Anda di halaman 1dari 12
Sarifa Suhea, HkaOninisme: Sune Tawaran Sobesi Mengatasi Krisis Maral EKOFEMINISME: SUATU TAWARAN SOLUSI MENGATASI KRISIS MORAL Sarifa Suhra” Abstrack: This paper examines about ekofiminism that is @ a solution overcame ‘moral crisis, The offered issues are what ts the hackgriund of the emergence ekofominiim theory and how can i¢ be used as a solutian ta overcome ekofeminism moral erisis This tx due to the axsumpiton amd the reality thar modern human ctvitizanon both men and women are seen io dominate, dominate. explatt. The destruction of nature. pollution, rape of nature, crim, degradation of social solidarity, is a sma example of that happening tately. Qn the basis of moral breakdown, the feminisis who are increasingly aware that modern civilization has been so out ‘of balimce. 10 heavy an the quality of the masculine and Jess on quality of feminim such as lave, concern, care and maintenance. Fhofeminism want respect far mature and respect for the tnsttnution of family so that the children are maintained and educated weil in order to be a well character generation and care so as to create a balanve between femintre and masculine qualities in society Kata Kunci: ekofeminisme, krisis moral, solusi. PENDAHULUAN Di Indonesia kiprah perempuan di ranah publik tidak akan pernah hilang, terutama pada era pasca - Orde Baru. Hal ini dinilai sebagai momentum yang tepat untuk mengadakan perubahan di segala bidang, tidak terkecuali relasi gender. Istilah ketimpangan gender sudah ena ag yang konotasinya pasti dikaitkan dengan kondisi puan yang terpuruk, tertinggal, tersubordinasi, dan istilah lain yang sejenis. Alasannya cukup logis. Perempuan adalah sumber daya manusia yang jumlahnya besar, bahkan di seluruh dunia jumlahnya melebihi pria Akan tetapi, jumlah perempuan yang berkiprah di ranah publik selalu berada jauh di bawah laki, terutama di bidang politik. Rendahnya partisipasi perempuan di sektor publik ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, termasuk di negara-negara maju sekalipun. Oleh karena itu agenda kaum feminis sejak awal abad ini hingga sekarang senantiasa berusaha “Dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Watampone 181 Aa-Nisa’, Jurnal Studi Gender dan Islam PSW STATN Watampone Volume V¥, Nomer 2, Tahun 2012 mewujudkan kesetaraan gendersecara kuantitatif dan kuantitatif, yaitu laki-laki dan perempuan sama-sama berperan aktif di luar dan di dalam rumah (fiffy-fifty). “Untuk mewujudkan kesetaraan tersebut, para feminis sampai sekarang masih percaya bahwa perbedaan peran berdasarkan gender adalah karena produk budaya, bukan karena adanya perbedaan biologis, atau perbedaan nafure atau genetis. Para feminis begitu yakin dapat memujudkannya melalui perubahan budaya, legislatif, ataupun praktik-praktik pengasuhan anak. Berkembanglah teori-teori feminisme termasuk praksisnya, yaitu bagaimana mengubah semua mage perempuan yang berkaitan dengan sifat-sifat feminin, yaitu pengasuh, keibuan, lembut dan sebagainya menjadi lebih maskulin seperti kuat, rasional, pekerja di sektor publik sampai meninggalkan peran-peran utamanya sebagai ibu dan mahluk yang dominan di sektor domestik. Walaupun secara umum para feminis tidak mengakui adanya nature feminin atau maskulin, namun ada juga kelompok feminis yang justeru ingin melanggengkan konsep keterkaitan feminin dengan perempuan. Namun kelompok ini tetap tidak setuju dengan sistem hierarkis yang mewarai setiap relasi gender. Gerakan feminis yang ingin melestarikan nature feminin sering disebut sebagai feminisme kultural (cadtural fenunism). Feminisme kultural mempunyai tujuan sama dengan kelompok feminisme lainnya, yaitu melakukan transformasi sosial secara evolusioner Berbeda dengan pola feminisme lainnya, para feminis dalam kelompek ini percaya pada pemahaman deterministis biologi, vaitu yang menegaskan perbedaan alami antara laki-laki dan perempuan, sehingga muncul apa yang disebut kualitas feminin dan maskulin Karenanya kelompok ini berpendapat bahwa untuk meruntuhkan sistem patriarkat (kekuasaan kaum bapak), hanya dapat dilakukan dengan menonjolkan kualitas feminin, Apabila perempuan dapat masuk ke dunia maskulin, keberadaan kwalitas feminin dapat mengubah sistem patriarkat yang hierarkis dan dominatif, menjadi sistem matriarkat yang egaliter. Feminisme kultural memberikan landasan teoritis menggantikan sistem patriarkat dalam segala relasi sosial. Gerakan yang ekstrim dari feminisme ini adalah feminisme radikal, (Ratna Megawangi, 1999, h.176-177). 182 Sarita Subira, Kkofemintsmre> Swam Tawardan Sobist “Mengatast Krists Moral Teori feminisme radikal berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu 1960-an dan 1970-an. Teor ini walaupun mempunyai tujuan yang sama dengan teori-teori feminis lainnya, namun mempunyai pandangan berbeda terhadap aspek bielogis (nature). Tidak seperti teori feminisme sosialis, dimana masalah ekonomi dan struktur sosial yang menciptakan subordinasi perempuan, feminisme radikal berbendapat bahwa ketidakadilan gender bersumber dari perbedaan biologis antara laki-laka dan perempuan itu sendiri, Perbedaan biologis ini terkait dengan peran kehamilan dan keibuan yang selalu diperankan oleh perempuan. Semua ini hanya dapat termanifestasi dalam institusi keluarga, dimana begitu seorang perempuan menikah dengan seorang laki- Jaki, maka perbedaaan biologis ini akan melahirkan peran-peran gender yang erat kaitannya dengan masalah biologis. Karenanya para feminis radikal sering menyerang institusi keluarga dan sistem patriarkat. (Josephine Donovan, 1994, h. 142-143), Keluarga dianggap sebagai institusi yang melahirkan dominasi laki-laki schingga perempuan mengalami penindasan Antipasti kaum feminis radikal terhadap mahluk laki-laki, membuat mereka ingin memisahkan diri dari budaya maskulin dan membentuk budaya kelompoknya sendiri yang disebut “sisterhood”. Meteka percaya akan kekuatan kualitas feminin untuk melawan Jaki-laki. Perempuan dan laki-laki secara fundamental adalah berbeda, mempunyai cara hidup dan budaya yang berbeda, karenanya kualitas feminin harus menjadi basis kehidupan masyarakat. Para perempuan harus_—_ dapat mengidentifikasikan dirinya dengan golongan tertindas, karena perempuan mempunyai sifat pedul, tidak ada rasa persaingan, mau berkorban dan bekerja sama, Dengan kata lain sistem patriarkat harus dapat dihancurkan kalau para perempuan dengan kekuatan kualitas femininnya dapat bersatu dan berjuang melawan kaum penindas (yaitu kaum laki-laki), (Ratna Megawangi, 1999, h. 179). Feminisme tadikal cenderung membenci mahluk laki-laki sebagai individu maupun kolektif, dan mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan kaum laki-laki dalam kehidupan mereka, Elsa Gildow (1977) berteori bahwa menjadi lesbian adalah cara membebaskan diri dari dominasi laki-laki baik internal maupun eksternal. Hubungan heteroseksual dianggap oleb 183 ‘An-Nisa’, Jurnal Studi Gender dan Islam PSW STAIN Watampone Volume V, Nomor 2, Tahun 2012 para feminis radikal sebagai faktor utama terjadinya penindasan kepada perempuan. Hubungan seperti ini pasti akan menimbulkan perbedaan peran, diferensiasi kekuasaan, dan akhimya terbentuk kelas-kelas di tengah masyarakat. Para feminis radikal yang berorientasi lesbian menganggap bahwa hubungan antar perempu- an, dapat dijadikan model untuk hubungan kemasyarakatan yang egaliter. (Sydney Abbot dan Barbara Love, 1972, h. 51). Konsep feminisme radikal, walaupun bertumpu pada konsep biological essentialism, dan pendekatannya memakai paradigma bahwa apa saja yang berkaitan dengan makhluk pria, adalah pasti negatif dan menindas, karenanya perlu dijaubi. Hal imi tentunya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada karena keberadaan makhluk laki-laki walaupun jelek menurut feminis radikal, adalah tetap diperlukan dalam segala aspek kebidupan. Selain itu alam selalu menunjukkan adanya peran feminin dan maskulin yang seimbang seperti konsep yin/yang dalam Taoisme, dimana kedua aspek ini mempunyai sisi baik dan buruk. Keduanya dapat saling melengkapi kekurangan. Selain itu teort ini tidak sesuai dengan kenyataan, dimana mayoritas perempuan ternyata masih memerlukan Jaki-laki, dan jatuh cinta kepadanya. Lembaga perkawinan sudah ada sejak manusia diciptakan, dan adalah mustahil penerapan teori ini dapat menghilangkan keberadaan institusi keluarga. Para perempuan yang membenci laki-laki dan prolesbian adalah kelompok minoritas dalam masyarakat. Karenanya untuk mencapai kesetaraan gender dengan memakai cara feminisme radikal adalah sulit dibayangkan. Kelompok feminisme kultural terbagi menjadi dua golongan, yaitu kelompok ekstrim yang membenci kelompok laki- laki (feminisme radikal) dan kelompok yang lebih halus meng- inginkan terciptanya perdamaian (ckofeminisme). Ekofeminisme mengeritik kelompok feminisme modern yang menyuruh perempuan melepaskan nature femininnya untuk merebut dunia maskulin, Oleh karena itu, pendekatannya dianggap akan gagal dalam meruntuhkan sistem patriarkat pada dunia maskulin dan hanya mengubah komposisi aktor-aktornya saja. Kalau sebelumnya dunia publik yang andoseniris lebih banyak didominasi oleh laki- laki, setelah perempuan eksis di dunia publik dengan sifat maskulinnya yang baru diadopsi, maka akan lebih banyak 184 Surifa Suhra, Kkofemtnisme: Suane Farwarer Sakest ‘Mengatiasi Krisis Maral perempuan yang masuk ke dunia maskulin. Akibamya yang terjadi adalah perempuan telah menjadi mate cloning (tiruan laki-laki) di dunia maskulin. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang tersebu, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakeng muncuinya teori ekofeminisme? 2. Bagaimana ekofeminisme menjadi tawaran soslusi mengatasi krisis moral? PEMBAHASAN Asal Usul teori ekofeminisme Teori ckofeminisme muncul karena ketidakpuasan akan arah perkembangan ckologi dunia yang semakin buruk. Salah satu kritikan pedas ekofeminisme adalah pada gerakan-gerakan feminisme modern terutama feminisme liberal, dan feminisme sosialis’ Marxisme. Sebagai contoh Suzzane Gordon dalam bukunya Prisoners of Men's Dreams (1991), mengatakan bahwa ia merasa dikhianati oleh para aktivis feminis di AS pada tahun 1970- an. Masalahnya, alasan utama yang mendorong ia menjadi seorang feminis adalah “janji-janji” yang dikumandangkan para feminis, bahwa apabila kaum wanita masuk ke dunia maskulin, maka kaum wanita dapat mengubah dunia menjadi lebih feminin dan damai. Kenyataannya . agar dapat masuk ke dunia maskulin dengan sistemnya yang kompetitif, temyata sulit untuk mempertahankan, kualitas feminin. Oleh karena itu berhubung paradigma feminisme liberal dan Marxis dianggap cocok untuk merebut dunia maskulin, yaitu dengan menyuruh wanita membuang kualitas femininnya, maka paradigma feminisme liberal dan Marxis yang dominan mewarnai gerakan feminis modern, Pengagungan alau romantisasi kualitas feminin harus ditolak oleh perempuan, karena feminis menganggapnya sebagai usaha sistem maskulin untuk menempat- kan perempuan pada posisi subordinat. Para feminis ini meng- inginkan para wanita mengadopsi kualitas maskulin dengan cara “mendewitololkan” perempuan yang berperan sebagai ibu. An-Nisa’, Jumal Studi Gender dan Islam PSW STAIN Watampone Valume V, Nomar 2, Tahun 2012 Apa yang terjadi setelah para perempuan masuk ke dunia maskulin yang tadinya didominasi olch laki-laki adalah, para perempuan temyata tidak menonjolkan kualitas femininnya, tetapi justeru male cloning (tiruan laki-laki) dan masuk dalam perangkap sistem maskulin yang hicrarkis, Di sini terlihat bahwa argumen nurture dimana kualitas feminin dapat pudar pada perempuan melalui perubahan sosial budaya, pada skala tertentu dapat berhasil (walaupun mungkin tidak dapat menghapuskan selurunya kualitas feminin yang ada pada perempuan). Namun hal ini telah menimbulkan beberapa problem sosial yang justeru banyak diungkapkan oleh kaum perempuan yang ingin melestarikan kualitas feminin pada perempuan itu sendiri, Menurut para ckofeminis, dengan masuknya para perempuan ke dunia maskulin (dunia publik pada umumnya), telah menyebabkan dumia modern semakin dominan diwarnai oleh kualitas maskulin, Inilah kualitas penonjolan diri untuk memperebutkan materi atau status yang memang merupakan komoditas terbatas dan harus diperebutkan. Akibatnya yang sering terlihat adalah kompetisi, se//- centered, dominasi dan eksploitasi. Semakin rusaknya alam, meningkatnya kriminalitas, menurunnya solidaritas sosial, semakin banyaknya perempuan yang menelantarkan anak-anaknya, adalah contoh nyata dari cerminan memudamya kualitas feminin (cinta, pengasuhan dan pemeliharaan) dalam masyarakat. Peradaban manusia modern baik laki-laki maupun perempu- an semakin terlibat ingin menguasai, mendominasi, mengeksploi- tasi, Rusaknya alam, polusi, perkosaan terhadap alam, kriminalitas, menurunnya kualitas solidaritas sosial, adalah sebagian kecil contoh yang terjadi akhir-akhir ini' Lambat laun banyak para feminis yang semakin sadar bahwa peradaban modern telah begitu tidak seimbang, terlalu berat pada kualitas maskulin, dan kurang pada kualitas feminin seperti cinta, kepedulian, pengasuhan dan pemeliharaan, Untuk dapat berhasi] di dunia maskulin, diperlukan persaingan kuat yang orentasinya yertikal, Ini telah mendorong. perempuan menjadi pesaing andal yang lebih mementingkan din sendiri bahkan keluarganya sekalipun, Sikap persaingan ini tentunya sangat bertentangan dengan kualitas feminin yang orientasinya adalah sirkular, seperti mengalah atau mau berkorban 186 Sariffa Suhra, Hkofeminisme’ Suatte Tawaran Solust Mengaast Krisis Moral demi orang lain, Pekerjaan pengasuhan dan keibuan memang pekerjaan pengorbanan untuk kepentingan orang lain, dan ini bertolak belakang dengan konsep pengembangan diri, Munculnya teori ini juga sejalan dengan perkembangan baru dalam filsafat ctika yang berkaitan dengan rusaknya lingkungan hidup di seluruh dunia. Ecophtlosophy atau deep ecology yang berkembang di Barat, adalah sebuah paradigma berlikir yang mengeritik peradaban Barat yang cenderang merusak okosistem manusia, Berbeda dengan pola pikir eksisitensialisme yang menekankan otonomi individu manusia terhadap alam, deep ecology adalah sebuah proses kesadaran untuk melihat kedirian manusia sebagai sesuatu yang menyatu dengan alam. Proses ini dimulai dati penghapusan kesadaran akan kedirian manusia sebagai ego terpisah dan bersaing dengan cgo-ego lainnya, kemudian pengidentifikasian dirinya dengan keluarga, komunitas, scluruh manusia, dan akhirnya seluruh alam semesta. Pola pikir deep ecology dipengaruhi oleh oleh filsafat teisme dan mistik Timur yang mengajarkan kesatuan dani segala i; seperti yang digambarkan oleh Chuang Tzu, seorang mistik Cina sebelum masehi “ langit dan bumi dan aku hidup bersama segala sesuatunya dan aku adalah satu”. Filsafat ini tidak mengena! dualisme antara alam dan manusia, bahkan juga antara alam semesta dan Tuhan. Hal tersebut karena sebelum alam semesta diciptakan, yang ada hanyalah Tuhan dengan segala potensi ciptaan yang ada dalam diri-Nya. Kesadaran akan makna hakiki kesatuan dari segala sesuatu, membuat manusia dapat mengidentifikasikan dirinya dengan seluruh alam semesta. Kesadaran ini akan membuat manusia merasa dekat (bahkan bersatu) dengan alam semesta, Manusia dan lingkungannya ibarat sebuah pohon, apapun yang terjadi di sebuah ranting, akan dirasakan oleh seluruh pohon, Ini semua akan menumbuhkan rasa kepedulian, sensivitas dan cinta terhadap lingkungannya. Apabila ia menyakiti orang lain atau lingkungan fisiknya, sama artinya menyakiti dirinya sendin. Kualitas kepedulian, kesatuan, pemeliharagn, dan cinta ini adalah kualitas feminin, sebagai kebalikan dari kualitas maskulin. Para feminis yang dipengaruhi oleh pola pikir ini berpendapat 187 An-Nise’, Jurnal Studi Geader dan Islam PSW STAIN Watampone Volume V, Nomor 2, Tatum 2012 bahwa perempuan secara iifrinsic dianugerahi kapasitas untuk merasakan kesadaran akan keterikatan dirinya dengan alam, Mereka melukiskan betapa perempuan dianugrahkan pengalaman bersatu dengan “yang lain”, pengalaman seksual, berkembangnya janin di dalam tubuh, proses melahirkan, rasa kesatuan baik fisik maupun psikis dari aktivitas penyusuan, dan sebagainya. Ini tidak berarti para lelaki tidak mempunyai kualitas feminin, karena pada tataran batin di war tataran lahiriah, setiap manusia mempunyat potensi untuk mengembangkan kedua kualitas tersebut baik feminin maupun maskulin. Ekofeminisme sebagai solusi mengatasi krisis moral Permasalahan sosial yang ditandai dengan meningkatnya kenakalan remaja, tawuran dan masyarakat yang semakin agresif, tentu erat kaitannya dengan keadaan keluarga zaman sekarang. Pada awal tahun 1990-an telah terbit berbagai buku yang menggambarkan bahwa masyarakat modern sedang mengalami krisis, yang sering disebut sebagai “societal crisis on caring” (crisis pengasuhan dan kepedulian dalam masyarakat). Bagi para ekofeminis, perempuan-perempuan modern yang telah mentrans- formasikan dirinya sebagai “economic women", semakin mudah terperangkap dalam peradaban ekonomi pasar, sehingga menjadi egois dan terfokus pada kepentingan diri dan aktualisasi diri. Semakin disadari bahwa saat ini, sulit untuk menyeimbangkan antara membangun karier dan keluarga, Untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya, hal ini mungkin sedikit bisa teratasi dengan masih “murah”-nya harga tenaga pembantu rumah tangga dan baby sitter. Namun apabila kita sudah sampai pada kondisi full-employment seperti di negara maju misalnya, untuk meng- kombinasikan antara karier wanita dengan kehidupan keluarga, merupakan hal yang kompleks. Banyak feminis yang sebelumnya tergabung dalam kelompok feminisme kultural (kelompok yang ingin mengubah sistem patriarkat dengan masuk ke dunia maskulin dan tetap mempertahankan kualitas feminin perempuan), menjadi lebih realistis. Mereka menyadari bahwa dengan semata-mata masuk ke dunia maskulin tidak dapat mengubah masyarakat menjadi lebih baik. Diskusi mereka beralih pada bagaimana perempuan dengan kualitas femininnya dapat mengubah dunia melalui perannya 188 Sarifa Suhra, Ekafeminisme: Suerte Tawaran Solusi ‘Mengatast Krisis Moral sebagai ibu, pengasuh dan pemelihara di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Para feminis ini menamakan dirinya dengan ekofeminis. Kualitas feminin merupakan anugrah Tuhan yang harus dihargai dan dipertahankan. Hal tersebut senada dengan sebuah artikel yang ditulis oleh Muhammad Thohir yang berjudul Tinfavan Biomedtk terhadap Problema Gender. Menurutnya, perbedaan biomedis antara laki-laki dan perempuan harus diterima sebagai realita yang indah dan disyukuri sebagai nikmat untuk saling menerima dan memberi. Tidak tepat kalau kita menafikan perbedaan itu, Tapi juga tidak benar kalau kita mengembangkannya dalam struktur sosio kultur secara berlebih-lebihan. Perempuan tidak boleh melawan sunnatullah dan salah kalau menganggap peran reproduksi perempuan sebagai kepasrahan untuk dibebani dengan peran-peran domestik yang berlsbihan sckaligus menutup kesempatan peran-peran sosial yang lebih terhormat. Dibutuhkan kearifan dan keikhlasan untuk mencari titk keseimbangan yang proporsional. (Mansour Fakih, 1996, h. 97), Proporsionalisast dalam gerakan feminisme adalah amat esensial. Gerakan feminisme yang terlalu emosional, tidak realistis dan penuh subjektivitas akan tmudah keluar dari rel proporsional. Bukan ttik keseimbangan yang dicapai, bukan keadilan gender yang didapat, tetapi justeru bisa menjadi bumerang yang mencederai cita-cita gerakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Secrates dalam. lato 'y Republic, mengemukakan sebuah gagasan tentang Female Modesty yaitu adanya karakter feminin pada sosok perempuan yang mencakup kehormatan perempuan, sifat kelembutan dan keibuan, karakter yang membedakannya dengan laki-laki, Karakter inilah yang menurut Socrates dapat melanggengkan institusi keluarga. berikut segala macam relasi khasnya, ada suami yang menjadi kepala keluarga, yang akan melindungi anak dan tsterinya, dan isteri yang menjadi ibu dari anak-anaknya, yang memerlukan komitmen penuh dari suami, Lebih lanjut Socrates menyatakan, perempuan hanya bisa disetarakan dengan laki-laki dalam semua segi kehidupan apabila Female Modesty dapat dibilangkan oleh kaum perempuan, Ini berarti, kaum perempuan harus berani melucuti pakaiannya untuk telanjang bersama seperti yang dilakukan para laki-laki Yunani (kebebasan seksual), Socrates juga 189 An-Nisa’, Junal Studi Geader dan Islam PSW STAIN Watampons Volume V, Nomor 2, Tahun 2012 mengusulkan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, aborsi dan bahkan pembunuhan bayi. Selain itu perlu adanya tempat penitipan anak atau pengasuhan anak oleh negara. Bahkan kalau perlu seorang ibu tidak perlu tahu siapa anaknya, begitu lahir serahkan saja pada negara. Lamanya seoran ibu kontak dengan anaknya cukup seperti seorang dokter menangani pasien yang sakit cacar, jangan ada perkawinan, kumpul kebo saja tanpa komitmen, hanya dengan jalan ini menurut Socrates kesetaraan dengan laki- laki di berbagai sektor publik akan terwujud. (Danielle Crittenden, 1999, h, 21-22), Dalam perspektif sufisme, keharmonisan dari gender feminin dan gender maskulin adalah sesuatu yang sangat musykil memerlukan pemahaman yang dalam serta aplikasi yang tepat dalam kehidupan nyata, Sebabnya tidak lain karena manusia seringkali memaknai maskulin dan feminin pada tataran yang sangat dangkal, naif dan bahkan semu. (Jumnal Zaitun, 2002, h. 36). Josephine Donovan, seorang abli teori feminisme dari university of Maine meramalkan, gerakan feminisme pasca tahun. 1990-an akan diwarnai dan diilhami oleh teori ekofeminisme. Teori ekofeminisme mempunyai konsep yang berbeda dengan teori-teori feminisme modern (feminisme liberal, Marxis, sosialis, dan. radikal) yang telah mewarnai gerakan feminisme modem di Barat sejak awal abad ke-20 sampai sekarang. ‘Teori-teori feminisme modern berasumsi bahwa individu adalah makhluk otonom yang lepas dari pengaruh lingkungannya dan berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, Sedangkan teori ekofeminisme adalah teori yang melihat individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya. Di sini terlihat ada pergeseran paradigma sosial-konflik menuju paradigma struktural fungsional yang memberikan tempat terhadap adanya saling ketergantungan antara individu dalam sebuah sistem. Ekofeminisme mempunyai manifesto yang disebut “4 Declaration of Interdependence” yang isinya adalah melihat perkembangan kehidupan manusia, adalah semakin mendesak untuk menciptakan hubungan baru antar manusia di atas bumi, yang dapat menghubungkan satu dan lainnya, mengemban kewajiban secara bersama di bawah hukum- hukum alam, dengan menghormati kesejahteraan umat manusia dan 190 Sarifa Suhra, Ekofeminisme: Sucre Fawaran Soles! Mengatast Kristy Moral seluruh kehidupan di bumi, kita perlu memperoklamirkan keterikatan kita bahwa umat manusia belum merajut benang- benang kehidupan, kita tidak Jain adalah satu benang di dalamnya. Apapun yang kita lakukan pada benang-benang imi, kita melakukannya pula terhadap diri kita sendiri. (Ratna Megawangi, 1999, h, 188-189), Ekofeminisme ingin mengembalikan identifikasi perempu- an dengan alam, sebagai usaha membebaskan perempuan dari perangkap sistem maskulin yang membuat perempuan menjadi bimbang akan perannya. Sistem maskulin yang telah mewamai peradaban modern, telah merusak dan menutupi nilai sakral kualitas feminin yang merupakan fitrah perempuan. Contoh kongkrit adalah banyaknya perempuan yang merasa “tidak berguna”™ kalau ia hanya bekerja mengasuh anak-anaknya, karena mereka percaya bahwa keberhasilan standar sistem maskulin ada- lah yang lerbaik. Para perempuan yang tergabung dalam gerakan feminisme liberal, radikal dan Marxis, juga turut melestarikan sistem maskulin dengan propagandanya bahwa perempuan yang berperan sebagai ibu adalah “dewi tolol” di dalam sangkar emas. Ekofeminisme mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kualitas feminin agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi, sehingga kerusakan alam, dekadensi moral yang semakin menghawatirkan dapat dikurangi. Salah satu contohnya adalah gerakan Chipco Andolan di India yaitu gerakan perempuan untuk melindungi kerusakan hutan dengan cara memeluk pohon yang akan di hulidozer. KESIMPULAN Dari uraian mengenai ekofeminisme: sebuah tawaran solusi mengatasi krisis moral, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Teori ekofeminisme muncul akibat ketidakpuasan akan arah perkembangan ckologi dunia yang semakin buruk. Akibat propaganda feminis modem terutama feminisme liberal, dan feminisme sosialis/ Marxisme untuk merebut dunia maskulin, menyuruh wanita membuang kualitas femininnya, dan menolak pengagungan kualitas feminin oleh perempuan. Feminis modern 191 An-Niso’, Jumal Stadi Gender dan [stam PSW STAIN Watampone Volume V, Nomor 2, Tahun 2612 menganggapnya sebagai usaha sistem maskulin untuk menempatkan perempuan pada posisi subordinat, menyebabkan krisis moral semakin luas. 2. Pemahaman para feminis yang keliru secara tidak langsung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan alam, dekadensi moral, kenakalan remaja, perceraian, lemahnya institusi keluarga, maraknya kumpul kebo/seks bebas akibat berkurangnya kualitas feminin di tengah masyarakat, Ekofeminisme dapat menjadi solusi mengatasi krisis moral dengan tampil mengajak kaum perempuan untuk tetap mempertahankan kualitas feminin dalam relasi yang seimbang dengan maskulin sehingga menjadi ibu yang penuh cinta, sayang pada keluarga, dan rela memelihara anak. DAFTAR PUSTAKA Abbot, Sydney dan Barbara Love, Sappho was a right- in Woman, New York: Stein & Day, 1972. Cawidu, Harifuddin. Gender dalam Perspektif Sufisme: Suaru Tawaran Solust Mengatasi Krisis Kemanusiaar. Dalam jumal Zaitun Kajian Islam dan Kemasyarakatan Pascasarjana [ATN Alauddin Makassar, 2002. Crittenden, Danielle. What our Mothers Didn't Tell Us: Why Happiness Eludes the Modern Women diterjemahkan oleh Sofia Mansoor dengan judul Wanita Salah Langkah?: Mengaugat Mitos-Mitos Wanita Modern, Cet, f; Bandung, Qanita, 2002. Donovan, Josephine, Meminist Theory. New York, Continuum, 1994, Fakih, Mansour (et. al). Membincang Feminisme diskursus Gender Perspektif Istam. Cet. 1; Surabaya: Risalah Gusti, 1996, Megawangi, Ratna. Memhiarkan Berbeda: Sudw Pandang Baru tentang Relasi Gender, Cet. I; Bandung: Mizan, 1999. 192

Anda mungkin juga menyukai