Anda di halaman 1dari 14

UJIAN PRAKTEK IPS

LAPORAN UJIAN PRAKTEK IPS PROKLAMASI

DISUSUN OLEH:

Nama : I Komang Surya Prawira Tangkas


Kelas : IX G
No : 11

SMPN 3 DENPASAR
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima
Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di
seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI, atau “Dokuritsu Junbi Cosakai”, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk
lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9
Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang
menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI
dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km
di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan
bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir
telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang
bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang
melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan
Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia
dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja
PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24
Agustus.Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari
Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat
sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu
nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil
pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan
proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan
dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan
Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI
adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
‘hadiah’ dari Jepang .

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan
Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan
kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal
bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan
dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah
sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha
bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer
Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan
Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke
kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di
Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas
keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih
menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera
mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10
pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambil alihan kekuasaan oleh
Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI
pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pejuang,
termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya setelah
berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah
kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco
Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama
Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang
kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno
bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun
risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo
melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali
ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru
memproklamasikan kemerdekaan.

Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa


hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk
pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai
tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.Malam harinya, Soekarno dan Hatta
kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI
(Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia
Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan
memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum
pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura
mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari
Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk
mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh
Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan
menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji
agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan
menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau.Melihat perdebatan yang
panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh agar
Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan
Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda diiringi oleh
Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-
Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar
tidurnya.

Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo


dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang
setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi
kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan
administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu
berarti “transfer of power”. Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik
tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima
masih didengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah
tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik
Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di
Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1). Perundingan antara golongan muda
dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung
pukul 02.00 – 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi
Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno
sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik.
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir
antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada
pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa
teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan,
disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi,
pimpinan Barisan Pelopor.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan
alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu
ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas
tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih
(Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah
bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah upacara selesai
berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke
Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.
Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan
menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang
selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara
Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan
persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama.
Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana kondisi masyarakat setelah proklamasi kemerdekaan?

1.2.2 Bagaimana kondisi masyarakat pada masa demokrasi Parlementer (1950-


1959)?

1.2.3 Bagaiman kondisi masyarakat pada masa demokrasi Terpimpin (1959-


1965)?

1.2.4 Bagaimana kondisi masyarakat pada masa Orde Baru (1966-1998)?

1.2.5 Bagaimana kondisi masyarakat pada masa Reformasi (1998-sekarang)?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kondisi masyarakat setelah proklamasi kemerdekaan


Proklamasi kemerdekaan membawa banyak perubahan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan sebelum diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia,
masyarakat Indonesia dibagi dalam kelas-kelas masyarakat tertentu atau terjadinya
diskriminasi rasial dalam kehidupan rakyat Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, posisi
terhormat dan tertinggi dalam masyarakat didominasi oleh warga Eropa dan Jepang dan warga
pribumi hanya merupakan masyarakat rendahan dan kebanyakan hanya dijadikan budak dari
bangsawan atau penguasa. Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan sehingga semua warga negara Indonesia memiliki
hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.

2.1.1 Kondisi kehidupan ekonomi Indonesia di awal kemerdekaan

Ekonomi Indonesia di masa-masa akhir kekuasaan Jepang dan di awal berdirinya Republik
Indonesia berada pada kondisi yang sangat kacau dan sulit. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu:

1. Indonesia baru saja merdeka sehingga belum memiliki sistem pemerintahan yang baik
dan belum memiliki pejabat tertentu yang menangani masalah perekonomian.
2. Indonesia belum memiliki cara atau metode untuk mengatur keuangan yang baik.
3. Kekosongan kas negara akibat dari yang Jepang meninggalkan utang yang banyak
untuk pembiayaan perang Jepang sehingga membuat Indonesia kesulitan untuk bangkit
dari keterpurukan ekonomi.
4. Keamanan dalam negeri Indonesia yang belum stabil sebagai dampak dari sering
terjadinya pergantian kabinet yang berimbas pada kestabilan ekonomi.
5. Politik keuangan yang diberlakukan di Indonesia dibuat di Belanda yang bertujuan
untuk menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menghancurkan ekonomi
Indonesia.
6. Adanya blokade ekonomi yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia sehingga
menyebabkan Indonesia mengalami kesulitan ekonomi.
7. Belanda bersikeras untuk tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan melakukan
pergolakan politik sehingga menghambat pengambilan langkah kebijakan di bidang
ekonomi.
2.1.2 Kondisi kehidupan politik di awal kemerdekaan

1. Di masa awal kemerdekaan, Indonesia mulai membenahi kehidupan politiknya dengan


pembentukan badan-badan pemerintahan, antara lain: Komite Nasional Indonesia,
Kabinet Republik Indonesia, TNI (Tentara Nasional Indonesia), Badan-badan (Laskar-
laskar) Perjuangan seperti Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Angkatan Pemuda
Indonesia (API), Barisan Banteng (BB), Hizbullah, Sabilillah, Kebangkitan Rakyat
Indonesia Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Barisan Pemberontak
Rakyat Indonesia (BPRI), dan Pemuda Sosialis Indonesia (pesindo).
2. Diperkenalkannya sistem politik multipartai yang tidak menciptakan kehidupan politik
yang demokratis melainkan menciptakan terjadinya perebutan kepentingan golongan
dalam partai-partai politik sehingga tujuan pembentukan partai politik yang semula
untuk menyalurkan aspirasi rakyat malah dimanfaatkan oleh para politisi untuk
perebutan kursi atau jabatan.
3. Berkembangnya ideologi yang beragam dengan berkembangnya banyak partai politik
di Indonesia.

2.1.3 Kondisi kehidupan budaya di awal kemerdekaan

Berkuasanya Belanda dan Jepang di Indonesia menyebabkan terjadinya akulturasi budaya yang
dapat ditemukan pada bentuk bangunan-bangunan yang ada di Indonesia, penggunaan bahasa
Belanda dan Jepang dalam beberapa kalangan di awal kemerdekaan Indonesia dan adaptasi
beberapa kebiasaan Belanda dan Jepang dalam hal berpakaian maupun pola pikir masyarakat
Indonesia.

2.2 Kondisi masyarakat pada masa demokrasi Parlementer (1950-1959)

Indonesia memasuki masa baru yang disebut masa Demokrasi Parlementer setelah
ditandatanganinya Konfrensi Meja Bundar (KMB). Meskipun begitu pemerintah Indonesia
masih harus menghadapi permasalahan ekonomi dan politik sebagai peninggalan masa
penjajahan Belanda

2.2.1 Perkembangan Politik

A. Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan Parlementer awalnya diusulkan oleh Sutan Sjahir dengan berdasar
pada UUDS 1950, yaitu kedaulatan rakyat yang diserahkan secara langsung kepada partai
politik. Partai politik yang berada dalam pemerintahan disebut partai pemerintah, sedangkan
partai yang tidak memiliki wakil dalam pemerintahan disebut partai oposisi.
1. Kabinet Natsir (07/09/1950-21/03/1951)

Kabinet Natsir diketuai oleh Moh. Natsir dari Masyumi. Kabinet ini jatuh karena mosi tidak
percaya DPR atas pembentukan DPRD yang dianggap menguntungkan Masyumi

2. Kabinet Soekiman (27/04/1951-23/02/1952)

Kabinet ini diketuai oleh Sukiman dari Masyumi yang merupakan lanjutan dari kabinet
sebelumnya, namun kabinet ini jatuh tanggal 23 Februari 1952 karena mosi tidak percaya
akibat ditandatanganinya program bantuan Militer AS atau Mutual Security Act.

3. Kabinet Wilopo (03/04/1952-03/06/1953)

Kabinet ini dipimpin oleh Wilopo dari PNI dan merupakan lanjutan dari kabinet Sukiman.
Namun kabinet ini jatuh karena mosi tidak percaya atas penyelesaian kasus tanah Tanjung
Morawa dan masalah alokasi keuangan di Sulawesi

4. Kabinet Ali Sastoamijoyo I (01/08/1953-24/06/1955)

Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo dari PNI dan Wongsonegoro sebagai wakil
perdana menteri dari PIR. Kabinet ini jatuh karena masalah pergantian pemimpin TNI AD

5. Kabinet Burhanudin Harahap (12/08/1955-03/03/1956)

Kabinet ini dipimpin oleh Burhanudin Harahap dari Masyumi. Keberhasilan kabinet ini adalah
penyelenggaraan pemilu, namun harus berakhir setelah menyerahkan mandate ke MPR yang
telat terbentuk hasil pemilu 1955

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20/03/1956-04/03/1957)

Banyaknya pemberontakan di daerah dan ketidakstabilan politik menyebabkan kabinet ini


jatuh

7. Kabinet Djuanda (09/04/1957-10/07/1959)

Dipimpin oleh Djuanda dengan programnya yaitu membentuk Dewan Nasional, menetapkan
hukum kelautan Indonesia, normalisasi keadaan RI, dan pembatalan KMB

2.2.2 Perkembangan Ekonomi


Perkembangan ekonomi pada masa parlementer dapat dikatakan cukup buruk.
Perkebunan dan pertanian yang merupakan penyokong ekonomi pada saat itu, masih blm bisa
diperbaiki oleh pemerintah. Nilai inflasi yg tinggi, membuat nilai rupiah menjadi lemah yang
berdampak pada perdagangan Indonesia
2.2.3 Perkembangan Sosial
1. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer


banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi. Hal ini
meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran

2. Kehidupan Pendidikan

Pada tahun 1950, disusunlah suatu konsepsi pendidikan yang dititikberatkan


kepada spesialisasi pengetahuan teknik dikarenakan pengetahuan teknik sangat
diperlukan oleh dunia modern Pada masa Demokrasi Parlementer didirikan beberapa
universitas baru diantaranya Universitas Andalas, Universitas Sumatra Utara,
Universitas Indonesia dan lainnya.

3. Kehidupan Budaya

a. Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia

Pada tahun 1954, diadakan Kongres Bahasa Indonesia dengan hasil agar usaha
penyelidikan dan penetapan dasar ejaan diserahkan kepada suatu badan pemerintah,
hingga dibentuklah Panitia Pembahasan Ejaan Bahasa Indonesia
b. Perkembangan sastra

Pada masa ini, muncul berbagai sastrawan lokal yang mampu menggeser peran
sastrawan asing, seperti Sitor Situmorang dan Pramoedya Ananta Toer.
c. Kehidupan pers

Pada masa ini, pers tumbuh subur menyuarakan realitas dalam masyarakat dan
pemerintahan. Selain sebagai sumber informasi, pers juga berperan sebagai kontrol
sosial.
2.3 Kondisi masyarakat pada masa demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dimulai dengan berakunya Dekrit Presiden 5 Juli


1959. Kondisi pada masa demokrasi terpimpin cenderung tidak jelas. Adanya partai-partai
politik justru untuk mementingkan kepentingan partai sendiri. Adanya sikap presiden yang
cenderung otoriter dengan mudahnya menyingkirkan pihak yang tidak sepaham dengan
Soekarno Dicetuskannya Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno disambut baik oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan Soekarno juga menyambut hangat PKI karena beranggapan
bahwa PKI dapat mengakomodasi persatuan konsepsi, nasionalis, agama, dan komunis
(Nasakom).
2.3.1 Perkembangan Politik

Pemilu 1955 berhasil dimenangkan oleh PNI. Ali Sastroamijoyo dpilih kembali
menjadi perdana Menteri. Perdana Ali kemudian membuat kabinet yang hanya
mengikutsertakan Masymui dan NU saja. Hal ini mendapatkan tantangan dari PKI dan PSI.
Kabinet Ali Sastroadmijo II pun jatuh. Beberapa kesulitan yang dihadapi misalnya berkobarnya
semangat anti Tiongkok san kekacauan di daerah. Pengganti Kabinet Ali adalah Kabinet
Djuanda atau Kabinet Karya

2.3.2 Perkembangan Ekonomi

Pada masa Demokrasi terpimpin keadaan ekonomi dan keuangan Indonesia mengalami
masa suram. Presiden Soekarno mempraktikan sistem ekonomi terpimpin. Upaya
meningkatkan aktivitas ekonomi :

1. Bappenas

Kabinet Karya membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15


Agustus 1959. Depernas dipimpin oleh Muh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang..

2. Devaluasi

Bertujuan membendung inflasi yang tetap tinggi mengurangi jumlah uang yang beredar
di masyarakat, dan meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan

3 Dekon

Bertujuan menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa
sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia terpimpin

2.3.3 Perkembangan Kehidupan

1. Kehidupan Sosial

Ajaran Nassakom (Nasionalis-agama-komunis) yang diciptakan Presiden Soekarno


sangat menguntungkan PKI dan membuat kedudukan Indonesia semakin kuat.

2. Pendidikan

Pada tahun 1962, sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan, mulai dari
kurikulum SMP ditambahkan mata pelajaran Ilmu Administrasi dan Kesejahteraan
Masyarakat, dan di SMA dilakukan penjurusan mulai kelas II, jurusan dibagi menjadi kelas
budaya, sosial, dan ilmu alam.
3. Kebudayaan

Ada berbagai lembaga seni yang dibangun oleh partai politik seperti, Lembaga
Kesenian Rakyat (Lekra) milik PKI, Lembaga Kesenian Nasional milik Partai Nasional
Indonesia, Lembaga Seni-Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) milik Nahdhatul Ulama, dan
Himpunan Budayawan Islam milik Masyumi

2.4 Kondisi masyarakat pada masa Orde Baru (1966-1998)

2.4.1 Perkembangan Politik

Pengukuhan Letjen Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia merupakan tonggak


awal berdirinya pemerintahan orde baru. Mulai pada tanggal 27 Maret 1968, kekuasaannya
yang baru di bawah Soeharto mulai menjalani kekuasaannya dengan kebijakan-kebijakan
politik dan ekonomi yang telah ditetapkan , tetapi belum dilaksanakan karena faktor keamanan

2.4.2 Perkembangan Ekonomi


Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat. Mulai deari
pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur, dan lain-lain. Saat permulaan
Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional
terutama pada usaha mwngwndalikan tingkat inflansi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya
kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflansi kurang lebih 650%
setahun.

2.4.3 Perkembangan Kehidupan Masyarakat

1. Kehidupan Sosial

Pada masa Orde Baru, pemerintah berhasil mewujudkan stabilitas politik dan
menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan ekonomi juga berjalan
dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara nyata. Dua hal ini menjadi faktor pendorong
keberhasilan pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari penurunan angka kemiskinan, penurunan angka
kematian bayi, dan peningkatan partisipasi pendidikan dasar

2. Pendidikan

. Pada masa Orde Baru, pemerintah berhasil mewujudkan stabilitas politik dan
menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia. Perkembangan ekonomi juga berjalan
dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara nyata. Dua hal ini menjadi faktor pendorong
keberhasilan pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari penurunan angka kemiskinan, penurunan angka
kematian bayi, dan peningkatan partisipasi pendidikan dasar.
3. Kebudayaan

Pada masa Orde baru, usaha peningkatan dan pengembangan seni dan budaya
diarahkan kepada upaya memperkuat kepribadian, kebanggaan, dan kesatuan nasional. Oleh
karena itu, dilakukan pembinaan dan pengembangan seni secara luas melalui sekolah seni,
kursus seni, organisasi seni dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya. Selain itu, dilakukan pula
upaya penyelamatan, pemeliharaan, dan penelitian warisan sejarah budaya nasional.

2.5 kondisi masyarakat pada masa Reformasi (1998-sekarang)

Secara garis besar, kronologi gerakan reformasi ini diawali dengan adanya sidang
Umum MPR (Maret 1998) memilih Soeharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil
Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Soeharto kemudian membentuk dan
melantik Kabinet Pembangunan VII. Kabinet yang sarat akan kolusi dan nepotisme ini
kemudian membuat mahasiswa bergerak. Ditambah dengan terjadinya krisis moneter, pada
bulan Mei 1998, para mahasiswa dan berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi
dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan (sembako),
penghapusan KKN, dan mundurnya Soeharto dan kursi kepresidenan. Pemerintahan Orde Baru
dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan
makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Pemerintahan Orde
Baru yang dipimpin Presiden Soeharto selama 32 tahun ternyata tidak konsisten dan konsekuen
dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal masa Orde Baru tahun 1966, Orde Baru
bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru
banyak melakukan penyimpangan terhadap nlainilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang
tertuang dalam UUD NRI Tahun 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Jadi, Pancasila dan
UUD NRI Tahun 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Maka,
pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharto
meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari
Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya
menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para
anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai
presiden yang ke-3

2.5.1 Perkembangan Politik

1. Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi
mengupayakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie
merupakan pemilihan umum yang bersifat demokratis. Selain itu pada masa pemerintahan
Habibie, orang bebas mengemukakan pendapanya di muka umum. Presiden Habibie
memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk
rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi yang demonstrasi hendaknya
mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi
tersebut

2. Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan
MPR segera melaksanakan sidang. Sidang umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak
tanggal 1-21 0ktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikuhkuhkan menjadi ketua
MPR dan Akbar Tanjung menjadi ketua DPR. Pada Sidang MPR tanggal 20 Oktober 1999,
diadakan pemilihan Presiden dengan calon yaitu, Abdurrahman Wahid dan Megawati
Soekarno Putri. Hasil pemilihan Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999
dilaksanakan Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarno
Putri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati
Soekarnoputri. Pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.

3. Abdurrahman Wahid menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak


sampai pada akhir masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun 2001 karena
munculnya ketidakpercayaan parlemen, kemudian MPR memilih dan mengangkat Megawati
Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai wakil presiden
Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004. Pemilihan Umum tahun 2004
merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia.
Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung oleh
rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini SBY dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan
Wakil Presiden

4. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai
Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009. Pada tahun 2009, terpilih pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden untuk periode 2009-2014. Pada
2014, terpilih Joko Widodo da Jusuf Kalla sebaga presiden dan wakil presiden periode 2014-
2019

2.5.2 Perkembangan Ekonomi

B. J Habibie : 1. Menjalani kerja sama dengan International Moneter Fund-IMF.

2. Menerapkan independensi Bank Indonesia.

3. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.

4. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp.
10.000,00.

5. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.

Abdurrahman Wahid : Pada masa ini, kondisi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya
perbaikan dan kondisi keuangan sudah mulai stabil. Namun, keadaan kembali merosot. Pada
bulan April 2001, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah hingga mencapai Rp.
12.000,00.

Megawati Soekarnoputri : 1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5, miliar.

2. Mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp.


116.3 triliun.

3. Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) : 1. Mengurangi subsidi bahan bakar minyak.

2. Pemberian Bantuan Langsung Tunia Program


BLT diselenggarakan.

3. Pengurangan utang luar negeri.

Joko Widodo : 1. Membangun infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, bandar udara,
bendungan untuk memperlancar kegiatan ekonomi.

2. Memberikan bantuan berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu


Indonesia Pintar

Anda mungkin juga menyukai