Data yang di dapat untuk analisa hujan adalah data hujan harian maksimum dimana
konsultan menemukan 3 (tiga) stasiun hujan yang berdekatan dengan lokasi
pekerjaan. Adapaun stasiun hujan adalah sebagai berikut:
III-1
Tabel III.2 Stasiun Hujan Mallanroe, Soppeng,
Sulawesi Selatan
III-2
Gambar III-1 Peta Lokasi Stasiun Hujan
Dapat dilihat bahwa berdasarkan kelengkapan data dan posisi stasiun, maka
stasiun Mallanroe, Batubassi dan PG. Camming yang akan dipakai sebagai data
dasar perhitungan hidrologi, karena dengan posisinya yang berada di lokasi
pekerjaan, dianggap paling bisa mewakili dan menggambarkan bagaimana pola
dan intensitas curah hujan di wilayah pekerjaan.
Konsultan juga telah menganalisa awal dengan menggunakan data dari stasiun
yang lain, konsultan mendapatkan nilai error yang melebihi ambang batas sehingga
data tidak bisa terpakai.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa curah hujan yang dipakai adalah dari 3 (tiga
stasiun saja yaitu stasiun Mallanroe, Batubassi dan PG. Camming, dengan
mempertimbangkan kelengkapan data dan posisi stasiun. Sehingga tahapan
perhitungan curah hujan rata-rata menggunakan metode rata-rata aljabar.
III-3
Tabel III.4 Tabel Curah Hujan Maksimum Rata-Rata dari
Beberapa Stasiun Hujan
Analisis curah hujan rencana berguna untuk mengetahui besarn curah hujan
maksimum dengan periode ulang tertentu yang berguna dalam perhitungan debit
rencana. Metode yang digunakan untuk perhitungan curah hujan, yaitu cara statistik
atau metode distribusi pada curah hujan harian maksimum rata-rata DAS. Analisis
curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis
distribusi diantaranya adalah sebagai berikut:
III-4
Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik
distribusi hujan daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada
masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.
Uraian masing-masing dari metoda yang dipakai adalah sebagai berikut :
Merupakan fungsi distribusi kumulatif (CDF) Normal atau dikenal dengan distribusi
Gauss (Gaussian Distribution). Distribusi normal memiliki fungsi kerapatan
probabilitas yang dirumuskan :
x
2
; x
1
F (x) . exp 1 .
. 2. 2
Dimana :
dan = parameter statistik, yang masing-masing adalah nilai rata-
rata dan standar deviasi dari variat.
Untuk curah hujan rencana yang dihit`ung dengan menggunakan Persamaan Log
Normal 2 Parameter yang digunakan adalah:
∑(𝑙𝑜𝑔𝑥̅ − 𝑙𝑜𝑔𝑥𝑖 )2
Slogx =√ (𝑛−1)
∑ 𝑙𝑜𝑔𝑥𝑖
log 𝑥̅ = 𝑛
Dimana:
III-5
Slogx = standard deviasi dari rangkaian data dalam harga
logaritmiknya
Cv = koefisien variasi dari log normal 2 parameter.
Menurut Gumbel, curah hujan untuk perioda ulang tertentu (Tr) dihitung
berdasarkan persamaan sebagai berikut.
Y Yn
X TR X TR * S x
Sn
TR 1
YTR ln ln
TR
X
n
2
i X
Sx i 1
n 1
Dimana:
III-6
Tabel III.5 Nilai Koefisien Yn dan Sn untuk Metode
Gumbel
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Dr. Ir. Suripin M. Eng, 2004
Log X
Log X
n
S log X
LogX LogX 2
n 1
C
n LogX LogX 3
n 1n 2 S LogX 3
III-7
Dimana:
III-8
Skew RETURN PERIODE(YEAR)
Coef. 2 5 10 25 50 100 200
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Dr. Ir. Suripin M. Eng, 2004
III-9
3.3.5 Distribusi Haspers
n 1 n 1
1 T1 2 T2
m1 ; m2
1 R1 Ra R2 Ra
Sx
2 1 2
Rt Ra Sx
III-10
Tabel III.7 Nilai Standard Variable untuk Beberapa
Periode Ulang
T μ T μ T μ T μ
1.00 -1.86 6 0.81 38 2.49 94 3.37
1.01 -1.35 7 0.88 39 2.51 96 3.39
1.02 -1.26 7 0.95 40 2.54 98 3.41
1.03 -1.23 8 1.01 41 2.56 100 3.43
1.04 -1.19 8 1.06 42 2.59 110 3.53
1.05 -1.15 9 1.17 43 2.61 120 3.62
1.06 -1.12 10 1.26 44 2.63 130 3.70
1.08 -1.07 11 1.35 45 2.65 140 3.77
1.10 -1.02 12 1.43 46 2.67 150 3.84
1.15 -0.93 13 1.50 47 2.69 160 3.91
1.20 -0.85 14 1.57 48 2.71 170 3.97
1.25 -0.79 15 1.63 49 2.73 180 4.03
1.30 -0.73 16 1.69 50 2.75 190 4.09
1.35 -0.68 17 1.74 52 2.79 200 4.14
1.40 -0.63 18 1.80 54 2.83 220 4.24
1.50 -0.54 19 1.85 56 2.86 240 4.33
1.60 -0.46 20 1.89 58 2.90 260 4.42
1.70 -0.40 21 1.94 60 2.93 280 4.50
1.80 -0.33 22 1.98 62 2.96 300 4.57
1.90 -0.28 23 2.02 64 2.99 350 4.77
2.00 -0.22 24 2.06 66 3.02 400 4.88
2.20 -0.13 25 2.10 68 3.05 450 5.01
2.40 -0.04 26 2.13 70 3.08 500 5.13
2.60 0.04 27 2.17 72 3.11 600 5.33
2.80 0.11 28 2.19 74 3.13 700 5.51
3.00 0.17 29 2.24 76 3.16 800 5.56
3.20 0.24 30 2.27 78 3.18 900 5.80
3.40 0.29 31 2.30 80 3.21 1000 5.92
3.60 0.34 32 2.33 82 3.23 5000 7.90
3.80 0.39 33 2.36 84 3.26 10000 8.83
4.00 0.44 34 2.39 86 3.28 50000 11.08
4.50 0.55 35 2.41 88 3.30 80000 12.32
5.00 0.64 36 2.44 90 3.33 500000 13.74
5.50 0.73 37 2.47 92 3.35
Sumber: Suripin, 2004
Kemudian dari hasil kelima metode analisa frekuensi yang dilakukan, dilakukan uji
kecocokan metode Chi-Square dan metode Smirnov-Kolmogorov untuk
menentukan metode mana yang menghasilkan error terkecil, yang dipilih menjadi
curah hujan rencana yang selanjutnya dipergunakan untuk mencari debit banjir di
lokasi studi. Didapat Metode Normal memepunyai error terkecil, berikut disajikan
hasil rekapitulasi perhitungan hujan rencana.
III-11
Tabel III.8 Rekapitulasi Uji Kecocokan Metode Chi-
Square dan Metode Smirnov-Kolmogorov
Dari analisa uji kecocokan di dapat bahwa hasil metoda Normal yang akan di pakai
sebagai perhitungan Curah Hujan rencana karena memiliki deviasi dan error yang
paling kecil dari metode yang lainnya. Berikut rekapitulasi perhiungan Curah Hujan
rencana dengan beragam metode perhitungan pada periode ulang tertentu.
III-12
Tabel III.9 Tabel Hujan Rencana
Dalam analisa perhitungan debit banjir rencana pada daerah studi, digunakan
beberapa metode yang berlaku saat ini, yaitu :
Metode Rasional
Metode Haspers
Metode Melchior
Metode Weduwen
Hidrograf Satuan
Dalam analisa debit banjir rencana dihitung berdasarkan perkiraan debit dengan
beberapa periode ulang tahunan. Debit rancangan ditetapkan pada posisi rencana
lokasi jembatan untuk masing-masing sungai.
Metode Rasional menyatakan bahwa puncak limpasan pada suatu DAS akan
diperoleh pada intensitas hujan maksimum yang lamanya sama dengan waktu
konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk
pengaliran air dari yang paling ujung dari suatu DAS sampai ke outlet.
Dimana :
Untuk pendugaan intensitas hujan dengan lama hujan kurang dari 24 jam,
digunakan rumus empirik dari dr. Mononobe :
2/3
R 24
It = t
24 T
dengan :
Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen, yaitu rumus
Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :
Q = ..qn.A
dimana :
1 + 0.012×𝐴0.70
= Run off coefisien. = 1 + 0.075×𝐴0.70
1 𝑡+3.70×10−0.40𝑡 𝐴0.75
= Reduction coefisien; = 1+ ×
𝛽 𝑡 2 +15 12
𝑡×𝑅
qn = Hujan maksimum (m3/km2/det) = 3.6×𝑡𝑛
III-14
A = Luas Catchment Area (km2)
Q = Debit maksimum (m3/det)
Q = ..I.A
dimana :
10×𝛽×𝑅24
I = Intensitas hujan (m3/km2/det) = 36×𝑡𝑐
10×𝐿
tc = Waktu konsentrasi (jam) =
36×𝑉
III-15
H = Beda tinggi antara tinggi titik pengamatan dan titik terjauh
sungai (m)
L = Panjang sungai utama (m)
A = Luas Catchment Area (km2)
Q = Debit maksimum (m3/det)
Metode ini digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana untuk daerah aliran
sungai yang luasnya <100 Km2.
Dasar dari metode ini sama dengan metode Melchior, yaitu Rasional, digambarkan
dalam bentuk yang kita kenal sebagai rumus :
Q = ..I.A
dimana :
4.10
= Run off coefisien = 1 − 1+7
𝑡+1
120+ ×𝐴
= Reduction coefisien = 𝑡+9
120+𝐴
7.74
I = Intensitas hujan ( m3/km2/dt) = 𝑡+1.45
0.476×𝐴3/8
t = Lamanya hujan (jam) = (𝛼×𝛽×𝐼)1/8 ×𝑆1/4
S = Kemiringan sungai
A = Luas Catchment (km2)
Q = Debit maksimum (m3/dt)
Adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata di seluruhDAS dengan intensitas tetap dalam satu
satuan waktu tertentu.
Untuk memperoleh hidrograf satuan dalam suatu kasus banjir, maka diperlukan
data sebagai berikut:
Rekaman AWLR
Pengukuran debit yang cukup
Data hujan biasa (manual)
III-16
Data hujan otomatis
Maka dari itu untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan pada suatu daerah
sebenarnya sangat sulit, karena ketersediaan data biasanya tidak dapat terpenuhi.
Oleh karena itu dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf satuan
tanpa
Untuk menghitung debit rencana, perlu dikaji terlebih dahulu lokasi yang ditinjau
terutama luasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Lokasi kajian adalah sungai yang
berada dekat dengan lokasi rencana jembatan KA JPL 21, dimana menurut
keterangan penduduk setempat ketika hujan besar sering terjadi banjir, bahkan
sampai menggenangi badan jalan dimana rencana jembatan KA JPL 21 akan
dibangun. Sehingga kemungkinan kedepan badan jalan akan dinaikkan elevasinya
harus diperhitungkan ketika membangun dan mendesain elevasi jembatan KA
JPL 21.
III-17
JPL 21
III-18
Berdasarkan ketersediaan data maka debit banjir rencana ditetapkan
menggunakan metode Rasional. Sebelum itu dihitung angka intensitas hujan
dengan metode Mononobe.
2 0, 385
Rt 24 3 0,87 L2
I t
c
24 t dan 1000 S
dimana:
III-19
Tabel III.12 Hasil Perhitungan Debit Bajir Metode
Rasional Lokasi JPL 21
Luas
Intensitas Koefisien
Catchment Debit Banjir
Periode Ulang Hujan Pengaliran
Area (A) (Q) (m3/det)
(mm/jam) (C)
(Ha)
R2 30.33 0.63 3302.15 175.42
R5 36.84 0.63 3302.15 213.06
R10 40.26 0.63 3302.15 232.84
R25 43.58 0.63 3302.15 252.04
R50 46.23 0.63 3302.15 267.37
R100 48.40 0.63 3302.15 279.92
R1000 54.30 0.63 3302.15 314.04
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan
A = (b + mh)h
P = 𝑏 + 2ℎ × √𝑚2 + 1
Dimana :
Perhitungan tinggi muka air pada setiap penampang dilakukan dengan methode
Standard Step Method.
Dimana:
𝑍1 = 𝑌1 + 𝑧1 = 𝑌1 + 𝑆𝑜 . ∆𝑋 + 𝑧2
𝑍2 = 𝑌2 + 𝑧2
ℎ𝑓 = 𝑆𝑓 . ∆𝑋
1
ℎ𝑓 = 2 (𝑆𝑓1 + 𝑆𝑓2 ). ∆𝑋
𝑉2
1 𝑉22
𝑆𝑜 . ∆𝑋 + 𝑌1 + 𝛼1 2𝑔 = 𝑆𝑓 . ∆𝑋 + 𝑌2 + 𝛼2 2𝑔
1𝑉2 2𝑉2
𝑍1 + 𝛼1 2𝑔 = 𝑍2 + 𝛼2 2𝑔 + ℎ𝑓 + ℎ𝑒
𝑉
ℎ𝑒 = 𝑘 (𝛼 2𝑔2 )
𝑉2
Besar ℎ𝑒 adalah fungsi dari perubahan tinggi energi (𝛼 2𝑔), pada saluran prismatik
III-21
1 𝑉2
𝐻1 = 𝑍1 + 𝛼1 2𝑔 dan
2 𝑉2
𝐻2 = 𝑍2 + 𝛼2 2𝑔
maka:
𝐻1 = 𝐻2 + ℎ𝑓 + ℎ𝑒
Z = elevasi muka air
X = jarak penampang yang ditinjau
Y = dalamnya air
A = luas penampang
V = kecepatan aliran rata-rata
𝑉2
𝛼 2𝑔 = tinggi kecepatan
H = tinggi energi
S = kemiringan
ℎ𝑓 = kehilangan energi karena kemiringan
ℎ𝑒 = kehilangan energi karena kecepatan aliran
Pada kondisi sebenarnya, penampang sungai tidak prismatis dan bahkan sangat
beragam bentuknya. Analisis profil aliran, disamping menggunakan pendekatan
aliran tunak (steady flow) seperti uraian di atas juga akan dilakukan analisis dengan
pendekatan aliran tidak tunak (unsteady flow). Analisis profil muka air dengan
pendekatan aliran tidak tunak adalah karena salah satu hal yang mempengaruhi
muka air adalah besaran aliran yang tidak konstan dalam dimensi waktu.
Namun, dalam kasus ini dengan keterbatasan data perhitungan profil muka air
dilakukan dengan asusmsi kondisi tunak, dan menggunakan bantuan paket
program HEC-RAS (Hydraulic Engineering Center - River Analysis System dari US
Army Corps of Engineers).
Program HEC-RAS merupakan program yang dikeluarkan oleh U.S. Army Corps of
Engineers. Program HEC-RAS sendiri dikembangkan oleh The Hydrologic
III-22
Engineering Center (HEC), yang merupakan bagian dari U.S. Army Corps of
Engineers.
Program dengan versi yang terbaru ini dapat menangani jaringan saluran air secara
penuh dengan memodelkan aliran subkritis, superkritis dan aliran mixed untuk
kalkulasi aliran tunak. Perhitungan dasarnya mengikuti prosedur pemecahan
kalkulasi energi aliran satu dimensi. Kehilangan energi dievaluasikan terhadap friksi
yang terjadi pada saat pengaliran (persamaan manning), kontraksi dan ekspansi
saluran (dengan koefisiennya yang dikalikan dengan kecepatan alir).
Persamaan momentum digunakan saat situasi dimana profil muka air secara cepat
bervariasi. Situasi ini termasuk perhitungan mixed flow regime (misalnya loncatan
hidrolik), perhitungan pada hidrolika aliran melintasi jembatan dan perhitungan
pada junction (pertemuan dan perpisahan dua atau lebih saluran). Selanjutnya
perhitungan juga bisa dilakukan terhadap talang air, gorong-gorong, pompa air dan
struktur bangunan air lainnya termasuk perhitungan aliran dengan saluran tertutup
es.
Bentuk hidrograf hanya bisa diisikan pada data aliran tak tunak. Selanjutnya bisa
dilakukan kalkulasi dengan membuat rencana komputasi. Rencana komputasi
harus terdiri dari satu data geometri dan satu data aliran.
Setiap data yang berhubungan dengan kondisi kajian sudah tentu merupakan
bahan masukan pada pemodelan. Program yang digunakan hanya menggunakan
kejadian hidrologi dan kejadian hidrolika yang berpengaruh besar pada
III-23
perhitungan. Pemodelan yang dibuat tidak memperhitungkan besarnya evaporasi
dan rembesan mengingat kecilnya daerah tinjauan sehingga pengaruh evaporasi
dan rembesan diperkirakan sangat kecil.
Data-data yang paling penting untuk melakukan pemodelan kali ini adalah data
geometri daerah kajian dan data perhitungan hidrologi pada lokasi tertentu sebagai
syarat batas. Data geometri untuk model saluran dan bangunan air menggunakan
data hasil pengukuran dan data ketinggian elevasi. Data perhitungan hidrologi
berupa data debit banjir dengan beberapa periode ulang.
Input data yang dilakukan adalah menggambarkan profil aliran yang akan
dimodelkan dan memasukkan data cross section pada masing-masing saluran.
III-24
3.5.2.4 Koefisien Kekasaran Saluran/ Sungai
Tinggi muka air dan debit, dapat dalam bentuk konstan maupun berubah
menurut urutan waktu.
Aliran tambahan kedalam jaringan saluran, dapat dispesifikasikan sebagai
debit yang berubah menurut waktu atau berupa hubungan antara curah hujan
dan aliran permukaan (run-off).
Hubungan debit dengan tinggi muka air (rating curve) dalam bentuk tabel.
Kondisi batas hulu yang digunakan pada pemodelan ini diperoleh dari hasil analisis
hidrologi berupa debit banjir rencana. Input data kondisi batas dapat dilihat pada
gambar-gambar berikut ini.
III-25
Gambar III-6 Contoh Input Data Aliran Tunak (Steady
Flow)
Kemudian dilakukan analisa dengan me-running tombol steady flow analysis, yang
akan mendapatkan tinggi muka air akibat debit yang telah dimasukan ke dalam
data.
III-26
Gambar III-8 Hasil Analisis Ketinggian Saluran Pada
Penampang Sungai (Mengalami Banjir sampai Elevasi
6.50 m)
III-27
Gambar III-9 Peta Genangan di Lokasi Pekerjaan
III-28
3.6 ANALISA LOKASI JPL 116
Untuk lokasi ini yang ditinjau adalah air hujan yang dialirkan di saluran samping rel KA,
dimana daerah tangkapan hujan hanya mencakup daerah yang dengan kemungkinan
besar akan mengalir ke arah rel KA. Dengan menggunakan data topografi hasil
pengukuran lapangan dan dibantu dengan gambar dari aplikasi Google Earth, maka
luasan tangkapan sungai adalah seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Luas daerah
tangkapan
hujan 8.86 Ha
III-29
JPL 116
III-30
Berdasarkan ketersediaan data maka debit banjir rencana ditetapkan menggunakan
metode Rasional. Sebelum itu dihitung angka intensitas hujan dengan metode
Mononobe.
2 0, 385
Rt 24 3 0,87 L2
I t
c
dan
24 t 1000 S
dimana:
III-31
Tabel III.14 Hasil Perhitungan Debit Bajir Metode Rasional
di Lokasi JPL 116
Luas
Intensitas Koefisien
Catchment Debit Banjir
Periode Ulang Hujan Pengaliran
Area (A) (Q) (m3/det)
(mm/jam) (C)
(Ha)
R2 157.34 0.67 8.86 2.60
R5 191.15 0.67 8.86 3.16
R10 208.86 0.67 8.86 3.45
R25 226.10 0.67 8.86 3.74
R50 239.85 0.67 8.86 3.96
R100 251.12 0.67 8.86 4.15
R1000 281.71 0.67 8.86 4.65
Sumber: Hasil Analisis & Perhitungan Konsultan
Analisis hidrolika sungai dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas alur sungai pada
kondisi sekarang terhadap banjir rencana dan profil muka air banjir sepanjang alur
yang ditinjau. Salah satu hasil perhitungan kapasitas alur adalah nilai kapasitas sungai
(bank full capacity). Salah satu pendekatan dalam perhitungan hidraulik sungai adalah
dengan menggunakan rumus Manning yang menganggap aliran sungai adalah aliran
tetap sebagai berikut :
1
V = × 𝑅 2/3 × 𝐼1/2
𝑛
𝑄
V = 𝐴
𝐴
R =
𝑃
A = (b + mh)h
P = 𝑏 + 2ℎ × √𝑚2 + 1
Dimana :
III-32
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi
n = koefisien kekasaran Manning
m = kemiringan talud (1V : mH)
Q = 0,00278 . C.I.A
Dimana:
𝑄×𝑛 3/8
h = (0.9×√𝑆)
Dengan memasukkan debit dengan perioda ulang tertentu akan didapat penampang
yang diperlukan. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
III-33
Dengan menggunakan debit periode ulang 50 tahunan, maka dimensi minimum
penampang trapesium yang digunakan adalah b = 0.85 m; h = 0.85 m dengan
kemiringan talud m = 0.58 dengan freeboard f = 0.15 m.
0.15
0.85
1
0.58
0.85
III-34