Anda di halaman 1dari 15

PROSEDUR PEMERIKSAAN KETAJAMAN MATA DAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN BUTA WARNA

Disusun Oleh :

Nama : Winda Febriyanti


Nim : 04021181621012

Dosen : Ibu Dian Wahyuni S.kep,. Ns,. M.kep

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dan saya Mahasiswi Fakultas Kedokteran Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sriwijaya tahun 2016/2017 dapat mengikuti Ilmu Dasar
Keperawatan 2 ini dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memberikan laporan hasil tugas
yang diberikan.

Dengan selesainya makalah ini, saya berharap dapat berbagi pengetahuan bagi para
pembaca. Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak.

Saya sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran
yang membangun sangat saya harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Inderalaya, 13 November 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

1.1 Latar Belakang .............................................................................................

1.2Rumusan Masalah..........................................................................................

1.3 Tujuan ...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................

2.1 Pengertian Mata...................................................................................

2.2 Struktur dan Fungsi Mata.............................................................................

2.3 Ketajaman Mata ......................................................................

2.3.1 Perkembangan Ketajaman Penglihatan.............................................

2.3.2 Pemeriksaan Ketajaman Mata .............. ................. .................

2.3.3 Prosedur Pemeriksaan Mata.......... ................. .................

2.4 Buta Warna.......................................................................... .................

2.4.1 Pengertian............................. ................. ................. .................

2.4.2 Tes Buta Warna............................ ................. .................

BAB III PENUTUP................................................................................... .................

3.1 Kesimpulan........................................................................... .................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... .................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan
termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan jalur informasi
utama, oleh karena itu keterlambatan melakukan koreksi terutama pada anak usia sekolah
akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya
potensi untuk meningkatkan kecerdasan (Depkes RI, 2009).

Ketajaman penglihatan adalah derajat persepsi detail dan kontur benda. Ketajaman
penglihatan biasanya didefinisikan berkaitan dengan jarak pemisah minimum (Minimum
separable), jarak terpendek ketika dua garis masih terlihat terpisah dan tetap terlihat sebagai
dua garis (Ganong, 2005).

Secara klinis, diagram untuk memeriksa mata yang biasanya terdiri dari huruf-
huruf dengan berbagai ukuran diletakkan 20 kaki jauhnya dari orang yang diuji. Bila dapat
melihat dengan baik huruf-huruf dengan ukuran yang memang seharusnya dapat dilihat pada
jarak 20 kaki, orang tersebut dikatakan memiliki penglihatan 20/20 yang merupakan
penglihatan normal. Bila hanya dapat melihat huruf-huruf yang seharusnya mampu dilihat
pada jarak 200 kaki, dikatakan orang itu mempunyai penglihatan sebesar 20/200. Dengan
kata lain, metodeklinis yang dipakai untuk menyatakan besarnya tajam penglihatan adalah
menggunakan angka pecahan matematis yang menyatakan rasio antara kedua jarak, yang juga merupakan
rasio tajam penglihatan seseorang dibandingkan dengan tajam penglihatan pada orang
normal. (Guyton, 2006)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka akan mencoba merumuskan
suatu masalah yaitu:

1.3 Tujuan
Dapat diketahui derajat ketajaman penglihatan, menurut skala Snellen Chart, yang paling
sering dijumpai di Rumah Sakit, Klinik, Optik kacamata.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mata


Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat
dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke
otak.

2.2 Struktur dan Fungsi Mata

Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi mata meliputi Sklera,
Konjungtiva, Kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, Humor aqueus, serta Humor
vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri. aku bahas satu-satu
aja kali yah mengenai struktur dan fungsi mata, dimana masing-masing dari struktur mata
mempunyai Fisiologi mata itu sendiri.
 Berikut Struktur mata :
1. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.
2. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar
sklera.
3. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari
iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
4. Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
5. Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan
di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara
merubah ukuran pupil.
6. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus;
berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
7. Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;
berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.
8. Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke
otak.
9. Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan
kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.
10. Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata).

2.3KETAJAMAN MATA
2.3.1 Perkembangan Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk
membedakan berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang optimal hanya dapat
dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, stuktur mata yang sehat serta
kemampuan fokus mata yang tepat (RiordanEva, 2007).
Perkembangan kemampuan melihat sangat bergantung pada perkembangan tumbuh
anak pada keseluruhan, mulai dari daya membedakan sampai pada kemampuan menilai
pengertian melihat. Walaupun perkembangan bola mata sudah lengkap waktu lahir,
mielinisasi berjalan terus sesudah lahir. Tajam penglihatan bayi sangat kurang dibanding
penglihatan anak. Perkembangan penglihatan berkembang cepat sampai usia dua tahun dan
secara kuantitatif pada usia lima tahun (Ilyas, 2009).
Tajam penglihatan bayi berkembang sebagai berikut:
- Baru lahir : Menggerakkan kepala ke sumber cahaya besar
- 6 minggu : Mulai melakukan fiksasi; Gerakan mata tidak teratur ke arah sinar
- 3 bulan : Dapat menggerakkan mata ke arah benda bergerak
- 4-6 bulan : Koordinasi penglihatan dengan gerakan mata; Dapat melihat dan
mengambil objek
- 9 bulan : Tajam penglihatan 20/200
- 1 tahun : Tajam penglihatan 20/100
- 2 tahun : Tajam penglihatan 20/40
- 3 tahun : Tajam penglihatan 20/30
- 5 tahun : Tajam penglihatan 20/20 (Ilyas, 2009).
Secara klinis, derajat ketajaman anak-anak mencapai nilai yang mendekati 6/6 saat
mencapai usia 5 tahun. Hal ini dikarenakan pemeriksaan visus pada anak-anak secara
subjektif maupun objektif tidak dapat menghasilkan data yang valid. Ketajaman penglihatan
dapat dibagi lagi menjadi recognition acuity dan resolution acuity. Recognition acuity adalah
Universitas Sumatera Utara ketajaman penglihatan yang berhubungan dengan detail dari
huruf terkecil, angka ataupun bentuk lainnya yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah
kemampuan mata untuk mengenali dua titik ataupun benda yang mempunyai jarak sebagai
dua objek yang terpisah (Leat, 2009).

2.3.2 Pemeriksaan Ketajaman Mata


Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata
yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada
setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang
dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan
diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi
sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan
dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu
(Ilyas, 2009).
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan
membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Pasiennya dinyatakan
dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini, mata dapat
melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam
penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki).
Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti
penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata
dapat merubah tajam penglihatan mata (Ilyas, 2009).
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata.
Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu
kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan
dimana mata hanya dapat membedakan dua titik tersebut membentuk sudut satu menit. Satu
huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian
dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar
huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima menit (Ilyas, 2009).
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak lima atau enam
meter. Pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa
akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya
kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut lima menit pada jarak tertentu
sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit pada
jarak 60 meter; dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit
pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut lima
menit pada jarak enam meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat
dengan jelas (Ilyas, 2009).
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan melihat seseorang, seperti :
- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter.
- Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
- Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak enam
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan
uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan
pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam
penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung
jari pada jarak 1 meter.
- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang
lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian
tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada
jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
- Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat
melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang

normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.


- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).
Hal diatas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat berkomunikasi.
Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum
mempunyai penglihatan seperti orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah
penglihatannya akan berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal
akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat
mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan
cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa perkembangannya. Pada
anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk
digunakan dalam pengujian penglihatannya (Ilyas, 2009).
Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata dapat dilakukan
dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi yang
berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang memakai mata yang tidak disenangi atau
kurang baik dibanding dengan mata lainnya (Ilyas, 2009).
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi,
maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada
kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang
dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau Universitas
Sumatera Utara kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun
(Ilyas, 2009).

2.3.3 Prosedur Pemeriksaan Mata


STANDART OPERATING PROCEDURE (SOP)
PEMERIKSAAN MATA

Tahap Pre-Interaksi        


1    Mengecek catatan medik    
2    Menyiapkan peralatan dan tempat
 Senter kecil
 Surat kabar/majalah
 Kartu snelen
 Penutup mata
 Sarung tangan (bila perlu)   
3 Mencuci tangan     
     
Tahap Orientasi        
4    Memberikan salam dan memperkenalkan diri    
5    Memberitahu klien tujuan dan prosedur tindakan   
6    Memberikan kesempatan bertanya    

Tahap Kerja        


7    Mengatur posisi klien  
8    Mengatur pencahayaan tuangan  
9    Menguji reflek pupil terhadap cahaya
 Pupil klien disinari cahaya dari samping
 Amati mengecilnya pupil yang sedang disinari
 Lakukan pada pupil lainnya
Memeriksa reflek akomodasi
 Anjurkan klien menatap benda yang jauh
 Menatap obyek yang diletakkan 10 cm didepan hidung
 Mengamati perubahan pupil 
10    Inspeksi pergerakan bola mata
 Menganjurkan klien melihat kedepan
 Mengamati bola mata, jika nistagmus catat
 Apakah kedua bolamata lurus atau salah satu deviasi
 Meluruskan jari telunjuk dan mendekatkan ke klien dengan jarak 15-30 cm
 Instruksikan klien mengikuti pergerakan jari telunjuk
 Jaga jari tetap pada lapang pandang normal  
11    Inspeksi medan penglihatan
 Pemeriksa berdiri didepan klien kira-kira 60 cm
 Mata yang tidak diperiksa ditutup
 Instruksikan klien menatap lurus kedepan dan memfokuskan dalam satu titik
 Menggerakkan jari sepanjang 1 lengan dari diluar lapang pandang klien
 Minta klien mengatakan jika melihat jari tersebut
 Perlahan tarik jari mendekat dan tepat ditengah antara klien dan perawat
 Mengkaji mata sebelahnya
12    Palpasi mata :
 Anjurkan klien memejamkan mata
 Melakukan palpasi mata kanan dan kiri dengan jari telunjuk
 Dengan menekan-nekan, menilai konsistensi dan nyeri tekan 
13    Auskultasi mata :
 Minta klien menutup mata
 Meletakkan bagian diafragma stetoskop diatas kelopak mata
 Perhatikan adanya bising   
16    Mengulang pemeriksaan untuk meyakinkan hasil penemuan   
17    Membereskan alat-alat 
    
Tahap terminasi        
18    Mengevaluasi reaksi klien
19   Kontrak untuk kegiatan selanjutnya 
20    Mendokumentasikan hasil pemeriksaa
2.4 BUTA WARNA
2.4.1 Pengertian
Gangguan pengelihatan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna. Pada
orang yang mengalami buta warna total, ia hanya dapat mengenal warna putih. Buta
warna ini merupakan kelainan pengelihatan menurun, sehingga tidak dapat disembuhkan.

Buta warna sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu trikromasi,


dikromasi, dan monokromasi.
Buta warna jenis trikomasi adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis atau
lebih sel kerucut. Jenis buta warna ini paling sering dialami dibandingkan jenis buta
warna lainnya. Ada tiga macam trikomasi yaitu:

 Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah.


 Deuteromali yaitu kelemahan warna hijau.
 Tritanomali yaitu kelemahan warna biru.

Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri dari:

 Protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan warna merah
dan perpaduannya berkurang.
 Deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap hijau.
 Tritanopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka untuk warna biru.

Sedangkan monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua


penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis tipikal dan
sedikit warna pada jenis atipikal. Jenis buta warna ini prevalensinya sangat jarang.

2.4.2 Tes Buta Warna


Standar kompetensi :
Setelah melakukan latihan tes buta warna:
1.Mahasiswa mampu
menjelaskan indikasi tes buta warna
2.Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan tes
buta warna menggunakan tes Ishihara dengan baik dan
benar.

Mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua


gradasi warna bila cahaya monokromatik dari warna merah, hijau dan biru dipersatukan
dalam berbagai kombinasi. Berdasarkan uji penglihatan warna, pada manusia dapat
dibuktikan adanya sensitivitas terhadap ketiga sel kerucut yang sangat diperlukan seperti
halnya kurva absorbsi cahaya dari ketiga tipe pigmen, yang dapat
dijumpai pada sel kerucut.
Bila mata manusia tidak mempunyai sekelompok sel kerucut yang dapat
menerima warna, maka orang tersebut tidak dapat membedakan suatu warna
dengan warna lainnya. Sebagai contoh, warna hijau, kuning, jingga dan merah adalah
warna dengan panjang gelombang antara 525 sampai 675 nanometer, yang secara
normal dibedakan oleh sel kerucut merah dan hijau. Jika salah satu dari kedua sel
kerucut tersebut hilang, seseorang tidak akan dapat lagi menggunakan mekanisme
ini untuk membedakan warna tersebut khususnya warna merah dan hijau, sehungga
disebut buta warna merah-hijau. Buta warna sebenarnya adalah ketidakmampuan
seseorang untuk membedakan warna-warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak
buta semua warna melainkan warna-warna tertentu saja (buta warna parsial).
Meskipun demikian ada juga orang yang sama sekali tidak bisa melihat warna (buta
warna total), jadi hanya tampak sebagai hitam, putih dan abu-abu saja (kasus seperti ini
sangat jarang terjadi).
Normalnya sel kerucut (cone) di retina mata mempunyai spektrum terhadap
tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru. Pada orang yang mempunyai sel-sel
kerucut yang sensitif untuk tiga jenis warna ini, maka ia dikatakan normal. Pada
orang tertentu, mungkin hanya ada dua atau bahkan satu atau tidak ada sel kerucut yang
sensitif terhadap warna-warna tersebut. Pada kasus ini orang disebut buta warna.
Jadi buta warna biasanya menyangkut warna merah, biru atau hijau.
Jika seseorang tidak mempunyai sel kerucut merah ia masih dapat melihat
warna hijau, kuning, orange dan warna merah dengan menggunakan sel kerucut
hijau tetapi tidak dapat membedakan secara tepat antara masing-masing warna tersebut
oleh karena tidak mempunyai sel kerucut merah untuk kontras/membandingkan dengan
sel kerucut hijau. Demikian pula jika seseorang kekurangan sel kerucut hijau, ia
masih dapat melihata seluruh warna tetapi tidak dapat membedakan antara warna
hijau, kuning, orange dan merah. Hal ini disebabkan sel kerucut hijau yang
sedikit tidak mampu mengkontraskan dengan sel kerucut merah. Jadi tidak adanya
sel kerucut merah atau hijau akan timbul kesukaran atau
ketidakmampuan untuk membedakan warna antara keadaan ini di sebut buta warna
merah hijau.
Kasus yang jarang sekali, tetapi bisa terjadi seseorang kekurangan sel
kerucut biru, maka orang tersebut sukar membedakan warna ungu, biru dan hijau. Tipe
buta warna ini disebut kelemahan biru (blue weakness). Adapula orang buta
terhadap warna merah disebut protanopia, buta terhadap warna hijau disebut
deuteranopia dan buta terhadap warna biru disebut tritanopia.
Buta warna umumnya diturunkan secara genetik. Ada juga yang didapat
misalnya pada penyakit di retina atau akibat keracunan. Sifat penurunannya bersifat X
linked recessive.Ini berarti, diturunkan lewat kromosom X. Pada laki-laki, karena
kromosom X-nya hanya satu, maka kelainan pada satu kromosom X ini sudah
dapat mengakibatkan buta warna. Sebaliknya pada perempuan, karena mempunyai 2
kromosom X, maka untuk dapat timbul buta warna harus ada kelainan pada kedua
kromosom X, yaitu dari kedua orangtuanya. Hal ini menjelaskan bahwa buta
warna hampir selalu ditemukan pada laki - laki, sedangkan perempuan berfungsi
sebagai karier.
Metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan
buta warna adalah dengan menggunakan tes warna Ishihara (Ishihara color test). Dr.
Shinobu Ishihara dari Universitas Tokyo yang mempublikasikan tes tersebut pertama
kali pada tahun 1917. Tes ini menggunakan kartu - kartu yang terdiri dari
lempengan angka atau pola berwarna yang terbentuk dari titik-titik berbagai warna
dan ukuran. Dalam pola yang acak, titik -titik tersebut akan membentuk angka atau
pola yang mudah dilihat oleh orang dengan penglihatan normal, atau sukar dilihat
bagi orang yang mempunyai gangguan penglihatan warna merah-hijau. Seluruh
kartu tes berjumlah 38. Umumnya kartu terdiri dari lingkaran dengan bayangan hijau
dan biru muda dengan satu bentukan bayangan coklat atau lingkaran dengan
bayangan titik-titik merah, jingga dan kuning dengan bentukan bayangan hijau.
Contoh salah satu kartu Ishihara terlihat pada Gambar 2 di bawah ini. Pada
buta warna total tidak dapat melihat apa - apa. Pada orang normal, untuk gambar A
akan terlihat jelas dan menyebutkan angka “74”, sedangkan pada penderita buta
warna merah-hijau menyebutkan angka “21”. Pada gambar B, orang normal
akan menyebutkan angka “42”, sedangkan pada penderita protanopia akan
menyebutkan”2”, dan pada penderita deuteranopia akan menyebutkan angka ”4”.

Cara Penggunaan Tes


Tes Ishihara didesain agar dapat dilihat dengan jelas dengan cahaya ruangan. Sinar
matahari langsung atau penggunaan cahaya lampu mengakibatkan ketidaksesuaian
hasil karena perubahan pada bayangan warna yang nampak. Namun, bila mudah
nyaman hanya dengan menggunakan cahaya lampu, dapat ditambahakan cahaya
lampu tersebut sampai menghasilkan efek cahaya seperti cahaya alami. Kartu
diletakkan pada jarak 75 cm dari pasien sehingga bidang kertasnya pada sudut yang
tepat dengan garis penglihatan. Angka - angka yang terlihat pada kartu
disebutkan, dan setiap jawaban diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 detik.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan
berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bila
terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, stuktur mata yang sehat serta kemampuan fokus
mata yang tepat (RiordanEva, 2007).

Buta warna merupakan suatu kelainan yang diakibatkan oleh sel-sel kerucut mata yang
tidak mampu dalam menangkap suatu spektrum warna-warna tertentu.
Selayang pandang tentang buta warna.Buta warna biasanya bersifat genetik, tetapi juga bisa
disebabkan oleh luka traumatik atau paparan bahan kimia.Ada tiga jenis buta warna ,jenis
pertama adalah kondisi dimana sulit untuk membedakan antara warna merah dan hijau. Jenis
kedua sulit untuk membedakan antara warna biru dan kuning, dan jenis yang ketiga adalah
buta warna lengkap di mana mata tidak dapat mendeteksi warna sama sekali.
Untuk mengetahui seseorang menderita buta warna dilakukan sebuah test yaitu tes
Ishihara. Tes Ishihara, banyak digunakan untuk menguji orang yang buta warna, diciptakan
oleh Shinobu Ishihara, seorang opthalmologist asal Jepang. Tes Ishihara terdiri dari 38
piring penuh dengan titik-titik berwarna.Di tengah-tengah piring yang penuh dengan titik
berwarna tersebut, terdapat titik-titik lagi yang berbeda corak dan warna berbentuk angka,
dimana orang yang buta warna tidak bisa melihat angka tersebut.
Sampai saat ini belum ada tindakan atau pengobatan yang dapat mengatasi gangguan
persepsi warna ini.Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna
dengan objek tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Adamjee M, Office skills for the general practitioner. SA Fam Pract


2006;48(7): 20-26
IshiharaS, 1994. Ishihara’s Test for Colour - Blindness. Japan :
Kanehara&Co.Ltd
CPC, 2008. Commission on Paraoptometric Certification CPOT
Practical Examination. St.Louis.
Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes. 4th edition. London: BMJ Books
Materi skill lab Akper Kab. Purworejo
Koes Irianto.2014, Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Penerbit Alfabeta
https://www.scribd.com/document/29310812/Anatomi-Mata

Anda mungkin juga menyukai