NIM :2031410025
Dosen Pengampu :
1
Pembuatan Sirup Buah Alami
I. Tujuan/Capaian Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori pembuatan sirup dari buah alami serta
analisanya dengan benar
2. Mahasiswa mampu memproduksi sirup dari buah alami dengan benar
3. Mahasiswa mampu melakukan analisa kualitas sirup yang dihasilkan dengan benar.
II. Latar Belakang
Menurut Astawan (2008), jambu biji merupakan buah yang sangat istimewa karena
memiliki kadar zat gizi yang baik seperti vitamin C, kalsium dan zat besi. Jambu biji mengandung
kalsium sekitar 14 mg/100 gram buah. Selain itu jambu biji juga kaya akan zat non-gizi, seperti
serat pangan, komponen karotenoid, dan polifenol. Buah jambu biji bebas dari asam lemak jenuh
dan sodium. Menurut Wirakusumah (2002), jambu biji mengandung serat pangan sekitar 5,6 g/
100 g daging buah, jenis serat yang cukup banyak terkandung dalam jambu biji adalah pektin,
kadar pektin yang tinggi ini dapat digunakan untuk bahan pembuat gel atau jeli. Jambu biji
merupakan salah satu jenis buah yang banyak dihasilkan di Indonesia, berbuah sepanjang tahun
akan tetapi memiliki harga jual yang relatif rendah . Selain daya simpannya yang relatif singkat
dan harganya yang rendah, pemanfaatan jambu biji oleh masyarakat pada umumnya hanya sebatas
untuk dikonsumsi langsung atau dibuat minuman jus. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai
ekonomis dan daya simpannya maka buah jambu biji dapat diolah menjadi produk pangan yang
mempunyai nilai tambah, misalnya sirup.
Sirup merupakan salah satu produk olahan cair yang dikonsumsi sebagian besar orang
sebagai minuman pelepas dahaga. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti
gula dengan atau tanpa bahan tambahan, bahan pewangi, dan zat aktif sebagai obat (Ansel, 2005).
Menurut Syamsuni, (2007) menyatakan, Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain dalam kadar tinggi. Menurut Mun’im dan Endang (2012), menyatakan bahwa sirup
mengandung paling sedikit 50% sukrosa dan biasanya 60-65%. Sirup dapat dibuat dari bahan dasar
buah, daun, biji, akar dan bagian lain dari tumbuhan (Margono et. al., 2000).
2
III. Dasar Teori
Buah-buahan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang mengandung sumber vitamin.
Selain buahnya yang dapat dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk
mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun pepaya jantan.
Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari dan
pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu
pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya sangat penting. Buah dapat diolah
menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti
manisan, dodol, keripik, dan sale. Sari buah adalah cairan jernih atau agak jernih, tidak
difermentasi, diperoleh dari hasil pengepresan buah-buahan yang telah matang dan masih segar.
Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu :
1) Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pengepresan
daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir.
2) Sari buah pekat atau sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan
dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pemanasan biasa maupun dengan cara lain
seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain.
Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air
(biasanyaperbandingan sirup dan air adalah 1:5). Hal terpenting dalam pembuatan sirup adalah
pada proses pembuatan sari buah dan proses pemekatan. Pembuatan sari buah bertujuan untuk
meningkatkan daya simpan serta nilai tambah dari buah-buahan. Pada umumnya hasil pembuatan
sari buah yang diperoleh memiliki kenampakan yang keruh karena menggunakan ektraksi dengan
teknik menghancurkan daging buah bercampur air lalu disaring menggunakan penyaringan. Untuk
mendapatkan sari buah dengan kualitas yang lebih baik, saat ini mulai diperkenalkan salah satu
metode ektraksi yang dapat menjadi alternatif pengolahan sari buah yaitu ekstraksi dengan metode
osmosis.
Ekstraksi dengan metode osmosis dilakukan dengan merendam buah-buahan dengan bahan
yang mengandung konsentrasi tekanan osmosis lebih tinggi dari tekanan osmosis bahan, sehingga
air dari dalam buah akan keluar kearah media melalui membran semipermiable untuk
menyeimbangkan tekanan osmosis. Kelebihan dari ekstraksi dengan metode osmosis adalah
proses pembuatannya mudah, tidak menggunakan alat-alat yang mahal, tidak menggunakan bahan
3
kimia yang berbahaya sehingga sari buah yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Selain itu
kualitas sari buah yang dihasilkan juga jernih dan masih mengandung aroma buah asli yang khas
(Pertiwi dan Susanto, 2014). .
Selain metode osmosis ada juga metode yang bisa digunakan untuk pembuatan sirup yaitu
ekstraksi dengan metode konvensional dimana pembuatan sirup dengan bantua pemanasan
dilakukan jika dibutuhkan sediaan sirup dalam waktu yang singkat dan bahan yang digunakan
tidak rusak dengan adanya pemanasan. Pada metode ini, biasanya sukrosa ditambahkan ke dalam
air lalu dipanaskan hingga gula larut.
4
katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran. Namun
karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan
sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blansir. Artinya, apabila tidak ada lagi
aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka
enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.
2. Pasteurisasi
Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah
(umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 C) dengan tujuan untuk mengurangi populasi
mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan
mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan
(seperti produk sari buah pasteurisasi).
Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya
inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama
khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit
menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses
pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini
dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan, terutama nilai pH. Kondisi dan tujuan
pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk.
3. Hot-filling
Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk produk pangan
berbentuk cair, seperti saus, jam, dan sambal. Dari segi tujuan proses, hot-filling banyak
dilakukan untuk produk pangan yang memiliki pH rendah (pangan asam/diasamkan) untuk
tujuan pasteurisasi. Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi
panas setelah proses pasteurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol atau gelas jar), lalu
ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan.
Biasanya proses hot-filling dikombinasikan dengan teknik pengawetan lain, misalnya
penambahan gula, garam, bahan pengawet atau pendinginan. Di antara produk pangan yang
dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal, jem, dan sebagainya. Setelah proses
pemasakan, dilakukan pengisian ke dalam botol kaca. Botol dan tutup yang akan digunakan
harus disterilisasi terlebih dahulu, caranya dengan merebus botol dalam air mendidih selama
30 menit. Proses pengisian sirup ke dalam botol harus dilakukan dengan cara hot filling yaitu
5
pada waktu sirup masih panas. Ruang antara (head space) diberikan sebesar 4 cm. Kemudian
ditutup cepat dengan penutup botol, tetapi tidak ditutup rapat. Setelah dilakukan pembotolan
dilanjutkan pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 70 C selama 30 menit. Saat
pasteurisasi tutup botol agak sedikit dilonggarkan agar proses deaerasi berjalan sempurna
(Fitri dkk., 2017). Proses pasteurisasi yang dilakukan pada suhu di bawah 100°C bertujuan
untuk inaktivasi mikroba pembusuk dan enzim yang tidak diinginkan. Pasteurisasi dilakukan
karena sifat produk yang relatif asam (pH).
IV. Metodologi
a. Alat
No Nama Alat Jumlah Dokumentasi/Foto
1 Timbangan 1 buah
6
4 Saringan 1 buah
6 Thermometer 1 buah
8 Blender 1 buah
7
9 Toples 1 buah
10 Indikator pH 4 buah
b. Bahan
Jumlah
No Nama Bahan Dokumentasi/Foto
Konvensional Osmosis
1 Jambu biji 100 gram 100 gram
8
3 Asam sitrat 0,185 gram 0,21 gram
c. Prosedur Kerja
1. Pembuatan sirup buah alami secara konvensional
9
Sirup buah jambu biji
Memanaskan botol kaca dalam wadah berisi air untuk
sterilisasi
Mengukur volume sirup
Menimbang asam sitrat sebanyak 0,185 gram
Menambahkan asam sitrat pada sirup saat sudah dingin
dan mengaduknya
Masukkan sirup pada botol steril
Menutup dengan rapat
Hasil
10
Sirup buah jambu biji
Hasil
V. Data Pengamatan
a. Metode Konvensional
11
Rasa 3 Ada busa pada
Warna 4 permukaan atas sirup
Aroma 4 Sari patinya menggenang
Keasaman 1 (pH = 5) di permukaan atas sirup
Kekentalan 1 Sari pati ke bawah
Rasa 1
4 Warna 2
Aroma 5
Keasaman 1 (pH = 5)
b. Metode osmosis
1 Warna 3
Aroma 3
Keasaman 3
2 Warna 2
Aroma 4
Keasaman 1
4 Kekentalan 1
12
Rasa 2 Sari patinya menyebar ke
Warna 3 seluruh permukaan
Aroma 5
Keasaman 3
Keterangan :
Skala 1 2 3 4 5
Kekentalan Tidak kental Kurang Kental Sangat kental Sangat kental
kental sekali
Rasa Tidak manis Kurang manis manis Sangat manis Sangat manis
sekali
Warna Tidak Pucat Pekat Sangat pekat Sangat pekat
berwarna sekali
Aroma buah Tidak Kurang Beraroma Sangat Sangat
beraroma beraroma beraroma beraroma
sekali
Keasaman Tidak asam Kurang asam Asam Sangat asam Sangat asam
sekali
13
Selain itu, asam sitrat juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Asam sitrat juga digunakan untuk
mengatur pH, terutama yang menggunakan buah-buahan dengan tingkat keasaman yang rendah
sehingga tidak cukup untuk menghasilkan pH seperti yang diinginkan. Berdasarkan SNI 01-3719-
1995 nilai pH sari buah maksimal adalah 4. Sedangkan air digunakan sebagai pelarut.
Pada percobaan menggunakan metode konvensional, percobaan dilakukan dengan
memanaskan air,gula, dan buah jambu biji yang sudah dihaluskan secara langsung sampai
mendidih. Pembuatan sirup dengan bantuan pemanasan dilakukan bila dibutuhkan sediaan sirup
dalam waktu yang singkat dan bila bahan yang digunakan tidak rusak dengan adanya pemanasan.
Proses pemanasan dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi. Proses ini dikenal pula
dengan nama pasteurisasi. Suhu pemanasan filtrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya
vitamin yang terdapat pada sari buah. Setelah dipanaskan, larutan di diamkan hingga dingin, lalu
di campurkan dengan asam sitrat sebanyak 0,185 gram. Pada hari pertama, sirup belum ada
perubahan dan pH nya adalah 4 yang berarti masih normal. Sedangkan pada hari kedua, terdapat
gas berupa gelembung-gelembung kecil dan terdapat busa. Larutan menjadi lebih kental dan
keasamannya meningkat . Hal ini bisa terjadi karena pengaruh asam sitrat sebagai pengatur
keasaman, menutup botol kurang rapat atau botol sering dibuka sehingga terkontaminasi dengan
mikroorganisme. Di hari ketiga, masih terdapat busa dan sari pati di atas permukaan sirup .
Rasanya menjadi manis, berwarna sangat pekat, dan lebih beraroma. Namun, sirup menjadi tidak
asam dan pH nya menjadi 5. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh botol yang sering dibuka sehingga
terkontaminasi dengan mikroorganisme. Pada hari keempat, terdapat endapan sari pati. Sirup
menjadi encer dan sangat beraroma sekali. Hal ini bisa terjadi karena botol yang sering dibuka
sehingga terkontaminasi dengan mikroorganisme dan pengentalannya kurang lama sehingga
konsentrasi air masih banyak.
14
sirup belum ada perubahan. Pada hari kedua, sari pati sirup naik ke atas permukaan. Warna sirup
menjadi pucat dan tidak asam. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh proses penyaringan dan
konsentrasi air. Sedangkan pada hari ketiga, terdapat sedikit busa di permukaan atas sirup. Sirip
menjadi sangat beraroma dan sedikit kental. Hal ini bisa terjadi karena menutup botol yang kurang
rapat atau sering membuka botol sehingga terkontaminasi dengan mikroorganisme. Selanjutnya
pada hari keempat, sari patinya menyebar keseluruh permukaan. Sirup menjadi asam dan sangat
beraroma sekali, namun tidak kental. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh asam sitrat dan terlalu
sering membuka botol.
VII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan pembuatan sirup buah alami menggunakan metode konvensional
dan osmosis, dapat disimpulkan bahwa hasil sirup buah jambu biji yang menggunakan metode
osmosis lebih jernih daripada sirup buah yang menggunakan metode konvensional. Namun warna
sirup metode osmosis lebih pucat sedangkan yang menggunakan metode konvensional warnanya
lebih pekat dan berwarna alami dari buah. Hal ini terjadi karena ekstraksi yang dilakukan. Sirup
pada metode osmosis juga lebih asam daripada sirup pada metode konvensional. Hal ini terjadi
karena kadar pemberian asam sitrat sebagai pengatur keasaman.
VIII. Referensi
1. Naryono, E, dkk. 2021. Modul Praktikum Dasar Rekaya Proses. Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Malang. Malang
2. Uzlifah, Untsa 2014. Aktivitas Antioksidan Sirup Kombinasi Daun Sirsak (Annona muricata)
Dan Kulit Buah Naga (Hylocereus costaricensis) Dengan Variasi Lama Perebusan. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses 12 September 2021
3. Nurul, I. 2013. Perbedaan Penggunaan Asam Sitrat (Citrid Acid) Dan Jeruk Nipis (Citrus
Aurantifolia Swingle) Pada Pembuatan Sirup Golden Melon Terhadap Daya Terima
Konsumen. Fakultas Teknik. Jurusan Pendidikan Tata Boga. Universitas Negeri Jakarta.
Jakarta. Diakses 12 September 2021
4. Shanti, Brigitta Dharma. 2007. Perbandingan Stabilitas Fisis Sirup Perasan Daging Buah
Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa [Scheff.]Boerla.] yang Mengandung Sukrosa dan
15
Campuran Sukrosa-Sorbitol sebagai Bahan Pemanis. Skripsi thesis, Sanata Dhaema
University. Diakses 12 September 2021
16