Anda di halaman 1dari 7

Trias Politica (Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan)

Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah dalam beberapa
bagian, baik mengenai orangnya maupun mengenai fungsinya. Sedangkan pembagian
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi dalam beberapa bagian, tetapi tidak
dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkingkan
adanya kerjasama. Teori pemisahan kekuasaan dipopulerkan melalui ajaran Trias Politica
Montesquieu. Dalam bukunya yang berjudul L’Espirit des lois (The Spirit of Laws)
Montesquieu mengembangkan apa yang lebih dahulu di ungkapkan oleh John Locke (1632-
1755). Ajaran pemisahan kekuasaan dari Montesquieu di ilhami oleh pandangan John Locke
dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government” dan praktek ketatanegaraan Inggris.
Dalam negara-negara abad ke-20, apalagi dalam negara sedang berkembang dimana
kehidupan ekonomi dan sosial telah demikian kompleksnya, serta badan Eksekutif mengatur
hampir semua aspek kehidupan masyarakat, konsep Trisa Politica dalam arti “pemisahan
Kekuasaan” tidak bisa dipertahankan lagi. Akibat konsekuensi kompleksitasnya kehidupan
sosial dan ekonomi di negara-negara kontemporer maka penafsiran trias politica tidak lagi
sebagai pemisahan kekuasaan, tetapi sebagai pembagian kekuasaan yang diartikan bahwa
hanya fungsi pokoklah yang dibedakan menurut sifatnya serta diserahkan pada badan yang
berbeda sehingga memungkinkan terjadinya Checks and belances, tetapi untuk selebihnya
diadakanya kerjasama diantara fungsi-fungsi tersebut (antar badan/lembaga tinggi
negara:Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif) tetap diperlukan demi kelancaran organisasi yang
disebut Negara.
Teori Kekuasaan Negara Menurut John Locke
John Locke, dikutip dari buku bertajuk Pembahagian Kekuasaan Negara (1962) karya Ismail
Suny, membagi kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu:
1. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
2. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk mengadili
setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
3. Federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
John Locke juga memisahkan wewenang negara dan agama dengan amat ketat. Dinukil dari
Petualangan Intelektual (2004) karya Simon Petrus L. Tjahjadi, Locke menegaskan keduanya
terpisah dan tidak boleh saling mencampuri. Urusan agama, tegas John Locke, adalah
keselamatan akhirat, sedangkan urusan negara adalah keselamatan di dunia saat ini atau
ketika manusia masih hidup.
Teori Kekuasaan Negara Menurut Montesquieu
Pendapat John Locke agak berbeda dengan pandangan Montesquieu tekait macam-macam
kekuasaan negara. Montesquieu tidak memasukkan kekuasaan federatif melainkan dijadikan
satu dari kekuasaan eksekutif. Adapun kekuasaan negara menurut Mostesquieu terdiri dari:
1. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
2. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
3. Yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk
mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Dalam penjabaran kekuasaan negara dari Mostesquieu, kekuasaan yudukatif berdiri sendiri,
tidak mendapat intervensi dari kekuasaan lainnya saat menjalankan tugas sebagai pengadil
atas pelanggaran undang-undang. Konsep pembagian kekuasaan negara oleh Mostequieu ini
dikenal dengan Trias Politica yang diterapkan oleh banyak pemerintahan di dunia, termasuk
di Indonesia.

Trias Politica di Indonesia


Republik Indonesia menganut Trias Politica dalam sistem pemerintahannya. Sistem
pemerintahan ini diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Saat UUD 1945
mendapatkan amandemen, ada revisi terkait susunan pembagian kekuasaan. Tulisan
Christiani Junita Umboh bertajuk "Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem
Pemerintahan Republik Indonesia" di Jurnal Lex Administratum (2020) menyebutkan,
sebelum dilakukan amandemen, pembagian kekuasaan negara di Indonesia terdiri dari:
1. Legislatif oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) Eksekutif oleh Presiden Yudikatif oleh Mahkamah Agung (MA)
2. Konsultatif oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Eksaminatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Setelah dilakukannya Amandemen UUD 1945 usai Reformasi 1998, terdapat penambahan
dan pengurangan lembaga negara dalam pembagian kekuasaan. Susunannya sebagai berikut:
1. Legislatif oleh MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2. Eksekutif oleh Presiden Yudikatif oleh MA, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi
Yudisial (KY)
3. Eksaminatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Tugas dan Wewenang Lembaga Negara Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen
UUD 1945

A. Sebelum Amandemen

Kelembagaan Negara Berdasarkan UUD 1945


1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden dan Wakil Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)

Sedangkan setelah amandemen, Lembaga Negara ada 8. Karena sebelumnya, MPR yang
merupakan lembaga tertinggi, akan tetapi setelah amandemen semua lembaga negara
kedudukannya setara.

Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6
UUD 1945 serta pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan sebagai berikut:

 menetapkan Undang Undang Dasar


 menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
 memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil Presiden.

1. MPR
– Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena
“kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah
“penjelmaan dari seluruh rakyat yang berwenang:
menetapkan UUD, menetapkan GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
– Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan
yang diangkat.
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
– Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
– Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
– Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
– Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
– Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
– Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dnga
memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.

2. PRESIDEN / WAPRES
– Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun
kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
– Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power
and responsiblity upon the president).
– Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang
kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
– Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
– Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden
serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.

3. DPR
– Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
– Memberikan persetujuan atas PERPU.
– Memberikan persetujuan atas Anggaran.
– Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban
presiden.

4. DPA DAN BPK


* Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara lain
seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.
5. MA
* Merupakan lembaga tinggi Negara dari peradilan Tata Usaha Negara,PN,PA,dan PM.

B. Sesudah Amandemen

1. MPR

Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945
adalah:
1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
2. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
3. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar;
4. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
5. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan
dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden
yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

2. DPR

DPR adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk UU. DPR mempunyai
fungsi legislasi anggaran, dan pengawasan. Diantara tugas dan wewenang DPR adalah ;

1. Membentuk UU yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.


2. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti UU.
3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan
bidang tertentu dan menginstruksikannya dalam pembahasan.
4. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan
pemerintah.
6. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban
keuanagan negara yang disampaikan oleh BPK.
7. Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
8. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.

Dalam menjalankan fungsinya, anggota DPR memiliki hak interpelasi, yakni hak meminta
keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang berdampak kepada
kehidupan bermasyarakat da bernegara. Dan DPR juga memilik hak angket, yakni melakukan
penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang undangan. Dan menyatakan pendapat diluar institusi, anggota DPR juga
memilikimhak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan
pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.

3. DPD (Dewan Perwakilan Daerah

DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang baru dalam sistem
ketatanegaraan RI. Sebelumnya lembaga ini tidak ada. Setelah UUD 1945 mengalami
amandemen lembaga ini tercantum, yakni dalam Bab VII pasal 22C dan pasal 22D.
Anggota DPD ada dalam setiap provinsi, dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu (lihat
kembali Bab Pemilu). Anggota DPD ini bukan berasal dari partai politik, melainkan dari
organisasi-organisasi kemasyarakatan.

Menurut pasal 22 D UUD 1945, DPD memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut.
1. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan
otonomidaerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, serta
penggabungan
2. daerah, pengelolaan sumber daya alam atau sumber ekonomi lainnya, juga yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat daerah.
3. Memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
4. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan mengenai hal-hal di atas tadi, serta
menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti. DPD ini
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

4. Presiden

Masa jabatan Presiden (juga Wakil Presiden) adalah lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali untuk jabatan yang sama dalam satu masa jabatan saja (pasal 7 UUD 1945 hasil
amendemen).
Kedudukan presiden meliputi dua macam, yakni:

a. Presiden sebagai Kepala Negara

Sebagai kepala negara, Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan sebagai berikut.

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara (pasal 10 UUD 1945).
2. Menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR (pasal 11 UUD 1945).
3. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
4. Mengangkat duta dan konsul.
5. Memberi grasi, amnesti, dan rehabilitasi.
6. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.

b. Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.

Sebagai kepala pemerintahan Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan sebagai berikut.

1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.


2. Mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) kepada DPR.
3. Menetapkan PP (Peraturan Pemerintah) untuk menjalankan undang-undang.
4. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.

5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Sesuai dengan fungsinya sebagai badan pemeriksa keuangan, BPK pada pokoknya lebih
dekat menjalankan fungsi parlemen, karena itu hubungan kerja BPK dan parlemen sangatlah
erat.  Bahkan BPK bisa dikatakan mitra kerja yang erat bagi DPR, terutama dalam
mengawasi kinerja pemerintahan yang berkenaan dengan soal keuangan, dan kekayaan
negara. BPK adalah lembaga negara yanag mempunyai wewenang memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri. BPK mempunyai tugas dan wewenang yang sangat strategis, karena
menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan anggaran serata keuangan
negara yaitu :

1. Memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan memberitahukan hasil pemeriksaan


kepada DPR, DPRD, dan DPD.
2. Memeriksa semua pelaksanaan APBN.
3. Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.

Dari tugas dan wewenang tersebut, BPK mempunyai tiga fungsi pokok, yakni :

1. Fungsi Operatif : yaitu melakukan pemeriksaan , pengawasan, dan penelitian atas


penguasaan dan pengurusan keuanga negara.
2. Fungsi Yudikatif : yaitu melakukan tuntutan perbendeharaan dan tuntutan ganti rugi
terhadap pegawai negeri yang perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya, serta menimbulkan kerugian bagi negara.
3. Fungsi Rekomendatif : yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang
pengurusan keuangan negara.

6. Mahkamah Agung
Perubahan ketentuan yang mengatur tentang tugas dan wewenang Mahkamah Agung dalam
Undang-Undang Dasar dilakukan atas pertimbangan untuk memberikan jaminan
konstitusional yang lebih kuat terhadap kewenangan dan kinerja MA. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 24A ayat (1), MA mempunyai tugas dan wewenang:

1. mengadili pada tingkat kasasi;


2. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang
3. wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

7. Mahkamah Konstitusi
Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the
constitution). Perubahan UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga negara baru di bidang
kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:

1. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;


2. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar;
3. memutus pembubaran partai politik;
4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan penting
dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan
kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam UUD 1945. Pembentukan Mahkamah
Konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam UUD
1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.Artinya, tidak boleh ada
undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar.

Hal itu sesuai dengan penegasan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai puncak dalam tata
urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengujian undang-undang terhadap UUD
1945 membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga prinsip konstitusionalitas
hukum. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan
eksekutif.

8. Komisi Yudisial (KY)

Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang bersifat mandiri  dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnnya. Dibentuknya
komisi yudisial dalam struktur kehakiman di Indonesia, dalah agar warga masyarakat diluar
lembaga struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan  dalam proses pengangkatan ,
penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga dan menegakkan kehormatan , keluhuran martabat, serta prilaku hakim dalam
rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dalam
menjalankan tugasnya komisi yudisial melakukan pengawasan terhadap :

1. Hakim Agung dan Mahkamah Agung.


2. Hakim pada badan peradilan disemua lingkungan peradilan yang berada dibawah
mahkamah agung, seperti peradilan umum,agama, militer, dan badan peradilan
lainnya.
3. Hakim Mahkamah Konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai