Makalah Agama Kelompok 6
Makalah Agama Kelompok 6
Pendahuluan
َ إِ َذا َماتَ ا ِإل ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِم ْن ثَالَثَ ٍة ِم ْن
ِ ص َدقَ ٍة َج
اريَ ٍة
Tahukah anda, apa itu sedekah jariyah? Sedekah jariyah adalah wakaf.
1
shahihnya (4/121)(2490) semisal hadist ini dari hadist abu Hurairah, dan al-
baihaqi telah menyebutkan dalam al-jami’li Syu’ab al-iman dengan nomor(3174)
sebelum hadist anas rdhiyallahu’anhu di atas.
B.Pengertian Wakaf
2
َ ق َ و َه ف ْه ن َ ع ه َ َع ن َ ين ال َّش يئ أَي م َ ع
Para ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf secara istilah. Mereka
mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam sesuai dengan perbedaan
madhab yang mereka anut.2 Arti yang banyak ini mempengaruhi para mujtahid
dalam membuat definisi tentang wakaf, sebagaimana di bawah ini:
1. Menurut mazhab Hanafi Menahan benda yang statusnya masih tetap milik
wāqif (orang yang mewakafkan hartanya), sedangkan yang disedekahkan adalah
manfaatnya.
2. Menurut mazhab Maliki Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa
sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada yang berhak, dengan penyerahan
berjangka waktu sesuai dengan kehendak wāqif.
3. Menurut mazhab Syafi’i Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya disertai
dengan kekekalan benda, dan harta itu lepas dari penguasaan wāqif, serta
dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.
3
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.
1. Harta wakaf lepas/atau putus dari hak milik waqif, kecuali pendapat
Hanafiyah, Malikiyah, dan menurut hokum positif.
2. Harta wakaf harus kekal, kecuali pendapat Malikiyah yang
mengatakan bahwa boleh mewakafkan sesuatu walaupun akan habis
dengan sekali pakai, seperti makanan, asalakn manfaatnya berlanjut.
3. Yang dihodakohkan hanyalah manfaatnya saja.
Sejalan dengan itu, Imam Syafi’I juga berpendapat bahwa pada zaman
Jahiliyah tidak ditemukan suatu indikasi yang menunjukkan bahwa mereka pernah
melakukannya. Mereka tidak pernah mewakafkan rumahnya atau pun tanahnya
yang saya ketahui, kata Imam Syafi’I, “Sesungguhnya wakaf itu (habs) itu khusus
milik orang Islam.”
Pendapat yang senada juga datang dari An-Nawawi, “wakaf itu khusus ada
bagi orang-orang Muslim”. Ini artinya pada zaman sebelum Islam datang wakaf
belum dikenal. Sayyid Sabiq, lebih tegas menyatakan munculnya istilah wakaf
setelah Islam datang dan berkembang. Kemudian semakin populer setelah Nabi
Muhammad SAW secara langsung mempraktekannya.
4
Mayoritas Ulama menyatakan, asal mula di syariatkannya ibadah wakaf
dalam Islam pada masa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah diperkebunan
Khaibar, sebagaimana tergambar dalam hadits. Kepada Rasulullah, Umar
meminta pendapat tentang hartanya itu. Saat itu Rasul menasehatkan, jika Umar
suka lebih baik tanah itu diwakafkan saja dan hasilnya disedekahkan kepada orang
yang memebutuhkan. Tanah tersebut langsung diwakafkan Umar serta hasilnya
disedekahkan kepada fakir miskin, untuk memerdekakan budak dan kepentingan
lainnya di jalan Allah, sedangkan bagi nadzir (orang yang mengurus wakaf itu)
diberi upah sekedarnya.
Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Umar mengatakan kepada Nabi SAW Saya
mempunyai seratus dirham saham di Khabair. Saya belum pernah mendapat harta
yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi
SAW mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan)
5
asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
d. Perundang-undangan Wakaf
6
Sebagai implikasi dari perbedaan para ulama dalam memandang substansi
wakaf, maka dalam menentukan rukun wakaf terjadi perbedaan pendapat, sebagai
berikut:
a. Berakal, bahwa wāqif haruslah berakal dalam pelaksanaan akad wakaf agar
wakafnya dianggap sah. Begitu pula dalam hal pengelolaannya, untuk itu tidak
sah jika wakaf diberikan oleh orang gila.
b. Dewasa (balig), tidak sah hukumnya wakaf berasal dari anak-anak yang belum
baligh. Sebab, jika dia belum dapat membedakan sesuatu. Tidak ada
pengecualian, baik itu anak kecil yang telah diberi izin dalam perniagaan ataupun
tidak.
dari orang yang boros dan bodoh yang masih dalam tanggungan (perwalian)
adalah tidak sah. Sebab hal itu ditakutkan akan mendatangkan bahaya pada diri
wāqif.
d. Kemauan sendiri, bukan atas tertekan atau paksaan dari pihak manapun. Ulama
telah sepakat bahwa wakaf dari orang yang dipaksa tidak sah hukumnya.
7
e. Merdeka, tidak ada satu madhab pun yang menentangnya kecuali sebagian
pengikut mazhab Zahiri. Syarat ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa budak
atau hamba sahaya tidak memiliki apapun.
“Wāqif hendaknya orang yang cakap bertabarru‘, maka dari itu tidak sah
wakaf anak kecil, orang gila, orang bodoh/boros dan budak mukatab”.
“Pertama: Pemilik harta, maka dari itu tidak sah wakaf orang yang
mewakafkan hak milik orang lain, tanpa seizin pemiliknya. Kedua: Orang yang
diperbolehkan membelanjakan hartanya, oleh karena itu tidak sah wakaf orang
yang berada di bawah pengampuan dan orang gila. Ketiga: Orang yang
mengatasnamakan orang lain, seperti orang yang menjadi wakil orang lain”.
Harta yang diwakafkan dipandang sah, bila harta tersebut memenuhi lima
syarat, yaitu:
8
a. Harta wakaf memiliki nilai (harga)
b. Harta wakaf berupa benda tidak bergerak (Uqar) atau benda bergerak (Manqul)
e. Harta wakaf harus terpisah dari harta perkongsian atau milik bersama
3. Mauquf ‘alaih (Tujuan wakaf atau orang yang diserahi untuk mengelola harta
wakaf)
Bila yang dimaksud dengan mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf, maka
tujuan wakaf itu harus mengarah pada pendekatan diri kepada Allah, yaitu untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
agama Islam. Sedangkan bila yang dimaksud dengan mauquf ‘alaih adalah Nadzir
(pengelola harta wakaf), maka menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa: Nadzir adalah pihak yang menerima
harta benda wakaf dari wāqif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan
peruntukannya.
a. Jelas tujuannya
sudah dilakukan.
9
Adapun syarat-syarat wakaf secara umum sebagai berikut:
1) Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbutan wakaf berlaku
untuk selamanya, tidak waktu untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewakafkan
kebun untuk jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf tersebut dipandang
batal.
2) Tujuan wakaf harus jelas, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk mesjid,
mushalla, pesantren, pekuburan (makam) dan lainnya. Namun, apabila seseorang
mewakafkan sesuatu kepada hukum tanpa menyebut tujuannya, hal itu dipandang
sah sebab penggunaan benda-benda wakaf tersebut menjadi wewenang lembaga
hukum yang menerima harta-harta wakaf tersebut.
4) Wakaf merrupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar
(membatalkan atau meneruskan wakaf yang telah diucapkan) sebab pernyataan
wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.
Harta yang telah diwakafkan menurut mazhab ini tetap berada pada milik
wakif dan tidak boleh ditarik kembali oleh wakif, harta tidak berpindah hsk milik,
hanya hasil manfaatnya yang diperuntukkan pada tujuan wakaf. Dalam hal ini
10
Abu Hanifah memberikan pengecualian pada 3 hal yaitu : wakaf masjid, wakaf
yang ditentukan keputusan pengadilan, dan wakaf wasiat, selain 3 hal tersebut
yang diwakafkan hasil manfaatnya saja bukan bendanya secara utuh.
Namun pandangan Imam Abu Hanifah ini tidak diikuti oleh pengikutnya
seperti Abu Yusuf dan Muhammad Al-Syai’bani kedua tokoh mazhab Hanafi ini
berpendapat sama dengan mashab fikih lainnya bahwa tindakan wakaf bersifat
mengikat dan tidak dapat dibatalkan.
1.Mazhab Maliki
2. Mazhab Syafi’i
11
Harta yang diwakafkan terlepas dari kepemilikan wakaf menjadi milik
Allah SWT dan berarti menahan harta untuk selama-lamanya, sehingga benda
yang diwakafkan disyaratkan benda yang tahan lama dan tidak cepat habis, Imam
Syafi’I merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berkaitan dengan
wakaf tanah khaibar oleh Umar bin Khattab.
3. Mazhab Hambali
G. Wakaf Saham
12
1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar;
4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan
peraturan perundang-undangan. (UU No. 14/2004 tentang Wakaf, Pasal 16, ayat
2)
1. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
2. Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
3. Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada di atas tanah
negara;
4. Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah hak pengelolaan
atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak
pengelolaan atau hak milik. (Direktorat Pemberdayaan Wakaf : 2006)
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah benda
yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: Uang; Logam mulia; Surat
berharga; Kendaraan; Hak atas kekayaan intelektual; Hak sewa; dan Benda
bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (UU No. 14/2004 tentang Wakaf, Pasal 16, ayat 3)
13
1. Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat
berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang;
2. Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang
tidak dapat dihabiskan karena pemakaian;
14
Adapun macam-macam saham sebagai berikut : (Situs wikipedia.org :
Saham, diakses pada tanggal 8 November 2011).
15
berhak mengikuti RUPS Perseroan, karena tidak mempunyai hak suara dalam
pengambilan keputusan berkenaan dengan pengurusan Perseroan; 3). Saham
dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota
komisaris; 4). Saham yang dapat ditarik kembali; saham ini ditarik kembali atau
ditukar dengan klasifikasi yang lain; 5). Saham yang memberikan hak dividen
lebih dahulu; 6). Saham utama menerima lebih dahulu pembagian sisa kekayaan
perseroan dalam likuidasi. (M. Yahya Harahap : 2009).
16
Nash-nash syara’ yang terkait dengan wakaf berbentuk mutlak, masuk
didalamnya wakaf yang bersifat abadi dan sementara, wakaf benda, manfaat dan
uang, benda bergerak atau tidak bergerak, karena wakaf termasuk perbuatan
derma, dan itu sangat luas dan dianjurkan. (Keputusan Ijtihad International
Islamic Fiqh Academy No. 181 (7/19) tentang Wakaf Saham, Cek, Hak-hak
Ma’nawi dan Manfa’at, Pasal 2 ayat 1)
17
J. Pendapat Mengenai Manfaat Wakaf Saham
Akan tetapi menurut madzhab Hanafi dan Hambali pemilik barang yang
disewakn boleh mewakafkan barang yang disewa, karena itu wakaf yang dimiliki,
sedangkan penyewa cukup memanfaatkan manfaat barang yang disewa sampai
habis masa persewaannya.
18
Kesimpulannya : menurut Jumhur sah wakafnya pemilik barang atas
barang yang disewakan tetapi menurut madzhab Maliki tidak sah, sebaliknya
menurut madzhab Maliki sah wakafnya penyewa barang atas manfaat barang yang
disewa tetapi tidak sah menurut jumhur.
Wakaf manfaat yang dilakukan dalam batas waktu tertentu dari pemilik
barang adalah menyerupai wakaf sementara bagi para ulama yang mengakui
adanya wakaf sementara, sebagaimana yang mereka perdebatkan. Demikian juga
manfaat barang tidak selamanya dimiliki oleh pemilik barang. Apabila seseorang
memiliki manfaat suatu barang dalam jangka waktu tertentu, baik melalui sewa
atau karena diberikan manfaatnya oleh pemilik barangnya, maka ia boleh
mewakafkan manfaat barang tersebut selama masa untuk menggunakannya masih
ada.
Contoh ini sama dengan orang yang menyewa bangunan selama 10 tahun,
kemudian bangunan tersebut dijadikan masjid untuk shalat, atau memiliki manfaat
atas binatang kemudian diwakafkan untuk angkutan jamaah haji, atau memiliki
manfaat rumah selama setahun kemudian dijadikan untuk tempat penginapan
orang yang sedang dalam perjalanan, dan lain sebagainya.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam wakaf saham adalah bahwa saham yang
diwakafkan haruslah saham untuk perusahaan yang bergerak pada bidang yang
diperbolehkan agama.
19
K.Kesimpulan
20
21