Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ANTI KORUPSI

Program Pelatihan : Pelatihan Dasar CPNS


Pelatihan Dasar CPNS Angkatan : XXV
Mata Pelatihan : Anti Korupsi
Akuntabilitas Widyaiswara : Ir. Nasridal Patria, MM.,M.Hum
Nama Peserta : Ismail
Nomor Presensi : 19
Lembaga Penyelenggara Pelatihan : BPSDM Prov Sumatera Barat

1. Dasar hukum pembentukan KPK?

 UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


 UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
 UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
 UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang

2. Apa itu plutokrasi?


Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan suatu
kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa
Yunani, ploutos yang berarti kekayaan dan kratos yang berarti kekuasaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dituliskan jika plutokrasi merupakan
sebuah sistem politik yang dilakukan dan dikuasai oleh sekelompok orang kaya atau
kaum kapitalis (pemilik modal).
Dari pendapat diatas dapat saya simpulkan bahwa plutokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan atau atauran yang dibuat oleh penguasa di daerah/negara tersebut, dimana
kekuasaan teretak di tangan penguasa, misalkan suatu kelompok dipimpin oleh ketua
yang memiliki kekayaan atau kekuasaan. Suatu negara yang berbentuk kerajaan yang
aturannya dibuat oleh raja karena memiliki kekayaan yang melimpah, yang bearti daerah
tersebut dikuasai oleh orang yang sangat kaya.
3. Apa yang anda impikan menjadi PNS? Mengapa, apa motifnya, ingin menjadi
seperti apa?
Setelah mengikuti latsar dan mempelajari tentang kewajiban ASN serta hal-hal
yang tidak boleh dilakukan oleh seorang ASN maka yang saya impikan menjadi PNS itu
berubah drastis, karena sebelumnya saya hanya berfikir lulus PNS ini betul-betul karena
do`a dan harapan orang tua dan keluarga yang dikabulkan ALLAH SWT, dari impian
bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dimata masyarakat menjadi mengimpikan bahwa
saya siap untuk berdedikasi memberikan suatu inovasi dan kreativitas diri dari latar
belakang ilmu yang saya ampu, berharap bisa memberikan kebahagian kepada keluarga
dan negara dengan mengabdi penuh tanggung jawab di instansi saya. Mengapa demikian?
Karena saya sudah ditetapkan menjadi CPNS dan insyaAllah jadi PNS, saya harus betul-
betul merubah mindset saya untuk memberikan pengabdian terbaik sesuai dengan bakat
yang saya miliki, berharap saya bisa melanjutkan pendidikan dengan beasiswa ke jenjang
S3, karena alhamdulillah saya sudah menamatkan pendidikan S2, dan besyukur juga
karena lulus CPNS di ijazah S1, motifnya sekarang walaupun saya S2 dan hanya lulus
CPNS dengan Ijazah S1 yang awalnya saya tidak terlalu berharap menjadi PNS karena
sudah ada Sekolah Tinggi Teknik yang akan menerima saya dengan ijzah s2, akan tetapi
kembali keQadarullah, Takdir ALLAH yang membawa saya sejauh ini dan bisa membuat
orang tua, keluarga, istri, anak serta tetangga di kampung bangga dengan keberhasilan
saya yang merupakan Rahmat Ilahi, artinya dengan semua pengalam dan pelajaran yang
saya lalui sehingga bisa menjadi CPNS ini saya merasakan ada perbedaan dalam hidup
saya, mulai dari pandangan masyarakat dan keluarga, mungkin karena mereka terlalu
berharap dan alhamdulillah dikabulkan ALLAH, dan karena kesempatan yang Allah
berikan ini saya bertekad harus memeberikan yang terbaik bagi semuanya, bagi keluarga
saya, bagi negara dan instansi tempat saya bekerja, dapat memberikan pembaharuan
dengan ilmu dan bakat yang saya miliki.
Keinginan saya sekarang hanya satu, yaitu bisa menjdi Abdi Negara Fisabilillah,
artinya bekerja sesuai aturan Allah, berharap disisa usia saya menjadi PNS ini bisa
menjadi ladang ibadah untuk hari akhir saya, dan bisa menjadi manusia yang bermanfaat
bagi manusia lain, terutama keluarga kecil dan keluarga besar saya. Bisa memberikan
penghidupan yang layak bagi keluarga intinya. Aamiin
4. Apa itu hukuman seumur hidup?
Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terjemahan Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Pidana penjara seumur hidup adalah satu dari dua
variasi hukuman penjara yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) KUHP. Selengkapnya, pasal
12 ayat (1) KUHP berbunyi, pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu
tertentu.
Dalam pasal 12 ayat (4) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu
sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Dari bunyi pasal 12 ayat (1) KUHP tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih
hidup hingga meninggal. Ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat bahwa
hukuman penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama
usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.
Apabila pidana penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani
adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan, maka yang demikian menjadi
pidana penjara selama waktu tertentu. Contohnya, jika seseorang dipidana penjara
seumur hidup ketika dia berusia 21 tahun, maka yang bersangkutan hanya akan menjalani
hukuman penjara selama 21 tahun. Hal itu tentu melanggar ketentuan pasal 12 ayat (4)
KUHP, di mana lamanya hukuman yang dijalani oleh terpidana - yaitu 21 tahun -
melebihi batasan maksimal 20 tahun.
Berikut contoh lainnya. Apabila terpidana divonis penjara seumur hidup, pada
saat ia berumur 18 tahun. Dengan pendapat tadi, berarti terpidana tersebut hanya akan
menjalani hukuman penjaranya selama 18 tahun. Hal ini tentu menimbulkan kerancuan
yaitu mengapa hakim tidak langsung saja menghukum terpidana 18 tahun penjara,
padahal hal itu masih diperbolehkan dalam KUHP? Jadi, dari uraian di atas dapat kita
pahami dasar hukum serta logika mengapa pidana penjara seumur hidup berarti penjara
sepanjang si terpidana masih hidup, dan hukumannya baru akan berakhir setelah
kematiannya.
Kondisi-kondisi di atas mau menggambarkan bahwa pidana penjara seumur hidup
perlu diartikan sebagai pidana penjara semasa hidup sampai meninggalnya terpidana.
Ketentuan terkait jangka waktu ini didukung dengan sifat indeterminate pidana penjara
seumur hidup yang mengakibatkan terpidana tidak tahu pasti kapan terpidana akan
menyelesaikan masa pidananya Hal ini sejalan dengan perbedaan tujuan pidana penjara
seumur hidup dengan pidana penjara selama waktu tertentu. Tujuan pidana penjara
seumur berorientasi pada ide untuk melindungi kepentingan masyarakat sementara
pidana penjara selama waktu tertentu bertujuan untuk membina dan merehabilitasi
terpidana untuk kemudian dilepaskan kembali kepada masyarakat.
LEARNING JOURNAL ANTI KORUPSI

A. POKOK PIKIRAN

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang


bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Menurut Ibnu Santoso dalam buku Memburu Tikus-tikus Otonom, korupsi adalah
sebuah tindakan yang salah serta merugikan baik orang lain maupun negara. Dari segi
semantik, kata korupsi berasal dari bahasa inggris ‘Corrupt’, dari perpaduan dua kata dalam
bahasa latin yaitu Com yang berarti bersama-sama dan Rumpere yang berarti pecah atau
jebol.
Istilah ini juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak jujur atau
penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Pada praktiknya, korupsi
dapat dilihat sebagai penerimaan uang yang berhubungan dengan jabatan tanpa tercatat
dalam administrasi. Berdasarkan Transperency international, korupsi adalah perilaku pejabat
publik, atau pemain politik, atau para Pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau golongan yang ada hubungan kedekatan dengan dirinya. Ia melakukan
tindakan tersebut dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik atau wewenang yang
dipercayakan kepada mereka.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang ada di Indonesia sudah merajalela dan mengalami perkembangan dari
masa kemasa. Bicara tentang korupsi seakan tiada habisnya, bagai jamur yang tumbuh di
musim hujan. Itu terjadi karena adanya wewenang dan kekuasaan yang besar tanpa
pertanggung jawaban yang jelas. Untuk mendapatkan kekuasaan, para pejabat atau calon-
calon pejabat banyak yang melakukan korupsi dan berlomba-lomba menikmati harta Negara
dengan semaunya sendiri. Entah dari skala yang terkecil sampai skala yang terbesar.
Lemahnya hukum di Indonesia yang kurang tegas menyebabkan para koruptor tiada
henti melakukan tindakan korupsi. Demi mendapatkan kekuasaan yang di inginkan para
pejabat itu rela menyuap. Belum tuntas kasus A, bermunculan kasus B, kasus C dan
sebagainya. Penyelesaian kasus yang lama dapat menyita waktu, tenaga dan biaya. Korupsi
seperti parasit dalam pemerintahan yang merusak moral para pejabat. 
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai
saat ini masih terus bergulir, walaupun berbagai strategi telah dilakukan, tetapi perbuatan
korupsi masih tetap saja merebak di berbagai sektor kehidupan. Beberapa kalangan
berpendapat bahwa terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini,
salah satu penyebabnya adalah korupsi yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang
diibaratkan seperti jamur di musim penghujan, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan
tetapi juga sudah merambah ke korporasi termasuk BUMN.
Begitu membudayanya tindak pidana korupsi (tipikor) di Indonesia membuat
masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan sebenarnya adalah rakyat.
Yakni kita semua. Runtuhnya nilazi-nilai, macam macam norma, etika, moral, budaya dan
religi di suatu wilayah memang sangat berpengaruh  pada perkembangan tipikor.Bahkan
sering kali perilaku kita mengarah ke korup tanpa kita mengerti bahwa tindakan tersebut
masuk dalam delik pidana korupsi. Keterbatasan pemahaman mengenai korupsi telah
membentuk image bahwa korupsi di negara kita sulit untuk dicegah ataupun diberantas. dan
kita selalu beranggapan bahwa masalah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah.
pernyataan seperti itu adalah salah besar. Justru masyarakat seharusnya berperan penting
ketika kita semua mau turut serta terlibat dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya.

Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, :


1. Aspek Perilaku Individu:
Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena
mereka membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang
rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk
memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari
dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi,
wajib hukumnya. 
Moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman
setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong
gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan
berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.
2. Aspek Sosial :
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris
mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan
bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi
traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan
memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku. 

1. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi :


Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang
dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini
pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu
sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi karena : 
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang
karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak
kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah
masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok
yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang
paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa
berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan
korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh
masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan
korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan
diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan.
Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalahtanggung
jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa
diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

2. Aspek ekonomi :
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada
kemung-kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas
diantaranya dengan melakukan korupsi.

3. Aspek Politis :
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan
harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan
berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu
lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang
dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.

4. Aspek Organisasi :
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan. Posisi pemimpin dalam suatu
lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya.
Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya,
misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil
kesempatan yang sama dengan atasannya.
Tidak adanya kultur organisasi yang benar. Kultur organisasi biasanya punya
pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan
baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan
organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang
untuk terjadi.
Kurang memadainya sistem akuntabilitas. Institusi pemerintahan umumnya
pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan
belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu
guna mencapai hal tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan
penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat
lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik
korupsi.
Kelemahan sistim pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen
merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah
organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan
semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
Lemahnya pengawasan. Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu
pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh
pimpinan) dan pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan
masyarakat). Pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya
adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya profesional
pengawas. 

B. PENERAPAN
Dilihat dari pokok pikiran dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
maka dalam penerapan anti korupsi di instansi saya bergabung yaitu di sekolah SMK N I
Padang Gelugur di Kab.Pasaman, semua harus dimulai dari komitmen diri
pribadi/individu, dimana dari kita pribadi dulu menerapkan anti korupsi, baik dari korupsi
waktu atau dalam bentuk materi, kita harus betul-betul memahami hal-hal yang berkaitan
dengan korupsi seperti, suap, pemerasan dan gratifikasi.
Dengan kita memahami itu semua kita akan sadar bahwa banyak pihak lain yang
akan kita rugikan atas tindakan yang kita lakukan maka akan membuat kita untuk tidak
melakukan tindakan korupsi, disamping itu kita juga membudayakan sifat anti korupsi
kepada semua pihak di instansi dengan memberikan penyuluhan atau semacam sosialisasi
tentang korupsi dan dampaknya dengan mengundang pihak-pihak yang berkaitan di
dalammnya, seperti polri, pejabat yang berwenang dan lain sebagainya.
Kita juga bisa membuat pamplet/banner tentang anti korupsi di sekolah,
menandakan instansi mendukung gerakan anti korupsi, dan disamping itu yang terpenting
kita pribadi dulu, tetap berserah diri dan memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah, menyadari jika hidup dunia hanya sementara, hanya tempat persinggahan dan ada
hari akhir yang harus kita pertanggung jawabkan.
Budaya anti korupsi bisa kita mulai dengan menerapkan hal-hal yang sederhana,
seperti masuk dan keluar jam mengajar dari kelas tepat waktu, jam datang dan jam
pulang, bisa memupuk rasa tanggung jawab kita yang lebih besar, jika telah terpupuknya
rasa tanggung jawab dan jujur di suatu instansi maka korupsi tidak akan pernah terjadi.

Say no to Corruption...

Anda mungkin juga menyukai