1803 95 0.5593 1.2038
35 0.5402 1.1287 66 0.5538 1.1814 96 0.5595 1.2044
36 0.5410 1.1313 67 0.5540 1.1824 97 0.5596 1.2049
37 0.5418 1.1339 68 0.5543 1.1834 98 0.5598 1.2055
38 0.5424 1.1363 69 0.5545 1.1844 99 0.5599 1.2060
39 0.5430 1.1388 70 0.5548 1.1854 100 0.5600 1.2065
40 0.5436 1.1413

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Dr. Ir. Suripin M. Eng, 2004

3.3.4 Metode Log Pearson Tipe III

Analisis frekuensi dengan menggunanakan metoda Log Person III menggunanakan


persamaan sebagai berikut.

Log X T R  Log X  K TR * S Log 

Besarnya koefisien-koefisien di atas dihitung dengan persamaan berikut ini.

 Log X
Log X 
n

S log X 
 LogX  LogX  2

n 1

C

n LogX  LogX 3

n  1n  2 S LogX 3

III-7
Dimana:

XTR = Curah hujan dengan perioda ulang TR (mm).


X = Curah hujan rata-rata (mm).
TR = Periode ulang.
KTR = Faktor frekuensi berdasarkan perioda ulang TR.
C = Koefisien kemencengan, digunakan untuk mencari
besarnya harga KTR.
n = Jumlah data hujan yang ditinjau.
SLog X = Standar deviasi dari Log X.

Tabel III.6 Nilai KTR untuk Metode Pearson Tipe III

III-8
Skew RETURN PERIODE(YEAR)
Coef. 2 5 10 25 50 100 200

C' EXCEEDENCE PROBABILITY


Cs' 0.500 0.200 0.100 0.040 0.020 0.010 0.005

-3.0 0.396 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 0.667


-2.9 0.390 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690
-2.8 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714
-2.7 0.376 0.681 0.747 0.738 0.740 0.740 0.741
-2.6 0.368 0.696 0.771 0.764 0.768 0.769 0.769
-2.5 0.360 0.711 0.795 0.793 0.798 0.799 0.800
-2.4 0.351 0.725 0.819 0.823 0.830 0.832 0.833
-2.3 0.341 0.739 0.844 0.855 0.864 0.867 1.869
-2.2 0.330 0.752 0.869 0.888 0.900 0.905 0.907
-2.1 0.319 0.765 0.895 0.923 0.939 0.946 0.949
-2.0 0.307 0.777 0.920 0.959 0.980 0.990 0.995
-1.9 0.294 0.788 0.945 0.996 1.023 1.038 1.044
-1.8 0.282 0.799 0.970 1.035 1.069 1.087 1.097
-1.7 0.268 0.808 0.884 1.075 1.116 1.140 1.155
-1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216
-1.5 0.240 0.825 1.018 1.157 1.217 1.256 1.282
-1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351
-1.3 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424
-1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501
-1.1 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581
-1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664
-0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749
-0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837
-0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926
-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016
-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.770 1.955 2.108
-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201
-0.3 0.500 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294
-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388
-0.1 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482
0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576
0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670
0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763
0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856
0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949
0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041
0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132
0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223
0.8 -0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891 3.301
0.9 -0.148 769.000 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401
1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489
1.1 -0.180 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575
1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661
1.3 -0.210 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745
1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828
1.5 -0.240 0.690 1.333 2.146 2.743 3.330 3.910
1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990
1.7 -0.268 0.660 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069
1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.828 3.499 4.147
1.9 -0.282 0.627 1.310 2.207 2.881 3.553 4.223
2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298
2.1 -0.319 0.592 1.294 2.230 2.942 3.656 4.372
2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444
2.3 -0.341 0.555 1.274 2.248 3.997 3.753 4.515
2.4 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.800 4.584
2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652
2.6 -0.368 0.799 1.238 2.267 3.017 3.899 4.718
2.8 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.937 4.847
2.8 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.093 3.932 4.783
2.9 -0.390 0.440 1.195 2.277 3.134 4.013 4.909
3.0 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Dr. Ir. Suripin M. Eng, 2004

III-9
3.3.5 Distribusi Haspers

Parameter yang digunakan:

n 1 n 1
1  T1   2  T2 
m1 ; m2

1  R1  Ra R2  Ra 
Sx    
2  1  2 

Curah Hujan dapat dihitung

Rt  Ra    Sx

Rt = Curah hujan dangan return periode T tahun


Ra = Curah hujan maksimum rata – rata
Sx = Standart deviasi untuk pengamatan n tahun
R1 = Curah hujan absolut maksimum 1
R2 = Curah hujan absolut maksimum 2
μ1 = Standard Variable untuk periode ulang R1
μ2 = Standard Variable untuk periode ulang R2
m1 & m2 = masing – masing ranking dari curah hujan R1 dan R2
n = jumlah tahun pengamatan
μ = Standard variable untuk return periode T

III-10
Tabel III.7 Nilai Standard Variable untuk Beberapa
Periode Ulang
T μ T μ T μ T μ
1.00 -1.86 6 0.81 38 2.49 94 3.37
1.01 -1.35 7 0.88 39 2.51 96 3.39
1.02 -1.26 7 0.95 40 2.54 98 3.41
1.03 -1.23 8 1.01 41 2.56 100 3.43
1.04 -1.19 8 1.06 42 2.59 110 3.53
1.05 -1.15 9 1.17 43 2.61 120 3.62
1.06 -1.12 10 1.26 44 2.63 130 3.70
1.08 -1.07 11 1.35 45 2.65 140 3.77
1.10 -1.02 12 1.43 46 2.67 150 3.84
1.15 -0.93 13 1.50 47 2.69 160 3.91
1.20 -0.85 14 1.57 48 2.71 170 3.97
1.25 -0.79 15 1.63 49 2.73 180 4.03
1.30 -0.73 16 1.69 50 2.75 190 4.09
1.35 -0.68 17 1.74 52 2.79 200 4.14
1.40 -0.63 18 1.80 54 2.83 220 4.24
1.50 -0.54 19 1.85 56 2.86 240 4.33
1.60 -0.46 20 1.89 58 2.90 260 4.42
1.70 -0.40 21 1.94 60 2.93 280 4.50
1.80 -0.33 22 1.98 62 2.96 300 4.57
1.90 -0.28 23 2.02 64 2.99 350 4.77
2.00 -0.22 24 2.06 66 3.02 400 4.88
2.20 -0.13 25 2.10 68 3.05 450 5.01
2.40 -0.04 26 2.13 70 3.08 500 5.13
2.60 0.04 27 2.17 72 3.11 600 5.33
2.80 0.11 28 2.19 74 3.13 700 5.51
3.00 0.17 29 2.24 76 3.16 800 5.56
3.20 0.24 30 2.27 78 3.18 900 5.80
3.40 0.29 31 2.30 80 3.21 1000 5.92
3.60 0.34 32 2.33 82 3.23 5000 7.90
3.80 0.39 33 2.36 84 3.26 10000 8.83
4.00 0.44 34 2.39 86 3.28 50000 11.08
4.50 0.55 35 2.41 88 3.30 80000 12.32
5.00 0.64 36 2.44 90 3.33 500000 13.74
5.50 0.73 37 2.47 92 3.35
Sumber: Suripin, 2004

Kemudian dari hasil kelima metode analisa frekuensi yang dilakukan, dilakukan uji
kecocokan metode Chi-Square dan metode Smirnov-Kolmogorov untuk
menentukan metode mana yang menghasilkan error terkecil, yang dipilih menjadi
curah hujan rencana yang selanjutnya dipergunakan untuk mencari debit banjir di
lokasi studi. Didapat Metode Normal memepunyai error terkecil, berikut disajikan
hasil rekapitulasi perhitungan hujan rencana.

III-11
Tabel III.8 Rekapitulasi Uji Kecocokan Metode Chi-
Square dan Metode Smirnov-Kolmogorov

Dari analisa uji kecocokan di dapat bahwa hasil metoda Normal yang akan di pakai
sebagai perhitungan Curah Hujan rencana karena memiliki deviasi dan error yang
paling kecil dari metode yang lainnya. Berikut rekapitulasi perhiungan Curah Hujan
rencana dengan beragam metode perhitungan pada periode ulang tertentu.

III-12
Tabel III.9 Tabel Hujan Rencana

3.4 DEBIT BANJIR

Dalam analisa perhitungan debit banjir rencana pada daerah studi, digunakan
beberapa metode yang berlaku saat ini, yaitu :

Metode Rasional
Metode Haspers
Metode Melchior
Metode Weduwen
Hidrograf Satuan

Dalam analisa debit banjir rencana dihitung berdasarkan perkiraan debit dengan
beberapa periode ulang tahunan. Debit rancangan ditetapkan pada posisi rencana
lokasi jembatan untuk masing-masing sungai.

3.4.1 Metode Rasional

Metode Rasional menyatakan bahwa puncak limpasan pada suatu DAS akan
diperoleh pada intensitas hujan maksimum yang lamanya sama dengan waktu
konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk
pengaliran air dari yang paling ujung dari suatu DAS sampai ke outlet.

Metode Rational dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut:


𝐶×𝐼×𝐴
Q = 3.6

Dimana :

Q = Debit Puncak banjir (m3/dt)


C = Koefisien Limpasan (0 < C < 1)
III-13
I = Intensitas hujan maksimum dengan lama hujan sama
dengan waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas DAS (km2)

Untuk pendugaan intensitas hujan dengan lama hujan kurang dari 24 jam,
digunakan rumus empirik dari dr. Mononobe :
2/3
 R  24 
It =  t  
 24  T 

dengan :

It = Intensitas hujan dengan t jam (mm/jam),


R24 = Maksimum hujan 24 jam (mm).
0.385
0.87 × 𝐿2
T = ( 1000 ×𝑆 )

= Lama waktu curah hujan/ lama waktu konsentrasi aliran


(jam).

3.4.2 Metoda Haspers

Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen, yaitu rumus
Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :

Q = ..qn.A

dimana :

1 + 0.012×𝐴0.70
 = Run off coefisien. = 1 + 0.075×𝐴0.70
1 𝑡+3.70×10−0.40𝑡 𝐴0.75
 = Reduction coefisien; = 1+ ×
𝛽 𝑡 2 +15 12
𝑡×𝑅
qn = Hujan maksimum (m3/km2/det) = 3.6×𝑡𝑛

t = Lamaya curah hujan = 0.10 × 𝐿0.80 × 𝑖 −0.30


L = Panjang sungai (km)
i = Kemiringan sungai
𝑡×𝑅𝑡
Rn = 𝑡+1

Rt = Curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (mm)

III-14
A = Luas Catchment Area (km2)
Q = Debit maksimum (m3/det)

3.4.3 Metode Melchior

Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Melchior digunakan persamaan


sebagai berikut :

Q = ..I.A

dimana :

 = Run off coefisien, Melchior menetapkan antara 0.42 – 0.62.


 = Reduction coefisien = 𝛽1 × 𝛽2
1970
F = − 3960 + (1720 × 𝛽1 )
𝛽1 −0.12

= Luas elips yang mengelilingi daerah aliran sungai dengan


sumbu panjang “a” tidak lebih dari 1.50 kali pendek “b”.
Besaran F dinyatakan dalam km2, dan nilainya > luas
daerah pengaliran A.
𝛽2 = Ditentukan berdasarkan hubungan antara F dan lama
hujan, lihat tabel berikut:
Tabel III.10 Presentase 𝜷𝟐 menurut Melchior

F Lama Hujan, t (jam)


2
(Km ) 1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 24
0 44 64 80 89 92 92 93 94 95 96 100
10 37 57 70 80 82 84 87 90 91 95 100
50 29 45 57 66 70 74 79 83 88 94 100
300 20 33 43 52 57 61 59 77 85 93 100
~ 12 23 32 42 50 54 66 74 83 92 100
Sumber: Subarkah 1980

10×𝛽×𝑅24
I = Intensitas hujan (m3/km2/det) = 36×𝑡𝑐
10×𝐿
tc = Waktu konsentrasi (jam) =
36×𝑉

V = Kecepatan aliran (m/s) = 1.31 × (𝑄 × 𝑆 2 )0.2


𝐻
S = Kemiringan sungai = 𝐿

III-15
H = Beda tinggi antara tinggi titik pengamatan dan titik terjauh
sungai (m)
L = Panjang sungai utama (m)
A = Luas Catchment Area (km2)
Q = Debit maksimum (m3/det)

3.4.4 Metode Weduwen

Metode ini digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana untuk daerah aliran
sungai yang luasnya <100 Km2.

Dasar dari metode ini sama dengan metode Melchior, yaitu Rasional, digambarkan
dalam bentuk yang kita kenal sebagai rumus :

Q = ..I.A

dimana :
4.10
 = Run off coefisien = 1 − 1+7
𝑡+1
120+ ×𝐴
 = Reduction coefisien = 𝑡+9
120+𝐴
7.74
I = Intensitas hujan ( m3/km2/dt) = 𝑡+1.45
0.476×𝐴3/8
t = Lamanya hujan (jam) = (𝛼×𝛽×𝐼)1/8 ×𝑆1/4

S = Kemiringan sungai
A = Luas Catchment (km2)
Q = Debit maksimum (m3/dt)

3.4.5 Hidrograf Satuan

Adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata di seluruhDAS dengan intensitas tetap dalam satu
satuan waktu tertentu.

Untuk memperoleh hidrograf satuan dalam suatu kasus banjir, maka diperlukan
data sebagai berikut:

Rekaman AWLR
Pengukuran debit yang cukup
Data hujan biasa (manual)
III-16
Data hujan otomatis

Maka dari itu untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan pada suatu daerah
sebenarnya sangat sulit, karena ketersediaan data biasanya tidak dapat terpenuhi.
Oleh karena itu dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf satuan
tanpa

mempergunakan data tersebut di atas, biasanya disebut hidrograf satuan sintetik.


Banyak metode telah dikembangkan seperti hidrograf satuan sintetik F.F. Snyner,
Nakayashu, HSS Gama I dan lain sebagainya.

3.5 ANALISA LOKASI JPL 21

3.5.1 Perhitungan Debit Banjir JPL 21

Untuk menghitung debit rencana, perlu dikaji terlebih dahulu lokasi yang ditinjau
terutama luasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Lokasi kajian adalah sungai yang
berada dekat dengan lokasi rencana jembatan KA JPL 21, dimana menurut
keterangan penduduk setempat ketika hujan besar sering terjadi banjir, bahkan
sampai menggenangi badan jalan dimana rencana jembatan KA JPL 21 akan
dibangun. Sehingga kemungkinan kedepan badan jalan akan dinaikkan elevasinya
harus diperhitungkan ketika membangun dan mendesain elevasi jembatan KA
JPL 21.

Gambar III-2 Lokasi Kajian dan Luasan Daerah Aliran


Sungai (3302.15 Ha)

III-17
JPL 21

Gambar III-3 Lokasi Pekerjaan JPL 21

III-18
Berdasarkan ketersediaan data maka debit banjir rencana ditetapkan
menggunakan metode Rasional. Sebelum itu dihitung angka intensitas hujan
dengan metode Mononobe.
2 0, 385
 Rt  24  3  0,87  L2 
I     t   

c
 24  t  dan  1000 S 

dimana:

I = Intensitas hujan (mm/jam)


t = Lamanya hujan (jam)
tc = Waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang DAS (km)
S = Kemiringan rata-rata memanjang sungai
Rt = Curah hujan (mm)

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.11 Hasil Perhitungan Intensitas Hujan di Lokasi


JPL 21
Intensitas
Periode Ulang Rt (mm)
Hujan
R2 104.19 30.33
R5 126.58 36.84
R10 138.31 40.26
R25 149.73 43.58
R50 158.83 46.23
R100 166.30 48.40
R1000 186.56 54.30
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan

Langkah selanjutnya menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan


persamaan Rasional.

III-19
Tabel III.12 Hasil Perhitungan Debit Bajir Metode
Rasional Lokasi JPL 21
Luas
Intensitas Koefisien
Catchment Debit Banjir
Periode Ulang Hujan Pengaliran
Area (A) (Q) (m3/det)
(mm/jam) (C)
(Ha)
R2 30.33 0.63 3302.15 175.42
R5 36.84 0.63 3302.15 213.06
R10 40.26 0.63 3302.15 232.84
R25 43.58 0.63 3302.15 252.04
R50 46.23 0.63 3302.15 267.37
R100 48.40 0.63 3302.15 279.92
R1000 54.30 0.63 3302.15 314.04
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan

3.5.2 Perhitungan Hidrolika

Analisis hidrolika sungai dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas alur sungai


pada kondisi sekarang terhadap banjir rencana dan profil muka air banjir sepanjang
alur yang ditinjau. Salah satu hasil perhitungan kapasitas alur adalah nilai kapasitas
sungai (bank full capacity). Salah satu pendekatan dalam perhitungan hidraulik
sungai adalah dengan menggunakan rumus Manning yang menganggap aliran
sungai adalah aliran tetap sebagai berikut :
1
V = × 𝑅 2/3 × 𝐼1/2
𝑛
𝑄
V = 𝐴
𝐴
R = 𝑃

A = (b + mh)h
P = 𝑏 + 2ℎ × √𝑚2 + 1

Dimana :

V = Kecepatan Aliran, m/det.


Q = debit, m3/det.
A = luas potongan melintang aliran, m2
R = jari-jari hidraulis, m
P = Keliling basah, m
b = lebar dasar sungai, m
h = tinggi air, m
III-20
I = kemiringan energi
n = koefisien kekasaran Manning
m = kemiringan talud (1V : mH)

Perhitungan tinggi muka air pada setiap penampang dilakukan dengan methode
Standard Step Method.

Gambar III-4 Ilustrasi Perhitungan Muka Air Sungai

Dimana:

𝑍1 = 𝑌1 + 𝑧1 = 𝑌1 + 𝑆𝑜 . ∆𝑋 + 𝑧2
𝑍2 = 𝑌2 + 𝑧2

Kehilangan energi akibat gesekan :

ℎ𝑓 = 𝑆𝑓 . ∆𝑋
1
ℎ𝑓 = 2 (𝑆𝑓1 + 𝑆𝑓2 ). ∆𝑋
𝑉2
1 𝑉22
𝑆𝑜 . ∆𝑋 + 𝑌1 + 𝛼1 2𝑔 = 𝑆𝑓 . ∆𝑋 + 𝑌2 + 𝛼2 2𝑔

1𝑉2 2𝑉2
𝑍1 + 𝛼1 2𝑔 = 𝑍2 + 𝛼2 2𝑔 + ℎ𝑓 + ℎ𝑒
𝑉
ℎ𝑒 = 𝑘 (𝛼 2𝑔2 )

𝑉2
Besar ℎ𝑒 adalah fungsi dari perubahan tinggi energi (𝛼 2𝑔), pada saluran prismatik

besar ℎ𝑒 = 0. Tinggi energi pada penampang saluran yang ditinjau :

III-21
1 𝑉2
𝐻1 = 𝑍1 + 𝛼1 2𝑔 dan

2 𝑉2
𝐻2 = 𝑍2 + 𝛼2 2𝑔

maka:

𝐻1 = 𝐻2 + ℎ𝑓 + ℎ𝑒
Z = elevasi muka air
X = jarak penampang yang ditinjau
Y = dalamnya air
A = luas penampang
V = kecepatan aliran rata-rata
𝑉2
𝛼 2𝑔 = tinggi kecepatan

H = tinggi energi
S = kemiringan
ℎ𝑓 = kehilangan energi karena kemiringan
ℎ𝑒 = kehilangan energi karena kecepatan aliran

Pada kondisi sebenarnya, penampang sungai tidak prismatis dan bahkan sangat
beragam bentuknya. Analisis profil aliran, disamping menggunakan pendekatan
aliran tunak (steady flow) seperti uraian di atas juga akan dilakukan analisis dengan
pendekatan aliran tidak tunak (unsteady flow). Analisis profil muka air dengan
pendekatan aliran tidak tunak adalah karena salah satu hal yang mempengaruhi
muka air adalah besaran aliran yang tidak konstan dalam dimensi waktu.

Namun, dalam kasus ini dengan keterbatasan data perhitungan profil muka air
dilakukan dengan asusmsi kondisi tunak, dan menggunakan bantuan paket
program HEC-RAS (Hydraulic Engineering Center - River Analysis System dari US
Army Corps of Engineers).

Penyusunan model hidrolis sungai dengan menggunakan data hasil pengukuran


penampang sungai yang dilaksanakan oleh Konsultan.

3.5.2.1 Tinjauan Umum Model

Program HEC-RAS merupakan program yang dikeluarkan oleh U.S. Army Corps of
Engineers. Program HEC-RAS sendiri dikembangkan oleh The Hydrologic

III-22
Engineering Center (HEC), yang merupakan bagian dari U.S. Army Corps of
Engineers.

Program dengan versi yang terbaru ini dapat menangani jaringan saluran air secara
penuh dengan memodelkan aliran subkritis, superkritis dan aliran mixed untuk
kalkulasi aliran tunak. Perhitungan dasarnya mengikuti prosedur pemecahan
kalkulasi energi aliran satu dimensi. Kehilangan energi dievaluasikan terhadap friksi
yang terjadi pada saat pengaliran (persamaan manning), kontraksi dan ekspansi
saluran (dengan koefisiennya yang dikalikan dengan kecepatan alir).

Persamaan momentum digunakan saat situasi dimana profil muka air secara cepat
bervariasi. Situasi ini termasuk perhitungan mixed flow regime (misalnya loncatan
hidrolik), perhitungan pada hidrolika aliran melintasi jembatan dan perhitungan
pada junction (pertemuan dan perpisahan dua atau lebih saluran). Selanjutnya
perhitungan juga bisa dilakukan terhadap talang air, gorong-gorong, pompa air dan
struktur bangunan air lainnya termasuk perhitungan aliran dengan saluran tertutup
es.

Program HEC-RAS menggunakan pengaturan data dimana dengan data geometri


yang sama bisa dilakukan kalkulasi data aliran yang berbeda-beda, begitu juga
sebaliknya. Data geometri terdiri dari lay out pemodelan disertai cross section untuk
saluran-saluran yang dijadikan model. Bangunan-bangunan air serta storage area
berada dalam masukan data geometri pemodelan. Data aliran ditempatkan terpisah
dengan data geometri. Data aliran bisa dipakai salah satu diantara data aliran tunak
dan data aliran tak tunak. Setiap data aliran tersebut mengharuskan diisinya
besaran boundary condition dan initial condition yang sesuai agar pemodelan bisa
dijalankan.

Bentuk hidrograf hanya bisa diisikan pada data aliran tak tunak. Selanjutnya bisa
dilakukan kalkulasi dengan membuat rencana komputasi. Rencana komputasi
harus terdiri dari satu data geometri dan satu data aliran.

3.5.2.2 Masukkan Untuk Pemodelan

Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu merupakan
bahan masukan pada pemodelan. Program yang digunakan hanya menggunakan
kejadian hidrologi dan kejadian hidrolika yang berpengaruh besar pada

III-23
perhitungan. Pemodelan yang dibuat tidak memperhitungkan besarnya evaporasi
dan rembesan mengingat kecilnya daerah tinjauan sehingga pengaruh evaporasi
dan rembesan diperkirakan sangat kecil.

Data-data yang paling penting untuk melakukan pemodelan kali ini adalah data
geometri daerah kajian dan data perhitungan hidrologi pada lokasi tertentu sebagai
syarat batas. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air menggunakan
data hasil pengukuran dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan hidrologi
berupa data debit banjir dengan beberapa periode ulang.

Pemodelan dibuat dengan memanfaatkan data debit banjir hasil perhitungan


dengan persamaan Rasional. Data elevasi muka air yang tercatat adalah data
elevasi muka air pada tiap segmen atau cross section yang diamati.

3.5.2.3 Data Geometri

Input data yang dilakukan adalah menggambarkan profil aliran yang akan
dimodelkan dan memasukkan data cross section pada masing-masing saluran.

Langkah selanjutnya adalah memasukkan data geometri dari potongan melintang.


Contoh masukan data potongan melintang saluran yang dimodelkan adalah
sebagai berikut :

Gambar III-5 Contoh Input Data Cross Section


Pemodelan Penampang Sungai

III-24
3.5.2.4 Koefisien Kekasaran Saluran/ Sungai

Koefisien kekasaran saluran adalah suatu besaran yang merepresentasikan nilai


hambatan dalam suatu aliran. Nilai hambatan ini ditentukan dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran saluran seperti faktor kekasaran
permukaan, tumbuhan, ketidakteraturan saluran, trase saluran, pengendapan dan
penggerusan saluran, ukuran dan bentuk saluran. Besar nilai koefisien kekasaran
berdasarkan tabel yang disusun oleh Ven Te Chow (1959).

3.5.2.5 Koefisien Kontraksi dan Ekspansi

Koefisien kontraksi dan ekspansi digunakan untuk memperkirakan besarnya


kehilangan energi (energy loss) yang disebabkan kontraksi dan ekspansi aliran.
Besarnya nilai koefisien ini berdasarkan perubahan tinggi kecepatan dari suatu
cross section sampai cross section selanjutnya. Dalam pemodelan ini besarnya
koefisien kontraksi dan ekspansi adalah sebesar 0,1 dan 0,3.

3.5.2.6 Kondisi Batas

Kondisi batas adalah untuk merepresentasikan masukan yang akan diperhitungkan


dalam penggunaan model hidrolis. Kondisi batas hulu model untuk nilai masukan
yang akan disimulasikan. Fasilitas masukan yang disediakan oleh HEC-RAS untuk
batas hulu adalah hidrograf banjir, fluktuasi muka air atau gabungan keduanya
menurut waktu yang akan dimodelkan, atau kondisi batas dapat dispesifikasikan
sebagai berikut:

Tinggi muka air dan debit, dapat dalam bentuk konstan maupun berubah
menurut urutan waktu.
Aliran tambahan kedalam jaringan saluran, dapat dispesifikasikan sebagai
debit yang berubah menurut waktu atau berupa hubungan antara curah hujan
dan aliran permukaan (run-off).
Hubungan debit dengan tinggi muka air (rating curve) dalam bentuk tabel.

Kondisi batas hulu yang digunakan pada pemodelan ini diperoleh dari hasil analisis
hidrologi berupa debit banjir rencana. Input data kondisi batas dapat dilihat pada
gambar-gambar berikut ini.

III-25
Gambar III-6 Contoh Input Data Aliran Tunak (Steady
Flow)

3.5.2.7 Analisa Model

Kemudian dilakukan analisa dengan me-running tombol steady flow analysis, yang
akan mendapatkan tinggi muka air akibat debit yang telah dimasukan ke dalam
data.

Gambar III-7 Kotak Dialog Utama Program HEC-RAS

III-26
Gambar III-8 Hasil Analisis Ketinggian Saluran Pada
Penampang Sungai (Mengalami Banjir sampai Elevasi
6.50 m)

III-27
Gambar III-9 Peta Genangan di Lokasi Pekerjaan

III-28
3.6 ANALISA LOKASI JPL 116

3.6.1 Perhitungan Debit Banjir

Untuk lokasi ini yang ditinjau adalah air hujan yang dialirkan di saluran samping rel KA,
dimana daerah tangkapan hujan hanya mencakup daerah yang dengan kemungkinan
besar akan mengalir ke arah rel KA. Dengan menggunakan data topografi hasil
pengukuran lapangan dan dibantu dengan gambar dari aplikasi Google Earth, maka
luasan tangkapan sungai adalah seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Luas daerah
tangkapan
hujan 8.86 Ha

Gambar III-10 Lokasi Pekerjaan JPL-116 dengan Luas


Daerah Tangkapan Hujan 8.86 Ha

III-29
JPL 116

Gambar III-11 Topografi Lokasi Pekerjaan JPL 116 dengan


Batas Daerah Tangkapan Hujan 8.86 Ha

III-30
Berdasarkan ketersediaan data maka debit banjir rencana ditetapkan menggunakan
metode Rasional. Sebelum itu dihitung angka intensitas hujan dengan metode
Mononobe.
2 0, 385
 Rt  24  3  0,87  L2 
I     t   

c
   dan
24 t  1000 S 

dimana:

I = Intensitas hujan (mm/jam)


t = Lamanya hujan (jam)
tc = Waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang DAS (km)
S = Kemiringan rata-rata memanjang sungai
Rt = Curah hujan (mm)

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.13 Hasil Perhitungan Intensitas Hujan di Lokasi


JPL 116
Intensitas
Periode Ulang Rt (mm)
Hujan
R2 104.19 157.34
R5 126.58 191.15
R10 138.31 208.86
R25 149.73 226.10
R50 158.83 239.85
R100 166.30 251.12
R1000 186.56 281.71
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan

Langkah selanjutnya menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan


persamaan Rasional.

III-31
Tabel III.14 Hasil Perhitungan Debit Bajir Metode Rasional
di Lokasi JPL 116
Luas
Intensitas Koefisien
Catchment Debit Banjir
Periode Ulang Hujan Pengaliran
Area (A) (Q) (m3/det)
(mm/jam) (C)
(Ha)
R2 157.34 0.67 8.86 2.60
R5 191.15 0.67 8.86 3.16
R10 208.86 0.67 8.86 3.45
R25 226.10 0.67 8.86 3.74
R50 239.85 0.67 8.86 3.96
R100 251.12 0.67 8.86 4.15
R1000 281.71 0.67 8.86 4.65
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan

3.6.2 Perhitungan Hidrolika

Analisis hidrolika sungai dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas alur sungai pada
kondisi sekarang terhadap banjir rencana dan profil muka air banjir sepanjang alur
yang ditinjau. Salah satu hasil perhitungan kapasitas alur adalah nilai kapasitas sungai
(bank full capacity). Salah satu pendekatan dalam perhitungan hidraulik sungai adalah
dengan menggunakan rumus Manning yang menganggap aliran sungai adalah aliran
tetap sebagai berikut :
1
V = × 𝑅 2/3 × 𝐼1/2
𝑛
𝑄
V = 𝐴
𝐴
R =
𝑃

A = (b + mh)h
P = 𝑏 + 2ℎ × √𝑚2 + 1

Dimana :

V = Kecepatan Aliran, m/det.


Q = debit, m3/det.
A = luas potongan melintang aliran, m2
R = jari-jari hidraulis, m
P = Keliling basah, m
b = lebar dasar sungai, m

III-32
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi
n = koefisien kekasaran Manning
m = kemiringan talud (1V : mH)

Dengan persamaan debit metode Rasional:

Q = 0,00278 . C.I.A

Dimana:

Q = Debit banjir rancangan (m3/det)


C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas DAS (Ha)

Saluran direncanakan menggunakan penampang trapesium dimana penampang


1
ekonomis trapesium kemiringan talud ditentukan m = = 0.58. dan b = h, dengan
√3

mensubsitusikan konstanta tersebut pada persamaan debit dan kecepatan Manning


maka didapat:

𝑄×𝑛 3/8
h = (0.9×√𝑆)

Dengan memasukkan debit dengan perioda ulang tertentu akan didapat penampang
yang diperlukan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.15 Perhitungan Dimensi Saluran dengan


Penampang Trapesium

Tinggi Lebar Luas


Koefisien
Debit Banjir Kemiringan Penampang Penampang Kemiringan Penampang
Periode Ulang Kekasaran
(Q) (m3/det) Saluran Basah Basah Talud Basah Saluran
(n)
Saluran (m) Saluran (m) (m2)
R2 2.60 0.025 0.02941 0.73 0.73 0.58 0.84
R5 3.16 0.025 0.02941 0.78 0.78 0.58 0.96
R10 3.45 0.025 0.02941 0.81 0.81 0.58 1.04
R25 3.74 0.025 0.02941 0.83 0.83 0.58 1.09
R50 3.96 0.025 0.02941 0.85 0.85 0.58 1.14
R100 4.15 0.025 0.02941 0.87 0.87 0.58 1.20
R1000 4.65 0.025 0.02941 0.90 0.90 0.58 1.28
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan pembulatan pembulatan

III-33
Dengan menggunakan debit periode ulang 50 tahunan, maka dimensi minimum
penampang trapesium yang digunakan adalah b = 0.85 m; h = 0.85 m dengan
kemiringan talud m = 0.58 dengan freeboard f = 0.15 m.

0.15
0.85
1

0.58
0.85

Gambar III-12Penampang Minimum Saluran Drainase di


Samping Rel KA Lokasi JPL 116

III-34

Anda mungkin juga menyukai