Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA GINJAL

OLEH

Kelompok III

v Niswan Iskandar Alam

v Mustikawati R. Kasiru

v Lispitasari Andiani

v Windra Oktaviani Ibrahim

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH

MANADO 2012

Kata Pengantar

Assalammualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah…..
Tiada kata yang paling indah selain puji dan puja syukur kehadirat Allah swt,yang mana dengan limpahan
rahmat dan karunia Nya lah sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada
waktunya.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabiyaullah Muhammad saw beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah rela mempetaruhkan harta,jiwa dan raganya untuk membawa
umat manusia dari dunia kegelapan menuju dunia yang terang benderang dan penuh dengan ilmu
pengetahuan.

Saya sadari peyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan maka berpegang dari itu
semua saya sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca pada
umumnya dan dosen bidang studi pada khususnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah referensi kita semua….

“ tak ada gading yang tak retak,tak ada manusia yang sempurna ˝

Billahifii sabililhaq fastabiqulkhairat

Wassalammualaikum Wr.Wb

Penyusun

Kelompok III

Daftar Isi
Kata pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………. 1

Latar Belakang………………………………………………………………………………………. 1

Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………………… 2

Metode Penulisan………………………………………………………………………………….. 2

BAB II. KAJIAN TEORI

Definisi…………………………………………………………………………………………… 3

Anatomi Ginjal………………………………………………………………………………… 3

Fisiologi Ginjal………………………………………………………………………………… 4

Etiologi…………………………………………………………………………………………… 6

Patofisiologi…………………………………………………………………………………….. 8

Manifestasi Klinis…………………………………………………………………………….. 9

Penatalaksanaan……………………………………………………………………………… 10

Asuhan Keperawatan……………………………………………………………………….. 10

Pengkajian………………………………………………………………………………… 10

11 Pola Gordon…………………………………………………………………………. 11

Pemeriksaan Fisik……………………………………………………………………………. 12

Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………………. 14

Pengelompokkan Data……………………………………………………………………… 17

Analisa Data…………………………………………………………………………………… 18

Penyimpangan KDM ( Patoflow )………………………………………………………. 19

Diagnosa………………………………………………………………………………………… 20

Perencanaan…………………………………………………………………………………… 20

BAB III. PENUTUP


Kesimpulan…………………………………………………………………………………………. 23

Daftar Pustaka iii

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Walaupun sering di anggap hanya sebagai suatu organ yang diperlukan untuk mengeluarkan sisa – sisa
metabolisme, ginjal sebenarnya memiliki fungsi yang jauh lebih banyak. Ginjal penting untuk
mempertahankan keseimbangan air, garam dan elektrolit dan merupakan suatu kelenjar endokrin yang
mengeluarkan paling sedikit 3 hormon.ginjal membantu mengontrol tekanan darah dan sangat rentan
mengalami kerusakan apabila tekanan darah terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Secara anatomis organ urogenital terletak sebagian besar di rongga ekstraperitoneal kecuali genitalia
eksterna, dan terlindung oleh otot-otot dan organ-organ disekitarnya. Sehingga apabila didapatkan
cedera pada organ-organ urogenital perlu diperhatikan juga kemungkinan cedera organ-organ
disekitanya. Saluran urogenital (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, uretra) dapat mengalami
trauma karena luka tembus, trauma tumpul, penyinaran maupun cedera Latrogenic akibat tindakan
dokter pada saat operasi atau petugas medik lain.

Gejala yang paling banyak ditemukan adalah adanya darah pada urin (hematuria), berkurangnya proses
berkemih dan nyeri. Karena cedera atau trauma, limbah metabolic yang seharusnya dapat dibuang
lewat saluran kemih akan terganggu dan dapat berakibat fatal. Diagnosis dan pengobatan yang tepat
dapat mengurangi atau meminimalkan kerusakan menetap pada saluran kemih.

Tujuan penulisan

Tujuan umum

Untuk mengetahui factor resiko terjadinya trauma ginjal

Tujuan khusus

Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi trauma ginjal


Mahasiswa dapat mengetahui jenis – jenis trauma ginjal

Mahasiswa dapat mengetahui penyimpangan KDM yang di timbulkan akibat trauma ginjal

Mahasiswa dapat mengetahui penegakkan diagnose keperawatan yang actual maupun resiko

Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode :

1. Research library yaitu pengambilan sumber dari buku-buku yang ada kaitannya dengan pembahasan
atau studi pustaka.

2. Web search yaitu ialah pengambilan sumber dari internet yang ada hubunganya dengan materi
pemeriksaan diagnostic system renal.

BAB II

KAJIAN TEORI

1. Definisi

Definisi Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik
tumpul maupun tajam.

2. Anatomi Ginjal

a) Makroskopis

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, didepan dua kosta terakhir dan
tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor). Ginjal pada orang
dewasa penjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau ginjal beratnya antara 120-150 gram. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2 buah
yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks dan medulla.
Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh
bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau
apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).

b) Mikroskopis

Tiap tubulus ginjal dan glumerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron adalah unit
fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)

c) Vaskularisasi ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis
menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri
renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara
piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang
tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang
mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava
inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25%
curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks
sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah
melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai
respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).

d) Persarafan pada ginjal

Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi
untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.

3. Fisiologi Ginjal
Menurut Syaifuddin (1995) “Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun;
mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh;
mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak”. Tiga tahap
pembentukan urine :

Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya,
kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup
permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar
1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke
kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan
masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam
kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi
langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam
filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi
hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali”
jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini
(hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat
mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

4. Etiologi
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu

a. Trauma tajam

b. Trauma latrogenic

c. Trauma tumpul

Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau pinggang merupakan 10 –
20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia. Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh
tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas
dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik semakin meningkat , tetapi kemudian menurun
setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal . Trauma tumpul
merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan
dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma
tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma
berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat
menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan
trombosis. Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. Ginjal yang relatif
mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik karena trauma langsung ataupun
tidak langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan
tekanan subcortical dan intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga
adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri. Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis
meningkat maka kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya
trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki kelainan pada ginjalnya
mudah terjadi trauma ginjal. Klasifikasi Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk
memberikan pegangan dalam terapi dan prognosis.

American Association for Surgery of Trauma, membagi trauma ginjal menjadi lima gradasi yaitu:

Gradasi

Lesi meliputi
Grade I Kontusio ginjal/hematoma perirenal, terdapat perdarahan di ginjal tanpa ada
kerusakan

jaringan, kematian jaringan maupun kerusakan kaliks. Hematuria dapat mikrokospik

atau makroskopik. Pencitraan normal. Grade IILaserasi Ginjal terbatas pada korteks, tanpa
ada kelainan parenkim. Grade IIILaserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin
terdapat thrombosis arteri

segmentalis, laserasi ginjal tidak melebihi 1cm, tidak mengenai pelviokaliks, dan

tidak terjadi ekstravasasi. Grade IVLaserasi sampai mengenai system kalises ginjal, laserasi
lebih dari 1 cm, laserasi yang

mengenai korteks, medulla dan pelviokaliks. Grade Vcedera pembuluh darah utama, avulse
pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan

pembuluh darah ginjal, laserasi luas pada beberapa tempat/ginjal terbelah.

5. Patofisiologi

Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan,
penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga
semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olahraga, kerja atau perkelahian. Trauma
ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung
misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga
peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri
renalis yang menimbulkan trombosis. Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas
hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas
dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam
mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini
meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava
inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis
tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.(Guerriero, 1984). Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah
mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan
trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi
parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga
retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang
datang di ruang gawat darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal.
Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat. Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga
menimbulkan perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang
tidak menyebabkan robekan pada kapsul. Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka
penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang
berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan
bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi ginjal yang
mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya
oleh adanya trauma ringan.(McAninch,2000).

6. Manifestasi Klinis

1. Nyeri

2. Hematuria

3. Mual dan muntah

4. Distensi abdomen

5. Syok akibat trauma multisistem

6. Nyeri pada bagian punggung

7. Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar

8. Massa di rongga panggul

9. Ekimosis

10. Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul

7. Penatalaksanaan

a.Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor, karena hampir 90% trauma tumpul ginjal berupa
cedera minor seperti kontusio ginjal dan laserasi parenkim ginjal yang tidak memerlukan tindakan
bedah. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital,kemungkinan adanya penambahan massa
di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut,penurunan kadar hemoglobin, dan perubahan warna
urin pada pemeriksaan serial. Tindakan konservatif itu sendiri meliputi istirahat di tempat tidur,
analgesic untuk hilangkan nyeri dan observasi status ginjal.
Observasi Tanda vital suhu tubuh,Massa di pinggang ,Hemoglobin,Urine lebih pekat merupakan tanda-
tanda perdarahan hebat, kebocoran urin,segera eksplorasi drainase urine, segera hentikan perdarahan.

b.Operasi

Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan.
Tindakan bedah dilakukan jika ada perdarahan dengan syok yang tidak dapat diatasi atau syok berulang.
Selanjutnya diperlukan debridement, reparasi ginjal (renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak
jarang harus dilakukan nefroktomi parsial bahkan total karena kerusakan ginjal yang berat.

8. Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Pengumpulan Data

Identitas klien

Identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
status, alamat, tanggal masuk, no regeister, dan diagnosis medis.

Identitas keluarga klien (yg bertanggung jawab pada klien)

Identitas keluarga klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien.

Riwayat Kesehatan

Keluhan utama

Kjlien mengeluh Nyeri pada daerah abdomen kurang lebih 1 hari yang lalu.

Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengeluh nyeri pada abdomen sejak 1 hari yang lalu dan kencing di sertai darah,.

Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien mengalami kecelakaan lalu lintas 1 hari yang lalu dan sakit pada abdomen.

Riwayat Kesehatn Keluarga

Dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit seperti yang di alami klien, keluarga
klien juga tidak mengalami penyakit hipertensi, jantung, ginjal, DM dan penyakit menular atau penyakit
menurun lainnya.

B. 11 Pola Gordon

1.Pola persepsi kesehatan

Biasanya klien dengan trauma akan langsung memeriksakan keadaannya ke dokter berhubungan dengan
keadaan yang di rasakan setelah trauma.

2. Pola Nutrisi Metabolik

Biasanya klien mengalami kurang napsu makan, BB menurun.

3. Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.

4. Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran. Pada pola kognitif
daya ingat klien masih baik.

5. Pola aktivitas dan latihan


Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, dan nyeri.

6.Pola tidur dan istirahat

Klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/ nyeri otot

7. Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya,dan merasa bersalah pada keluarga karena merasa merepotkan keluarganya

8. Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk beraktivitas

Pola Intoleransi dan Stres

Klien merasa cemasa dan khawatir dengan kondisi klien saat ini.

10.Pola kesehatan reproduksi

Adanya perubahan libido dalam melakukan aktivitas seksual.

11.Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/ kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh. ( Marilyn E. Doenges, 2000 ).

10. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang diperiksa mencakup :


a. Keadaan umum : ditemukan jejas dan nyeri pada abdomen bagian atas, nyeri pinggang, nyeri
bervariasi

b. Suara bicara : tidak mengalami gangguan

c. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

d. Pemeriksaan integumen

§ Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan jelek.

§ Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

§ Rambut : umumnya tidak ada kelainan

e. Pemeriksaan kepala dan leher

§ Kepala : bentuk normal

§ Muka : simetris

§ Mata : simetris, konjungtiva : anemis, sclera : ikteris (-), pupil : isokor

§ Leher : tidak ada pembesaran kelenjar karotis

f. Pemeriksaan dada

pernafasan normal tidak terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan.
g. Pemeriksaan abdomen

distensi abdomen, adanya penimbunan cairan/darah pada abdomen

h. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

i. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelemahan anggota gerak

11. Pemeriksaan penunjang

– Pemeriksaan Diagnostik

» Laboratorium

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan,
warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung
informasi mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus dipandang
secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun
secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi
telah dilaporkan juga kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi
harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis
trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.

» Radiologi

Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: foto polos
abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi,
sistografi, computed tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR)
» Intravenous Pyelography (IVP)

Tujuan pemeriksaan IVP adalah

(1) untuk mendapatkan perkiraan fungsional dan anatomi kedua ginjal dan ureter,

(2) menentukan ada tidaknya fungsi kedua ginjal, dan

(3) sangat dibutuhkan pada bagian emergensi atau ruangan operasi.

Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah

(1) pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan informasi maksimal, meskipun
tekhnik satu kali foto dapat digunakan;

(2) dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy);

(3) gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.

» Computed Tomography (CT)

Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara
detail. Pemeriksaan ini menggunakan scanning dinamik kontras.

Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus
urinarius, membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan membantu diagnosis
trauma yang menyertai.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah pemeriksaan ini memerlukan kontas untuk mendapatkan informasi
yang maksimal mengenai fungsi, hematoma, dan perdarahan; pasien harus dalam keadaan stabil untuk
melakukan pemeriksaan scanner; dan memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk
melihat bladder dan ureter.

» Ultrasonografi (USG) Renal

Keuntungan pemeriksaan ini adalah non-invasif, dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan
dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih, pada
pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi ginjal, dimana kenyataannya yang
terlihat hanyalah cairan bebas, trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.

» Angiography

Keuntungan pemeriksaan ini adalah (1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan
penanganan trauma ginjal, dan (2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas
IV atau dengan trauma vaskuler.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah (1) pemeriksaan ini invasif, (2) pemeriksaan ini memerlukan
sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan pemeriksaan, seperti waktu; (4) pasien harus melakukan
perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.

» Magnetic Resonannce Imaging (MRI)

MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat kontraindikasi untuk
penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-Scan tidak tersedia. Seperti pada
pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan
ekstravasasi sistem urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan
pandang yang luas.

– Pemeriksaan lab pada perdarahan


Untuk skrinning test ada 5 :

– AT (hitung trombosit) : untuk mengetahui defect kuantitas

– BT (bleeding time) : untuk mengecek kuantitas dan kualitas trombosit. Apakah ada gangguan
agregasi dan adhesi

– CT (clotting time) : waktu yang dibutuhkan untuk membentuk sumbat yang sempurna.

– PPT (plasma protrombin time) : untuk melihat defect jalur koagulasi ekstrinsik dan memonitor
antikoagulan oral warfarin.

– APTT (activated partial tromboplastin time) : untuk cek jalur intrinsic dan memonitor antikoagular
heparin.

Tambahan:

– TAT (tes agregasi trombisit) : dengan menggunakan sampel plasma trombosit. Trombosit dipapar
dengan aggregator untuk memicu agregasi. Kemudian disinari dengan spektofotometer. Jika makin
banyak agregasi, sinar yang dihantarkan akan makin banyak. Sehingga bisa menilai kemampuan
agregasi.

– Fibrinogen : tes utk cek proses fibrinolisis. Jika fibrinolisis teraktivasi, FDP akan meningkat.

Pengelompokan data

DS :- klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen

– Klien mengatakan merasa kesulitan saat bergerak untuk miring kiri miring kanan

– Klien mengatakan merasa takut dan cemas dengan kondisi saat ini
– klien mengatakan BAK campur darah

DO : – Klien tampak meringis menahan sakit,

– ekspresi wajah tampak tegang

-Klien tanpak gelisah

– Semua aktivitas klien di bantu keluarga

– Konjungtiva anemis

– pada urine bag, urin tampak bercampur darah

– Tampak terpasang kateter

TTV : TD : 110 / 80 mmHg, SB : 380C, N : 86 x / menit, R: 22 x / menit

Analisa data

No

Data

Etiologi

Masalah

DS : – Ps mengatakan nyeri pada bagian abdomen

– Klien mengatakan kesulitan saat bergerak untuk miring ke kiri dan ke kanan
DO : – Klien tampak meringis menahan sakit

– ekspresi wajah tampak tegangTrauma tumpulNyeri DS : – Klien mengatakan merasa kesulitan


saat bergerak untuk miring kiri miring kanan

DO : – Semua aktivitas klien di bantu keluarga Ketakutan bergerak/ traumaIntoleransi aktifitas DS : –


klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen

– pada urine bag, urin tampak bercampur darahPerdarahan pada rongga peritoniumResiko infeksi

patoflow

Trauma tumpul

Deselarasi (gerakan ginjal secara tiba-tiba)

Didalam rongga retroperitonium

Regangan predikal ginjal

Robekan tunika intima arteri renalis

Memacu pembentukan bekuan-bekuan darah

Menimbulkan trombosis renalis dan cabangnya

nyeri abdomen

Perdarahan didalam retroperitonium


Resiko infeksi

distensi abdomen distensi ileus Ketakutan bergerak

intoleransi aktifitas

Nausea

ansietas

Anoreksia

Perubahan nutrisi <kebutuhan

15. diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan trauma

3. resiko infeksi berhubungan dengan di dalam retroperitonium

4. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksi

5. ansietas berhubungan dengan ketakutan bergerak

16. perencanaan
no

diagnosa

Tujuan dan kriteria hasil

intervensi

rasional

1 Nyeri akut berhubungan dengan trauma

.Setelah di berikan tindakan keperawatan selama 3 hari di harapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Dengan criteria hasil :

– Nyeri berkurang atau hilang.

– Klien tampak tenang.Mandiri

Bedrest atau atur posisi yg nyaman bagi pasien.

Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

Observasi tanda-tanda vital.

Kolaborasi :

Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik.

– posisi yang nyaman dapat membantu meminimalkan nyeri

– hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.


-tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri.

– memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.

-untuk mengetahui perkembangan klien.

– merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.2Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketakutan bergerak/ trauma.Setelah di berikan
tindakan keperawatan selama 3 hari di harapkan pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Dengan criteria hasil :

— perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

– pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.a. Rencanakan
periode istirahat yang cukup.

Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.- mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan
energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.

– tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

-mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

-menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.3Resiko infeksi
berhubungan dengan perdarahan di dalam retroperitoneumSetelah di berikan tindakan keperawatan
selama 4 hari diharapkan infeksi tidak terjadi / terkontrol dengan kritri hasil :

– tidak ada tanda-tanda infeksi/ radang


– Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi..Mandiri

Pantau tanda-tanda vital.

b.Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

d.Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.- mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.

-untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

-penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

– antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan kekuatan yang cukup yang
bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi patologis seperti hidronefrosis atau
malignansiginjal maka ginjal mudah ruptur oleh hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa
konsekuensi terjadinya cedera parenkim ataupun vaskuler. Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma
tumpul dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal yang hanya
membutuhkan bed rest.

Diagnosis trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta kemungkinan gaya yang menimpa ginjal maupun organ
lain disekitarnya. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menilai ABC nya trauma, lokal ginjal maupun organ
lain yang terlibat. Pada pasien mungkin ditemukan hematuria gross ataupun mikroskopis atau mungkin
tanpa hematuria. Bila kondisi tidak stabil walau dengan resusitasi maka tidak ada pilihan kecuali
eksplorasi segera .Pada pemeriksaan penunjang plain photo bisa ditemukan patah tulang iga bawah,
prosesus transversus vertebra lumbal yang menunjukkan kecurigaan kita terhadap trauma ginjal. Pada
pemeriksaan IVU akurasinya 90% namun pada pasien hipotensi tidak bisa diharapkan hasilnya. IVU juga
tidak bisa menilai daerah retroperitoneal serta sangat sulit melakukan grading. Pada kondisi tak stabil,
maka hanya dilakukan one shotIVU yang bisa menilai ginjal kontralateral. Pemeriksaan dengan CT scan
merupakan gold standard karena dengan alat ini bisa melakukan grading dengan baik. Bagian-bagian
infark ginjal terlihat, serta seluruh organ abdomen serta retroperitoneum juga jelas. Pemeriksaan
angiografi sangat baik dilakukan pada kecurigaan cedera vaskuler. Dilakukan arteriografi apabila CT scan
tidak tersedia. Kerugiannya pemeriksaan ini invasif.

Prinsip penanganan trauma ginjal adalah meminimalisasi morbiditas dan mortalitas serta sedapat
mungkin mempertahankan fungsi ginjal. Hanya pasien dengan indikasi jelas dilakukan nefrektomi.
Keselamatan jiwa pasien tentunya lebih penting dari pada usaha peyelamatan ginjal namun jiwa
melayang. Teknik operasi saat ini memegang peranan penting dalam penyelamatan ginjal. Dengan
kontrol pembuluh darah ginjal maka terjadi penurunan angka nefrektomi. Kontrol pembuluh darah
dilakukan diluar fasia Gerota sebelum masuk zona trauma. Tanpa isolasi arteri dan vena , dekompresi
hematom ginjal yang dilakukan durante operasi meningkatkan insidensi nefrektomi.

Daftar pustaka

– Rencana asuhan keperawatan Marlin E Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Gleissler

– http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/anatomi-ginjal-dan-saluran-kemih/

– http://samire-samire.blogspot.com/2011/04/askep-trauma-ginjal.html

– http://www.alenatore.com/tag/askep-trauma-renal

– http://soimcakep.blogspot.com/2009/07/trauma-ginjal.html

– http://www.scribd.com/doc/7524912/Laporan-Kasus-Trauma-Ginjal

– http://soimcakep.blogspot.com/2009/07/trauma-ginjal.html

Anda mungkin juga menyukai