Anda di halaman 1dari 5

Fakta nomor 8: Sebagian besar bakteri berbahaya sudah menjadi resisten terhadap obat.

1. Fakta-fakta kunci
 Resistensi antimikroba (AMR) mengancam efektivitas dari pencegahan dan
penatalaksanaan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, parasit, virus, dan jamur.
 AMR merupakan ancaman serius bagi dunia kesehatan global yang membutuhkan aksi
dari berbagai sector dan kelompok masyarakat.
 Tanpa antibiotic yang efektif, keberhasilan operasi mayor dan kemoterapi kanker
diragukan.
 Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan oleh pasien dengan infeksi yang resisten
terhadap obat akan lebih tinggi daripada pasien dengan infeksi tanpa adanya resistensi
kuman terhadap obat yang biayanya dihitung berdasarkan durasi sakitnya, tes
tambahan, dan penggunaan lebih banyak obat mahal.
 Secara global, 480 ribu orang terkena TB yang resisten terhadap terapi kombinasi setiap
tahunnya dan resistensi obat membuat pemberantasan penyakit seperti HIV dan
Malaria lebih rumit.
 Resistensi terhadap antibiotik merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap dunia
kesehatan global, keamanan pangan, dan perkembangan dunia kesehatan saat ini.
 Resistensi terhadap antibiotik bisa menyerang siapapun, umur manapun, dan di negara
manapun.
 Resistensi terhadap antibiotik akan tetap terjadi secara sendirinya namun
penyalahgunaan antibiotik pada manusia dan hewan bisa mempercepat terjadinya
resistensi.
 Pertumbuhan jumlah infeksi seperti pneumonia, TB, dan gonorrhoea menjadi lebih sulit
untuk diterapi karena antibiotik yang digunakan menjadi kurang efektif.
 Resistensi terhadap antibiotik membuat waktu tinggal di rumah sakit lebih lama, biaya
yang lebih tinggi dan peningkatan mortalitas.

2. Definisi Resistensi Antimicrobial (AMR)


Resistensi Antimicrobial terjadi saat mikroorganisme (seperti bakteri, jamur, virus, dan
parasite) berubah saat mikroorganisme terekspos dengan obat antimicrobial (seperti
antibiotik, anti-jamur, anti-virus, anti-malaria, dan obat cacing). Mikroorganisme yang
mulai resisten terhadap antimicrobial kadang-kadang disebut juga sebagai “superbugs”
Sebagai hasilnya, terapi menjadi tidak efektif dan infeksi menetap di dalam tubuh,
meningkatkan risiko untuk tersebarnya infeksi.

3. Resistensi antimicrobial adalah masalah global


Mekanisme resistensi yang baru muncul dan menyebar secara global, mengancam
kemampuan kita untuk mengatasi penyakit infeksi biasa, hasilnya adalah
memperbanyak kesakitan, kecacatan, dan kematian.
Tanpa antimikroba yang efektif untuk pencegahan dan terapi dari infeksi, prosedur
medis seperti transplantasi organ, kemoterapi kanker, penanganan diabetes, dan
operasi mayor (contoh: operasi caesar) menjadikan risiko lebih tinggi.
Resistensi antimikroba menyebabkan biaya pengobatan menjadi lebih mahal dengan
bertambahnya waktu rawat inap di rumah sakit dan diperlukannya perawatan yang
lebih intensif.
Resistensi antimikroba membuat keberhasilan Millenium Development Goals menjadi
terancam dan mengancam tercapainya Sustainable Develompment Goals.

4. Apa yang mempercepat muncul dan menyebarnya resistensi antimikroba ?


Resistensi antimikroba sering kali terjadi secara alami, biasanya melalui perubahan genetis.
Bagaimanapun, penyalahgunaan dan penggunaan berlebihan dari antimikroba mempercepat
proses ini. Di berbagai tempat, antibiotik digunakan secara berlebihan dan disalahgunakan pada
manusia dan hewan, dan sering kali diberikan tanpa resep dokter. Contohnya, disebut
penyalahgunaan jika antibiotik diberikan pada orang yang terkena infeksi virus seperti flu dan
saat antibiotik diberikan sebagai pemercepat pertumbuhan pada binatang.
Mikroba yang resisten terhadap anti-mikroba ditemukan pada manusia, hewan, makanan, dan
lingkungan (pada air, tanah, dan udara). Mereka bisa menyebar antara manusia dan hewan,
antara satu manusia dengan manusia yang lain. Kontrol infeksi yang buruk, kondisi sanitasi yang
tidak adekuat, dan penanganan makanan yang tidak sesuai mempercepat penyebaran dari
resistensi anti-mikroba.

5. Situasi sekarang
Resistensi pada bakteri
Resistensi antibiotik dapat ditemukan di berbagai negara.
Pasien dengan infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap obat meningkatkan risiko
memburuknya output klinis dan kematian dan memerlukan lebih banyak sumber daya daripada
pasien yang terinfeksi bakteri yang sama yang tidak resisten.
Resistensi Klebsiella pneumoniae yang mana bakteri ini umum di usus yang dapat menyebabkan
infeksi yang mengancam nyawa-hingga upaya terapi terakhir (antibiotic carbapenem) telah
menyebar ke seluruh penjuru dunia. K. pneumoniae adalah penyebab mayor dari infeksi yang
didapat di rumah sakit seperti pneumonia, infeksi aliran darah dan infeksi pada neonates, dan
pasien ICU. Pada beberapa negara, karena resistensi, antibiotic carbapenem tidak bekerja pada
sebagian besar pasien yang diterapi untuk infeksi K. pneumoniae.
Kegagalan terapi hingga upaya terakhir dari pengobatan untuk gonorrhoea (antibiotic
sefalosporin generasi ketiga) telah dikonfirmasi di setidaknya 10 negara (Australia, Austria,
Kanada, Prancis, Jepang, Norwegia, Slovenia, Afrika Selatan, Swedia, dan Inggris dan Irlandia
Utara).
WHO baru saja memperbarui guidelines dari terapi untuk gonorrhoea untuk mengatasi
timbulnya resistensi. Guidelines WHO yang baru ini tidak merekomendasikan quinolone (salah
satu kelas dalam antibiotic) untuk terapi pada gonorrhoea dikarenakan tingginya resistensi.
Sebagai tambahan, guidelines terapi untuk infeksi klamidia dan sifilis juga sudah diperbarui.
Resistenci pada obat-obatan lini pertama untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh S. aureus-
penyebab umum dari infeksi berat di fasilitas kesehatan dan masyarakat-tersebar luas. Orang-
orang dengan MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus) diperkirakan 64% lebih
mungkin untuk meninggal daripada orang-orang yang terkena infeksi dari bakteri yang non-
resisten.
Colistin adalah upaya terapi terakhir untuk infeksi yang mengancam nyawa yang
disebabkan oleh Enterobacteriaceae yang mana resisten terhadap carbapanems. Resistensi
terhadap colistin baru baru ini terdeteksi di beberapa negara dan wilayah, membuat
infeksi yang disebabkan beberapa bakteri tidak dapat diterapi.

Resistensi pada tuberculosis (TB)

WHO memperkirakan bahwa tahun 2014 ada sekitar 480 ribu kasus baru dari multidrug-
resistant tuberculosis (MDR-TB), salah satu jenis dari tuberculosis yang resisten terhadap
2 obat anti-TB paling kuat. Hanya seperempat dari kasus ini (123 ribu kasus) yang
terdeteksi dan dilaporkan. MDR-TB memerlukan terapi yang lebih lama dan kurang
efektif daripada mereka yang TB namun tidak resisten. Secara global, hanya setengah
dari pasien MDR-TB yang sukses diterapi pada tahun 2014.

Di antara kasus TB baru pada tahun 2014, diperkirakan 3,3% multidrug-resistant.


Proporsinya lebih tinggi di antara orang-orang yang sebelumnya telah diterapi untuk TB,
sekitar 20%.

Extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-TB), salah satu jenis tuberculosis yang


resisten terhadap setidaknya 4 obat anti-TB, telah teridentifikasi di 105 negara.
Diperkirakan 9,7% orang-orang dengan MDR-TB juga mengidap XDR-TB.

Resistensi pada malaria

Pada Juli 2016, resistensi terhadap terapi lini pertama untuk malaria yang disebabkan
karena P. falciparum ((artemisinin-based combination therapies, yang dikenal juga
dengan sebutan ACT) telah dikonfirmasi di 5 negara wilayah sungai Mekong (Kamboja,
Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam). Pada kebanyakan daerah, pasien dengan infeksi
yang resisten terhadap artemisinin dapat pulih kembali setelah pengobatan setelah
diterapi dengan ACT yang diberikan bersama dengan obat pendamping yang efektif.
Bagaimanapun, di perbatasan Kamboja-Thailand, P. falciparum telah menjadi resisten
terhadap hamper semua obat anti-malaria yang tersedia, membuat terapi menjadi lebih
sulit dan membutuhkan pantauan ketat. Terdapat risiko nyata bahwa resistensi terapi
kombinasi akan segera muncul di daerah lain juga. Penyebaran strain yang resisten ke
daerah lain bias mengakibatkan tantangan besar dalam kesehatan masyarakat dan
membahayakan hasil yang baru-baru ini dicapai dalam pengendalian malaria.

Resistance in HIV

In 2010, an estimated 7% of people starting antiretroviral therapy (ART) in developing countries


had drug-resistant HIV. In developed countries, the same figure was 10–20%. Some countries
have recently reported levels at or above 15% amongst those starting HIV treatment, and up to
40% among people re-starting treatment. This requires urgent attention.

Increasing levels of resistance have important economic implications as second and third-line
regimens are 3 times and 18 times more expensive, respectively, than first-line drugs.
Since September 2015, WHO has recommended that everyone living with HIV start on
antiretroviral treatment . Greater use of ART is expected to further increase ART resistance in all
regions of the world. To maximize the long-term effectiveness of first-line ART regimens, and to
ensure that people are taking the most effective regimen, it is essential to continue monitoring
resistance and to minimize its further emergence and spread. In consultation with countries,
partners and stakeholders, WHO is currently developing a new "Global Action Plan for HIV
Drug Resistance (2017-2021)".

Resistance in influenza

Antiviral drugs are important for treatment of epidemic and pandemic influenza. So far, virtually
all influenza A viruses circulating in humans were resistant to one category of antiviral drugs –
M2 Inhibitors (amantadine and rimantadine). However, the frequency of resistance to the
neuraminidase inhibitor oseltamivir remains low (1-2%). Antiviral susceptibility is constantly
monitored through the WHO Global Influenza Surveillance and Response System.

Need for coordinated action

Antimicrobial resistance is a complex problem that affects all of society and is driven by many
interconnected factors. Single, isolated interventions have limited impact. Coordinated action is
required to minimize the emergence and spread of antimicrobial resistance.

All countries need national action plans on AMR.

Greater innovation and investment are required in research and development of new
antimicrobial medicines, vaccines, and diagnostic tools.

WHO's response

WHO is providing technical assistance to help countries develop their national action plans, and
strengthen their health and surveillance systems so that they can prevent and manage
antimicrobial resistance. It is collaborating with partners to strengthen the evidence base and
develop new responses to this global threat.

WHO is working closely with the Food and Agriculture Organization of the United Nations
(FAO) and the World Organisation for Animal Health (OIE) in a ‘One Health’ approach to
promote best practices to avoid the emergence and spread of antibacterial resistance, including
optimal use of antibiotics in both humans and animals.

A global action plan on antimicrobial resistance was adopted by Member States at the Sixty-
eighth World Health Assembly and supported by the governing bodies of FAO and OIE in May
and June 2015. The goal of the global action plan is to ensure, for as long as possible, continuity
of successful treatment and prevention of infectious diseases with effective and safe medicines
that are quality-assured, used in a responsible way, and accessible to all who need them.
A high-level meeting on antimicrobial resistance at the United Nations General Assembly will be
held on 21 September 2016 to accelerate global commitments and enhance national multi-
sectoral efforts to combat antimicrobial resistance.

6.

Anda mungkin juga menyukai