Anda di halaman 1dari 132

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM

PERSPEKTIF ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh
SITI ISMIYATI
NIM: 111-12-025

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2016

i
ii
iii
iv
v
MOTTO

     .......


..........dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (Q.S


Thaha: 114).

]‫ُواال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِلَى اللَّحْ ِد [رواه ابن عبد البر‬


ْ ‫طلُب‬ْ ُ‫ا‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat” (H.R. Ibn. Abd. Bar).

vi
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbil’alamin, dengan izin Allah SWT skripsi ini telah selesai.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Keluargaku tercinta Bapak dan Ibu yang telah membesarkan dan

mendidikku dengan penuh kasih sayang serta selalu memberikan motivasi,

semangat dan doa, terimakasih sudah menjadi orang tua terhebatku.

2. Seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan doa serta motivasinya.

3. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan motivasi serta pengarahan sampai selesainya skripsi ini.

4. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat memotivasi

serta memberikan bantuan dalam segala hal dan terima kasih atas doa

kalian semua.

5. Kepada seluruh sahabat-sahabat PAI A 2012 terima kasih telah

memberikan banyak kenangan yang indah dan teman-teman

seperjuanganku yang telah memberikan dukungan semangat dan doa

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada teman-teman PPL, KKN 2016 yang telah memberikan banyak

pelajaran apa artinya kebersamaan dan kekeluargaan.

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat,

hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini, walaupun masih jauh dari kata sempurna. Sholawat serta salam tak

lupa selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw.

sebagai suri tauladan, panutan kita semua sehingga kita dapat mencapai

kebahagiaan ketentraman dunia dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini berkat motivasi,

dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak

terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama

Islam Negeri Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

4. Bapak Mufiq, S.Ag, M.Phil. selaku dosen pembimbing yang bersedia

meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan di

sela waktu sibuknya.

5. Bapak Agus Ahmad Su’aidi, Lc., M.A. selaku dosen pembimbing

akademik.

viii
ix
ABSTRAK

Ismiyati, Siti. 2016. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S. Ag., M.Phil.

Kata Kunci: Pendidikan, Sepanjang Hayat, Perspektif Islam


Penulis meneliti tentang konsep pendidikan sepanjang hayat dalam
perspektif Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan
sepanjang hayat dalam perspektif Islam. Dalam hal ini pertanyaan yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah 1. Bagaimana konsep pendidikan sepanjang
hayat dalam perspektif Islam. 2. Bagaimana implikasi pendidikan sepanjang hayat
perspektif Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian
library research yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber-
sumber literatur perpustakaan. Objek penelitian digali lewat beragam informasi
kepustakaan berupa Al-Qur’an, hadits, buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran,
majalah, dan dokumen. Setelah data terkumpul penulis menggunakan lima metode
yaitu: 1. Metode deduktif, yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu
peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa yang
termasuk di dalam jenis itu. 2. Metode induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta
yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret, kemudian dari peristiwa-
peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum. 3.
Holistic, cara pendekatan terhadap suatu masalah atau gejala dengan memandang
masalah atau gejala itu sebagai suatu kesatuan yang utuh. 4. Heuristik adalah teori
yang dipergunakan sebagai alat untuk menemukan sumber yang berkenaan
dengan gejala atau fakta tertentu dalam penelitian sejarah. 5. Hermeneutik, yaitu
metode untuk mencari penjelasan arti atau makna teks (nash) dalam rangka
memahami jalan pikiran pengarang atau sesuatu yang disebut dalam teks.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1. Konsep pendidikan sepanjang
hayat dalam perspektif Islam adalah pendidikan atau proses belajar yang
dilakukan secara terus-menerus berkesinambungan sejak anak dalam kandungan
sampai meninggal dunia untuk memperoleh kehidupan yang makmur dan bahagia
di dunia dan di akhirat. 2. Implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam
dalam kehidupan sehari-hari meliputi pendidikan keluarga, pendidikan sekolah
dan pendidikan di lingkungan masyarakat. Dan banyak lembaga-lembaga
pendidikan formal, informal, non-formal, maupun program-program pendidikan
di masyarakat yang mendukung pelaksanaan pendidikan sepanjang hayat.

x
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................. i
LOGO .................................................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................. v
MOTTO .............................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................... x
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
E. Definisi Operasional ............................................................................ 8
F. Metode Penelitian .............................................................................. 11
G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 14

BAB II PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam menurut Tokoh ..................................... 16


B. Dasar Pendidikan Islam...................................................................... 30
C. Tujuan Pendidikan Islam .................................................................... 36

BAB III KONSEP PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT

A. Pengertian Umum .............................................................................. 41


1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat ....................................... 41
2. Alasan-alasan adanya Pendidikan Seumur Hidup ......................... 44
3. Makna Pendidikan Seumur Hidup ................................................ 54

xi
4. Strategi Pendidikan Seumur Hidup ............................................... 56
B. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam ......................... 60
1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam .. 61
2. Landasan Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam .... 65
3. Tahap-tahap Pendidikan Sepanjang Hayat dalam
Perspektif Islam ........................................................................... 74

BAB IV PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF


ISLAM DAN IMPLIKASINYA

A. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam ......................... 89


B. Implikasi Pendidikan Sepanjang Hayat Perspektif Islam
dalam Kehidupan Sehari-hari ........................................................... 100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 111


B. Saran-saran ...................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sempurna yang diciptakan Allah

SWT. Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Setelah dilahirkan

maupun masih dalam kandungan manusia membutuhkan suatu pengajaran

atau pendidikan untuk menghadapi kehidupan di dunia. Pendidikan

tergantung dari keluarga, karena keluargalah yang paling dekat dari

seorang anak untuk memberi pendidikan.

Karena manusia tidak lepas dari pendidikan (mendidik maupun

dididik). Pendidikan menurut Islam mempunyai kedudukan yang tinggi,

dengan dibuktikan wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi

Muhammad Saw. yang menyuruh baginda membaca dalam keadaan

ummi.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun

2003, pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha untuk

membuat masyarakat dapat mengembangkan potensi manusia agar

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian,

memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang

diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Pendidikan juga

dapat dikatakan suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek

1
kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain,

pendidikan tidak hanya berlangsung dalam kelas, akan tetapi juga

berlangsung diluar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal, akan

tetapi mencakup pula pendidikan yang bersifat non-formal.

Pendidikan baik sengaja maupun tidak, akan mampu membentuk

kepribadian manusia yang matang dan wibawa secara lahir dan batin,

menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan tanggung jawab. Pendidikan mempunyai

fungsi dan peran yang besar dalam segi kehidupan manusia, terlebih lagi

pendidikan agama mempunyai pengaruh lebih besar daripada pendidikan

yang lain pada umumnya, apa lagi yang hanya menitik beratkan pada

aspek kognitif semata (Zuhairini, 1995: 149).

Pada prinsipnya pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia.

Sebab, hanya dengan pendidikanlah manusia itu dapat menemukan jati diri

kemanusiaannya. Sejarah lahirnya pendidikan itu sebenarnya setua

manusia (Uhbiyati, 2009: 1).

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa:

         

         

           

          

2
        

 

Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat
lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka
menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
BijaksanaAllah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada
mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya
kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Q.S
Al-Baqarah: 31-33).

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi Adam as.

mengajarkan nama yang diajarkan Tuhan kepada malaikat. Mengajar

bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab terdapat berbagai persoalan yang

harus diketahui, seperti faktor pendidik, peserta didik, metode dan alat,

materi pendidikan, dan lain-lain (Uhbiyati, 2009: 2).

Dari uraian di atas pendidikan mempunyai peranan penting bagi

manusia. Istilah pendidikan dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah

tarbiyah yang berakar dari kata rabba, berarti mendidik. Dengan

demikian, tarbiyah islamiyah diterjemahkan dengan pendidikan Islam. Al-

Ashfahani mengatakan bahwa al-rabb berarti tarbiyah menunjukkan

kepada arti menumbuhkan perilaku secara bertahap hingga mencapai

batasan kesempurnaan (Achmadi, 1992: 14).

3
Jadi pendidikan menurut Islam ialah suatu proses terus menerus

untuk merubah, melatih, dan mendidik akal jasmani, dan rohani manusia

dengan berasaskan nilai-nilai Islam untuk melahirkan insan yang bertaqwa

dan mengabdikan diri kepada Allah SWT, agar mendapatkan kebahagiaan

di dunia dan akhirat.

Islam memandang pendidikan sebagai proses yang terkait dengan

upaya mempersiapkan menusia untuk mampu memikul taklif (tugas hidup)

sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk maksud tersebut, manusia

diciptakan lengkap dengan potensinya berupa akal dan kemampuan belajar

(Noer Aly, 2003: 11).

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda:

َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬


]‫ْضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْس ِل ٍم َو ُم ْس ِل َم ٍة [رواه ابن ماجه‬

Artinya: “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang Islam, laki-
laki atau perempuan” (H.R Ibnu Majah, no. 224) (dalam kitab
Sunan Ibnu Majah: 220).

Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim baik laki-

laki maupun perempuan. Ini merupakan suatu perintah dari ajaran Islam

bagi setiap muslim untuk selalu menuntut ilmu karena menjadi suatu

kewajiban.

Hadits lain menjelaskan;

]‫ُواال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِلَى اللَّحْ ِد [رواه ابن عبد البر‬


ْ ‫طلُب‬ْ ُ‫ا‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat” (H.R
Ibn. Abd. Bar) (Jami’ Bayan al-ilmi wa Fadhlihi: 25).

4
Hadits di atas sejalan dengan konsep pendidikan sepanjang hayat

(long life education). Konsep belajar sepanjang hayat sesungguhnya telah

lama ada dalam ajaran Islam yang sesuai dengan hadits di atas. Aktivitas

belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan

kaum muslimin.

Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru

dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya

sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year).

Gerakan ini untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang ada di

masyarakat seluruh dunia dan negara berkembang pada khususnya.

UNESCO dan lembaga internasional lainnya mulai melihat problem-

problem ketertinggalan, kemiskinan hanya dapat diatasi dengan

pendidikan dalam format yang menyesuaikan kebutuhan dan dikenakan

pada berbagai kelompok umur termasuk orang dewasa (Cropley, 2000:

32).

Karena Islam memandang penting pendidikan bagi setiap umatnya,

dari sejak lahir sampai ke liang lahat. Ada yang menyatakan pendidikan

juga bisa dilakukan sejak dalam kandungan. Jadi pendidikan sepanjang

hayat bisa dilakukan oleh orang tua kepada anak dari sejak dalam

kandungan dan pendidikan dapat dilakukan seumur hidup sampai ke liang

lahat. Pendidikan tidak memandang usia, pendidikan tidak hanya di dapat

dari pendidikan formal saja tetapi juga dari pendidikan keluarga dan non

formal seperti pendidikan lingkungan atau luar sekolah.

5
Oleh karena itu pendidikan sangat penting bagi manusia, dan setiap

manusia wajib memperoleh pendidikan dari lahir sampai ke liang lahat

yang bertujuan untuk memperoleh wawasan yang luas, pengetahuan untuk

menghadapi kehidupan dan mempersiapkan diri untuk kehidupan di

akhirat.

Berdasarkan deskripsi di atas maka penulis ingin melakukan

penelitian tentang hal tersebut dengan judul “PENDIDIKAN

SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,

maka permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif

Islam?

2. Bagaimana implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam

dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan sepanjang hayat dalam

perspektif Islam.

2. Untuk mengetahui implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif

Islam dalam kehidupan sehari-hari.

6
D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah di atas

mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan

pendidikan di Indonesia secara umum dan pendidikan Islam secara

khususnya.

b. Menambah pengetahuan tentang pendidikan sepanjang hayat dalam

perspektif Islam.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

pendidikan sepanjang hayat, supaya dapat diaplikasikan dalam

kehidupan, serta dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan

hidup di dunia sampai di akhirat kelak.

b. Mendorong kepada pembaca, untuk lebih mendalami peranan

penting pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam.

c. Bagi orang tua, penelitian ini dapat dijadikan panduan dalam

mendidik anak dan remaja begitu pentingnya menuntut ilmu

sepanjang hayat.

d. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa

pendidikan sepanjang hayat memiliki peranan yang penting dalam

kehidupan.

7
E. Definisi Operasional

1. Pendidikan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidikan adalah

perbuatan, hal, cara, dan sebagainya (Poerwadarminta, 2006: 291).

Pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapat

awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, berarti memelihara dan

memberi latihan. Kemudian pengertian pendidikan adalah proses

perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan

pelatihan (Islamuddin, 2012: 3).

Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalah education dan kata

education berasal dari kata educate berarti memberi peningkatan dan

mengembangkan. Namun, education dalam pengertian yang sempit

berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh

pengetahuan. Sedangkan pendidikan dalam arti yang luas dapat

diartikan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga

individu memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

laku yang sesuai dengan kebutuhan (Islamuddin, 2012: 3-4).

Istilah pendidikan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata

tarbiyah, diambil dari akar kata (rabba, yarubbu, tarbiyah) yang

artinya memperbaiki, menguasai, mengasuh, menuntun, menjaga,

mengatur dan memelihara kelestarian maupun eksistensinya. Jadi

pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha sadar untuk memelihara,

8
mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan peserta

didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya (Mujtahid,

2011: 3).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki, dan

mengatur kehidupan peserta didik, dengan metode-metode tertentu

sehingga individu memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara

bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

2. Sepanjang hayat

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sepanjang adalah

sejauh, selama, seluruh (Poerwadarminta, 2006: 838). Sedangkan

hayat adalah hidup, ilmu pengetahuan mengenai keadaan dan sifat

makhluk hidup, pemberian tanda jika masih hidup, selama di kandung

badan, selama masih hidup (Poerwadarminta, 2006: 412).

Jadi sepanjang hayat dapat diartikan selama hidup, seumur

hidup, atau dari lahir sampai meninggal dunia.

3. Pendidikan sepanjang hayat

Istilah pendidikan sepanjang hayat dapat juga dikatakan

pendidikan seumur hidup atau dalam bahasa Inggris disebut dengan

istilah long life education.

Pendidikan seumur hidup adalah suatu tujuan atau ide yang

memuat prinsip-prinsip organisasi persekolahan untuk membantu

proses belajar seumur hidup, dan untuk mempengaruhinya sesuai

9
dengan tujuan dan ide khusus (Cropley, 2000: 54). Gagasan dasar

pendidikan seumur hidup adalah bahwa pendidikan harus dikonsepkan

secara formal sebagai proses yang terus-menerus dalam kehidupan

individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 2000:

23). Pokok dalam pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu

harus memiliki kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk

“instruction”, “study”, dan “learning” di setiap kesempatan sepanjang

hidup mereka (Cropley, 2000: 31).

Pendidikan seumur hidup (long life education) atau dalam

istilah Arab dikenal dengan sebutan Utlubul ‘Ilma minal mahdi

ilallahdi adalah proses pendidikan yang dilakukan oleh setiap orang

secara berkesinambungan, atau secara terus menerus sampai akhir

hayatnya. Pendidikan seumur hidup berlangsung melalui pendidikan

sekolah, dan pendidikan luar sekolah yang dilembagakan dan yang

tidak dilembagakan.

4. Perspektif Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perspektif diartikan

dengan sudut pandang atau pandangan (Salim, 1991: 1146).

Sedangkan Islam berarti agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad

Saw., berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan melalui

malaikat Jibril (Poerwadarminta, 2006: 454).

10
Jadi perspektif Islam adalah sudut pandang menurut agama

Islam atau ajaran Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah,

dan Ijtihad.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian

yang dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur

perpustakaan. Objek penelitian digali lewat beragam informasi

kepustakaan berupa buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah,

dan dokumen (Zed, 2004: 89).

2. Sumber data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan

(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur-

literatur. Pengumpulan data-data dengan cara mempelajari, mendalami

dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep dari sejumlah literatur

baik buku, jurnal, majalah, koran ataupun karya tulis lainnya yang

relevan dengan topik penelitian.

Sumber data primer adalah Al-Qur’an dan hadits. Sedangkan

data sekundernya berupa buku-buku yang relevan dengan penelitian,

yaitu pendidikan islam, long life education (pendidikan sepanjang

hayat), pendidikan seumur hidup, mendidik anak dalam kandungan,

konsep pendidikan luar sekolah, mendidik anak yang kaffah, dan lain-

lain.

11
3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam

penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang

menjadi data mengenai hal-hal berupa catatan, buku, surat kabar,

mejalah dan sebagainya (Suharismi, 1998: 236).

Karena objek dalam penelitian adalah Islam, maka penulis

mengumpulkan data dari sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an,

hadits, dan kesepakatan ulama. Setelah data terkumpul maka

dilakukan penelaahan sistematis dalam hubungannya dengan masalah

yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan

penelitian.

4. Teknik analisis data

Yaitu penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan

jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian

yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis

masalah adalah sebagai berikut:

a. Deduktif

Yaitu apa saja yang dipandang benar pada suatu peristiwa

dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga untuk semua peristiwa

yang termasuk di dalam jenis itu (Hadi, 1981: 36).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa data

tentang pendidikan yang diperoleh masyarakat di sekitar kita, baik

12
pendidikan yang diperoleh anak-anak sejak kecil, pendidikan di

sekolah, di lingkungan masyarakat sampai pendidikan yang

diperoleh orang dewasa.

b. Induktif

Yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-

peristiwa yang kongkret, kemudian dari peristiwa-peristiwa yang

khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum

(Hadi, 1981: 42).

Metode ini penulis gunakan untuk menganalisa buku- buku

yang berkaitan dengan pendidikan sepanjang hayat, hadits-hadits

dan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan

sepanjang hayat, sehingga dapat diketahui pendidikan-pendidikan

apa saja yang harus diperoleh manusia dari lahir sampai ke liang

lahat, guna ditarik kesimpulan dan dicari relevansinya dengan

pendidikan saat ini.

c. Holistik

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, holistik diartikan

sebagai cara pendekatan terhadap suatu masalah atau gejala dengan

memandang masalah atau gejala itu sebagai suatu kesatuan yang

utuh (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 406).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa masalah

atau gejala tentang pendidikan yang dilakukan semenjak anak

dalam kandungan sampai meninggal dunia atau dewasa.

13
d. Heuristik

Heuristik adalah teori yang dipergunakan sebagai alat untuk

menemukan sumber yang berkenaan dengan gejala atau fakta

tertentu dalam penelitian sejarah (Zed, 2004: 86).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa teori

tentang sejarah pendidikan sepanjang hayat.

e. Hermeneutik

Hermeneutik berasal dari kata Yunani: hermeneus, artinya

penerjemah atau penafsiran, suatu bentuk metode untuk mencari

penjelasan arti atau makna teks (nash) dalam rangka memahami

jalan pikiran pengarang atau sesuatu yang disebut dalam teks (Zed,

2004: 86).

Metode ini digunakan penulis untuk menganalisa tafsir ayat

Al-Qur’an yang mendukung atau landasan adanya pendidikan

sepanjang hayat.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dimaksud oleh penulis di sini adalah

gambaran singkat tentang subtansi pembahasan secara garis besar. Agar

dapat memberi gambaran yang lebih jelas tentang keseluruhan isi dari

skripsi, maka penulis membagi sistematika ke dalam lima bab sebagai

berikut:

14
BAB I berisi tentang pendahuluan yang memuat: latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi

operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang konsep pendidikan Islam menurut para

tokoh, dasar pendidikan Islam, dan tujuan pendidikan Islam.

BAB III berisi tentang pendidikan sepanjang hayat yang meliputi:

pendidikan sepanjang hayat (long life education) secara umum dan dalam

perspektif Islam.

BAB IV berisi tentang analisis pendidikan sepanjang hayat dalam

perspektif Islam dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB V berisi tentang penutup yang meliputi: kesimpulan dan

saran-saran.

15
BAB II

PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam Menurut Tokoh

Untuk memperoleh jawaban mengenai definisi pendidikan Islam,

para pakar pendidikan Islam berbeda pendapat dalam cara

menginterprestasikan pendidikan tersebut. Di antara mereka ada yang

mendefinisikan dengan mengkonotasikan berbagai peristilahan bahasa,

ada juga yang melihat dari keberadaan dan hakekat kehidupan manusia di

dunia ini, ada pula yang melihat dari segi proses kegiatan yang dilakukan

dalam penyelenggaraan pendidikan (Ahid, 2010: 7).

Karena banyak tokoh-tokoh yang mendefinisikan pengertian

tentang pendidikan Islam berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda,

di sini penulis memaparkan penjelasan pendidikan Islam dari beberapa

tokoh, antara lain:

1. Zakiah Daradjat

Zakiah Daradjat berserta kawan-kawan dalam buku ilmu

pendidikan Islam, menjelaskan pengertian pendidikan yang

dirumuskan berdasarkan pengertian bahasa dan istilah sebagai berikut:

a. Pengertian Bahasa

Dari segi bahasa, kata “pendidikan” yang umum digunakan,

dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah” dengan kata kerja

16
“rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim”

dengan kata kerjanya “alama”. Pendidikan dan pengajaran dalam

bahasa Arabnya adalah “tarbiyah wa ta’lim”, sedangkan

“pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah

islamiyah” (Daradjat, 1996: 25).

Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman

Nabi Muhammad Saw. seperti terlihat dalam ayat Al-Qur’an dan

Hadits Nabi. Dalam ayat Al-Qur’an kata ini digunakan dalam

susunan sebagai berikut:

     

Artinya: “Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku)


sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidik)
sejak kecil” (Q.S. Al- Isra’: 24).

Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan juga

untuk “Tuhan”, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik,

mengasuh, memelihara, dan menciptakan (Daradjat, 1996: 26).

Dalam ayat lain kata “rabba” digunakan dalam susunan

berikut:

          

Artinya: “Berkata (Fir’aun kepada Nabi Musa), bukankah kami


telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami,
waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu (Q.S Asy-Syu’ara’:
18).

17
Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah َ ‫اَ ّد‬
‫ب‬ .

Dan “ta’lim” dengan kata kerjanya “allama” juga sudah digunakan

pada zaman Nabi. Baik dalam Al-Qur’an, Hadits atau pemakaian

sehari-hari, kata ini lebih banyak digunakan daripada kata

“tarbiyah”. Dari segi bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu

cukup jelas. Perbandingan dalam ayat berikut:

 ......   

Artinya: “Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya”


(Q.S Al-Baqarah: 31).

Firmannya lagi:

 ....       ....


Artinya: “Berkata Sulaiman: Wahai manusia, telah diajarkan


kepada kami pengertian burung” (Q.S An-Naml: 16).

Pada Q.S Al-Baqarah: 31 kata “allama” artinya

mengajarkan dan pada Q.S An-Naml: 16 kata “ullimna” (diajarkan

kepada kami) berasal dari kata “allama” yang artinya juga

mengajarkan. Kedua ayat di atas mengandung pengertian sekedar

memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengadung arti

pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan

membina kepribadian Nabi Sulaiman melalui burung, atau

membina kepribadian Nabi Adam melalui nama-nama benda. Lain

halnya dengan pengertian “rabba”, “addaba”. Di situ jelas

18
terkandung kata pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan

sebagainya (Daradjat, 1996: 26-27).

b. Pengertian Istilah

Pengertian pendidikan yang lazim dipahami sekarang

belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi Nabi telah melakukan usaha

dan kegiatan dalam menyampaikan ajaran, memberi contoh,

melatih keterampilan, memberi motivasi dan menciptakan

lingkungan sosial untuk membentuk pribadi muslim. Kegiatan

tersebut telah mancakup arti pendidikan dalam pengertian

sekarang. Orang Arab Mekah dahulu menyembah berhala,

musyrik, kafir, kasar dan sombong. Dengan usaha dan kegiatan

Nabi mengislamkan mereka, tingkah laku mereka berubah menjadi

penyembah Allah SWT, mukmin, muslim, lemah lembut dan

hormat kepada orang lain. Mereka telah berkepribadian muslim

sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran Islam. Dengan

demikian, Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian muslim

dan Nabi Muhammad Saw. adalah seorang pendidik yang berhasil.

Apa yang beliau lakukan dalam membentuk manusia, sekarang

dirumuskan dengan pendidikan Islam. Cirinya ialah perubahan

sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Untuk

itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat dan lingkungan hidup

yang menunjang keberhasilannya. Dengan demikian, secara umum

19
dapat dikatkan bahwa pendidikan Islam itu adalah pembentukan

kepribadian muslim (Daradjat, 1996: 27-28).

Dari satu segi, pendidikan Islam lebih banyak ditujukan

kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal

perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Di

segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja,

tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan

amal saleh. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus

pendidikan iman dan pendidikan amal. Dan karena ajaran Islam

berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat,

menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka

pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan

masyarakat (Daradjat, 1996: 28).

2. Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas

Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas mendefinisikan

pengertian pendidikan Islam dengan mempertentangkan peristilahan

“Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib” (Ahid, 2010: 7).

Al-Attas berpendapat bahwa, istilah tarbiyah bukanlah istilah

yang tepat dan bukan pula istilah yang benar untuk mendefinisikan

pendidikan dengan pengertian Islam. Karena istilah yang

dipergunakan harus membawa gagasan yang benar tentang pendidikan

dan segala yang terlibat dalam proses pendidikan (Al-Attas, 1994: 35).

20
Menurut pendapatnya, istilah tarbiyah yang diambil dari kata

“rabbaa” )‫ (ربّا‬dan “rabba” ) ّ‫ (رب‬yang kemudian diartikan dengan

memberi makan, memelihara dan mengasuh, yaitu akar “ghadza”

)‫ (غذا‬atau “ghodzaw” )‫ (غذو‬yang mempunyai arti mengasuh,

menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara dan

membesarkan (Al-Attas, 1994: 66).

Istilah tarbiyah pada dasarnya juga menyangkut gagasan

“pemilikan”, seperti pemilikan keturunan oleh orang tuanya.

Pemikiran yang dimaksud di sini hanya jenis “relasional”, mengingat

kepemilikan yang sebenarnya yang ada pada Allah SWT. Jadi

manusia hanya meminjam pemilikan atau milik yang dipinjami dari

Allah SWT (Al-Attas, 1994: 67).

Di dalam Al-Qur’an disebutkan:

        

   

Artinya: “Dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka


keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil” (Q.S Al-Isra’ : 24).

Maka istilah “rabbayani” di situ mempunyai arti “rahman”

yaitu ampunan atau kasih sayang, yang berarti pemberian makanan

dan kasih sayang, pakaian, dan tempat berteduh, serta perwatakan.

Tarbiyah masdar dari rabbaituhu )‫ (ربّيته‬maknanya sama dengan

21
rahmah atau ampunan. Dengan demikian, pengertian utama “ar-rabb”

adalah “at-tarbiyah” yang mempunyai makna membawa sesuatu

kepada keadaan kelengkapan secara berangsur, sebagai tindakan

rahmah dan bukan melibatkan pengetahuan (Al-Attas, 1994: 70-71).

Istilah “ta’dib” )‫ (تأديب‬berasal dari akar kata “addaba” )‫(أ ّدب‬,

yang berarti disiplin tubuh, jiwa dan roh. Disiplin yang menegaskan

pengenalan dan pengakuan tempat yang berhubungan dengan

kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual dan rohaniah.

Pengenalan dan pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud

ditata secara hirarki sesuai dengan berbagai tingkat dan derajatnya.

Dalam definisi ini terkandung “ilmu” dan “amal”, sebagaimana sabda

Rasulullah Saw. sebagai berikut:

‫أَ َّدبَنِى َربِى فَأَحْ َسنَ تَأ ِدبِي‬

Artinya: “Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian


menjadikan pendidikan yang terbaik” (HR. Ibn Masud
dalam al-Jami’ al- Shaghir).

Kata “addab” )‫ (أ ّدب‬menurut Ibn Manzzhur merupakan

padanan kata “allama” )‫(علّم‬. Masdar addaba adalah ta’dib (Al-Attas,

1994: 60).

Dengan demikian, istilah “ta’dib” lebih tepat dipakai untuk

pendidikan daripada “ta’lim” atau “tarbiyah” yang dipakai sampai

sekarang. Hal ini dikemukakan oleh Syed Muhammad Al-Naquib Al-

Attas sebagai berikut:

22
Bahwa tarbiyah dalam pengertian aslinya dan dalam penerapan

dan pemahamannya oleh orang Islam pada masa-masa yang lebih dini

tidak dimaksudkan untuk menunjukkan pendidikan maupun proses

pendidikan. Penonjolan kualitatif pada konsep tarbiyah adalah kasih

sayang (rahmah) dan bukannya pengetahuan (‘ilm), pengajaran

(ta’lim) dan pengasuhan yang baik (attarbiyah). Karenanya, tidak

perlu lagi untuk mengacu kepada konsep pendidikan dalam Islam

sebagai tarbiyah, ta’dib merupakan istilah yang paling tepat dan

cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam arti Islam (Al-Attas,

1994: 74-75).

Dengan dipakainya istilah “ta’dib” dalam pendidikan Islam,

maka menurut pendapatnya, pendidikan Islam adalah : pengenalan

dan pengakuan tempat-tempat yang secara berangsur-angsur

ditanamkan ke dalam manusia. Sehingga hal ini membimbing ke arah

pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan yang tepat di dalam

tatanan wujud dan kepribadian (Al-Attas, 1994: 61).

3. Ahmad D. Marimba

Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama (Marimba, 1989: 19).

23
Dalam pendidikan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Usaha (kegiatan); usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau

pertolongan) dan dilakukan secara sadar.

b. Ada pendidik atau pembimbing, atau penolong.

c. Ada yang dididik.

d. Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan.

e. Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan (Marimba,

1989: 19).

Di dalam dunia pendidikan terdapat beberapa istilah

pendidikan yaitu: pendidikan dalam arti sempit dan pendidikan dalam

arti luas.

Yang dimaksud dengan pendidikan dalam arti sempit, ialah

bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa.

Pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai

mencapai tujuan hidupnya: bagi pendidikan Islam, sampai

terbentuknya kepribadian muslim. Jadi, pendidikan Islam berlangsung

sejak anak dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai

akhir hidupnya (Marimba, 1989: 31).

Sebenarnya kedua jenis pendidikan ini (arti sempit atau arti

luas) satu adanya. Bagi pendidikan umum terutama yang diberikan

tidak dalam rangka pendidikan keagamaan, pendidikan dibatasi pada

jenis yang sempit. Ini bukan berarti bahwa setelah proses kedewasaan

pendidikan tidak ada lagi. Pembatasan ini dimaksudkan ialah bahwa

24
sebagai pertolongan terhadap anak, pendidikan (dari orang lain) telah

selesai bila anak telah mencapai kedewasaan (rohaniah). Kalaupun

terjadi pendidikan sesudahnya, itu adalah pendidikan-sendiri, dengan

kata lain titik berat pertanggungjawab terletak pada peserta didik

sendiri. Jadi pendidikan umum telah merasa puas jika anak-anak didik

telah mencapai kedewasaan. Pendidikan selanjutnya adalah

tanggungjawab peserta didik sendiri atau pendidikan sendiri

(Marimba, 1989: 32).

Bagi pendidikan Islam berlakulah katagori pendidikan dalam

arti luas. Bukan berarti bahwa pendidikan Islam adalah lanjutan dari

pendidikan umum. Bukan pula berarti, biarlah anak mencapai

kedewasaan dahulu dengan pendidikan umum, barulah sesudahnya

ditambah dengan pendidikan Islam, tidak demikian halnya.

Pendidikan Islam telah dimulai sejak dilahirkan, bukan merupakan

pendidikan umum yang di “cat” Islam, bukan pula merupakan

pendidikan umum yang diberi “ekor” dengan pendidikan Islam,

melainkan adalah pendidikan Islam dalam keseluruhannya. Dengan

demikian, yang menduduki tempat sebagai terdidik dalam pendidikan

Islam (pendidikan dalam arti luas) meliputi orang-orang yang belum

dewasa dan orang-orang yang telah dewasa. Dengan kata lain

seseorang itu selama hidupnya selalu mempunyai kedudukan sebagai

peserta didik (Marimba, 1989: 32).

25
Jadi Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan Islam

dengan bimbingan pribadi muslim, bahwa pendidikan Islam adalah

bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam

menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-

ukuran Islam (Marimba, 1989: 23).

Kepribadian utama di sini dimaksudkan sebagai kepribadian

muslim, yaitu kepribadian yang di dalamnya memiliki karakter nilai-

nilai Islam. Nilai-nilai ini akan muncul dalam setiap saat, sewaktu

mereka berpikir, bersikap, dan berperilaku. Melakukan bimbingan

berarti membutuhkan kesadaran bagi pembimbing dan dilakukan

secara sadar pula. Dalam arti dengan suatu niat, dengan cara-cara

tertentu dan harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan tentang

perkembangan anak didik, teori-teori pendidikan dan pengetahuan

tentang Islam, serta di dalam dirinya memiliki karakter jiwa pribadi

muslim (Marimba, 1989: 24).

4. Abdul Fattah Jalal

Menurut Abdul Fattah Jalal tentang pengertian pendidikan

Islam berpendapat bahwa kata-kata tarbiyah tidak tepat untuk

diterapkan, karena sempit jangkauannya dan terlalu khusus sifatnya.

Menurutnya, lebih tepat mempergunakan istilah ta’lim saja,

sebagaimana ia katakan:

Islam memandang proses ta’lim lebih universal dibanding

dengan proses tarbiyah. Sebab ketika mengajarkan tilawatil Qur’an

26
kepada kaum muslimin, Rasulullah Saw. tidak terbatas pada membuat

mereka sekedar dapat membaca saja, melainkan membaca dengan

perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab

dan penanaman amanah (Jalal, 1988: 27). Yang dimaksud dengan

tarbiyah ialah proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama

pertumbuhan manusia, atau menurut istilah yang sering digunakan

ialah pada fase bayi dan kanak-kanak (Jalal, 1988: 28).

Abdul Fattah Jalal dalam mengemukakan pendapat di atas

merujuk pada surat Al-Baqarah: 151 untuk ta’lim, dan surat Asy-

Syu’ara’: 18 untuk tarbiyah yang bunyinya sebagai berikut:

       

      

  

Artinya: “Sebagaimana telah kami mengutus kepada kalian Rasul di


antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada
kalian al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kalian apa yang belum kalian ketahui” (Q.S Al-Baqarah:
151).

          

Artinya: “Berkata (Fir’aun kepada Nabi Musa), bukankah kami telah


mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu
kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami
beberapa tahun dari umurmu” (Q.S Asy-Syu’ara’: 18).

27
Ayat tersebut di atas menunjukkan, bahwa di dalam ta’lim

mengandung suatu transformasi ilmu yang tidak terbatas pada domain

kognitif, melainkan mencakup juga domain kognitif, psikomotor, dan

afektif, sudah tentu untuk mencapai tidak mungkin hanya begitu saja,

melainkan atas usaha sungguh-sungguh dan mendalam, melalui proses

panjang dan berkesinambungan, semenjak dilahirkan hingga

meninggal. Ta’lim merupakan suatu proses yang terus menerus

diusahakan manusia semenjak dilahirkan dan hendaklah berlangsung

hingga dewasa (Jalal, 1988: 33-34).

Sedangkan tarbiyah hanya berkaitan dengan proses persiapan

dan pemeliharaan pada masa kanak-kanak di dalam keluarga yang

dilakukan kedua orang tua.

5. Syahminan Zaini

Syahminan Zaini ia memberikan pengertian pendidikan Islam

sebagai pengembangan fitrah manusia atas dasar ajaran-ajaran Islam.

Dengan dikembangkan fitrah tersebut, diharapkan manusia dapat

hidup secara sempurna lahir dan batin. Sebagaimana ia menjelaskan:

“Pendidikan Islam adalah usaha mengembangkan fitrah

manusia dengan ajaran Islam, agar terwujud kehidupan manusia yang

makmur dan bahagia” (Zaini, 1986: 4).

Definisi tersebut mengandung masalah pokok yang harus

diuraikan terlebih dahulu agar bisa dipahami mengenal apa

sebenarnya pendidikan Islam itu, yaitu: usaha mengembangkan fitrah

28
manusia, ajaran Islam, serta kehidupan manusia yang makmur dan

bahagia. Usaha tersebut merupakan kegiatan objek yang harus

dikembangkan dalam pendidikan Islam. Ajaran agama Islam

merupakan ilmu dan nilai yang hendak ditransformasikan, dan

diharapkan bisa membentuk karakter dalam perkembangan fitrah

manusia. Sedangkan kehidupan manusia yang makmur dan bahagia

merupakan tujuan atas dikembangkannya fitrah manusia dengan

ajaran Islam.

Fitrah di sini dimaksudkan sebagai potensi dasar manusia yang

dibawa sejak lahir, di antaranya adalah : agama, intelek, sosial, susila,

seni, ekonomi, kawin, kemajuan, persamaan, keadilan, kemerdekaan,

politik, cinta bangsa dan tanah air, ingin dihargai, dihormati, dan lain

sebagainya. Potensi-potensi tersebut dapat bermanfaat bagi kehidupan

manusia secara sempurna membawa kemakmuran dan kebahagiaan,

apabila dikembangkan secara berimbang, dengan dilandasi oleh nilai-

nilai ajaran Islam (Ahid, 2010: 16).

Pendidikan menurut Islam tidak terbatas pada umur tertentu,

tetapi sampai terwujudnya kehidupan adil, makmur, dan bahagia.

Tiada kebahagiaan yang abadi di dunia kecuali di akhirat. Untuk itu

pendidikan menurut Islam dilakukan sepanjang hayat.

Dari berbagai pengertian pendidikan Islam di atas, dapat

disimpulkan, bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian,

pembentukan, pendayagunaan dan pengembangan fitrah, dzikir dan

29
kreasi serta potensi manusia. Dilaksanakan melalui pengajaran,

bimbingan, latihan dan pengabdian yang dilandasi oleh nilai-nilai

ajaran Islam. Sehingga, terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu

mengontrol, mengatur dan merekayasa kehidupan dilakukan

sepanjang zaman dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-

nilai ajaran Islam (Ahid, 2010: 19). Dan pendidikan Islam dapat

dilaksanakan semenjak lahir hingga dewasa atau sampai ke liang lahat

tanpa mengenal usia, yang sering disebut dengan pendidikan

sepanjang hayat. Pendidikan dilakukan secara terus-menerus agar

mencapai tujuan akhir pendidikan dan membentuk kepribadian

muslim, serta mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

B. Dasar Pendidikan Islam

Dasar atau fondamen dari suatu bangunan adalah bagian dari

bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya

bangunan itu. Pada suatu pohon dasar itu akarnya. Fungsinya sama dengan

fondamen tadi, mengeratkan pohon itu (Marimba, 1989: 41).

Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk

mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang

baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai usaha membentuk

manusia, harus mempunyai landasan atau dasar ke mana semua kegiatan

dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan (Daradjat,

1992: 19).

30
Dalam menetapkan sumber atau dasar pendidikan, para pemikir

Islam berbeda pendapat. Diantaranya, Abdul Fattah Jalal membagi sumber

pendidikan Islam ada dua macam, yaitu; pertama, sumber Ilahi, yang

meliputi Al-Qur’an, Hadits, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah yang

perlu ditafsirkan. Kedua, sumber insaniah, yaitu lewat proses ijtihad

manusia dari fenomena yang muncul dan dari kajian lebih lanjut terhadap

sumber Ilahi yang masih bersifat global (Jalal, : 143-151).

Sedangkan pemikir muslim lainnya membagi sumber atau dasar

nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan Islam ada tiga, yaitu Al-

Qur’an dan hadits, serta ijtihad para ilmuan muslim yang berupaya

memformulasikan bentuk sistem pendidikan Islam yang sesuai dengan

perkembangan zaman, sedangkan pemecahannya tidak terdapat di dalam

kedua sumber tersebut. Ketiga sumber tersebut dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang

disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. bagi seluruh umat

manusia. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat

dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui

ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an terdiri dari dua

prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang

disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal disebut syari’ah

(Daradjat, 1992: 19).

31
Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman tidak banyak

dibicarakan dalam Al-Qur’an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan

dengan amal perbuatan. Ini menunjukkan bahwa amal itulah yang

paling banyak dilaksanakan. Sebab, semua amal perbuatan manusia

dalam hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, manusia

sesamanya (masyarakat), alam dan lingkungannya, makhluk lainnya,

termasuk dalam ruang lingkup amal shaleh (syari’ah). Istilah-istilah

yang biasa digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari’ah ini

adalah:

a. Ibadah untuk perbuatan yang langsung berhubungan dengan

Allah.

b. Mu’amalah untuk perbuatan yang berhubungan selain dengan

Allah.

c. Akhlak untuk tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti

dalam pergaulan (Daradjat, 1992: 20).

Pendidikan termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk

membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah.

Pendidikan sangat penting karena menyangkut dalam menentukan

corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun

masyarakat.

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi

prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.

Sebagai contoh kisah Lukman mengajari anaknya dalam surat

32
Lukman ayat 12 sampai dengan 19. Cerita ini memuat prinsip materi

pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial, dan

nilai suatu kegiatan dan amal saleh. Itu berati bahwa kegiatan

pendidikan Islam harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh

karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai

sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan

Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-yat

Al-Qur’an yang penafsirannya, dapat dilakukan berdasarkan ijtihad

disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan (Daradjat, 1992: 20).

2. As-Sunnah

As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan

Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah

kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan

beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan (Daradjat,

1992: 20). Sunnah merupakan perilaku, ajaran-ajaran dan perkenaan-

perkenaan Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang

terkandung dalam Al-Qur’an atau sebagai sumber ajaran kedua

sesudah Al-Qur’an (Marimba, 1989: 41).

Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah.

Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup

manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi

manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasulullah

menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama

33
dengan munggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua

dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis,

ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru

masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka

pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam (Daradjat, 1992:

20).

Oleh karena itu Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara

pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka

kemungkinan penafsiran berkembang dan diperlukannya ijtihad dalam

memahami sunnah yang berkaitan dengan pendidikan (Daradjat, 1992:

20).

3. Ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu berpikir dengan

menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam

untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syari’at Islam

dalam hal-hal yang belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan

Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek

kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada

Al-Qur’an dan Sunnah. Namun demikian ijtihad harus mengikuti

kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan

dengan isi Al-Qur’an dan Sunnah tersebut. Karena itu ijtihad

dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat

dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasulullah wafat. Sasaran ijtihad

34
ialah segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang

senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sajalan dengan

perkembangan zaman yang semakin maju, terasa urgen dan mendesak,

tidak saja di bidang materi atau isi, malainkan juga di bidang sistem

dalam artinya yang luas (Daradjat, 1992: 21).

Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an

dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan

Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan

langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan

situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru hasil ijtihad harus

dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup (Daradjat, 1992:

22).

Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab

ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah bersifat

pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak

terperinci, maka perincian itu adalah sekedar contoh dalam

menerapkan prinsip itu. Sejak diturunkan sampai Nabi Muhammad

Saw. wafat, ajaran Islam telah tumbuh, dan berkembang melalui

ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang

tumbuh dan berkembang pula. Sebaliknya ajaran Islam sendiri telah

berperan mengubah kehidupan manusia menjadi kepribadian muslim

(Daradjat, 1992: 22).

35
Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar atau pundamen

pendidikan Islam secara umum ada tiga yaitu bersumber dari Al-

Qur’an, Sunnah dan ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan

zaman yang mengalami perubahan dan perkembangan.

C. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu

usaha atau kegiatan selesai. Karena pendidikan merupakan suatu usaha

dan kegiatan yang berproses melalui tahap–tahap dan tingkatan-tingkatan,

maka tujuannya juga bertahap dan bertingkat (Daradjat, 1992: 29).

Tujuan pendidikan Islam dibagi menjadi beberapa tujuan, yaitu:

1. Tujuan umum

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua

kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.

Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,

tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan. Tujuan umum

ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi, dan kondisi,

dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa

harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik,

walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan

tingkat-tingkat tersebut (Daradjat, 1992: 30).

Menurut Abdul Fattah Jalal (1988: 119) tujuan umum dalam

pendidikan Islam adalah menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba

Allah SWT.

36
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan dengan

pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan

dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang

menyelenggarakan pendidikan itu. Tujuan umum itu tidak dapat

dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman,

pembiasaan, penghayatan, dan keyakinan akan kebenarannya. Tahap-

tahapan dalam mencapai tujuan itu pada pendidikan formal (sekolah,

madrasah), dirumuskan dalam bentuk tujuan kurikuler yang

selanjutnya dikembangkan dalam tujuan instruksional (Daradjat,

1992: 30).

Jadi tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk

manusia atau insan kamil yang bertakwa, mengabdi atau berserah diri

kepada Allah SWT.

2. Tujuan Akhir

Pendidikan Islam berlangsung selama hidup, maka tujuan

akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia telah berakhir.

Pendidikan Islam berlaku selama hidup untuk menumbuhkan,

memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan

pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk

insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka

pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya

pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun

pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal

37
(Daradjat, 1992: 31). Tujuan akhir pendidikan Islam dapat dipahami

dalam firman Allah:

          

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu


kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah
kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran
Islam)” (Q.S Ali-Imran: 102).

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai

muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses

hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses

pendidikan yang dianggap sebagai tujuan akhirnya (Daradjat, 1992:

31). Jadi tujuan akhir pendidikan Islam adalah insan kamil yang

meninggal dalam bertakwa dan berserah diri kepada Allah.

3. Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah membantu, memelihara arah usaha

dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut

dan tujuan akhir (Marimba, 1989: 46).

Tujuan sementara merupakan tujuan yang akan dicapai setelah

anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan

dalam suatu kurikulum pendidikan formal (Daradjat, 1992: 31).

38
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa

sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-

kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak

didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu

lingkaran yang pada tingkat paling rendah mugkin merupakan suatu

lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya, lingkaran

tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat

permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk

lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil itu. Di sinilah

perbedaan yang mendasar bentuk tujuan pendidikan Islam

dibandingkan pendidikan lainnya (Daradjat, 1992: 32).

Jadi tujuan sementara pendidikan Islam adalah membentuk

insan kamil yang bertakwa, semakin tinggi pendidikannya semakin

tinggi atau kuat pula takwanya.

4. Tujuan Operasional

Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai

dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan

pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan

diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional.

Dalam pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut juga tujuan

instruksional yang selanjutnya dikembangkan menjadi tujuan

instrusional umum dan instruksional khusus. Tujuan instruksional ini

39
merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit

pengajaran (Daradjat, 1992: 32).

Dalam tujuan operasional lebih banyak dituntut dari anak didik

suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih

ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat

yang paling rendah, sifat yang berisi kemampuan dan ketrampilanlah

yang ditonjolkan. Dalam pendidikan hal ini berkaitan dengan kegiatan

lahiriyah, seperti bacaan dan kaifiyat salat, akhlak dan tingkah laku.

Pada masa permulaan yang penting adalah anak didik mampu dan

terampil berbuat, baik perbuatan itu berupa ucapan atau perbuatan

anggota badan. Kemampuan dan ketrampilan yang dituntut pada anak

didik, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan insan kamil

dalam ukuran anak, yang menuju kepada bentuk insan kamil yang

semakin sempurna (Daradjat, 1992: 33).

Jadi tujuan operasional merupakan tujuan praktis yang akan

dicapai dalam pendidikan untuk membentuk insan kamil yang

mempunyai kemampuan dan ketrampilan tertentu.

40
BAB III

KONSEP PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT

A. Pengertian Umum

1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan sepanjang hayat disebut juga dengan pendidikan

seumur hidup atau dalam bahasa Inggris disebut “long life education”.

Secara umum, sekolah memegang peranan penting dalam

rangka menentukan perkembangan individu ke arah yang dicita-

citakan. Namun di pihak lain, ternyata proses belajar seseorang dapat

berlangsung secara terus-menerus. Dengan kata lain belajar itu

berlangsung seumur hidup atau sepanjang hayat.

Hal ini perlu dikemukakan, karena ada beberapa istilah yang

hampir sama, bunyi dan artinya seperti: life long learning, continuring

education, futher education, life long education dan sebagainya

(Joesoef, 1999: 17).

Oleh karena itu, sebenarnya agak sukar memberi pengertian

pendidikan seumur hidup atau sepanjang hayat (long life education)

secara tepat dan jelas serta dapat membedakan dengan pengertian

istilah-istilah di atas (Joesoef, 1999: 17).

Beberapa ahli mendefinisikan pendidikan seumur hidup

sebagai berikut:

41
a. Menurut Stephens: “....pokok dalam pendidikan seumur hidup

adalah seluruh individu harus memiliki kesempatan yang

sistematik, teroganisir untuk instruction, study dan learning di

setiap kesempatan sepanjang hidup mereka.

Adapun tujuannya adalah menyembuhkan kemunduran akan

pendidikan sebelumnya, memperoleh keterampilan baru,

meningkatkan keahlian, mengembangkan kepribadian dan

sebagainya.

b. Silvia mengungkapkan: “Pendidikan seumur hidup berkenaan

dengan prinsip pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan

pendidikan untuk melakukan fungsinya adalah proses perubahan

yang menuntut perkembangan individu” (Joesoef, 1999: 18).

Kedua pokok pengertian di atas pada hakikatnya senada dan

mengandung pengertian relatif sama. Dari dua pengertian di atas maka

pendidikan seumur hidup sebagai asas pendidikan mempunyai aspek-

aspek:

1) Pendidikan seumur hidup merupakan prinsip pengorganisasian

kesempatan. Prinsip ini memungkinkan bahwa setiap kesempatan

dalam kehidupan manusia dapat digunakan untuk berlangsungnya

proses pendidikan, seperti pendidikan informal, pendidikan

formal, dan pendidikan non formal.

42
2) Proses pendidikan yang dilangsungkan berguna untuk

meningkatkan pendidikan sebelumnya, memperoleh ketrampilan,

mengembangkan kepribadian atau tujuan lain yang lebih khusus.

3) Pengorganisasian kesempatan ini memungkinkan adanya

penyelenggaraan program-program pendidikan atau belajar

tertentu seperti: pembuatan buku huruf, latihan bagi orang-orang

dewasa (Joesoef, 1999: 18).

Pendidikan seumur hidup bertumpu pada kepercayaan bahwa

belajar juga terjadi seumur hidup, walaupun dengan cara yang berbeda

dan melalui proses yang tidak sama. Menurut Stephens (1967) belajar

dan mengajar adalah peristiwa wajar yang terjadi pada manusia secara

terus-menerus berlangsung dengan cara yang spontan, bahkan tanpa

disadari melakukannya. Justru itu, disarankan bahwa belajar harus

didukung dan dibantu dari buaian sampai dewasa. Dan pokok dalam

pendidikan seumur hidup adalah seluruh individu harus memiliki

kesempatan yang sistematik, terorganisir untuk “instruction”, “study”,

dan “learning” di setiap kesempatan sepanjang hidup mereka. Dengan

tujuan untuk menyembuhkan kemunduran pendidikan sebelumnya,

untuk memperoleh keterampilan baru, untuk meningkatkan pengertian

tentang dunia yang mereka tempati, untuk mengembangkan

kepribadian mereka, atau untuk beberapa tujuan lainnya (Cropley,

2000: 31). Dalam kerangka ini pendidikan pada dasarnya dipandang

sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal

43
sepanjang hidup. Pendidikan seumur hidup berkenaan dengan prinsip

pengorganisasian yang akhirnya memungkinkan pendidikan untuk

melakukan fungsinya. Fungsinya adalah “proses perubahan” yang

menuntun perkembangan individu (Cropley, 2000: 32).

Pendidikan seumur hidup adalah suatu tujuan atau ide yang

memuat prinsip-prinsip organisasi persekolahan untuk membantu

proses belajar seumur hidup, dan untuk mempengaruhinya sesuai

dengan tujuan dan ide khusus (Cropley, 2000: 54). Gagasan dasar

pendidikan seumur hidup adalah bahwa pendidikan harus dikonsepkan

secara formal sebagai proses yang terus-menerus dalam kehidupan

individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 2000:

23).

Dan Menurut Redja Mudyahardjo (2010: 169) pendidikan

seumur hidup adalah sebuah sistem konsep-konsep pendidikan yang

menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajar-

mengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia.

2. Alasan-alasan adanya Pendidikan Seumur Hidup

Pendidikan seumur hidup timbul karena berbagai alasan baik

yang dikemukakan oleh suatu institusi maupun oleh perorangan, yang

masing-masing meninjau dari sudut yang mungkin sama maupun

berbeda (Joesoef, 1999: 2).

44
a. Alasan perlunya pendidikan seumur hidup adalah:

1) Keterbatasan kemampuan pendidikan sekolah

Pendidikan sekolah ternyata tidak memenuhi harapan

masyarakat, dikarenakan:

a) Banyak lulusan yang tidak dapat diserap dalam dunia

kerja, yang antara lain karena mutunya yang rendah.

b) Daya serap rata-rata lulusan sekolah yang masih rendah,

karena pelajar tidak dapat belajar optimal.

c) Pelaksanaan pendidikan sekolah tidak efesien sehingga

terjadi penghamburan pendidikan, yang terlihat adanya

putus sekolah dan siswa yang mengulang. Pendidikan

sekolah perlu dilengkapi dengan pendidikan luar sekolah.

2) Perubahan masyarakat dan peranan-peranan sosial.

Globalisasi dan pembangunan mengakibatkan

perubahan-perubahan yang cepat dalam masyarakat, dan

dengan demikian perubahan-perubahan peranan-peranan

sosial. Pendidikan dituntut untuk dapat membantu individu

agar selalu dapat mengikuti perubahan-perubahan sosial

sepanjang hidupnya.

3) Pendayagunaan sumber yang masih belum optimal.

Salah satu masalah pendidikan dewasa ini adalah

kelangkaan sumber yang mendukung pelaksanaan

pendidikan. Hal yang perlu dilakukan adalah:

45
a) Penghematan dan optimalisasi dalam penggunaan

sumber yang telah tersedia bagi pendidikan.

b) Perlu digali sumber-sumber baru yang masih terpendam

dalam masyarakat, yang dapat dimanfaatkan untuk

memperlancar dan meningkatkan proses pendidikan.

Pendayagunaan sumber secara menyeluruh untuk

pendidikan memerlukan kerja sama luas yang bersifat lintas

sektor, sehingga perlu penyelenggaraan pendidikan yang

meluas.

4) Perkembangan pendidikan luar sekolah yang pesat.

Dalam zaman modern, pendidikan luar sekolah

berkembang dengan pesat karena memberikan manfaat

kepada masyarakat, sehingga perlu mendapat tempat yang

wajar dalam penyelenggaraan keseluruhan pendidikan

(Mudyahardjo, 2010: 171-173).

b. Alasan dari UNO

Konsep Edgar Fouse berhasil menyusun buku sebagai

konsepsi pendidikan, yakni: “Learning to be. The world of

education to day and tomorrow”. Dimana di dalamnya memuat

alasan-alasan sebagai berikut:

1) Pendidikan dan nasib manusia

Kehidupan manusia mempunyai hubungan erat

dengan proses pendidikannya dan bahkan muncullah istilah

46
bahwa pendidikan yang dialami seseorang merupakan “in

station life” orang yang bersangkutan. Oleh karena itu

timbullah konsepsi:

a) Pendidikan manusia merupakan masalah penting dan

sulit.

b) Pendidikan tradisional penuh tantangan.

c) Pendidikan di negara yang berkembang meniru

pendidikan asing.

d) Adanya anggapan yang keliru tentang pendidikan, bahwa

pendidikan tidak perlu diperbaiki.

e) Pada negara-negara maju ada rasa tanggung jawab

terhadap proses pendidikan.

f) Perubahan-perubahan yang terjadi dapat menyebabkan

kehancuran identitas manusia.

2) Revolusi ilmiah dan teknologi

Revolusi ilmiah dan teknologi yang sedang terjadi,

membawa resiko-resiko dalam dunia pendidikan baik secara

kuantitas maupun kualitas.

a) Sistem pendidikan mendorong kemajuan di bidang

pengetahuan.

b) Pendidikan mendorong adanya sifat progresif,

memotivasi kemajuan sosial dan politik.

c) Revolusi ilmiah menempatkan pemikiran-pemikiran baru.

47
d) Revolusi ilmu dan teknologi mengubah nasib manusia.

e) Revolusi ilmu dan teknologi sebagai sarana penyusunan

tujuan dan isi pendidikan.

f) Revolusi ilmu dan teknologi membangkitkan humanisme

ilmiah baik pada lapisan anak-anak, remaja dan orang

dewasa.

3) Perubahan kualitas, motivasi dan pekerja

Proses pendidikan hendaknya menggunakan prinsip-

prinsip dalam memilih strategi yang tepat sehingga proses

tersebut dapat menimbulkan perubahan sesuai dengan

keadaan masyarakat, yang berbeda satu sama lain.

4) Sekolah dan masyarakat belajar

Hubungan antara sekolah dan masyarakat memang

cukup erat, karena sistem pendidikan pada akhirnya untuk

mempersiapkan orang-orang untuk bekerja. Sistem

pendidikan yang demikian dapat ditempuh melalui proses

pendidikan di sekolah maupun proses pendidikan luar

sekolah. Inilah yang menimbulkan istilah pendidikan seumur

hidup.

5) Instumen-instrumen perubahan

Abad sekarang merupakan abad perubahan secara

besar-besaran, memberi peluang yang besar dan tepat dalam

rangka perbaikan-perbaikan bagi semua orang guna

48
memenuhi kebutuhan hidup. Instrumen-instrumen tersebut

meliputi:

a) Kebutuhan kuantitatif dan kualitatif.

Kebutuhan pendidikan oleh manusia meliputi

kebutuhan kuantitatif dan kualitatif dan menuntut

pemenuhan sesuai dengan hak manusia. Dengan demikian

kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat memberi stimulus

dalam memperbaiki dan meningkatkan sistem pendidikan

yang relevan dan bermanfaat.

b) Media elektronika sebagai saluran pemberian pendidikan.

Pemilihan media elektronika seperti media radio

dan televisi yang telah menyebar luas dan

membangkitkan perhatian manusia akan hal-hal penting

dalam hidupnya sehari-hari. Keadaan demiikian

memudahkan untuk memindahkan peran media

elektronika tersebut ke dalam proses pendidikan dan

pengajaran seperti pemberian pengetahuan dan

keterampilan.

c) Pendidikan teknologi

Pendidikan teknologi berguna untuk penyiapan

tenaga-tenaga ahli sesuai dengan bidang tugasnya, yang

secara otomatis membentuk produktivitas yang

bersangkutan dalam rangka perbaikan tingkat kehidupan.

49
6) Kerja sama Internasional

Kerja sama internasional memberi bentukan yang

besar terhadap perkembangan pendidikan yang dilaksanakan

bagi masing-masing negara dengan tepat dan relevan

(Joesoef, 1999: 3-8).

c. Live long education sebagai asas dalam dunia pendidikan

Tahun 1970 diketemukan oleh UNESCO: “sebagai tahun

pendidikan internasional (international education year) karena

pada tahun tersebut : “dilontarkan pembaharuan-pembaharuan

dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan (Joesoef, 1999:

12).

Konsep pendidikan yang sebelumnya selalu berorientasi

pada dunia sekolah, sejak saat itu mulai diragukan, orang selalu

bertanya-tanya apakah yang dimaksud dengan pendidikan hanya

terbatas pada sekolah saja. Pembaharuan dalam falsafah dan

konsep pendidikan di atas timbul melalui buku yang ditulis oleh

Paul Lengrand judulnya “An Introduction to life long Education”

(Joesoef, 1999: 12).

Buku tersebut terutama menggerakkan para ahli dan

lembaga yang berkecimpung dalam bidang pendidikan untuk

lebih mempelajari masalah pendidikan dan hubungan antara

pendidikan dan sekolah yang telah lama berlangsung. Dengan

demikian UNESCO:... membentuk komisi yang terdiri dari 7

50
orang dan diketuai oleh Edgar Fause dan mempunyai tugas: “

meninjau kembali definisi tentang pendidikan dalam arti seluas-

luasnya dan bagaimana strategi pengembangan pendidikan dalam

rangka pembangunan semesta baik di negara berkembang

maupun di negara yang sudah maju” (Joesoef, 1999: 13).

Kemudian muncullah pertemuan kecil yang dihadiri wakil-

wakil dari World Bank (R. Mac. Namara), the foundation (Mo,

George Bundy, Usaid), (John Hannah), the rockefeler (Kenneth

Thomson), direktur jendral UNESCO (Rene Maren), dan

Indonesia (DR. Soedjatmiko) (Joesoef, 1999: 13).

Dari pertemuan ini menghasilkan suatu hasil penelitian

terhadap sekolah antara lain:

1) Bahwa sistem pendidikan dewasa ini tidak sesuai, seperti

yang diharapkan, adalah menyiapkan tenaga muda untuk

hidup dan penghidupan. Peningkatan kuantitas dan kualitas

sekolah tidak akan membantu memecahkan masalah

kekurangan tenaga kerja.

2) Bahkan lebih dari itu sistem sekolah memperlebar jurang

antara kaya dan miskin. Perbaikan sistem sekolah hanya

menggantungkan mereka yang sudah mendapatkan

kesempatan sekolah, sedang di luar masih berjuta-juta anak

yang menunggu kesempatan ini.

51
3) Oleh karena itu negara-negara khusus yang berkembang

hendaknya lebih berani mencari alternatif-alternatif dari

sistem pendidikan yang ada, khususnya pendidikan non

formal.

4) Pertemuan tersebut berpendapat bahwa dalam hubungannya

dengan pendidikan formal dan non formal satu hal yang

terang bahwa di negara-negara yang sedang berkembang

akan terlalu mahal untuk mempunyai 2 sistem tersebut secara

terpisah melainkan harus diusahakan satu sistem tunggal.

5) Dewasa ini terasa betapa tidak tentunya hubungan antara

pendidikan dan strategi pembangunan, antara pendidikan dan

kesempatan kerja, dan antara sistem pendidikan dan

keperluan politik dan sosial (Joesoef, 1999: 13-14).

Sebagai suatu asas pendidikan, maka pendidikan seumur

hidup sudah selayaknya diisi dengan berbagai bentuk (macam

pendidikan yang satu sama lain berbeda-beda). Menurut Dr.

Philip H. Coombs, ia membagi ke dalam 3 macam pendidikan:

1) Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh

seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau

tidak sadar, sejak seorang lahir sampai mati.

2) Pendidikan formal yang dikenal dengan pendidikan sekolah

yang teratur, bertindak, dan mengikuti syarat-syarat yang

jelas dan ketat.

52
3) Pendidikan non formal, ialah pendidikan yang teratur dengan

sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-

peraturan yang tetap dan ketat (Joesoef, 1999: 16).

Ada pula Prof. R. Wroczynsky menyebutkan ada 3 macam

pendidikan yaitu:

1) Pendidikan formal yang meliputi berbagai jenis sekolah dari

tingkat rendah, menengah dan tinggi.

2) Pendidikan ekstra kurikuler, yang berjalan sejajar dengan

pendidikan formal.

3) Pendidikan seumur hidup, yang merupakan lanjutan dari

pendidikan formal dan ditujukan bagi orang dewasa (Joesoef,

1999: 16).

Dan Prof. M. Faloky menambahkan jalur pendidikan yang

keempat dengan: “the real reality yakni suasana baik dan

ketertiban yang selaras dalam kehidupan keluarga, pergaulan

antara teman dan di masyarakat luas” (Joesoef, 1999: 16).

Dengan 3 macam pendidikan di atas jelas bahwa yang

disebut pendidikan dengan sistem sekolah adalah pendidikan

formal, sedang yang menggunakan sistem di luar sekolah adalah

pendidikan informal dan non formal.

53
3. Makna Pendidikan Seumur Hidup

Proses pendidikan yang ada dewasa ini, sebenarnya telah lama

dilaksanakan orang dan merupakan proses yang diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan yang jelas pula. Dan

proses pendidikan yang dialami oleh seseorang selalu dihubungkan

dengan proses belajarnya, terutama oleh sebagian besar masyarakat

yang tinggal di daerah-daerah pedesaan (Joesoef, 1999: 20).

Proses belajar yang dimaksud adalah belajar dalam rangka

pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah rendah sampai ke tingkat

tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, banyak orang beranggapan

bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai

proses belajarnya. Dan bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada

hasil belajar yang dicapainya sehingga belajar menentukan corak

kehidupan sesorang di dalam masyarakat (Joesoef, 1999: 20).

Jadi sekolah merupakan tumpuan hidup seseorang. Dengan

kata lain sekolah sebagai “station in lifenya” seseorang, sehingga di

mana ia berhenti sekolah di situ sudah menunggu nasibnya (Joesoef,

1999: 20).

Keadaan tersebut di atas sekarang telah banyak ditinggalkan

orang dan mereka beranggapan bahwa belajar di sekolah bukan satu-

satunya faktor menentukan corak kehidupan seseorang. Dengan

lingkungan pisik, sosial maupun budaya yang selalu berubah,

54
mengharuskan masyarakat belajar terus-menerus agar tidak

ketinggalan perkembangan zaman (Joesoef, 1999: 21).

Proses belajar yang masyarakat kehendaki dapat berlangsung

setiap saat dan dimanapun berada. Proses belajar yang demikian

merupakan hak seseorang (Joesoef, 1999: 21). Dan proses pendidikan

harus berlangsung sepanjang hidup manusia.

Begitu pula seorang tokoh pendidikan John Dewey pernah

menegaskan: “Educational process has no end beyond itself, is in it’s

own an end” (Joesoef, 1999: 21).

Dari uraian-uraian di atas makin jelas bahwa asas pendidikan

seumur hidup sangat tepat diterapkan dewasa ini baik di negara maju

maupun negara yang sedang berkembang. Makna pendidikan seumur

hidup bermacam-macam sesuai dengan tujuan kegiatan dan program

yang diselenggarakan (Joesoef, 1999: 21).

Secara terperinci makna pendidikan seumur hidup adalah

keadilan, pertimbangan ekonomi, peranan keluarga yang sedang

berubah, peranan sosial yang sedang berubah, perubahan teknologi,

faktor-faktor vokasional (ketrampilan), kebutuhan-kebutuhan orang

dewasa dan anak-anak awal (Joesoef, 1999: 22-25).

Di samping itu terdapat pula faktor-faktor yang mendorong

penyebaran dan pelaksanaan asas pendidikan seumur hidup seperti:

perubahan sosial yang sangat cepat, munculnya negara-negara

merdeka baru simultan dengan perkembangan cita-cita demokrasi

55
pendidikan, besarnya angka drop out khususnya pada tingkat sekolah

dasar, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat

cepat menuntut kita untuk terus-menerus belajar (Joesoef, 1999: 25-

26).

Dari uraian di atas maka proses belajar bagi seseorang dapat

terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.

4. Strategi Pendidikan Seumur Hidup

Strategi dalam rangka pendidikan seumur hidup meliputi hal-

hal sebagai berikut:

a. Konsep-konsep kunci pendidikan seumur hidup

Dalam pendidikan seumur hidup dikenal dengan adanya 4

macam konsep kunci, yaitu:

1) Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri

Sebagai suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup

diartikan sebagai tujuan atau ide formal untuk

pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman

pendidikan. Hal ini berarti pendidikan akan meliputi seluruh

rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua.

2) Konsep belajar seumur hidup

Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar belajar

karena respon terhadap keinginan yang didasari untuk belajar

dan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu

belajar. Jadi istilah belajar ini merupakan kegiatan yang

56
dikelola walaupun tanpa organisasi sekolah dan kegiatan ini

justru mengarah pada penyelenggaraan asas pendidikan

seumur hidup.

3) Konsep pelajar seumur hidup

Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang

yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup,

melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi

problema dan terdorong untuk belajar di seluruh tingkat usia

dan menerima tantangan dan perubahan seumur hidup sebagai

pemberi kesempatan untuk belajar baru. Dalam keadaan

demikian perlu adanya sistem pendidikan yang bertujuan

membantu perkembangan orang-orang secara sadar dan

sistematik merespons untuk beradaptasi dengan lingkungan

mereka seumur hidup (pelajar dan belajar seumur hidup).

4) Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup

Kurikulum dalam hubungan ini, didesain atas dasar

prinsip pendidikan seumur hidup yang menghasilkan pelajar

seumur hidup yang secara berurutan melaksanakan belajar

seumur hidup. Kurikulum yang demikian, merupakan

kurikulum praktis untuk mencapai tujuan pendidikan dan

mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan seumur

hidup (Joesoef, 1999: 35-37).

57
b. Arah pendidikan seumur hidup

Pada umumnya pendidikan seumur hidup diarahkan pada

orang-orang dewasa dan pada anak-anak dalam rangka

penambahan pengetahuan dan keterampilan mereka yang sangat di

butuhkan di dalam hidup.

1) Pendidikan seumur hidup kepada orang dewasa

Sebagai generasi penerus, kaum muda atau dewasa

membutuhkan pendidikan seumur hidup dalam rangka

pemenuhan tuntutan hidup mereka sepanjang masa. Kebutuhan

akan baca-tulis bagi mereka umumnya dan latihan

keterampilan bagi para pekerja, sangat membantu mereka

untuk menghadapi situasi dan persoalan-persoalan penting

yang merupakan kunci keberhasilan.

2) Pendidikan seumur hidup bagi anak

Pendidikan seumur hidup bagi anak, perlu memperoleh

perhatian dan pemenuhan karena anak akan menjadi tempat

awal untuk memperoleh pendidikan. Pengetahuan dan

kemampuan anak, memberi peluang yang besar bagi

pembangunan pada masa dewasa dan pada gilirannya masa

dewasanya menanggung beban yang lebih ringan.

Proses pendidikannya menekankan pada metodologi

yang mengajar, karena pada dasarnya pada diri anak harus

58
tertanam kunci belajar, motivasi belajar dan kepribadian

belajar yang kuat.

Program kegiatan disusun mulai peningkatan

kecakapan baca tulis, keterampilan dasar dan mempertinggi

daya pikir anak, sehingga memungkinkan anak terbiasa untuk

belajar, berpikir kritis dan mempunyai pandangan kehidupan

yang dicita-citakan pada masa yang akan datang (Joesoef,

1999: 37-38).

Di Indonesia landasan pendidikan sepanjang hayat

terdapat dalam Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional

Bab III tentang Prinsip Penyelengaraan Pendidikan pasal 4

ayat 3 yang berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan sebagai

suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik

yang berlangsung sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 6). Dan

bab IV pasal 5 ayat 5 yang berbunyi: “Setiap warga negara

berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan

sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 7).

Sedangkan dalam GBHN (ketetapan MPR No.

IV/MPR/1978), berkenaan dengan pendidikan dikemukakan

sebagai berikut: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan

dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan

masyarakat” (Daradjat, 2011: 34).

59
Jadi di Indonesia juga sudah mencanangkan pendidikan

dilaksanakan atau berlangsung sepanjang hayat dan setiap

warga negara berhak mendapatkan pendidikan, serta

pendidikan dapat dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat.

B. Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam

Konsep pendidikan sepanjang hayat sebenarnya sudah ada sejak

dahulu. Dalam perspektif Islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya

telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam.

Sejak 15 abad lalu Islam telah mengenal konsep pendidikan

seumur hidup (life long education) atau belajar seumur hidup (life long

learning) (Nawawi, 1993: 24). Yang dinyatakan dalam sabda Rasulullah

Muhammad Saw. :

]‫ُواال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِلَى اللَّحْ ِد [رواه ابن عبد البر‬


ْ ‫طلُب‬ْ ُ‫ا‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat” (H.R
Ibn. Abd. Bar) (Jami’ Bayan al-ilmi wa Fadhlihi: 25).

Hadits tersebut memerintahkan ummat manusia untuk senantiasa

menuntut ilmu sepanjang hayat mereka, yang dimulai sejak dalam

kandungan sampai meninggal dunia. Ada beberapa tokoh yang tidak

mencantumkan hadits tersebut, karena memandang hadits tersebut hanya

sebuah atsar (ucapan) sahabat Nabi. Namun, hadits tersebut masih bisa

dijadikan pegangan (Tafsir, 2002: 26).

60
1. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat dalam Perspektif Islam

Ada beberapa tokoh pendidikan Islam yang menyatakan

bahwa pendidikan harus dilakukan terus-menerus, berkesinambungan

sejak lahir sampai meninggal dunia. Tokoh-tokoh tersebut adalah:

Menurut Ahmad D. Marimba (1989: 19) mendefinisikan

pengertian pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar

oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta

didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dan pendidikan

Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum

agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut

ukuran-ukuran Islam (Marimba, 1989: 23). Kepribadian utama di sini

dimaksudkan sebagai kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang di

dalamnya termuat karakter nilai-nilai Islam. Ahmad D. Marimba

membagi istilah pendidikan ada dua arti yaitu pendidikan dalam arti

sempit dan pendidikan dalam arti luas.

Yang dimaksud dengan pendidikan dalam arti sempit, ialah

bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai ia dewasa.

Pendidikan dalam arti luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai

mencapai tujuan hidupnya: bagi pendidikan Islam, sampai

terbentuknya kepribadian muslim. Jadi, pendidikan Islam berlangsung

sejak anak dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai

akhir hidupnya (Marimba, 1989: 31) seperti sabda Nabi Saw di atas.

61
Abdul Fattah Jalal menyebut pendidikan Islam dengan istilah

“ta’lim” karena istilah ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum

sifatnya dari pada istilah tarbiyah yang khusus berlaku pada anak

kecil. Sedangkan ta’lim merupakan suatu proses yang terus menerus

diusahakan manusia semenjak dilahirkan. Sebab manusia dilahirkan

dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun (Jalal, 1988: 33).

Allah SWT berfirman:

       

       



Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberi
kalian pendengaran, penglihatan dan hati, agar kalian
bersyukur (Q.S An-Nahl: 78).

Seseorang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu

apapun, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang

mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu serta

memanfaatkannya dalam perilakunya. Oleh karena itu, manusia wajib

bersyukur kepada Allah SWT atas pemberian pendengaran,

penglihatan dan hati yang Dia ciptakan untuk manusia. Pada masa

kecil anak, kedua orang tuanya yang bertanggung jawab untuk menata

dan menertibkan pendengaran, penglihatan dan hati itu dalam rangka

kegiatan ta’lim dalam arti yang luas. Proses ta’lim ini hendaknya terus

62
berlangsung hingga dewasa. Banyak hadits yang menganjurkan untuk

belajar (Jalal, 1988: 34). Di antaranya ialah penjelasan al-Bukhari

dalam kaitan dengan ucapan Umar ra. yaitu:

َ ُ‫تَفَقَّهُوْ ا قَ ْب َل اَ ْن ت‬
)‫س َّو ُدوْ ا (رواه البخرى‬

Artinya: “Galilah ilmu, sebelum kalian dijadikan pemimpin”


(H.R. Bukhari no. 22) (Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, 2012:
68).

Abu Abdillah (al-Bukhari) menandaskan bahwa setelah “kalian

dijadikan pemimpin” pun, para sahabat Nabi Saw. terus belajar pada

usia dewasa mereka. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang tetap

dituntut menuntut ilmu hingga usia tua renta, saat ia tidak mampu lagi

meneruskan belajar (Jalal, 1988: 33). Allah SWT berfirman:

        ....

....      

“..... dan (ada pula) di antara kalian yang dipanjangkan


umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang
dahulunya telah diketahui...” (Q.S Al-Hajj: 5)

Ilmu dalam arti yang luas dan berkesinambungan ini beserta

tuntutan untuk terus-menerus menggali dan mempelajarinya,

merupakan upaya untuk dapat mencapai al-Hikmah yang didambakan

orang. Ilmu dalam arti luas wajib dipelajari, diajarkan, diamalkan dan

diterapkan di dalam perilaku oleh setiap orang selama hidupnya (Jalal,

1988: 36). Ilmu inilah yang menggugah rasa takut dan taqwa kepada

Allah SWT. memperbaiki dan memakmurkan dunia serta menegakkan

63
segala yang membuahkan kebaikan bagi umat manusia di dunia dan di

akhirat (Jalal, 1988: 37). Jadi menurut Abdul Fattah Jalal pendidikan

Islam disebut dengan istilah ta’lim yang merupakan suatu proses yang

terus-menerus diusahakan manusia semenjak dilahirkan sampai

dewasa atau sampai usia tua renta. Dan bertujuan untuk menggugah

rasa takut dan taqwa kepada Allah SWT. memperbaiki dan

memakmurkan dunia serta menegakkan segala yang membuahkan

kebaikan bagi umat manusia di dunia dan di akhirat.

Menurut Syahminan Zaini (1986: 4) “Pendidikan Islam adalah

usaha mengembangkan fitrah manusia dengan ajaran Islam, agar

terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia”. Dan

pendidikan menurut Islam tidak terbatas pada umur tertentu, tetapi

sampai terwujudnya kehidupan adil, makmur, dan bahagia. Tiada

kebahagiaan yang abadi di dunia kecuali di akhirat. Untuk itu

pendidikan menurut Islam dilakukan sepanjang hayat.

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1996: 6) sebagai

makhluk berakal, manusia mengamati sesuatu dan hasil pengamatan

itu diolah sehingga menjadi ilmu pengetahuan. Dengan ilmu

pengetahuan itu dirumuskannya ilmu baru yang akan digunakannya

dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjangkau jauh di

luar kemampuan fisiknya. Demikian banyak hasil kemajuan ilmu

pengetahuan yang membuat manusia dapat hidup menguasai alam ini.

64
Umat Islam, untuk mempertahankan kemuliaannya,

diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas

selama hayat dikandung badan. Prinsip belajar selama hidup ini

merupakan ajaran Islam yang penting (Daradjat 1996: 6).

Dari penjelasan para tokoh di atas terkait dengan pendidikan

sepanjang hayat (long life education) dapat disimpulkan bahwa

pendidikan sepanjang hayat adalah pendidikan atau proses belajar

yang dilakukan secara terus-menerus berkesinambungan sejak anak

dalam kandungan sampai meninggal dunia untuk memperoleh

kehidupan yang makmur dan bahagia di dunia dan di akhirat. Dan

pendidikan sepanjang hayat dapat dilaksanakan di lingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat.

2. Landasan yang mendasari pendidikan sepanjang hayat dalam

perspektif Islam

Landasan adalah dasar atau fondamen, dalam perspektif Islam

dasar atau landasan pendidikan bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

Disini penulis memaparkan beberapa dasar atau landasan yang

mendasari adanya pendidikan sepanjang hayat yang bersumber dari

Al-Qur’an dan Hadits.

Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang mendasari adanya

pendidikan sepanjang hayat antara lain:

65
a. Pentingnya menuntut ilmu terutama ilmu agama, Q.S. At-Taubah:

122

         

        

    

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya


(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya”.

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua

orang mukmin harus berangkat ke medan perang, bila peperangan

itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi

harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat

ke medan perang, dan sebagian lagi harus menuntut ilmu dan

mendalami agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat

diajarkan secara merata, dakwah dapat dilakukan dengan cara

yang lebih efektif dan bermanfaat sehingga kecerdasan umat

Islam dapat ditingkatkan. Perang bertujuan untuk mengalahkan

musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah Islamiyah.

Sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama

bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama

66
Islam, agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh semua

macam lapisan masyarakat. Apabila umat Islam telah memahami

ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram,

serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih

dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat

melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi

larangan-Nya. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang

baik, sejahtera dunia dan akhirat (Depag RI, 2009: 232-233).

Ayat ini menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk

mencerdaskan umat, dan dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap

mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut

ilmu, mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain.

Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini, kewajiban

menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah

dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem

hidup yang mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan manusia.

Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan

kehidupan mereka, tidak bertentangan dengan norma-norma

agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk

memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik.

Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan

tersebut (Depag RI, 2009: 234).

67
b. Q.S. Thaha: 114

         

         

Artinya: Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya,


dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an
sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan
katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan."

Nabi Muhammad Saw. dilarang oleh Allah menirukan

bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai

membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad Saw. menghafal

dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah yang Maha Tinggi,

Maha Besar amat luas ilmu-Nya yang dengan ilmu-Nya Dia

mengatur segala sesuatu dan membuat peraturan-peraturan yang

sesuai dengan kepentingan makhluk-Nya, tidak terkecuali

peraturan-peraturan untuk keselamatan dan kebahagian umat

manusia. Dialah yang mengutus para Nabi dan para Rasul dan

menurunkan kitab-kitab suci. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi

Muhammad dengan berangsur-angsur, kadang-kadang diturunkan

hanya beberapa ayat pendek saja atau surah pendek, kadang-

kadang diturunkan ayat-ayat yang panjang sesuai dengan

keperluan dan kebutuhan pada waktu itu (Depag RI, 2009: 200).

68
Kemudian Allah menyuruh Nabi Muhammad Saw. agar berdoa

supaya Dia memberikan tambahan ilmu.

Ayat 114 ini merupakan tuntunan kepada Nabi Muhammad

Saw. untuk tidak membacakan, yakni menjelaskan makna pesan-

pesan Al-Qur’an kepada sahabat-sahabat beliau setelah jelas buat

beliau maknanya, baik setelah merenungkannya sungguh-sungguh

maupun sebelum datangnya malaikat Jibril as. Mengajarkan

beliau tentang maknanya. Pendapat ini sangat sejalan dengan

lanjutan ayat tersebut yang memerintahkan beliau berdoa agar

ditambah ilmunya. Jika makna ini diterima, hal tersebut menjadi

peringatan buat semua orang yang melibatkan diri dalam

penafsiran Al-Qur’an agar berhati-hati dalam menafsirkannya

(Shihab, 2012: 682).

Nabi Muhammad Saw. sekalipun telah mencapai puncak

masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa)

sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Jadi ayat ini memerintahkan manusia agar selalu menuntut

ilmu dan berdoa agar ilmunya bertambah. Dan dengan ilmu

pengetahuan manusia dapat menafsirkan Al-Qur’an dengan hati-

hati, serta dapat memahami sesuatu hal yang belum diketahuinya.

69
c. Al-Ankabut: 43

         

Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk


manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-
orang yang berilmu”.

Demikianlah Allah mengumpamakan suatu perumpumaan

bagi manusia. Hanya orang yang berakal yang dapat memikirkan

perumpamaan tersebut. Allah sengaja mengambil laba-laba

sebagai perumpamaan, karena itu barangkali yang mudah mereka

pahami. Selain dari itu, juga yang dimaksudkan untuk

menerangkan segala keraguan mereka selama ini. Orang yang

selalu menggunakan hati dan pikirannya dan ahli-ahli ilmu

pengetahuan pasti dapat memahami perumpamaan tersebut dan

akan semakin banyak mengetahui rahasia-rahasia Allah yang

terkandung dalam ayat-ayat-Nya (Depag RI, 2009: 405-406).

Jadi dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat memperoleh

pengetahuan, pembelajaran, sehingga mampu untuk memahami

suatu yang belum diketetahuinya.

Sehingga ketiga ayat di atas menjelaskan tentang pentingya

menuntut ilmu terutama ilmu agama, dengan ilmu manusia dapat

mengetahui suatu hal yang belum mereka ketahui. Dan walaupun

usia manusia sudah dewasa atau telah banyak memperoleh ilmu,

tetap diperintahkan untuk terus-menerus menuntut ilmu.

70
d. Hadits-hadits yang mendasari adanya pendidikan sepanjang hayat

antara lain:

َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬


]‫ْضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْس ِل ٍم َو ُم ْس ِل َم ٍة [رواه ابن ماجه‬

Artinya: “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang


Islam, laki-laki atau perempuan” (H.R. Ibnu Majah no. 224)
(dalam kitab Sunan Ibnu Majah: 220)..

]‫ُواال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِلَى اللَّحْ ِد [رواه ابن عبد البر‬


ْ ‫طلُب‬ْ ُ‫ا‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang


lahat” (H.R. Ibn. Abd. Bar) (Jami’ Bayan al-ilmi wa
Fadhlihi: 25).

Perintah menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap

muslim dan dilakukan sepanjang hayatnya yaitu dari buaian

hingga ke liang lahat atau meninggal dunia.

Kata al-mahd yang terdapat di dalam hadits di atas selama

ini ditafsirkan dengan ayunan yang dipergunakan untuk

menidurkan bayi. Jika arti atau konotasi ini dipakai, maka

pendidikan dimulai setelah lahir, yaitu kala ia sudah berada dalam

masa diayun-ayun. Masa ayun-ayun jelas tidak terjadi segera

setelah lahir, tetapi beberapa bulan kemudian, setelah bayi mulai

rewel manakala ia akan tidur. Al-mahd tidaklah secara mutlak

harus diartikan sebagai ayunan bayi. Di dalam kamus, al-mahd

diartikan dengan tanah dataran rendah, hamparan, ayunan. Oleh

karena itu, ia masih bisa diberi arti lain sehingga dapat ditafsirkan

secara lebih signifikan bagi konteks pemahamannya secara

paedagogis Islami (Tafsir, 2002: 26).

71
Arti yang dimaksud untuk al-mahd adalah rahim ibu.

Rahim ibu adalah al-mahd, ayunan atau buaian pertama bagi bayi

didalamnya. Tidak ada ayunan lain di dunia mana pun yang lebih

nyaman, aman dan menyenangkan daripadanya. Anak tinggal

secara menetap di dalam ayunan itu selama kurang lebih 9 bulan,

ia tetap terayun-ayun di dalamnya. Dengan dasar pemikiran itu,

hadits di atas mengandung makna tuntutlah ilmu sejak dari masa

di dalam rahim sampai masa liang lahat. Akan tetapi, menuntut

ilmu secara aktif belumlah dapat dilakukan oleh anak di dalam

kandungan. Ia hanya dirangsang dengan beberapa stimulus yang

disusun secara sistematik edukatif Islami karena ia responsif

terhadap stimulus itu. Oleh karena itu, pendidikan dilakukan oleh

orang tuanya, terutama ibunya, melalui berbagai metode

pendidikan Islami (Tafsir, 2002: 27).

Berkenaan dengan al-lahd (liang lahad), timbul

pertanyaan apakah manusia yang sudah mati dan telah

dimasukkan ke dalam liang lahad masih diperintahkan menuntut

ilmu?. Untuk menjawab pertanyaan ini ada dua cara yaitu:

Pertama, dengan terlebih dahulu menjawab pertanyaan

apakah mayat dalam kubur dapat mendengar ucapan-ucapan dari

atas atau dari sekitar kuburnya? Hadits-hadits sahih menjelaskan

bahwa mayit dapat mendengar, bahkan pendengarannya lebih

tajam. Kedua, dengan menampilkan fakta yang terlihat di dalam

72
realitas sosial. Setelah selesai penguburan, terlihat banyak para

kiai memberi pelajaran kepada mayat. Mereka mengingatkan

mayat supaya tidak takut dan gentar, menjawab pertanyaan

malaikat. Mereka lalu menjelaskan apa-apa saja pertanyaannya

dan apa saja jawabanya. Itu realitas sosial terlihat, tetapi para

ulama memperdebatkannya (Tafsir, 2002: 27-28).

Hadits lain yang menjelaskan tentang pentingnya

menuntut ilmu walau sudah lanjut usia atau pendidikan sepanjang

hayat yaitu:

‫ َوقَ ْد تَ َعلَّ َم‬.‫ تَفَقَّهُوْ ا قَب َْل أَ ْن تُ َس َّو ُدوْ ا‬:ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬ َ َ‫َوق‬
ِ ‫ال ُع َم َر َر‬

‫سلَم فِي ِكبَ ِر ِسنِّ ِه ْم‬ َ ‫أَصْ َحابُ النَّ ِبي‬


َ ‫صلَى هللاُ َعلَيهِ َو‬
Umar ra. berkata, “Pahamilah ilmu agama sebelum kalian
diangkat menjadi pemimpin”. Para sahabat Nabi Saw. tetap
menuntut ilmu walau sudah lanjut usia (HR. Bukhari no. 22) (Al-
Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, 2012: 68).

Dan Rasulullah Saw. bersabda:

‫ َسه ََّل هللاُ لَهُ طَ ِريقًا إِلَى ْال َجنَّ ِة‬,‫َم ْن َسلَكَ طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ ِفي ِه ِع ْل ًما‬

“Siapa saja yang menempuh perjalanan untuk mencari


ilmu, maka Allah akan memberikan kepadanya kemudahan jalan
menuju surga” (H.R. Ibnu Majah dan Muslim no. 2646) (Al
Albani, Shahih Sunan Tirmidzi, 2013: 78).

‫ب ْال ِع ْل ِم فَه َُو فِى َسبِي ِْل هللاِ َحتَّى يَرْ ِج َع (رواه‬
ِ َ‫َم ْن َخ َر َج فِى طَل‬
)‫الترمذى‬
“Barangsiapa keluar dengan tujuan menuntut ilmu, maka
ia berada di jalan Allah sampai ia kembali” (H.R. Turmudzi)
(Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihin, 1999: 318)

73
Hadits di atas menjelaskan bagi orang yang menuntut ilmu

maka dimudahkannya jalan menuju surga dan orang-orang yang

menuntut ilmu akan selalu berada di jalan Allah.

3. Tahap-tahap pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam

Pendidikan sepanjang hayat dilaksanakan secara terus-menerus

berkesinambungan sejak anak dalam kandungan sampai meninggal

dunia untuk memperoleh kehidupan yang makmur dan bahagia di

dunia dan di akhirat. Pendidikan sepanjang hayat berlangsung melalui

pendidikan formal, non-formal, dan informal atau dapat dilakukan

dimana saja, kapan saja dalam keluarga, lingkungan masyarakat, serta

dalam pendidikan formal.

Proses mendapatkan pendidikan dapat dibagi menjadi

beberapa tahap pendidikan berdasarkan tingkat perkembangan

manusia mulai dari kandungan sampai lansia.

Perkembangan manusia dimulai dari proses penciptaan sampai

dilahirkan menjadi bayi dan kemudian berkembang secara bertahap

hingga dewasa atau sampai tua. Disini penulis memaparkan tahap

pendidikan yang dialami manusia dimulai sejak dalam kandungan

sampai lansia. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Pranatal (sebelum bayi lahir)

Anak prenatal adalah anak yang masih dalam kandungan

seorang ibu. Para ahli didik prenatal menyatakan bahwa anak

masih dalam kandungan terutama berumur 5 bulan atau 20

74
minggu itu sudah memiliki kemampuan merasakan stimulus yang

ada di luar (Uhbiyati, 2009: 7).

Tahap ini berlangsung sejak proses pembuahan hingga anak

lahir, yaitu sekira sembilan bulan. Meskipun relatif singkat,

proses perkembangan pada tahap ini begitu penting. Sebab, pada

saat hamil itulah seorang ibu mulai berperan dalam mendidik

anak (Mustaqim, 2005: 28).

Dalil tentang pendidikan pada tahap prenatal ini terdapat

dalam firman Allah SWT Q.S. Al-A’raf ayat 172:

        

          

        



Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan


keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)".

Ayat ini menjelaskan bahwa ruh, sebelum bertugas

memberi hidup kepada manusia, telah dibaiat oleh Allah dengan

perjanjian mengaku ber-Tuhan kepada Allah. Pembaiatan tersebut

75
memberi indikasi bahwa ruh-ruh itu mengerti dan dapat

memahami makna baiat. Hati kita akan berkata; mustahil sekali

Allah Yang Maha Berakal bertindak membaiat makhluk-Nya

yang tidak hidup dan mengerti. Sebaliknya, mustahil pula ruh-ruh

itu mampu mengakui, menjawab, dan melafalkan pengakuan

dalam bentuk ber-Tuhan kepada Allah itu jika mereka tidak hidup

dan tidak mengerti makna baiat yang ditujukan kepada mereka.

Inilah yang menjadi dalil dari Al-Qur’an bahwa anak prenatal

sudah bisa dididik. Jadi janin yang berada dalam kandungan

sudah dapat menerima rangsangan-rangsangan dari luar (Tafsir,

2002: 24-25).

Pendidikan yang diberikan orang tua pada janin yang masih

berada dalam kandungan berupa nafkah yang halal atau nutrisi

yang sehat dan juga halalan thayyiban untuk sang janin. Sebagai

orang tua juga harus memperhatikan kesehatan ruhani janin, yaitu

dengan senantiasa berdo’a, bertawakkal, berdzikir, dan

bermunajat kepada Allah agar kelak janin lahir ke dunia dengan

sehat, selamat, dan tidak mengalami gangguan apapun, begitu

juga dengan kondisi ibu yang melahirkan (Mustafidz, 2009: 22).

b. Tahap Kelahiran Bayi Pasca-Natal

Proses pendidikan selanjutnya adalah setelah anak lahir.

Sejak itulah fitrah ketuhanan mulai ditumbuhkembangkan secara

bertahap. Fitrah yang dimaksud adalah kecenderungan beragama

76
dalam diri anak. Kecenderungan ini harus benar-benar dijaga agar

tetap lurus, sehingga anak tetap memiliki sikap tauhid yang

kukuh. Allah SWT berfirman:

         

         

     

“Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama


(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah
(itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (Q.S Al-Rum: 30).

Berdasarkan ayat di atas, sangat dianjurkan ketika bayi

lahir untuk mengumandangkan adzan di telinga. Hal ini

dimaksudkan agar kalimat-kalimat yang pertama kali direkam

oleh bayi adalah kalimat tauhid dan kalimat yang mengandung

kebesaran Allah (Mustaqim, 2005: 28). Nabi Muhammad Saw.

bersabda:

‫هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم أَ َّذ ِن فِى أُ ُذ ِن ْال َح َس ِن‬


ِ ‫ُول‬ ُ ‫ َرأَي‬:‫َر َوى ابو را ِف ِع‬
َ ‫ْت َرس‬

)‫فاط َمةُ ِبالص َََّل ِة ( رواه ابو داود‬


ِ ُ‫ب ِْن َعلَ ِّي ِح ْينَ َولَ َد ْته‬
“Abu Rofi meriwayatkan: saya melihat Rasulullah Saw.
adzan ditelinga al-Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah,
dengan adzan sholat (H.R Abu Daud) (As-Subhasany, Sunan Abu
Daud: 33).

77
Setelah itu, setiap kali orang tua merawat bayi, misalnya

ketika menyusui, memberi makan dan minum, memandikan,

mengganti popok (pakaiannya), dan dalam berbagai aktivitas

yang melibatkan bayi, hendaknya orang tua mengerjakannya

dengan tulus, ikhlas lahir batin, dengan mengawalinya membaca

basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah. Sebab kata-

kata atau kalimat toyibah itu sangat familiar di telinga, yang

kemudian diserap ke dalam sanubari bayi (Mustafidz, 2009: 23).

c. Tahap Pendidikan Anak Usia Dini atau Anak-anak

Usia dini yaitu usia awal dari perkembangan kehidupan

manusia. Usia dini merupakan usia strategis kehidupan manusia

karena itu tepat atau tidaknya bimbingan yang diberikan kepada

anak usia tersebut berpengaruh besar terhadap baik atau buruknya

perkembangan anak di kemudian hari (Uhbiyati, 2009: 38). Usia

dini dibagi menjadi dua yaitu masa bayi berumur 0-2 tahun dan

masa kanak-kanak umur 2-6/7 tahun.

Dalam fase ini orang tua mempunyai peranan penting

dalam memberikan pembelajaran. Karena pada fase ini orang

tuanyalah yang menjadi pendidik pertama bagi anak dan

mempengaruhi perkembangan atau pertumbuhan anak. Rasulullah

Saw bersabda:

ْ ‫ُكلُّ َم َولُو ٍد يُوْ لَ ُد َعلَى ْال ِف‬


‫ط َر ِة فَاِ َّن اَ َبوأهُ يُ َه ِّودَا ِن ِه اَوْ يُنَصِّ َرا ِن ِه‬

)‫اَوْ يُ َمجِّ َسانِ ِه (رواه البخرى مسلم‬

78
“Setiap yang lahir dilahirkan menurut fitrah. Ibu dan
bapaknyalah yang menyahudikannya, menasranikannya, atau
memajusikannya (H.R. Bukhari no. 1385, Muslim no. 2658)
(Naisabury, Shahih Muslim: 358).

Dan keluargalah yang bertanggung jawab atas pendidikan

anak-anaknya, seperti Firman Allah Q.S At-Tahrim ayat 6:

       

       

      

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.

Pendidikan kanak-kanak diberikan oleh orang tua kepada

anaknya pada masa balita. Masa-masa ini adalah masa terpenting

bagi orangtua dalam membentuk kepribadian anak (Mustafidz,

2009: 24). Orang tua harus mengarahkan pendidikan dalam

lingkungan keluarga ke arah keteladanan yang positif. Pola

pendidikan berbasis keteladanan dalam keluarga sangat

menetukan kepribadian anak pada masa yang akan datang.

Luqman Al-Hakim adalah sosok pendidik yang patut dicontoh

keteladanannya, dari kisah tersebut ada beberapa aspek

pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak yaitu: penanaman

79
akidah atau tauhid, berakhlak, perintah mengerjakan sholat,

pelatihan kesabaran, larangan bersikap sombong dan angkuh

(Mustaqim, 2005: 32-34). Pendidikan atau bimbingan yang

diberikan pada masa ini berbeda-beda mempunyai spesifikasi

sendiri-sendiri.

d. Tahap Pendidikan Anak pada Usia Sekolah

Pendidikan anak usia ini dapat dilakukan dalam pendidikan

formal yaitu sekolah. Untuk membedakan usia pendidikan pada

usia sekolah bisa dengan menggunakan istilah Thalib dan Tilmidz

yang biasa digunakan untuk menunjuk peserta didik. Thalib

artinya orang yang sedang belajar mencari ilmu secara sungguh-

sungguh dengan menggunakan berbagai kekuatan potensi yang

dimilikinya sehingga menemukan ilmu pengetahuan tersebut

melalui proses pendidikan. Sebutan thalib ini biasanya digunakan

untuk menyebut peserta didik pada jenjang perguruan tinggi

(mahasiswa). Sedangkan peserta didik yang sedang menempuh

pendidikan dasar dan menengah biasanya dikenal dengan sebutan

Tilmidz (siswa) (Yasin, 2008: 102). Dalam bahasa Arab dikenal

dengan tiga istilah yang sering digunakan menunjuk pada anak

didik. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiah

berarti orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu,

tilmidz (jamaknya) talamidz yang berarti murid, dan thalib al-ilm

80
yang menuntut ilmu, pelajar, atau mahasiswa. Perbedaan antara

keduanya terletak pada penggunaannya. (Nata, 1997: 79-80).

Berdasarkan pengertian di atas, maka anak didik dapat

dicirikan sebagai orang yang memerlukan pengetahuan atau ilmu,

bimbingan, dan pengarahan. Jadi istilah tilmidz digunakan untuk

anak usia sekolah dengan sebutan siswa sekitar umur 6-17/18

tahun, sedangkan istilah thalib digunakan untuk menyebut

mahasiswa atau seseorang yang belajar sekitar umur 19 tahun ke

atas.

Rasulullah memerintahkan orang tua untuk mengajarkan

anak untuk bersembahyang apabila anak sudah berumur 7 tahun.

Rasulullah Saw. bersabda:

َ‫ص ِب ِّي ِبالص َََّل ِة إِ َذا َبللَ َغ َس ْب َع ِس ِن ْينَ َوإِ َذا َبلَ َغ َع َش َر ِس ِن ْين‬
َّ ‫ُمرُّ واال‬

)‫فَاضْ ِربُوْ هُ َعلَ ْي َها (رواه الترميذى‬

“Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah


berumur tujuh tahun, dan apabila ia sudah berumur 10 tahun ia
meninggalkan sembahyang itu, maka pukullah ia” (H.R. Abu
Daud no. 418) (Sunan Abu Dawud: 88).

Dan di sini keluarga juga masih mempunyai peranan untuk

mendidik anak dengan tidak meninggalkan mereka, serta

pendidikan tersebut dapat dilakukan di sekolah. Allah SWT

berfirman Q.S An-Nisa ayat 9:

81
       

       

Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.

Materi pendidikan yang dapat disampaikan pada anak dapat

dicontoh dari surat Luqman yaitu:

          

         

          

           

        

       

Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,


di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar"(Q.S Luqman: 13). (Luqman berkata): "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui (Q.S Luqman: 16).

82
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (Q.S
Luqman: 17).

Kata bunnayya )‫ (بن ّي‬menggambarkan kemungilan. Asalnya

adalah ibny )‫ (إبني‬dari kata ibn )‫ (إبن‬yakni anak lelaki. Pemungilan

tersebut mengisyaratkan kasih sayang (Shihab, 2012: 298).

Materi pendidikan dari surat di atas dapat diterapkan pada anak

usia sekolah maupun kepada anak remaja. Materinya antara lain:

pendidikan akidah, ibadah, dan akhlak.

e. Tahap Pendidikan Usia Remaja

Pada masa ini pendidikan atau ilmu pengetahuan sangat

diperlukan untuk menghadapi problema-problema anak remaja

dan untuk menghadapi masa depan. Karena menuntut ilmu adalah

sebuah kewajiban setiap muslim, seperti sabda Rasulullah Saw:

َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬


‫ْضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َم ٍة [رواه ابن‬

]‫ماجه‬

Artinya: “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang


Islam, laki-laki atau perempuan” (H.R. Ibnu Majah, no.
224) (dalam kitab Sunan Ibnu Majah: 220).

Periode remaja adalah adalah periode transisi yaitu dari

periode anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap

sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan

seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu,

83
pembentukan watak dan penanaman pendidikan agama (Uhbiyati,

2009: 95).

Pada masa ini orangtua harus jeli dan teliti, orang tua

seyogyanya memberikan pendidikan yang sesuai dengan jiwa

anak yang merdeka dan memasukkan nilai-nilai positif dan

religius dalam aktifitas yang disukai remaja (Mustafidz, 2009:

25). Setiap anak secara bertahap harus dibantu menyadari taggung

jawabnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang menjadi

khalifah di muka bumi. Untuk itu anak-anak perlu dikenalkan

tentang sikap dari kemampuan bertanggung jawab di dalam

kehidupan, untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat

(Nawawi, 1993: 166). Allah SWT berfirman:

            

    

Artinya: Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang
diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan;
dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab
tentang apa yang telah mereka kerjakan (Q.S Al-
Baqarah: 141).

Dalam surat Ar-Rum: 44 menggambarkan juga betapa

pentingnya arti sikap tanggung jawab, yang harus dibina sejak

masa kanak-kanak maupun remaja. Allah berfirman:

84
        

 

Artinya: Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang


menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa
yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah
mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan) (Q.S
Ar-Rum: 44).

Pembinaan sikap tanggung jawab itu pada awal remaja

harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari bertanggungjawab

pada kelompoknya, kepada guru dan orang tua, pada masyarakat,

bangsa dan negara, secara keseluruhan akan mendukung tumbuh

dan berkembangnya sikap tanggung jawab kepada Allah SWT.

f. Tahap Pendidikan Usia Dewasa

Pada masa ini biasanya kecenderungan seseorang untuk

menyudahi belajar. Dikarenakan pada masa ini biasanya

seseorang sudah menyelesaikan sekolah pada pendidikan formal

misalkan selesai masa kuliah, mulai mempunyai pekerjaan,

menikah, atau disibukkan dengan anak atau keluarga.

Sesungguhnya belajar tidak saja dilakukan di dalam pendidikan

formal saja, walaupun sudah usia dewasa manusia masih di

wajibkan untuk menuntut ilmu. Belajar pada usia dewasa ini

dapat dilakukan di lingkungan sekitar, misalkan dengan

mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat yaitu

pengajian, perkumpulan-perkumpulan organisasi dan belajar dari

85
pengalaman kehidupan. Pada masa ini, dengan menuntut ilmu

bertujuan untuk mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dengan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dengan ilmu

terutama agama.

Nabi Muhammad Saw. sekalipun telah mencapai puncak

masih tetap juga diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa)

sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Allah

berfirman Q.S Thaha ayat 114:

     .......


..........dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku


ilmu pengetahuan."

Pendidikan pada masa awal dewasa adalah pendidikan yang

dititikberatkan pada taklif (pelaksanaan kewajiban) ajaran agama

dan pendidikan langsung pada hal-hal yang bersifat umum. Anak

dianggap dewasa, apabila ia telah mengalami tanda tertentu. Anak

laki-laki biasanya dibatasi atau ditandai dengan adanya ihtilam

(mimpi basah), dan untuk anak perempuan biasanya ditandai

dengan haid. Pada saat itulah, seorang anak telah dianggap

dewasa atau mencapai akil balig (Mustafidz, 2009: 26). Manusia

sudah total dibebani tanggung jawab sebagai hamba Allah.

Kewajiban pertama adalah bertauhid, menjalankan amar ma’ruf,

dan berakhlak mulia (Mustafidz, 2009: 27).

86
g. Tahap Pendidikan pada Lansia

Lansia merupakan periode terakhir dari kehidupan manusia.

Karena usia ini berlangsung setelah dilaluinya usia dewasa, dan

selanjutnya sampai meninggal dunia. Lanjut usia ini ditandai

dengan semakin menurunnya kemampuan dan kekuatan fisik,

psikis atau mental. Akibat dari semakin menurunnya kondisi di

atas adalah timbulnya berbagai hambatan atau rintangan sehingga

apabila tidak diantisipasi secara tepat akan menimbulkan berbagai

permasalahan yang serius baik diri, keluarga, dan masyarakat.

Islam menuntun agar pemeluknya menjalani hidup dengan baik

secara istiqomah dan apabila meninggal dunia kelak husnul

khatimah (Uhbiyati, 2009: 171).

Perintah lansia untuk tetap belajar terdapat dalam hadits

yang menjadi dasar pendidikan sepanjang hayat yang telah

dijelaskan sebelumnya yaitu:

َ ‫َوقَ ْد تَ َعلَّ َم أَصْ َحابُ النَّ ِبي‬


‫صلَى هللاُ َعلَي ِه َو َسلَم فِي ِكبَ ِر ِسنِّ ِه ْم‬

“Para sahabat Nabi Saw. tetap menuntut ilmu walau sudah


lanjut usia” (HR. Bukhari no. 22) (Al-Albani, Ringkasan Shahih
Bukhari, 2012: 68).

Abu Abdillah (al-Bukhari) menandaskan bahwa setelah

“kalian dijadikan pemimpin” pun, para sahabat Nabi Saw. terus

belajar pada usia dewasa mereka. Hal ini menunjukkan bahwa

seseorang tetap dituntut menuntut ilmu hingga usia tua renta, saat

87
ia tidak mampu lagi meneruskan belajar (Jalal, 1988: 33). Allah

SWT berfirman:

       ....

....       

Artinya: “..... dan (ada pula) di antara kalian yang


dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatu yang dahulunya telah diketahui...” (Q.S
Al-Hajj: 5)

Perbuatan yang bersifat mendidik yang dapat dilaksanakan

pada usia lansia adalah melaksanakan pola hidup sehat seperti

makan, bekerja, olah raga dan istirahat, mempelajari dan

mendalami ajaran agama agar keyakinan agamanya semakin

teguh, rajin menghadiri majlis-majlis taklim, menempuh hidup

model tasawuf sesuai dengan kemampuannya yaitu melaksanakan

takhali, tahalli, tajalli (Uhbiyati, 2009: 183). Dengan cara hidup

demikian orang akan dapat hidup tentram dan bahagia hidup di

dunia dan di akhirat.

88
BAB IV

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN

IMPLIKASINYA

A. Pendidikan Sepanjang Hayat Dalam Perspektif Islam

Di dalam agama Islam, telah mengajarkan betapa pentingnya

pendidikan terutama pendidikan tentang agama. Banyak ayat-ayat Al-

Qur’an dan hadits yang menjelaskan kewajiban manusia dalam menuntut

ilmu serta manfaat atau keutamaan dari menuntut ilmu yang telah

dijelaskan dalam bab sebelumnya. Salah satu ayat tersebut adalah Q.S. At-

Taubah ayat 122 yaitu:

          

        

   

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya”.

Ayat ini menjelaskan tentang pentingnya menuntut ilmu dan

perintah kepada umat manusia untuk menuntut ilmu, terutama ilmu agama.

89
Dan dalam Q.S Thaha ayat 114, Allah memerintahkan ummat manusia

senantiasa menuntut ilmu, yaitu:

     .......


..........dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu


pengetahuan."
Agama Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat penting,

sehingga mencari ilmu itu hukumnya wajib. Islam juga mengajarkan

bahwa dalam menuntut ilmu berlaku prinsip tak mengenal batas, dimensi

ruang dan waktu. Artinya di manapun dan kapanpun (tak mengenal batas

waktu) kita bisa belajar (Muchtar, 2008: 13).

Prinsip belajar atau menuntut ilmu tak mengenal batas dimensi

ruang adalah sabda Rasulullah, yaitu

ْ ُ‫ا‬
‫طلُبُوا ْال ِع ْل َم َولَوْ بِا لصِّ ي ِْن‬

“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri China” (HR. Ibnu Abdul


Barri no. 20) (Jami’ Bayan al-ilmi wa Fadhlihi: 12).

Dan prinsip bahwa belajar tak mengenal batas dimensi waktu atau

seumur hidup:

]‫ُواال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِلَى اللَّحْ ِد [رواه ابن عبد البر‬


ْ ‫طلُب‬ْ ُ‫ا‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat” (H.R
Ibn. Abd. Bar) (Jami’ Bayan al-ilmi wa Fadhlihi: 25).

Begitu juga Islam mengajarkan bahwa ilmu menentukan selamat

atau tidaknya manusia di dunia dan di akhirat (Muchtar, 2008: 13).

90
Dan salah satu keutamaan manusia yang berilmu yaitu diangkat

derajatnya oleh Allah SWT, seperti firman Allah SWT:

          .......

    

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu


dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S AL-
Mujadillah: 11).

Konsep pendidikan sepanjang hayat sebenarnya sudah ada sejak

dahulu. Dalam perspektif Islam, belajar sepanjang hayat ini telah

dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam. Sejak 15 abad lalu

Islam telah mengenal konsep pendidikan seumur hidup (life long

education) atau belajar seumur hidup (life long learning) (Nawawi, 1993:

24). Yang secara tegas dinyatakan di dalam sabda Rasulullah Muhammad

Saw. yang telah disebutkan di atas dan sudah di bahas dalam bab III.

Dalam pendidikan Islam menjelaskan bahwa pendidikan adalah

proses belajar mengajar yang berlangsung terus-menerus semenjak dalam

buaian hingga ke liang lahat dan bertujuan untuk membentuk kepribadian

muslim atau insan kamil yang bertakwa, serta memperoleh kebahagiaan

dunia dan akhirat.

Waktu pendidikan dapat dimaknai sebagai waktu di mana

seseorang melaksanakan pendidikan, kapan dimulai dan kapan berakhir.

Para pakar pendidikan dewasa ini tampaknya telah sampai pada kata

91
sepakat tentang konsep pendidikan, yaitu pendidikan seumur hidup (long

life education), pendidikan harus terus berlangsung dari masa kanak-kanak

sampai tua. Konsep pendidikan seumur hidup bertumpu pada suatu

kenyataan bahwa belajar itu harus dilakukan secara kontinu, walaupun

dengan cara dan proses yang berbeda. Jika belajar tidak dilakukan seumur

hidup maka nilai kemanusiaan seseorang akan tercerabut sebab potensi

yang dimilikinya berhenti. Jika demikian yang terjadi maka martabat dan

kualitasnya akan turun (Roqib, 2009: 63).

Belajar-mengajar merupakan peristiwa yang wajar terjadi pada

manusia secara terus-menerus dan terkadang dengan cara spontan. Bahkan

tanpa disadari, manusia selalu belajar dari segala hal atau peristiwa yang

dialaminya. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya dilakukan sejak

dini. Bahkan pendidikan seumur hidup menetapkan batas pendidikan sejak

anak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia (Roqib, 2009: 63).

Menuntut ilmu sejak anak dalam ayunan (semenjak anak masih

dalam kandungan), sampai ia meninggal dunia merupakan kebutuhan

setiap muslim untuk memenuhi ajaran agamanya. Oleh karena belajar juga

berdimensi teologis maka upaya muslim untuk merealisasikannya sudah

barang tentu akan lebih tinggi dan bersemangat karena ada harapan pahala

dan kebahagiaan akhirat. Proses keilmuan tersebut berpengaruh terus

hingga dia berpulang ke hadapan Tuhan. Sebab, ilmu akan tetap berproses

dan merupakan amal baik yang tidak terputus walaupun seseorang sudah

meninggal dunia (Roqib, 2009: 64).

92
Pendidikan sepanjang hayat (long life education) mempunyai

pengertian bahwa suatu proses belajar yang dilakukan secara terus-

menerus berkesinambungan sejak anak dilahirkan sampai meninggal dunia

untuk memperoleh kehidupan yang makmur dan bahagia di dunia dan di

akhirat. Dan pendidikan sepanjang hayat ini berlangsung secara bertahap,

dan sudah dibahas dalam bab III, yang dimulai sejak kandungan sampai

lansia. Serta pendidikan dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan

dengan siapa saja.

Pendidikan sepanjang hayat dapat dilakukan dimana saja dengan

pengertian suatu proses pendidikan dapat dilaksanakan dalam pendidikan

formal, non-formal, dan informal. Pendidikan dapat diperoleh kapan saja

atau setiap waktu dan dengan siapa saja yaitu semua orang atau

lingkungan yang ada di sekitar kita seperti dari lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Jalur pendidikan di dalam Islam, yang digunakan untuk

melaksanakan dan memperoleh pendidikan dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Jalur pendidikan informal

Jalur ini dilaksanakan melalui pendidikan keluarga, dengan

menempatkan ibu dan bapak, serta anggota keluarga lainnya sebagai

pendidik kodrati (Nawawi, 1993: 185). Keluarga merupakan

lingkungan pendidikan pertama yang sangat penting dalam

membentuk pola kepribadian anak. Dengan demikian pendidikan anak

93
menjadi tanggung jawab orang tua (Jumali dkk, 2008: 49).

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S At-Tahrim ayat 6:

 .......      

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu


dan keluargamu dari api neraka.”

Orang tua dan pendidik lainnya di lingkungan keluarga tidak

boleh jemu untuk menyuruh anak-anaknya menjalankan perintah atau

petunjuk dan menjauhi larangan Allah SWT sampai mereka dewasa.

Tugas pokok pendidikan keluarga di lingkungan ummat Islam adalah:

a. Membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya masing-

masing sesuai dengan jenis kelaminnya, agar mampu saling

menghormati dan saling tolong menolong dalam melaksanakan

perbuatan baik dan diridhai Allah SWT.

b. Membantu anak-anak mengenal dan memahami nilai-nilai atau

norma-norma yang mengatur kehidupan berkeluarga, bertetangga

dan bermasyarakat dan mampu melaksanakannya untuk

memperoleh ridha dari Allah SWT.

c. Mendorong anak-anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agama,

agar mampu merealisasikan dirinya (self realization) sebagai satu

diri (individu) dan sebagai anggota masyarakat yang beriman.

d. Membantu anak-anak memasuki kehidupan bermasyarakat dengan

setahap demi setahap melepaskan diri dari ketergantungan pada

orang tua dan orang dewasa lainnya, serta mampu bertanggung

94
jawab sendiri atas sikap dan perilakunya terutama kepada Allah

SWT.

e. Membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-anak

mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam melaksanakan

kegiatan keagamaan, di dalam keluarga dan di masyarakat, untuk

memperoleh pengalaman sendiri secara langsung upaya

peningkatan imam dan penyebar luasan syiar Islam (Nawawi,

1993: 185-186).

Dari uraian di atas berarti pendidikan di lingkungan keluarga

dalam upaya membantu anak menjadi orang dewasa yang beriman

harus mampu menyentuh seluruh isi kandungan Al-Qur’an, secara

bertahap dalam kadar atau kuallitas sesuai dengan tahapan

perkembangan anak-anak (Nawawi, 1993: 186).

Demikian di lingkungan keluarga setahap demi setahap sesuai

dengan masa perkembangan anak-anak, dari yang sederhana secara

berangsur-angsur memasuki yang kompleks, orang tua dan orang

dewasa lainnya perlu membantu anak-anak dalam menghayati dan

mengamalkan ajaran Islam. Ajaran yang jika dilihat dari

pengelompokan firman-firman Allah SWT meliputi:

1) Aqidah berupa ajaran tentang iman dan tauhid yang berkenaan

dengan substansi rohaniah berupa keyakinan terhadap Kemaha

Esaan, Kemaha Kuasaan dan Kemaha Besaran Allah SWT yang

95
tersirat di dalam hati dan diwujudkan berupa perbuatan amal dan

kebajikan.

2) Syariah yakni tentang hukum-hukum Allah SWT yang

berhubungan dengan tingkah laku orang mukalaf atau orang-orang

yang wajib menjalankan perintah dan meninggalkan laranganNya.

Di dalamnya termasuk juga tentang ibadah yang harus

dilaksanakan secara baik dan benar sebagai perbuatan pengabdian

dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.

3) Akhlaq yakni tentang ketentuan-ketentuan Allah SWT dalam

menjalankan hubungan dengan sesama manusia dan dengan

lingkungan sekitar (Nawawi, 1993: 187-188).

2. Jalur pendidikan formal

Jalur ini disebut juga jalur sekolah, dari jenjang terendah

sampai yang teringgi, termasuk juga madrasah dan pesantren.

Diselenggarakannya sekolah disebabkan oleh perkembangan dan

kemajuan masyarakat yang pesat. Kondisi masyarakat itu menuntut

anak-anak untuk mempersiapkan diri secara baik, agar dapat

memasuki kehidupan masyarakat dengan spesialisasi lapangan kerja,

yang memerlukan pengetahuan, keterampilan dan keahlian kerja dari

yang paling sederhana sampai yang bersifat profesional (Nawawi,

1993: 194).

Kegiatan pendidikan di lembaga tersebut diselenggarakan

secara teratur sehingga disebut lembaga pendidikan formal. Dengan

96
kata lain sekolah atau sejenisnya merupakan lembaga pendidikan

formal, karena kegiatannya diselenggarakan secara sengaja, berencana

dan sistematis, dalam rangka membantu anak-anak mengembangakan

potensinya, agar mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di

muka bumi (Nawawi, 1993: 194).

Penyelenggaraan sekolah secara berjenjang, bermaksud untuk

membantu anak-anak mewujudkan kedewasaannya masing-masing

secara bertahap. Keberhasilan suatu jenjang pendidikan formal, akan

menjadi dukungan bagi keberhasilan jenjang berikutnya, sehingga

secara keseluruhan mampu mewujudkan orang dewasa yang memiliki

kepribadian seutuhnya. Sekolah hanya meneruskan dan

mengembangkan pendidikan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh

lingkungan keluarga sebagai pendidikan informal (Jumali dkk, 2008:

49). Untuk itu dapat disimpulkan bahwa fungsi persekolahan sebagai

lembaga pendidikan formal adalah:

a. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota

masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan keahlian

yang dapat dipergunakannya untuk memperoleh nafkah hidupnya

masing-masing. Anak-anak harus dibantu menjadi tenaga kerja

yang produktif, yang hanya dapat dicapai dengan mengembangkan

potensinya. Dan anak-anak harus dibantu mengembangkan inisiatif

dan kreativitasnya, agar menjadi orang dewasa yang produktif di

lingkungan lapangan kerja yang dimasukinya atau dengan cara

97
berusaha sendiri atau membuka lapangan kerja baru (Nawawi,

1993: 195).

b. Membantu mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat

yang memiliki kemampuan memecahkan masalah kehidupan.

Masalah yang harus diselesaikannya itu, mungkin masalahnya

sebagai individu, masyarakat dan masalah bangsanya. Dengan

demikian berarti sekolah harus mampu mengembangkan

kemampuan penalaran atau kemempuan berfikir logis, rasional dan

obyektif, yang menyentuh aspek formal yang disebut intelektualitas

(Nawawi, 1993: 196).

c. Sekolah berfungsi juga dalam meletakkan dasar-dasar hubungan

sosial yang harmonis dan manusiawi, agar anak-anak mampu

mewujudkan realisasi dirinya (self realization) secara bersama-

sama di dalam masyarakat yang dilindungi Allah SWT (Nawawi,

1993: 199).

d. Membantu anak-anak menjadi muslim, mukmin dan muttaqin,

sesuai dengan tingkat perkembangan dan potensinya masing-

masing (Nawawi, 1993: 201).

3. Jalur pendidikan non-formal

Jalur pendidikan ini disebut juga jalur pendidikan luar sekolah,

yang berpengaruh langsung atau tidak langsung pada perkembangan

anak-anak. Di dalam jalur ini terdapat kegiatan pendidikan yang

diprogramkan, terutama berupa kegiatan kursus-kursus, baik di bidang

98
umum maupun khusus di bidang keagamaan. Kegiatan yang

diprogramkan di bidang umum pada dasarnya bermaksud untuk

membantu anak-anak agar menguasai secara lebih baik ilmu dan

teknologi yang tidak cukup diterimanya dari jalur sekolah, dan untuk

memperoleh keterampilan tertentu yang diperlukannya untuk

memasuki lapangan kerja. Dalam keadaan kegiatan ini diikuti juga

oleh orang dewasa, fungsinya berkembang dan disebut pendidikan

masyarakat atau pendidikan orang dewasa (Adult Education),

meskipun kegiatannya lebih cenderung bersifat pengajaran bagi orang

dewasa. Di lingkungan agama Islam bentuk jalur ini yang kegiatannya

diprogramkan antara lain berupa penyelenggaraan pengajaran

membaca ayat suci Al-Qur’an, kursus bahasa Arab, madrasah sore hari

dan lain-lain (Nawawi, 1993: 204).

Di samping itu pada jalur ini terdapat banyak kegiatan

pendidikan yang tidak diprogramkan, baik di bidang umum maupun

secara khusus di bidang agama Islam. Di bidang umum terlihat berupa

kegiatan kepramukaan, sanggar-sanggar seni, perkumpulan-

perkumpulan pemuda dan lain-lain. Di bidang agama Islam terutama

berbentuk kegiatan-kegiatan remaja di surau (langgar) dan masjid-

masjid, pesantren kilat dan lain-lain, selama kegiatannya tidak

diprogramkan (Nawawi, 1993: 204).

Pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak

sekali, meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,

99
pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan

kegamaan (Marimba, 1989: 63).

Dari uraian di atas jelas bahwa semua kegiatan di masyarakat

yang berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak dalam mencapai

kedewasaannya, khususnya yang menunjang pembentukan pribadinya

menjadi ummat Islam yang bertaqwa dapat dikategorikan sebagai jalur

pendidikan non-formal (Nawawi, 1993: 205).

Jadi dalam perspektif Islam, pendidikan sepanjang hayat ini

bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada

Allah, menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya,

serta untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena

dengan pendidikan atau ilmu pengetahuan ummat manusia dapat

menjalani kehidupan dengan baik di dunia karena adanya kemajuan

zaman yang modern dan ilmu teknologi yang semakin berkembang.

Pendidikan sepanjang hayat ini tidak mengenal batas usia, dimensi

ruang dan waktu. Tidak hanya dapat dilaksanakan di sekolah saja

melainkan dapat dilaksanakan dalam jalur pendidikan informal,

formal, dan non-formal. Atau dapat dilaksanakan dalam lingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat.

B. Implikasi Pendidikan Sepanjang Hayat Perspektif Islam dalam

Kehidupan Sehari-hari

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan di akhirat, karena dengan pendidikan manusia

100
dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan di dunia, seperti ilmu

pengetahuan yang mengikuti perkembangan zaman dan adanya perubahan

teknologi. Serta untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, manusia

memerlukan ilmu terutama ilmu tentang agama. Dalam Islam pun juga

sudah memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menuntut ilmu dalam konsep

pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam ini dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Pendidikan ini dimulai sejak anak dalam

kandungan sampai ke liang lahat atau meninggal dunia, sehingga

pendidikan itu dilakukan secara bertahap-tahap sesuai perkembangan

manusia.

Implikasi dari pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam dalam

kehidupan sehari-hari yaitu adanya kesadaran manusia untuk selalu

menuntut ilmu, terus-menerus belajar secara berkesinambungan yang

dapat dilakukan sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia.

Pendidikan yang diperoleh dapat dilakukan dimana saja, kapan saja atau

dapat diperoleh melalui pendidikan informal seperti pendidikan dalam

keluarga, pendidikan formal seperti sekolah, dan pendidikan non-formal

seperti pendidikan di masyarakat.

1. Pendidikan Keluarga

Keluarga sebagai institusi atau lembaga pendidikan informal

yang merupakan tempat pendidikan anak paling awal dan memberi

warna dominan bagi anak (Roqib, 2009: 123).

101
Keluarga secara normatif termasuk ke dalam lembaga

pendidikan di luar sekolah. Islam memandang keluarga sebagai salah

satu bentuk lembaga pendidikan karena di dalam keluarga berlangsung

pula proses pendidikan. Anak berperan sebagai peserta didik, orangtua

sebagai pendidik. Hubungan interaksi anak dan orang tua inilah proses

kependidikan berlangsung. Perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya

ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian maupun kecerdasan

anak (Muliawan, 2005: 159-160).

Pendidikan pertama yang diperoleh manusia itu sejak dalam

kandungan ibunya, keluargalah yang berperan penting dalam

menerapkan pendidikan sejak anak dalam kandungan. Saat dalam

kandungan bayi sudah dapat merasakan stimulus-stimulus yang ada di

luar. Oleh karena itu bayi sejak dalam kandungan sudah dapat dididik

dengan memberikan stimulus-stimulus dari luar seperti senantiasa

membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Dengan membacakan ayat-ayat

suci Al-Qur’an bayi yang dikandung akan terbiasa terangsang

mendengarkan ayat-ayat Allah tersebut.

Pendidikan yang diberikan orang tua pada janin yang masih

berada dalam kandungan berupa nafkah yang halal atau nutrisi yang

sehat dan juga halalan thayyiban untuk sang janin. Sebagai orang tua

juga harus memperhatikan kesehatan ruhani janin, yaitu dengan

senantiasa berdo’a, bertawakkal, berdzikir, dan bermunajat kepada

Allah agar kelak janin lahir ke dunia dengan sehat, selamat, dan tidak

102
mengalami gangguan apapun, begitu juga dengan kondisi ibu yang

melahirkan (Mustafidz, 2009: 22). Setelah bayi lahir orang tua pun

berkewajiban untuk mengadzani anak, karena agar kalimat pertama

yang didengarkan bayi adalah kalimat Allah.

Pada masa anak-anak orang tua harus mengarahkan pendidikan

dalam lingkungan keluarga ke arah keteladanan yang positif. Pola

pendidikan berbasis keteladanan dalam keluarga sangat menetukan

kepribadian anak pada masa yang akan datang. Semakin banyak

keteladanan dan pengalaman yang diberikan oleh sebuah keluarga

kepada anak-anaknya, semakin kuat pengaruh hal-hal positif terhadap

pembentukan kepribadian anak. Luqman Al-Hakim adalah sosok

pendidik yang patut dicontoh keteladanannya, dari kisah tersebut ada

beberapa aspek pendidikan yang harus ditanamkan kepada anak yaitu:

penanaman akidah atau tauhid, berakhlak, perintah mengerjakan

sholat, pelatihan kesabaran, larangan bersikap sombong dan angkuh

(Mustaqim, 2005: 32-34).

Lingkungan keluarga masih berperan menjadi pendidik sampai

anak menjadi dewasa dan menikahkan mereka atau sudah mempunyai

keluarga sendiri.

2. Pendidikan Sekolah

Setelah anak sudah mulai memasuki dunia sekolah, penerapan

pendidikan dilakukan terutama di dalam pendidikan formal yaitu

sekolah. Disini lembaga pendidikan atau sekolah mempunyai peranan

103
penting untuk menerapkan konsep pendidikan sepanjang hayat.

Lembaga pendidikan yang berbasis Islam yang setara dengan sekolah

disebut dengan madrasah. Madrasah adalah lembaga penyelenggara

kegiatan belajar-mengajar secara terpadu dan sistematis (Muliawan,

2005: 155).

Dalam konsepsi Islam, fungsi utama sekolah adalah sebagai

media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah, dan

syariah demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah serta sikap

mengesakan Allah dan mengembangkan segala bakat atau potensi

manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia terhindar dari berbagai

penyimpangan (Nahlawi, 2004: 152).

Macam-macam lembaga pendidikan yang digunakan untuk

melaksanakan pendidikan dan mendukung pelaksanaan pendidikan

sepanjang hayat yaitu:

a. Pada masa anak usia dini seperti PAUD, TK.

b. Kemudian anak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi yaitu SD/MI,

c. Pada usia remaja memasuki lembaga pendidikan SMP/MTS,

SMA/MAN, SMK sampai ke peguruan tinggi.

Dalam menerapkan pendidikan sepanjang hayat, pendidikan

harus berlanjut terus-menerus, tanpa mengenal batas usia. Di Indonesia

sudah diterapkan prinsip belajar sepanjang hayat ini dengan adanya

peraturan atau undang-undang, yaitu Undang-Undang Sistem

104
pendidikan Nasional tahun 2003 Bab III tentang Prinsip

Penyelengaraan Pendidikan pasal 4 ayat 3 yang berbunyi: “Pendidikan

diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan

peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat” (Depag RI, 2003: 6).

Dan bab IV pasal 5 ayat 5 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak

mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”

(Depag RI, 2003: 7).

Ini dibuktikan dengan adanya kewajiban belajar, tidak ada

batasan usia memasuki suatu lembaga-lembaga pendidikan non-formal

misalkan lembaga kursus-kursus. Selain itu pemerintah

menyelenggarakan kesempatan belajar bagi orang yang belum

menyelesaikan pendidikan formalnya dengan adanya pendidikan kejar

paket A yang setara dengan pendidikan SD, B setara dengan

pendidikan SMP, C setara dengan pendidikan SMA. Serta

penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi tidak ada batasan usia

bagi yang ingin melanjutkan untuk belajar.

Sedangkan dalam GBHN (ketetapan MPR No. IV/MPR/1978),

berkenaan dengan pendidikan dikemukakan sebagai berikut:

“Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam

lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat” (Daradjat, 2011:

34).

105
3. Pendidikan di Lingkungan Masyarakat

Pendidikan di masyarakat merupakan pendidikan non-formal

atau pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan di lingkungan

masyarakat. Lembaga pendidikan di masyarakat ada yang

diprogamkan dan ada pula yang tidak diprogramkan. Program

pendidikan yang dapat dilaksanakan di masyarakat antara lain:

a. TPQ

Taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) adalah lembaga

pendidikan Islam tingkat dasar di luar sekolah. Pesertanya secara

umum memang ditujukan pada anak-anak usia taman kanak-kanak

(TK), tetapi praktiknya, sering ditemui anak-anak usia SD atau

SLTP bahkan terkadang SLTA yang ingin lancar membaca Al-

Qur’an. TPQ adalah lembaga pendidikan di luar sekolah yang

berfungsi sebagai pengajaran dasar-dasar pelaksanaan ibadah

dalam agama Islam. Materi yang diajarkan dalam TPQ adalah

membaca Al-Qur’an, doa-doa sehari-hari, hafalan surat pendek,

praktik wudu dan tata cara salat yang baik (Muliawan, 2005: 160-

161). Pendidikan di TPQ membantu anak-anak memperoleh

pengetahuan terutama agama di luar jam sekolah.

b. Majelis taklim

Majelis taklim adalah salah satu sarana pendidikan dalam

Islam. Majelis taklim lebih kita kenal dengan istilah pengajian-

pengajian atau sering pula berbentuk halaqah. Umumnya berisi

106
ceramah atau khotbah-khotbah keagamaan Islam. Tetapi dalam

perkembangannya, majelis taklim sering juga digunakan sebagai

wahana diskusi ilmiah, sosiologis, politik, hukum, dan seterusnya

(Muliawan, 2005: 161). Majelis taklim ini dapat diikuti oleh siapa

saja, remaja, dewasa, maupun orang tua.

Pendidikan luar sekolah dalam UU Sisdiknas 2003 disebut

sebagai lembaga non-formal, artinya pendidikan yang diselenggarakan

untuk memberikan layanan kepada masyarakat sebagai pengganti,

penambah, dan pelengkap pendidikan sekolah formal dalam rangka

mendukung proses pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan di luar

sekolah titik tekannya adalah life skill and leadership skill education

sehingga lingkungan, situasi, dan kondisi akan membentuk peserta

didik untuk lebih bisa beradaptasi dengan hidup (Yasin, 2008: 231).

Masjid sebagai lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh

umat Islam juga berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada

masyarakat terutama berkaitan dengan kegiatan pendidikan keagamaan

(Yasin, 2008: 231). Oleh karena itu model penyelenggaraan

pendidikan di masjid ini termasuk kategori pendidikan keagamaan,

yang dalam UU Sisdiknas 2003 disebutkan bahwa pendidikan

keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota

masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran

agamanya dan menjadi ahli ilmu agama (UU Sisdiknas, Ps. 26 dan 30).

107
Selain anak mendapatkan pendidikan di sekolah, ia juga dapat

melaksanakan pendidikan di luar pendidikan sekolah. Yaitu dengan

mengikuti pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan

masyarakat seperti pendidikan di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ),

mengaji di Masjid, mengikuti les, dan lain-lain.

Kemudian pada masa remaja sampai dewasa implikasi dari

pendidikan sepanjang hayat, yaitu adanya kesadaran menuntut ilmu itu

tidak ada batasannya. Walaupun sudah lulus pendidikan formalnya

misalkan lulus SMA/MAN/SMK atau Perguruan tinggi, manusia harus

tetap melanjutkan untuk menuntut ilmu. Menutut ilmu di sini dapat

dilakukan di lembaga pendidikan non-formal maupun informal.

Pendidikan dapat dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, dengan

belajar dari pengalaman yang ada dalam keluarga dan di lingkungan

masyarakat. Mencari ilmu pun dapat dilakukan melalui internet karena

kecanggihan yang ada pada masa kini.

Pada masa ini ilmu merupakan hal penting yang harus

diperoleh oleh remaja atau dewasa, karena pada masa ini harus

mempersiapkan diri untuk menghadapi lapangan pekerjaan dan banyak

menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Jadi ilmu sangat

dibutuhkan, terlebih lagi ilmu tentang agama. Dengan ilmu agama

manusia dapat melaksanakan kewajibannya di dunia dan untuk

mempersiapkan diri atau bekal untuk di akhirat.

108
Pada masa dewasa sampai lansia atau sampai meninggal dunia

juga harus dapat menerapkan pendidikan sepanjang hayat dengan

selalu menuntut ilmu dimana pun, kapan pun dan dengan siapa pun.

Pendidikan yang dapat diperoleh pada masa ini yaitu terutama

menambah pengetahuan tentang agama dengan mengikuti majelis-

majelis pengajian, acara-acara pengajian yang ada di televisi maupun

di radio. Pada masa ini biasanya manusia cenderung lebih aktif untuk

mendekatkan diri kepada Allah dengan selalu berdoa, mengamalkan

kebaikan, berdzikir. Karena pada masa ini manusia lebih banyak

mempersiapkan diri atau mencari bekal untuk menghadapi kehidupan

di akhirat.

Jadi implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam

dalam kehidupan sehari-hari yaitu adanya kesadaran manusia untuk

selalu menuntut ilmu, terus-menerus belajar secara berkesinambungan

yang dapat dilakukan sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia.

Dan banyak lembaga-lembaga pendidikan formal, informal, non-

formal, maupun program-program pendidikan di masyarakat yang

mendukung pelaksanaan pendidikan sepanjang hayat.

Untuk mencapai tujuan membentuk kepribadian muslim atau

insan kamil yang bertakwa kepada Allah, mendapatkan kebahagian di

dunia dan kebahagiaan di akhirat, dalam kehidupan perlu menerapkan

pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat dalam

perspektif Islam tidak hanya diperoleh dalam pendidikan formal

109
(sekolah) saja, melainkan dapat diperoleh dalam lingkungan keluarga

(pendidikan informal) dan dalam lingkungan masyarakat (pendidikan

non-formal). Dalam lingkungan keluarga, orang tua dan anggota

lainnya yang bertanggung jawab memberikan pendidikan. Sedangkan

dalam lingkungan masyarakat pendidikan dapat diperoleh dengan

mengikuti lembaga-lembaga pendidikan seperti TPQ, majelis taklim

atau majelis-majelis pengajian, les, kursus-kursus dan lain sebagainya.

Serta ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti

buku, televisi, surat kabar, radio, maupun internet.

110
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan

bahwa:

1. Konsep pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Islam,

sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang

silam. Sejak 15 abad lalu Islam telah mengenal konsep pendidikan

seumur hidup (life long education) atau belajar seumur hidup (life long

learning). Yang dinyatakan dalam sabda Rasulullah Muhammad Saw.:

]‫ُواال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد اِلَى اللَّحْ ِد [رواه ابن عبد البر‬


ْ ‫طلُب‬ْ ُ‫ا‬

Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai sejak buaian hingga ke liang lahat”


(H.R Ibn. Abd. Bar).

Beberapa tokoh pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan harus

dilakukan terus-menerus, berkesinambungan sejak lahir sampai

meninggal dunia. Sehingga pendidikan sepanjang hayat adalah

pendidikan atau proses belajar yang dilakukan secara terus-menerus

berkesinambungan sejak anak dalam kandungan sampai meninggal

dunia untuk memperoleh kehidupan yang makmur dan bahagia di

dunia dan di akhirat. Pendidikan sepanjang hayat berlangsung melalui

pendidikan formal, non-formal, dan informal atau dapat dilakukan

111
dimana saja, kapan saja dalam keluarga, lingkungan masyarakat, serta

dalam pendidikan formal.

2. Implikasi pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam dalam

kehidupan sehari-hari meliputi pendidikan keluarga, pendidikan

sekolah dan pendidikan di lingkungan masyarakat.

a. Pendidikan di dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama

kali diperoleh seseorang dan keluarga berperan penting dalam

menerapkan pendidikan sejak anak dalam kandungan.

b. Pendidikan sekolah merupakan pendidikan formal yang

mempunyai peranan penting untuk menerapkan konsep pendidikan

sepanjang hayat.

c. Dan pendidikan di lingkungan masyarakat merupakan pendidikan

luar sekolah yang diselenggarakan di lingkungan masyarakat,

program pendidikan yang dapat diterapkan untuk mendukung

pendidikan di masyarakat ini antara lain: TPQ (Taman Pendidikan

Al-Qur’an), Majelis Taklim atau majelis-majelis pengajian,

mengaji di masjid, tempat les atau kursus, dan lain sebagainya.

Serta untuk menambah ilmu pengetahuan, dapat diperoleh dari

berbagai sumber seperti buku, televisi, surat kabar, radio, maupun

internet.

112
B. SARAN

Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis berharap dapat

memberikan tambahan wawasan pengetahuan tentang pendidikan

sepanjang hayat dalam perspektif Islam kepada:

1. Dunia pendidikan, agar selalu mencanangkan konsep pendidikan

sepanjang hayat di dalam penyelenggaraan pendidikan dengan tidak

membatasi usia seseorang untuk belajar. Dan membuka lebih banyak

lembaga-lembaga pendidikan non-formal yang dapat digunakan

masyarakat untuk belajar.

2. Orang tua dan masyarakat, dapat menerapkan betapa pentingnya

pendidikan sepanjang hayat perspektif Islam dalam kehidupan sehari-

hari dan untuk memperoleh bekal kehidupan akhirat. Kesadaran orang

tua membimbing anak untuk mendapat pendidikan sejak dalam

kandungan. Serta setelah manusia dewasa pun sampai lansia masih

bisa mendapatkan pendidikan.

3. Pembaca, adanya kesadaran bahwa menuntut ilmu kewajiban bagi

setiap umat manusia dan menuntut ilmu itu tidak ada batasan usia,

ruang dan waktu. Pendidikan diperoleh tidak hanya di lingkungan

pendidikan formal saja melainkan dapat dilakukan di lingkungan

pendidikan non-formal atau lingkungan masyarakat dan di lingkungan

pendidikan informal atau lingkungan keluarga.

113
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Semarang: Aditya


Media.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naquib. 1994. Konsep Pendidikan dalam Islam.


Bandung: Mizan.
Aly, Hery Noer, dkk. 2000. Watak Pendidikan Indonesia. Jakarta: Friska Agung
Insani.
As Subhasany, Abu Daud Sulaiman bin Asy’at. 1996. Sunan Abu Daud. Bairut:
Darul Kitabi Ilmiyah.

Cropley, A.J. 2000. Pendidikan Seumur Hidup (Suatu Analisis Psikologis).


Terjemahan M. Sardjan Kadir. Surabaya: Usaha Nasional.
Daradjat, dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Daud, Abu. Sunan Abu Daud. Beirut: Darul Fikri.

Depag Rep. Indonesia. 2003. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional


dalam UU Sisdiknas. Jakarta: Depag RI.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. 2009. Jakarta: Departemen
Agama RI.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi,


Thesis, dan Disertasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Islamuddin, Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Jalal, Abdul Fattah. 1988. Azaz-azas Pendidikan Islam. Bandung: CV
Diponegoro.

Joesoef, Soelaiman. 1999. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT


Bumi Aksara.
Jumali, dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.

114
Marimba, Ahmad. D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT
Al-Ma’arif.
Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mudyahardjo, Redja.2010. Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi Awal tentang
Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia).
Jakarta Rajawali Pres.
Mujahidin. 2011. Reformasi Pendidikan Islam. Malang: UIN Maliki Perss.

Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif (Upaya


Mengintegrasikan kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mustafidz, Chairil. 2009. Pendidikan yang Kaffah bagi Anak kita. Yogyakarta:
Unggun Relegi.
Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orang Tua Bijak Solusi Kreatif Menangani
Pelbagai Masalah pada Anak. Bandung: PT Mizan Pustaka al-Bayan.
Nahlawi, Abdurrahman An. 2004. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.
Naisabury, Abi Khusain Muslim bin Hajjaj Al-Qusairy. Shahih Muslim bi Syari’i
Nawawi. Indonesia: Maktabah Dahlan.
Nashiruddin, Al-Albani Muhammad. 2013. Ringkasan Shahih Bukhari. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Nata, Abudin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Wacana Ilmu.
Nawawi, Imam. 1999. Terjemah Riyadhus Shalihin. Jakarta: Pustaka Amani.
Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan dalam Islam. Surabaya: Usaha Offset Printing.

Poerwadaeminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam (Pengembangan Pendidikan Integratif
di Sekolah, Keluarga, dan Masyaratkat). Yogyakarta: PT Lkis Printing
Cemerlang.
Salim, Peter. 1991. The Contempary English-Indonesia Dictionary. Jakarta:
Modern English Press.
Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur’an). Jakarta: Lentera Hati.
Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

115
Tafsir, Ahmad. 2002. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Uhbiyati, Nur. 2009. Long Life Education (Pendidikan Anak Sejak Dalam
Kandungan sampai Lansia). Semarang Walisongo Press.
Yasin, Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang
Press.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
library.islamweb.net/hadith/hadithsearch.php

116
117
118
119
120

Anda mungkin juga menyukai