Anda di halaman 1dari 16

BED REST HIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Penyakit Tidak Menular

Yang Dibina Oleh Ibu Susi Milwati, S.Kp., M.Pd.

Oleh Kelompok 1/2B :

1. Firsty Martha Atikasari P17210193053


2. Revi Riska Rina M P17210193061
3. Oktarina Nugra Fene Putri P17210193070
4. Silfrilia Wahyuning Saputri P17210193086
5. Candra Adi Saputro P17210193091

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

D3 KEPERAWATAN MALANG

Mei 202I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Bed Rest Hipertensi” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Penyakit Tidak Menular yang dibina oleh Ibu Susi Milwati,
S.Kp., M.Pd. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penyusunan makalah , tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun


penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, dosen pengajar,
dan juga teman-teman, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang penerapan strategi
pembangunan di Indonesia

Penulis menyadari, makalah yang penulis susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 1 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................2
1.4 Manfaat..................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3

2.1 Bedrest...................................................................................................................3
2.2 Konsep Hipertensi.................................................................................................4
2.2.1. Definisi Hipertensi.......................................................................................4
2.2.2. Penyebab Hipertensi....................................................................................4
2.2.3. Dampak/Komplikasi....................................................................................5
2.3 Hubungan Bedrest dengan Hipertensi...................................................................7
2.4 SOP Alih Baring....................................................................................................9

BAB III PENUTUP.........................................................................................................11

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................11
3.2 Saran....................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan
pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia.
Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg.
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau
esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat
disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan
gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara
tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu
dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2009).
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan pola
makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan
seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif pada kesehatan.
Hipertensi belum banyak diketahui sebagai penyakit yang berbahaya, padahal
hipertensi termasuk penyakit pembunuh diam-diam, karena penderita hipertensi
merasa sehat dan tanpa keluhan berarti sehingga menganggap ringan penyakitnya.
Sehingga pemeriksaan hipertensi ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan
rutin/saat pasien datang dengan keluhan lain. Dampak gawatnya hipertensi ketika
telah terjadi komplikasi, jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan
organ seperti gangguan fungsi jantung koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi
kognitif/stroke. Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para
penderitanya. Penyakit ini menjadi muara beragam penyakit degeneratif yang bisa
mengakibatkan kematian. Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang
tinggi juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus
ditanggung para penderitanya. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi
penurunan kualitas hidup. Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan
tidak mendapatkan pengobatan secara rutin dan pengontrolan secara teratur, maka

1
2

hal ini akan membawa penderita ke dalam kasus-kasus serius bahkan kematian.
Tekanan darah tinggi yang terus menerus mengakibatkan kerja jantung ekstra
keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadi kerusakan pembuluh darah jantung,
ginjal, otak dan mata (Wolff, 2006)

Tirah baring dalam istilah kedokteran adalah perawatan kedokteran yang


membutuhkan berbaringnya pasien di tempat tidur untuk jangka waktu yang
berkesinambungan dan tidak melakukan tindakan diluar dari berbaring. Biasanya
dilakukan pada kondisi medis tertentu yang mengalami sakit parah, sekarat atau
memerlukan berbaring untuk menghindari komplikasi penyakit / kondisi tertentu
yang lebih buruk. Tirah baring biasanya diperuntukan untuk pasien yang
mendapatkan perawatan di rumah atau di rumah sakit jika tidak memungkinkan
perawatan di rumah.

Jadi dari beberapa cara yang ampuh untuk menurunkan tekanan darah
tinngi adalah terapi Bed rest atau tirah baring. Tirah baring bertujuan untuk
mengurangi kerja jantung karena aktivitas yang meningkat akan meningkatkan
tekanan darah, maka sebab itulah pentingnya terapi bed rest untuk pasien dengan
penyakit hipertensi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengaruh terapi Bed Rest terhadap pasien dengan gangguan hipertensi?
2. Bagaimana tindakan saat melakukan terapi Bed Rest?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh terapi Bed Rest terhadap pasien dengan
gangguan hipertensi
2. Untuk mengetahui tindakan terapi Bed Rest

1.4. Manfaat
1. Memberikan informasi untuk sebagai salah satu cara dalam penanganan penyakit
hipertensi.
2. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Penyakit Tidak Menular
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Bedrest

Tirah baring atau bedrest yaitu suatu keadaan dimana pasien berbaring


di tempat tidur selama hampir 24 jam setiap harinya dengan tujuan untuk
meminimalkan fungsi semua sistem organ pasien (Hinchliff, 1999).

Kualitas maupun kuantitas tidur seseorang dapat dipengaruhi oleh


lebih dari satu faktor. Penelitian yang dilakukan oleh (Alsaadi et al., 2014)
menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan tidur tidak hanya
disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan dari ebberapa faktor, misalnya
seseorang yang emmiliki suatu penyakit yang menimbulkan rasa nyeri,
mereka akan mengalami gangguan ketika tidur karena merasakan
ketidaknyamanan fisik yang berakibat kepada berkurangnya jumlah jam
untuk tidur.

Pola tidur normal pada dewasa muda (usia 18 tahun sampai dengan 40
tahun) tidak jauh beda dengan jumlah jam tidur ketika usia remaja yaitu
sekitar 7-8 jam/hari, 20-25% tidur REM. Usia dewasa menengah (usia 40
tahun sampai dengan usia 60 tahun), jumlah jam tidur sama dengan ketika
seseorang berada pada usia dewasa muda yaitu sekitar 7-8 jam/hari, 20%
tidur REM.

Pola tidur orang dewasa berbeda dengan dewasa muda. Seseorang


yang berada pada usia dewasa menengah, mungkin akan mengalami insomnia
dan sulit untuk tidur. Usia dewasa tua (usia > 60 tahun) tidur sekitar 6
jam/hari, 20-25% tidur REM dan individu dapat mengalami insomnia dan
sering terjaga sewaktu tidur. Seseorang yang berada pada usia ini, akan
mengalami penurunan pada tahap IV NREM (Non-rapid Eye Movement),
bahkan kadang tidak ada (Mubarak, 2008).

3
4

2.1 Konsep Hipertensi


2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh
darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung
berkerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebetuhan
oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat menggangu
fungsi organ-organ lain, terutama organorgan vital seperti jantung dan
ginjal (Depkes, 2015).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang (Kemenkes RI,2015). Hipertensi sering
mengakibatkan keadaan yang berbahaya karena keberadaannya yang
sering kali tidak disadari dan kerap tidak menimbulkan keluhan yang
berarti, sampai suatu waktu terjadi komplikasi jantung, otak, ginjal,
mata, pembuluh darah, atau organ-organ vital lainnya (Susilo, 2015).
2.1.2 Penyebab Hipertensi
Penyebab hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, datadata penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
5

1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya
hipertensi adalah:
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ).
b. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ).
c. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih ).
d. Kebiasaan hidup.
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah :
1. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr).
2. Kegemukan atau makan berlebihan.
3. Stress.
4. Merokok.
5. Minum alcohol.
6. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-


penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis
tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia,
Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan
endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke,
Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat– obatan
Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

2.2.3. Dampak/Komplikasi
Adapun komplikasi Hipertensi menurut Aspiani (2016) adalah
sebagai berikut :
1. Stroke Hemoragi
Dapat terjadi, akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
6

terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada Hipertensi


kronis, apabila arteri yang memeperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak
yang diperdarahi berkurang, arteri otak yang mengalami
aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang mengalami
aterosklerosis tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium,
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Pada Hipertensi kronis dan hipertrofi
ventrikel, kebutuhan oksgen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan
perubahan waktu hantaran listrik melewati ventrikel sehingga
terjadi distristmia, hipoksia jantung dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan.
3. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
darah tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya
glomerulus, aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan
edema, yang sering dijumpai pada Hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi pada penderita Hipertensi yang meningkat
cepat. Tekanan yang sangat tinggi dapat meningkatkan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh
susunan saraf pusat. Neuron disekitarnya menjadi kolaps dan
menyebabkan koma serta kematian.
7

5. Kejang
Dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir
biasa dengan berat badan lahir rendah akibat perfusi plasenta
yang tidak adekuat. Dapat juga mengalami hipoksia dan asidosis
apabila ibu mengalami kejang saat atau sebelum melahirkan.

2.3. Hubungan Bedrest dengan hipertensi


Hasil penelitian oleh (Alfi & Yuliwar, 2018) menunjukkan bawa
terdapat hubungan yang kuat antara kualitas tidur dengan tekanan darah.
Kualitas tidur seseorang yang buruk atau memiliki kebiasaan durasi tidur
yang pendek juga memiliki hubungan terhadap terjadinya peningkatan
tekanan darah seseorang. (Bruno et al, 2013) juga menyatakan hal serupa,
bahwa kualitas tidur yang buruk memiliki hubungan yang signifikan dengan
kekebalan terhadap pengobatan pada perempuan dengan hipertensi,
sedangkan kekebalan terhadap pengobatan pada jenis kelamin laki-laki yang
hipertensi memiliki hubungan dengan umur, diabetes melitus, serta obesitas.
Tidur yang kurang dapat merujuk kepada kondisi kualitas tidur yang buruk.
Kurangnya waktu tidur dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pada
seseorang.
(Chen et al, 2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu lama
atau terlalu singkat merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi. Risiko ini
diketahui lebih mungkin terjadi pada wanita dibandingkan pria. Tidur
memiliki peran yang penting dalam menjaga sistem imunitas tubuh, sistem
metabolisme, daya ingat, pembelajaran, serta fungsi penting lainnya.
Seseorang dengan waktu tidur cukup serta memiliki kualitas yang optimal,
akan mempengaruhi aktivitas orang tersebut. Orang dengan waktu tidur
yang kurang akan menjadi kurang fokus ketika melakukan aktivitas, merasa
mudah lelah, serta memiliki mood yang buruk. Kurang tidur yang
berlangsung dalam jangka waktu lama akan berdampak pada meningkatnya
tekanan darah. Aktivitas saraf simpatik akan meningkat jika seseorang
8

memiliki durasi tidur yang pendek sehingga orang tersebut mudah stres
yang dapat berakibat pada naiknya tekanan darah.
Lansia yang menderita hipertensi memiliki kualitas tidur yang buruk
bila dibandingkan dengan lansia yang tidak memiliki permasalahan tekanan
darah. Seseorang dikatakan memiliki pola tidur yang baik apabila memiliki
durasi tidur yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan umurnya, bisa tidur
dengan nyenyak dan tidak terbangun karena adanya gangguan di sela-sela
waktu tidur. Pola tidur dikatakan buruk ketika orang mempunyai durasi
tidur kurang dari kebutuhan sesuai dengan umurnya, memulai tidur terlalu
larut malam dan bangun tidur terlalu cepat serta tidur tidak nyenyak karena
sering terbangun yang diakibatkan karena suatu hal (Hanus et al, 2015).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sering menimbulkan
gangguan seperti rasa nyeri atau pusing, sehingga seseorang dengan
penyakit hipertensi cenderung akan terbangun pada pagi hari akibat rasa
ketidaknyamanan atau rasa pusing tersebut. Ketidaknyamanan inilah yang
kemudian menyebabkan kurangnya jumlah waktu tidur dan menimbulkan
kualitas tidur yang buruk dan dapat berakibat pada naiknya tekanan darah,
padahal untuk rata-rata jumlah jam tidur yang harus dipenuhi oleh seseorang
yang berada pada antara usia 40 tahun sampai 60 tahun adalah 7-8 jam/hari.
9

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

ALIH BARING

STANDART
OPERASIONAL
PROSEDUR
(SOP)
Judul : Alih Baring Tanggal
dikeluarkan
Prodi : S1 Keperawatan Revisi
No Komponen Kinerja
I Pengertian
Melakukan tindakan alih baring pada pasien imobilisasi untuk mencegah
komplikasi akibat imobilisasi.
II Tujuan
- Mencegah kerusakan integritas kulit
- Memperbaiki sirkulasi dan perfusi
III Peralatan
Bantal atau guling
IV Prosedur Pelaksanaan
Tahap pra interaksi
1. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir.
2. Menempatkan peralatan di dekat klien.
Tahap orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan tidakan yang akan dilakukan kepada
klien maupun keluarganya.
3. Menanyakan persetujuan dan persiapan klien sebelum tindakan
dilakukan.
Tahap kerja
1. Menjaga privasi klien.
2. Merubah posisi klien dari telentang ke miring.
3. Meletakkan beberapa bantal di dekat klien.
4. Memiringkan klien ke arah bantal yang telah disiapkan.
10

5. Menekuk lutut kaki klien ke atas.


6. Pastikan posisi klien aman.
7. Merubah posisi dari miring ke telentang.
8. Meletakkan beberapa bantal di dekat klien.
9. Menelentangkan klien ke arah bantal yang telah disiapkan.
10. Meluruskan kembali kedua lutut klien.
11. Memastikan posisi klien aman.
12. Merapikan klien dan menginformasikan bahwa tindakan telah selesai.
Tahap terminasi
1. Melakukan evaluasi hasil tindakan.
2. Berpamitan dengan klien maupun keluarganya.
3. Menginformasikan bahwa 2 jam lagi klien akan dilakukan perubahan
posisi.
4. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir.
5. Dokumentasi.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tirah baring atau Bedrest yaitu suatu keadaan dimana pasien berbaring di
tempat tidur selama hampir 24 jam setiap harinya dengan tujuan untuk
meminimalkan fungsi semua sistem organ pasien (Hinchliff, 1999).
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja
lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
tubuh.
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan pola
makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan
seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif pada kesehatan.
3.2. Saran
Dalam upaya pencegahan penyakit hipertensi, hendaknya sesorang
menerapkan pola hidup sehat. Baik dari segi penerapan pola makan,
mencakup menghindari makanan yang beresiko meningkatkan tekanan darah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alfi, W. N., & Yuliwar, R. (2018). The Relationship between Sleep Quality and
Blood Pressure in Patients with Hypertension. Jurnal Berkala Epidemiologi,
6(1), 18. https://doi.org/10.20473/jbe.v6i12018.18-26

Alsaadi, S. M., McAuley, J. H., Hush, J. M., L., S., Lin, C. C., Williams, C. M., &
Maher, C., & G. (2014). Poor sleep quality is strongly associated with
subsequent pain intensity in patients with acute low back pain. Arthritis &
Rheumatology, 66(5), 1388–1394.
https://doi.org/https://doi.org/10.1002/art.38329

Aspiani, R.. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler:


Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC. (http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/301/1/Untitled.pdf )

Bruno, R. M., Palagini, L., Gemignani, A., V., & A., Di, G. A., Ghiadoni, L., &
Taddei, S. (2013). Poor sleep quality and resistant hypertension. Journal
Sleep Medicine, 14(11), 1157–1163.

Chen, X., Wang, R., Zee, P., Lutsey, P. L., & Javaheri, S., & Alcántara, C. (2015).
Racial/ethnic differences in sleep disturbances : the multi-ethnic study of
atherosclerosis (MESA). Sleep, 38(6), 877– 888D.
https://doi.org/https://doi.org/10.5665/sleep.4732

Depkes, RI. (2015). InaSH Menyokong Penuh Penangulanggan Hipertensi,


Intimedia, Jakarta.

Depkes, RI. ( 2015). Masalah Hipertensi di Indonesia. Kementrian Kesehat-an RI,


Jakarta. (Online), (www.ppp1.depkes.go.id), diakses 1 November 2017.

Hanus, J. ., Amboni, G., Rosa, M. ., Ceretta, L. ., & & Tuon, L. (2015). The
quality and characteristics of sleep of hypertensive patients. Journal of
School of Nursing, 49(4), 594–599.
https://doi.org/https://doi.org/10.1590/S0080-623420150000400009

12
13

Kemenkes, RI. (2015). Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI. (Online), (http://labdata.litbang.depkes.go id/ccunt/click.php!
id).diakses 5 November 2017

Mubarak, W. I. (2008). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: teori dan aplikasi.
ECG.

Susilo, H.W. (2015). Riset Kualitatif dan aplikasi penelitian ilmu keperawatan,
Jakarta : Trans info media. (Online) Vol 2 No 2,
(http://jurnal.csdforum.com/indeks.php /ghs), diakses 14 September 2018.

http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/752/1/143210060%20Eka%20Novitasari
%20Skripsi.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3657/3/Chapter1.pdf

https://www.beritasatu.com/kesehatan/101195/pahami-dan-obati-hipertensi-sebelum-
terlambat

Anda mungkin juga menyukai