Anda di halaman 1dari 27

1

SKENARIO 4

Pemeriksaan Fungsi Mata

Seorang laki-laki usia 18 tahun, datang ke poliklinik untuk memeriksakan kesehatan


untuk persyaratan masuk Fakultas Kedokteran. Perempuan tersebut melakukan
beberapa pemeriksaan, salah satunya pemeriksaan fungsi mata yang terdiri dari visus
dan pemeriksaan buta warna dengan membaca buku ishihara. Setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata dokter mendiagnosis bahwa pasien tersebut menderita miopia dan
buta warna parsial.

STEP I

1. Visus : ketajaman penglihatan, kemampuan melihat objek.


2. Miopia : gangguan melihat jauh.
3. Buta warna : ketidak mampuan membedakan warna sebagian, berkurangnya
kualitas penglihatan terhadap mata.

STEP II

1. Struktur makroskopis dan mikroskopis mata?


2. Bagaimana embriologi mata?
3. Bagaimana mekanisme penglihatan?
4. Mekanisme penglihatan dalam membedakan warna?
5. Bagaimana gangguan refraksi?

STEP III

1. Makroskopis mata:
a) Kornea
b) Camera oculi anterior (coa)
c) Iris
d) Pupil
e) Lensa
f) Camera oculi posterior (cop).
2

Struktur Makroskopis Mata :

[Gambar 1: Makroskopis Pada Mata]

Musculus

a) M. Levator palpebrae superior


b) M. Rectus superior
c) M. Rectus inferior
d) M. Rectus medial
e) M. Rectus lateral
f) M. Obliqus superior
g) M. Obliqus inferior
h) M. Orbicularis oculi
i) M. Siliaris
- M. Spinchter pupil
- M. Dilatator pupil
3

[Gambar 2: Musculus Pada Mata]

Vaskularisasi:

Koroid: banyak pembuluh darah

Mikroskopis mata:

1) Lapisan fibrosa
a) Sklera
b) Kornea
2) Lapisan neural
a) Aquos humor
b) Lapisan kristalina
3) Lapisan vasculosa
A. koroid
a) Lamina elastika anterior
b) Lamina propia
c) Lamina elastika posterior
d) Endotel
e) corpus siliari
f) iris
4

2. Embriologi mata:
a) 22 hari lekukan dangkal
b) 4 minggu plakoda lensa, piala mata, fisura choroidea
c) 7 minggu
a. fisura choroidea, N. Optikus
b. hyoiroidea, A. Centralis retina dan menembus N. Optikus.

3. Mekanisme Penglihatan:
Cahaya masuk ke kornea – kornea – bilik mata depan – pupil – bilik mata
belakang – lensa – corpus vitreum – retina – N. Optikus II – chiasma optikus –
traktus.

4. Mekanisme penglihatan warna:


1) Sel kerucut
a. foto pigmen untuk biru: S
b. foto pigmen untuk merah: L
c. foto pigmen untuk hijau: M
Pigmen iodopsin: membedakan warna
2) Sel batang
a. menerima cahaya gelap
b. pigmen rhodopsin

5. Gangguan refraksi:
a) Astigmatisme
b) Miopi
c) Hipermetropi
5

STEP IV

1. Makroskpis mata:
a) Tulang orbita
a. Os. Zygomaticum
b. Os. Lacrimal
c. Os. Sphenoidale
d. Os. etmoidale
b) Foramen
a. Canalis optikus
1. N. Optikus
2. N. Ophtalmica
b. Fisura orbitalis superior
c. Fisura orbitalis inferior
1. Vena oplitalmika inferior
c) Glandula lakrimalis:
Canaliculus lacrimalis superior – ductus lacrimalis – ductus nasolacrimalis –
sulcus lacrimalis – meatus nasi inferior
d) Vaskularisasi:
1. A. Supraorbitalis – A. Carotis interna
2. Ainfraorbitalis – A. Carotis eksterna
3. A. Carotis interna
a) A. Supraorbitalis
b) A. Angularis
4. A. Carotis eksterna
a) A. Infraorbitalis
b) A. Facialis
c) A. Maxillaris
d) A. Mandibularis
6

Mikroskopis mata:

1) Kornea: untuk memfokuskan cahaya


2) M. Siliaris: untuk mengendalikan lensa mata
3) Iris: untuk mengatur jumlah cahaya masuk ke mata
4) N. Optikus: sebagai kabel penghubung mata ke otak
5) Retina: pengubah cahaya masuk menjadi impuls listrik ke otak
2. Embriologi mata:
a) 22 hari lekukan dangkal
b) 4 minggu plakoda lensa, piala mata, fisura choroidea
c) 7 minggu
a. fisura choroidea, N. Optikus
b. hyoiroidea, A. Centralis retina dan menembus N. Optikus
3. Mekanisme penglihatan:
Jarak jauh dan jarak dekat
4. Mekanisme membedakan warna:
a. S: biru
b. L: merah
c. M: hijau
5. Gangguan refraksi:
a) Astigmatisme: kekuatan optik kornea dibidang berbeda sinar cahaya jatuh ke
titik berbeda
b) Miopi: pengliatan dekat objek jauh tampak buram
c) Hipermetropi: penglihatan terlalu rendah.
7

MIND MAP

Embriologi mata

M
Makroskopis Mikroskopis
ata

a. Muskulus Mekanisme Lapisan


b. Ossa penglihatan
c. Vaskularisasi a. Kornea
b. Sklera
d. Inervasi
c. koroid

STEP V

1. Fungsi penglihatan dihubungkan dengan struktur


a. Reseptor conus
b. Penglihatan warna
2. Saraf yang menghubungkan cahaya dan letak nukleusnya
3. Jalur traktus pembawa rangsang cahaya sampai traktus
4. Fungsi rodophin dan mekanisme absorpsi cahaya
5. Spesifik Isomerasi mata
6. Penurunan level kalsium dengan mekanisme penglihatan
7. Fungsi refraksi mata

STEP VI

BELAJAR MANDIRI.
8

STEP VII

1. Fungsi penglihatan yang di hubungkan dengan sel kerucut :


A. ciri-ciri sel kerucut
 6 juta per retina
 Terkonsentrasi di fovea
 Sensitifitas rendah
 Penglihatan di siang hari
 Ketajaman tinggi
 Sedikit konvergensi di jalur retina
 Penglihatan warna

Setiap jenis sel kerucut paling efektif diaktifkan oleh panjang gelombang
sinar tertentu dalam kisaran warna yang ditunjukkan oleh namanya. Fotopigmen
tipe S di sel kerucut biru menyerap cahaya secara maksimal di bagian panjang
gelombang pendek (biru) spektrum tampak, sementara fotopigmen tipe M di sel
kerucut hijau paling sensitif terhadap panjang gelombang medium (hijau) cahaya
tampak, dan fotopigmen tipe L pada sel kerucut merah paling baik berespons
pada panjang gelombang yang panjang (merah). Namun, sel kerucut juga
berespons terhadap panjang gelombang lain dengan derajat bervariasi.
9

[Gambar 3 : Sel warna pada sel kerucut]

B. Penglihatan warna :
Persepsi berbagai warna dunia, bergantung pada berbagai rasio stimulasi
ketiga jenis sel kerucut sebagai respons terhadap bermacam-macam panjang
gelombang. Panjang gelombang yang terlihat sebagai biru tidak merangsang
sel kerucut merah atau hijau tetapi merangsang sel kerucut biru secara
maksimal. (Persentasi stimulasi maksimal untuk sel kerucut merah, hijau,
dan biru masing-masing adalah 0:0:100.) Sensasi kuning, sebagai
perbandingan, berasal dari rasio stimulasi 83:83:0, dengan sel kerucut merah
dan hijau masing-masing dirangsang hingga 83% maksimal, sementara sel
kerucut biru tidak terangsang. Rasio untuk hijau adalah 31:67:36, dan
demikian seterusnya, dengan berbagai kombinasi yang menghasilkan sensasi
warna yang berbeda-beda. Putih adalah campuran semua panjang gelombang
cahaya, sementara hitam adalah tidak adanya cahaya.1

2. Saraf yang menghubungkan cahaya dan letak nukleusnya :


1
Hall JE, Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Singapura:
Elsevier; 2016.
10

Serat saraf optik dari sistem penglihatan baru berakhir di nukleus genikulatum
lateralis dorsalis, yang terletak di ujung dorsal thalamus dan juga disebut korpus
genikulata lateralis. Nukleus genikulatum lateralis dorsalis melakukan dua fungsi
utama: Pertama, nukleus ini meneruskan (relai) informasi penglihatan dari traktus
optikus ke korteks penglihatan melalui radiasio optikus (juga disebut traktus
genikulokalkarina). Fungsi relai ini sangat akurat sehingga didapatkan penjalaran titik
ke titik secara tepat dengan derajat ketelitian spasial tinggi dari retina ke korteks
penglihatan.
Setelah melewati kiasma optikum, separuh dari serat-serat traktus optikus
berasal dari satu mata dan separuh lainnya berasal dan mata yang lain, hal ini mewakili
titik korespondensi pada kedua retina. Namun, sinyal dari kedua mata tetap terpisah di
nukleus genikulatum lateralis dorsalis. Nukleus ini terdiri atas enam lapisan nukleus.
Lapisan II, III, dan V (dari ventral ke dorsal) menerima sinyal dari bagian lateral
separuh retina ipsilateral, sedangkan lapisan I, IV, dan VI menerima sinyal dari bagian
medial separuh retina mata berhubungan dengan sel-sel saraf yang tumpang tindih
dalam lapisan-lapisan yang berpasangan, dan penghantaran paralel serupa terjadi pada
seluruh jalur ke korteks penglihatan.
Fungsi utama yang kedua dari nukleus genikulatum lateralis dorsalis adalah
sebagai "pintu" penghantaran sinyal-sinyal ke korteks penglihatan yakni, untuk
mengendalikan seberapa banyak sinyal yang diperbolehkan melewati korteks. Nukleus
menerima sinyal-sinyal pengaturan pintu ini dari dua sumber utama: (1) serat
kortikofugal yang kembali balik dari korteks penglihatan primer ke nukleus
genikulatum lateralis dan (2) daerah retikular mesensefalon. Keduanya ini bersifat
inhibitor dan, bila dirangsang, dapat mematikan penghantaran yang melalui bagian-
bagian tertentu dari nukleus genikulatum lateralis dorsalis. Kedua sirkuit pembentengan
ini membantu menekankan informasi penglihatan yang diperbolehkan untuk lewat.

Mekanisme Letak Nukleus Korpus Genikulatum Lateralis :


11

[Gambar 4 : letak kortkes penglihatan]


Akhirnya, nukleus genikulatum lateralis dorsalis terbagi dalam bentuk lain:
(1) Lapisan I dan II yang disebut lapisan magnoselular, karena lapisan ini berisi sel-sel
saraf besar. Lapisan ini menerima masukan hampir seluruhnya dan sel ganglion retina
tipe Y yang besar. Sistem magnoselular ini menyediakan jaras penghantaran yang
bersifat cepat ke korteks penglihatan. Namun, sistem ini merupakan sistem yang buta
warna, sehingga hanya menghantarkan informasi hitam dan putih. Penghantaran dari
titik ke titiknya juga bersifat kurang baik karena tidak terdapat begitu banyak sel
ganglion Y, dan dendrit-dendritnya menyebar secara luas di retina.
(2) Lapisan III sampai lapisan VI disebut lapisan parvoselular karena mengandung
banyak sekali sel saraf berukuran kecil sampai sedang. Sel-sel saraf ini menerima
masukan hampir seluruhnya dari sel ganglion retina tipe X yang menghantarkan warna
dan menyampaikan informasi spasial yang akurat dari titik ke titik tetapi hanya pada
kecepatan penghantaran yang sedang, dan tidak dengan kecepatan tinggi.
Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di kiasma
optikum, serat nervus optikus dari bagian nasal retina menyeberangi garis tengah,
tempat serat nervus optikus bergabung dengan serat-serat yang berasal dari bagian
12

temporal retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus optikus. Seratserat dari tiap
traktus optikus bersinaps di nukleus genikulatum lateralis dorsalis pada talamus, dan
dari sini, serat-serat genikulokalkarina berjalan melalui radiasio optikus (atau traktus
genikulokalkarina), ke korteks penglihatan primer yang terletak difisura kalkarina lobus
oksipitalis.
Korteks penglihatan primer terletak pada area fisura kalkarina, yang meluas ke
arah depan dari ujung oksipital pada bagian medial setiap korteks oksipital. Area ini
adalah tempat berakhirnya sinyal-sinyal penglihatan langsung yang berasal dari mata.
Sinyal-sinyal yang berasal dari daerah makula retina berakhir di dekat ujung oksipital,
sedangkan sinyal-sinyal yang berasal dari daerah perifer retina berakhir pada atau di
separuh lingkaran konsentrik yang terletak di depan ujung oksipital namun masih di
sepanjang fisura kalkarina pada bagian medial lobus oksipitalis. Retina bagian atas
berakhir di superior, dan bagian bawah di inferior. Perhatikan pada gambar, daerah luas
yang merepresentasikan makula. Kepada daerah ini, fovea retina menghantarkan
sinyalnya. Fovea bertanggung jawab atas tajam penglihatan dengan derajat paling
tinggi. Berdasarkan daerah retina, fovea memiliki beberapa ratus kali lebih banyak
representasi di korteks penglihatan primer dibandingkan sebagian besar bagian perifer
retina. Korteks penglihatan primer juga disebut area penglihatan I. Nama lainnya lagi
adalah korteks striata, karena daerah ini memiliki tampilan garis-garis yang kasar.
Mekanisme akomodasi yaitu, mekanisme yang memfokuskan sistem lensa mata
penting untuk tajam penglihatan tingkat tinggi. Akomodasi terjadi akibat kontraksi atau
relaksasi muskulus siliaris mata. Kontraksi menyebabkan peningkatan kekuatan bias
lensa, dan relaksasi menyebabkan penurunan kekuatan. Bila mata yang difokuskan pada
beberapa objek yang jauh kemudian tiba-tiba difokuskan pada objek yang dekat,
biasanya lensa akan berakomodasi untuk tajam penglihatan yang terbaik dalam waktu
kurang dari 1 detik. Walaupun mekanisme pengaturan sebenarnya yang menimbulkan
focus mata secara cepat dan akurat ini masih tidak jelas.2
3. Jalur traktus pembawa rangsang cahaya sampai traktus :

2
Hall JE. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi revisi ke-12.
Singapore: Elsevier; 2016. Hlm 602-603.
13

Melalui nervus opticus kiasma opticus

Traktus opticus

Thalamus

Bersinaps di nucleus genikulatum lateral dorsalis

Melalui radiasio opticus (traktus genikulokalkarina)

fisura kalkarina lobus oksipital

Korteks penglihatan primer :

[Gambar 5 : Traktus Korteks Visual]

Jaras korteks penglihatan :


14

Sewaktu cahaya masuk ke mata, berkas sinar dari separuh kiri lapang pandang
jatuh di separuh kanan retina kedua mata (separuh medial atau dalam retina kiri dan
separuh lateral atau luar retina kanan).demikian juga, berkas sinar dari separuh kanan
lapang pandang mencapai separuh kiri kedua retina (separuh lateral retina kiri dan
separub medial retina kanan). Setiap saraf opticus yang keluar dari retina membawa
informasi dari kedua paruh retina yang disarafinya. Informasi ini terpisah ketika kedua
saraf bertemu di kiasma opticus yang teletak di bawah hipotalamus.

Di dalam kiasma opticus, serat-serat dari separuh medial tiap retina menyebrang
ke sisi kontra lateral tetapi yang dari separuh lateral tetap di sisi semula. Reorganisai
berkas-berkas serat yang meninggalkan kiasma opticus di kenal disebut traktus
opticus. Tiap-tiap traktus membawa informasi dari separuh lateral satu retina dan
separuh medial retina yang lain. Karena itu, persilangan parsial ini menyatukan, dari
kedua mata, serat-serat yang membawa informasi dari seapruh lapang pandang yang
sama. Masing-masing traktus opticus, nantinya menyalurkan informasi ke separuh otak
di sisi yang sama tentang separuh lapang pandang kontralateral.

Perhentian pertama di otak untuk informasi di jalur penglihatan adalah nukleus


genikulatus lateral di thalamus. Bagian ini memisahkan informasi yang di terima dari
mata dan menyalurkannya melalui berkas-berkas serat yang di kenal sebagai radiasi
optic ke berbagai daerah di korteks yang terletak di lobus oksipital. Setiap daerah
mengolah berbagai aspek rangsangan penglihatan.3

Susunan dan fungsi korteks penglihatan

3
Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia. Edisi 8. Jakarta : EGC. 2014.
15

[Gambar 5 : Korteks Penglihatan pada Fisura Kalkarina]

Korteks penglihatan primer terletak pada area kalkarina, yang meluas kea rah
depan dari ujung oksipital pada bagian medial setiap korteks oksipital. Area ini adalah
tempat berakhirnya sinyal-sinyal penglihatan langsung yang berasal dari mata. Sinyal-
sinyal yang berasal dari daerah macula retina berakhir di dekat ujung oksipital,
sedangkan sinyal-sinyal yang berasal dari daerah perifer retina berakhir pada atau di
seapruh lingkaran konsentrik yang terletak di depan ujung oksipital namun masih di
sepanjang fisura kalkarina pada bagian medial lobus oksipital. Korteks penglihatan di
sebut juga area penglihatan I.

Area penglihatan sekunder, yang juga di sebut area asosiasi penglihatan,


terletak di sebelah lateral, anterior, superior, dan inferior korteks penglihatan primer.
Sinyal sekunder yang dihantarkan ke daerah ini digunakan untuk menganalisis arti
penglihatan. Sebagi contoh, semua sisi korteks penglihatan primer merupakan area 18
brodmann, yang merupakan teempat hampir semua sinyal yang berasal dari korteks
penglihatan primer lewat. Oleh karena itu, area 18 brodmann disebut area penglihatan
II.

4. Fungsi Rhodopsin dan Mekanisme Absorpsi Cahaya :


16

Bila sel batang ataupun sel kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan melewati
lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina
kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan yang terletak tepat di tengah retina, lapisan
ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor
.Fovea terutama berfungsi untuk penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis dengan
diameter hanya 0,3 milimeter, hampir seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut. Foveola
adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan
bagian retina paling tipis . Daerah tepat di sekitar fovea, makula lutea juga memiliki
konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan ketajaman lumayan. Namun, ketajaman makula
lebih rendah daripada fovea, karena ada lapisan sel ganglion dan bipolar di atasnya

Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Segmen luar (paling dekat dengan koroid), bagian ini mendeteksi


rangsangan cahaya. Segmen ini, berbentuk batang pada sel batang dan
kerucut pada sel kerucut,
2. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah fotoresetor. Bagian ini
mengandung perangkat metabolik sel,
3. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata,
menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang dihasilkan
fotoreseptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur
penglihatan.

Segmen luar terdiri dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa gepeng yang


mengandung banyak molekul fotopigmen peka cahaya. Fotopigmen mengalami
perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar. Perubahan yang dipicu oleh cahaya dan
pengaktifkan fotopigmen ini melalui serangkaian tahap menyebabkan terbentuknya
potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi
menyalurkan informasi ini ke otak untuk pemprosesan visual.

Fotopigmen terdiri dari dua komponen :


17

1. Opsin yang merupakan suatu protein


2. Retinen, suatu turunan vitamin A yang terikat di bagian dalam molekul
opsin. Retinen adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya.

Terdapat empat fotopigmen berbeda, satu di sel batang dan masingmasing satu
di ketiga jenis sel kerucut. Keempat fotopigmen ini menyerap panjang gelombang sinar
yang berbeda-beda . Bahan kimia yang peka cahaya dalam sel batang disebut rodopsin;
tiga bahan kimia peka cahaya dalam sel kerucut, disebut pigmen warna merah, hijau dan
biru, mempunyai komposisi sedikit berbeda dari rhodopsin.

Substansi rodopsin pada sel batang merupakan kombinasi dari protein skotopsin
dengan pigmen karotenoid retinal. Retinal tersebut merupakan bentuk tipe khusus yang
disebut 11-cis retinal. Bentuk cis retinal adalah bentuk yang penting sebab hanya bentuk
ini saja yang dapat berikatan dengan skotopsin agar dapat bersintesis menjadi rodopsin.
Prinsip-prinsip fotokimiawi pada siklus penglihatan rodopsin dan penguraiannya oleh
energi cahaya (gambar 2), yang sama pula dapat diterapkan pada pigmen sel kerucut.

Retina mengandung sel batang 30 kali lebih banyak daripada sel kerucut (100
juta sel batang dibandingkan 3 juta sel kerucut per mata). Sel kerucut lebih banyak di
makula lutea pada bagian tengah retina. Dari titik ini keluar, konsentrasi sel kerucut
berkurang dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel batang paling banyak di perifer.
Perbedaan antara sel batang dan sel kerucut adalah sel kerucut memberi penglihatan
warna sedangkan sel batang memberi penglihatan hanya dalam bayangan abu-abu. Sel
kerucut memiliki sensitivitas rendah terhadap cahaya, “dinyalakan” hanya oleh sinar
terang siang hari, tetapi sel ini memiliki ketajaman (kemampuan membedakan titik yang
berdekatan) tinggi. Manusia menggunakan sel kerucut untuk penglihatan siang hari,
yang berwarna dan tajam. Sel batang memiliki ketajaman rendah tetapi sensitivitasnya
tinggi sehingga sel ini berespons terhadap sinar temaram malam hari.

Mekanisme Absorpsi Cahaya :


18

[Gambar 6 : Mekanisme Absorpsi Cahaya]

Sel kerucut pada retina merupakan komponen penting untuk melihat warna.
Setiap jenis sel kerucut sensitif terhadap panjang gelombang yang berbeda. Pada sel
kerucut mata orang yang normal memiliki tiga jenis pigmen yang dapat membedakan
warna. Penglihatan warna yang normal pada manusia ini disebut juga dengan
trikromatik. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam sel kerucut
itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi pada gelombang cahaya berturut-turut, yaitu :

1) 420 nm: sel kerucut biru atau "S" kerucut untuk panjang gelombang pendek
(short-wavelength light),
2) 530 nm: sel kerucut hijau atau "M" kerucut untuk panjang gelombang menengah
(middle-wavelength light),
3) 560 nm: merah kerucut atau " L" kerucut untuk gelombang panjang (long-
wavelength light).

Mekanisme Absorpsi Cahaya Relative :


19

[Gambar 7 : Mekanisme Absorpsi Cahaya Relative]

Penglihatan warna, presepsi berbagai warna, bergantung pada berbagai rasio


stimulasi ketiga tipe sel kerucut terhdap bermacam-macam panjang gelombang tertentu
dari sinar yang sampai ke fotoreseptor retina. Panjang gelombang ini juga merupakan
panjang gelombang untuk puncak sensitivitas cahaya untuk setiap tipe sel kerucut, yang
dapat mulai digunakan untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna
(Guyton dan Hall, 2010). Misalnya panjang gelombang yang terlihat sebagai biru tidak
merangsang sel kerucut merah atau hijau sama sekali tetapi merangsang sel kerucut biru
secara maksima.

Bila panjang gelombang elektromagnetik yang diterima terletak di antara kedua


pigmen sel kerucut, maka akan terjadi penggabungan warna. Masukan-masukan warna
tersebut di kombinasikan dan diproses pada pusat penglihatan warna di korteks
penglihatan primer pada otak dan inilah yang akan menghasilkan presepsi warna.

Monochromi :
20

Monochromacy adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah sel


pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Seseorang yang menderita
monochromacy disebut monokromat. Monochromacy ada dua jenis, yaitu :

1. Rod monochromacy (typical) adalah jenis buta warna yang sangat jarang
terjadi, yaitu ketidakmampuan dalam membedakan warna sebagai akibat dari
tidak berfungsinya semua sel kerucut retina. Penderita rod monochromacy
tidak dapat membedakan warna yang terlihat hanya hitam, putih dan abu-
abu.
2. Cone monochromacy (atypical) adalah tipe monochromacy yang sangat
jarang terjadi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya dua sel kerucut.
Penderita nya masih dapat melihat warna tertentu, karena masih memiliki
satu sel kerucut yang berfungsi.

Dichromaci :

Dichromacy adalah jenis buta warna dimana salah satu dari tiga sel kerucut tidak
ada atau tidak berfungsi. Akibatnya, seseorang yang menderita dikromat akan
mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.

1. Protanopia adalah gangguan penglihatan warna yang disebabkan tidak


adanya photoreseptor retina merah, mengakibatkan tidak adanya penglihatan
warna merah .Protanopia hanya memiliki sel kerucut biru dan hijau saja
(Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari seluruh pria). Orang yang
menderita protanopia disebut protanope.
2. Deutanopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan
ketiadaan photoreseptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam
membedakan warna merah dan hijau (red-green hue discrimination) Pada
Deuteranopia hanya memiliki sel kerucut biru dan merah saja, tetapi tidak
ada sel kerucut hijau yang fungsional (terjadi pada 1 % dari laki-laki putih).
3. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki shortwavelength
cone yaitu warna biru, akibatnya penderita akan kesulitan membedakan
warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak.
21

5. MEKANISME ISOMERASI RETINA :

Siklus Penglihatan Rodopsin-Retina, dan Perangsangan Sel Batang :

[Gambar 8 : Spesifikasi Isomerasi Retina]

Keterangan : Siklus penglihatan rhodopsin-retina pada sel batang memperlihatkan


dekomposisi rhodopsin selama terpajan cahaya dan pembentukan kembali rhodopsin
lambat selanjutnya melalui proses kimia.

Rodopsin dan Penguraiannya oleh Energi Cahaya. Segmen luar sel batang yang
menonjol ke lapisan pigmen retina mengandung sekitar 40 persen pigmen peka cahaya
yang disebut rodopsin, atau visual purple. Substansi ini merupakan kombinasi protein
skotopsin dengan pigmen karotenoid retinal (juga disebut "retinene"). Selanjutnya,
retinal tersebut merupa- kan tipe khusus yang disebut 11-cis retinal. Bentuk cis dan
retinal adalah bentuk yang penting sebab hanya bentuk ini saja yang dapat berikatan
dengan skotopsin agar dapat bersintesis menjadi rodopsin.
22

Bila sudah mengabsorbsi energi cahaya, seperti yang tampak di bagian atas,
rodopsin segera terurai dalam waktu sepersekian detik. Penyebabnya adalah fotoaktivasi
elektron pada bagian retinal dan rodopsin, yang menyebabkan perubahan segera pada
bentuk cis dan retinal menjadi bentuk all-trans, yang tetap mempunyai struktur kimiawi
yang sama dengan bentuk cis namun struktur fisiknya berbeda merupakan molekul yang
berbentuk lurus bukan molekul yang berbentuk lengkung. Oleh karena orientasi tiga
dimensi dan tempat reaksi retinal all-trans tidak lagi sesuai dengan tempat reaksi protein
skotopsin, maka all-trans retinal mulai terlepas dari skotopsin. Produk yang segera
terbentuk adalah batoro- dopsin, yang merupakan kombinasi terpisah sebagian dan all-
trans retinal dan skotopsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang sangat tidak
stabil dan dalam waktu sekian nanodetik akan rusak menjadi lumirodopsin.
Dalam waktu sekian mikrodetik senyawa ini lalu akan rusak lagi dan menjadi
metarodopsin I, yang selanjutnya dalam waktu kira-kira satu milidetik akan menjadi
metarodopsin IL dan akhirnya, dalam bentuk potensial aksi nervus optikus, yang akan
kita bahas kemudian.

Pembentukan Kembali Rodopsin. Seperti yang tampak dalam Gambar 50-5, tahap
pertama dalam pembentukan kembali rodopsin adalah mcngubah kembali all-trans
retinal menjadi 11-cis retinal. Proses ini memerlukan energi metabolik dan dikatalisis
oleh enzim retinal isomerase. Ketika 11-cis retinal terbentuk, maka secara otomatis akan
bergabung kembali dengan skotopsin untuk membentuk kembali rodopsin, yang
selanjutnya tetap stabil sampai terurai kembali oleh adanya absorpsi energi cahaya.

Peran Vitamin A untuk Pembentukan Rodopsin. Pada Gambar 50-5 hendaknya


diperhatikan bahwa terdapat reaksi kimia kedua yang merubah all-trans retinal menjadi
11-cis retinal. Hal ini didapat mula-mula dengan mengubah all-trans retinal menjadi all-
trans retinol, yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Selanjutnya, di bawah
pengaruh enzim isomerase, all-trans retinol ini diubah menjadi 11-cis retinol. Akhirnya,
11-cis retinol diubah menjadi 11-cis retinal yang bergabung dengan skotopsin untuk
membentuk rodopsin baru. Vitamin A dapat dijumpai baik di dalam sitoplasma sel ba-
tang maupun di dalam lapisan pigmen retina. Oleh karena itu, secara normal vitamin A
selalu tersedia bila diperlukan untuk pembentukan retinal yang baru. Sebaliknya, bila di
23

dalam retina terdapat kelebihan retinal, kelebihan ini akan diubah kembali menjadi
vitamin A, sehingga akan mengurangi jumlah pigmen peka cahaya di dalam retina. Kita
akan melihat nanti bahwa perubahan-perubahan antara retinal dan vitamin A ini bergu-
na, terutama dalam adaptasi retina jangka panjang terhadap berbagai intensitas cahaya.

Rabun Senja. Rabun senja dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami defisiensi
berat vitamin A. Penyebab terjadinya rabun senja adalah sangat menurunnya jumlah
retinal dan rodopsin yang dapat dibentuk tanpa vitamin A. Keadaan ini disebut rabun
senja sebab jumlah cahaya pada waktu malam terlalu sedikit untuk dapat menimbulkan
penglihatan yang adekuat bagi orang-orang yang mengalami defisiensi vitamin A.
Untuk terjadinya rabun senja, seseorang biasanya harus mengalami diet defisiensi
vitamin A selama beberapa bulan, terutama karena sejumlah besar vitamin A dalam
keadaan normal disimpan di hati dan dapat digunakan untuk mata. Bila telah terjadi
rabun senja, terkadang dapat disembuhkan dalam waktu kurang dari I jam melalui
pemberian vitamin A intravena.4

6. Penurunan Kalsium dalam Penglihatan :

4
Ganong, W.F. 1999 ; Buku Ajar Fisiolog Kedokteran. Jakarta. EGC. Edisi 17.
Halaman 536 - 537, 552 - 554.
24

[Gambar 9 : Penurunan Kalsium dalam Penglihatan]

Rodopsin dan Penguraiannya oleh Energi Cahaya. Segmen luar sel batang yang
menonjol ke lapisan pigmen retina mengandung sekitar 40 persen pigmen peka cahaya
yang disebut rodopsin, atau visual purple. Substansi ini merupakan kombinasi protein
skotopsin dengan pigmen karotenoid retinal. Selanjutnya, retinal tersebut merupakan
tipe khusus yang disebut 11-cis retinal. Bentuk cis dan retinal adalah bentuk yang
penting sebab hanya bentuk ini saja yang dapat berikatan dengan skotopsin agar dapat
bersintesis menjadi rodopsin. Bila sudah mengabsorbsi energi cahaya, seperti yang
tampak di bagian atas Gambar 50-5, rodopsin segera terurai dalam waktu sepersekian
detik. Penyebabnya adalah fotoaktivasi elektron pada bagian retinal dan rodopsin, yang
menyebabkan perubahan segera pada bentuk cis dan retinal menjadi bentuk all-trans,
yang tetap mempunyai struktur kimiawi yang sama dengan bentuk cis namun struktur
fisiknya berbeda merupakan molekul yang berbentuk lurus bukan yang berbentuk
lengkung.
25

Oleh karena orientasi tiga dimensi dan tempat reaksi retinal all-trans tidak lagi
sesuai dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka all-trans retinal mulai terlepas dari
skotopsin. Produk yang segera terbentuk adalah batoro- dopsin, yang merupakan
kombinasi terpisah sebagian dan all-trans retinal dan skotopsin. Batorodopsin sendiri
merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan dalam waktu sekian nanodetik akan
rusak menjadi lumirodopsin. Dalam waktu sekian mikrodetik senyawa ini lalu akan
rusak lagi dan menjadi metarodopsin I, yang selanjutnya dalam waktu kira-kira satu
milidetik akan menjadi metarodopsin IL dan akhirnya, dalam waktu yang jauh lebih
lambat (dalam beberapa detik) akan menjadi produk pecahan akhir, skotopsin dan all-
trans retinal. Metarodopsin II, yang juga disebut rodopsin teraktivasi, merangsang
perubahan listrik dalam sel batang yang kemudian menghantarkan bayangan
penglihatan ke sistem saraf pusat dalam bentuk potensial aksi nervus optikus, yang akan
kita bahas kemudian.

7. Fungsi Media Refraksi :

Refraksi ialah tindakan atau proses membiaskan. Media refrakta terdiri atas : kornea,
lensa, dan badan kaca. Kornea merupakan tonjolan jernih di mata depan dan elemen
pemfokus yang terfiksasi. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau
membelokkan berkas cahaya. Apabila kornea terlalu melengkung maka mata akan
berpenglihatan dekat, dan apabila kelengkungan kornea kurang yang akan terjadi adalah
mata akan berpenglihatan jauh.
26

[Gambar 10 : Struktur Media Refraksi pada Mata]

     Lensa memiliki pembungkus yang lentur dan ditopang di bawah tegangan oleh
serat – serat penunjang. Saat otot mata berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi,
tegangan ini menjaga agar lensa tetap gepeng dan berada pada dayanya yang paling
rendah, dan mata berfokus pada benda jauh. Titik ketika benda jauh terfokuskan saat
otot- otot yang memfokuskan berelaksasi disebut titik jauh. Lensa berubah menjadi
bentuk yang lebih bulat, terutama karena bagian depan menjadi lebih lengkung, daya
pemfokusan lensa kemudian menjadi lebih besar, benda yang terletak dekat dengan
mata di bawa ke focus di retina. Titik terdekat ketika benda masih dapat difokuskan saat
lensa berada dalam keadaan paling tebal.
     Aqueous humor mengisi ruang antara lensa dan kornea. Cairan ini terdiri dari
air, diproduksi terus-menerus, dan jumlah cairan yang berlebih keluar melalui canalis
schlemm. Aqueous humor mengandung banyak komponen darah dan menyalurkan zat
gizi ke lensa dan kornea yang tidak berpembuluh darah. Aqueous humor berfungsi
untuk mempertahankan tekanan internal mata.
Gangguan refraksi Keadaan mata dengan kemampuan refraksi normal disebut
emetropia mata dengan kelainan refraksi disebut ametropia Astigmatisme, di mana
kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya paralel yang
melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda. Miopia
(penglihatan dekat), terjadni bila kekuatan optik mata terlalu tinggi, biasanya karena
bola mata yang panjang, dan sinar cahaya paralel jatuh pada fokus di depan retina
Hipermetropia (penglihatan jauh), terjadi apabila kekuatan optik mata terlalu rendah,
biasanya karena mata terlalu pendek, dan sinar cahaya paralel mengalami konvergensi
pada titik di belakang retina.5

5
Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia. Edisi 8. Jakarta : EGC. 2014.
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Hall JE, Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Singapura:
Elsevier; 2016.
2. Ganong, W.F. 1999 ; Buku Ajar Fisiolog Kedokteran. Jakarta. EGC. Edisi 17.
Halaman 536 - 537, 552 - 554.
3. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia. Edisi 8. Jakarta : EGC. 2014.

Anda mungkin juga menyukai