1
2
b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas bawah dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin
ketidakmampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu:
1) Amputasi di bawah lutut (below knee amptation)
Ada dua metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada
nonischemic limb dan ischemic limb. Hal ini dibedakan berhubung
cara menutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal
tension myodesis dan myoplasty. Tension myodesis adalah
mengikatkan group otot dengan tulang, sedang myoplasty adalah
menjahitkan otot dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu
otot, atau fasia sebelahnya. Cara ini berguna untuk menstabilkan
stump dan sangat ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan
masih muda.
2) Amputasi di atas lutut (above knee amputation)
Amputasi jenis ini merupakan yang terbanyak kedua setelah
amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut
hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapat menyangga
berat badan. Protesis yang konvensional membutuhkan jarak 9-10
cm dari distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut.
Amputasi tulang setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter
minor akan mempunyai fungsi dan kekuatan penggunaan protesis
sama dengan hip disarticulation.
5. Komplikasi Amputasi
Seperti umumnya tindakan pembedahan, maka tindakan amputasi
dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun
komplikasi yang dapat terjadi adalah:
a. Hematome; terjadi karena hemostatik yang kurang cermat,
hematome dapat memperlambat penyembuhan dari stamp.
3
c) Orthostatik hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer,
dimana ateri dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat,
vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi, sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat
diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan
tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing
pada saat bangun tidur, serta dapat juga merasakan pingsan.
6) Sistem pencernaan
a) Anoreksia
Pengaruh dari immobilisasi bukan hanya penurunan aktivitas
secara keseluruhan tetapi juga adanya penurunan dari sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya
nafsu makan.
b) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik dalam tubuh akan
menghambat peristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi, sehingga reabsopsi cairan meningkat dalam colon,
menjadikan feses lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7) Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis, ureter dan kandung
kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus
melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan:
a) Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah
membentuk batu ginjal.
b) Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan
berkembangbiaknya kuman, hal ini menyebabkan infeksi pada
saluran kemih.
9
8) Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan
penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan, jika hal ini
dibiarkan akan menjadi ischemia, hiperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.
b. Dampak Terhadap Psikososial
Hilangnya salah satu anggota gerak dalam sistem muskuloskeletal,
sangat berpengaruh terhadap kondisi psiko sosial pasien. Gangguan
mobilisasi dan kenyamanan dapat mempengaruhi status emosional,
fungsi sosial dan fungsi pekerjaan serta fungsi seksual.
Gangguan body image, persepsi klien selalu dihubungkan dengan
kondisi tubuhnya seperti hilangnya salah satu anggota tubuhnya.
Hilangnya anggota tubuh berpengaruh terhadap pekerjaan,
kemampuan beraktivitas, rekreasi dan klien mungkin berfikir tidak
dapat berhubungan dengan orang lain lebih lama, bila orang lain tidak
menerima perubahan tubuhnya.
Kondisi sistem muskuloskeletal yang terganggu akan
mempengaruhi emosi seseorang, sebab kondisi ini mempengaruhi
mobilitas dan ketergantungan seseorang. Karena ketergantungan
tersebut, maka klien akan kehilangan kekuatan dan rasa aman serta
menurunnya harga diri. Seseorang yang mempunyai masalah sistem
muskuloskeletal akan menjadikan rasa asing serta tidak dibutuhkan
orang lain.
c) Sistem pernafasan
Mengkaji mulai dari bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret
pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung saat bernafas,
kesimetrisan gerakan dada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas
apakah bersih atau ada ronchi dan frekuensi nafas. Hal ini
penting karena tirah baring yang lama berpengaruh terhadap
pengembangan paru dan mobilisasi sekret pada jalan nafas.
d) Sistem kardiovaskuler
Mengkaji mulai dari warna conjungtiva, warna bibir, ada
tidaknya peninggian vena jugularis, bunyi jantung pada daerah
dada dan pengukuran tekanan darah, dengan palpasi dapat
dihitung frekuensi denyut nadi. Tekanan darah dan denyut nadi
diukur untuk mengethui ada atau tidaknya orthostatik hipotensi
terutama waktu melakukan perubahan posisi dari tidur ke posisi
duduk atau berdiri. Pada daerah perifer perlu dilihat ada
tidaknya edema dan warna pucat atau sianosis.
e) Sistem pencernaan
Perlu dikaji meliputi keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, nafsu
makan, peristaltik usus dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk
mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini yang
diakibatkan oleh pengaruh negatif dari immobilisasi yang biasa
muncul seperti anoreksia, penurunan motilitas usus, kelemahan
dan konstipasi.
f) Sistem persarafan
Mengkaji fungsi serebral, fungsi saraf kranial, fungsi sensorik
dan motorik serta fungsi refleks. Sistem persarafan pada klien
yang diamputasi pada anggota gerak dan immobilisasi biasanya
masih normal, kecuali ada penyakit-penyakit lain atau ada
benturan kepala yang menyertainya.
13
g) Sistem genitourinaria
Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah
untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang
keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai
bentuknya, ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta
bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau nyeri waktu
miksi, serta bagaimana warna urinenya.
h) Sistem integument
Perlu dikaji keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit
meliputi tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi
perabaan. Klien immobilisasi perlu dikaji secara seksama
keadaan kulitnya terutama pada daerah yang menonjol dan
penekanan karena resiko terjadinya dekubitus lebih besar jika
posisi klien tidak berubah. Rambut dikaji mengenai distribusi,
kebersihan dan ada tidaknya kerontokan. Untuk kuku dikaji
bentuk, warna dan kebersihannya.
5) Pola aktivitas sehari-hari
Pengkajian pola aktivitas sehari-hari meliputi nutrisi (frekuensi
makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum,
eliminasi yang meliputi BAB (frekuensi, wana, konsistensi) dan
BAK (frekuensi banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna
urine), personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok
gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku), olah
raga/aktivitas gerak (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi
dan tempat).
6) Data psikososial
Pada klien amputasi, aspek psikososial yang perlu dikaji dalam
mengenai konsep diri (identitas diri, body image, ideal diri, harga
diri dan peran) dan hubungan atau interaksi klien baik dengan
anggota keluarga maupun dengan lingkungan dimana ia berada.
14
2. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota
tubuh.
1) Tujuan
Kebutuhan mobilisasi fisik terpenuhi, dengan kriteria:
- Klien dapat menggerakan anggota tubuhnya yang lain (yang
masih ada)
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara
- Klien dapat melakukan ambulasi.
2) Intervensi
Intervensi Rasional
a. Kaji ketidakmampuan a. Dengan mengetahui
bergerak klien yang derajat ketidakmampuan
diakibatkan oleh prosedur bergerak klien dan persepsi
pengobatan dan catat klien terhadap immobilisasi
persepsi klien terhadap akan dapat menentukan
ambulasi. aktivitas mana saja yang
perlu dilakukan.
b. Latih klien untuk b. Pergerakan dapat
menggerakan anggota badan meningkatkan aliran darah
yang masih ada. ke otot dan tulang untuk
memperbaiki tonus otot,
memelihara pergerakan
sendi dan mencegah
kontraktur, atropi.
c. Tingkatkan c. Untuk menambah
pengetahuan klien tenang pengetahuan klien sehingga
prosthetic. klien termotivasi untuk
mandiri dalam ambulasi.
d. Dengan ambulasi
16
Intervensi Rasional
d. Tingkatkan ambulasi demikian klien dapat
klien seperti mengajarkan mengenal dan
menggunakan crutcher, menggunakan alat-alat yang
tongkat dan kursi roda. perlu digunakan oleh klien,
dan juga untuk memenuhi
aktivitas klien.
e. Ganti posisi klien e. Pergantian posisi tiap
setiap 3-4 jam secara 3-4 jam dapat mencegah
periodik. terjadinya kontraktur.
f. Membantu klien untuk
f. Bantu klien mengganti meningkatkan kemampuan
posisi dari tidur ke duduk dalam duduk dan turun dari
dan turun dari tempat tidur. tempat tidur.
Intervensi Rasional
c. Motivasi klien agar c. Klien akan
menjelaskan perasaannya mengungkapkan
berkaitan dngan perubahan perasaannya sehingga dapat
gambaran diri atau harga dilihat ada tidaknya
diri. prubahan gambaran diri dan
d. Ikut sertakan keluarga harga diri.
dalam memberikan support d. Support sistem
pada klien. keluarga akan memberikan
dorongan pada klien
sehingga membantu
e. Bantu klien untuk peningkatan harga diri
menentukan tujuan yang klien.
realistik setahap demi e. Tujauan yang realistik
setahap. dapat memberikan
kepercayaan diri klien
sehingga memberikan
kekuatan untuk mencapai
tujuan tersebut.
Intervensi Rasional
mengurangi edema dan
nyeri.
b. Evaluasi derajat nyeri, b. Merupakan intervensi
catat lokasi, karasteristik monitoring yang efektif.
dan intensitasnya, catat Tingkat kegelisahan
perubahan tana-tanda vital mempengaruhi persepsi
dan emosi. reaksi nyeri.
c. Berikan teknik c. Distraksi untuk
penanganan stress seperti mengalihkan perhatian
relaksasi, latihan nafas klien terhadap nyeri karena
dalam, atau masase dan perhatian klien dialihkan
distraksi pada hal-hal lain, teknik
relaksasi akan mengurangi
ketergantungan pada otot
yang menurunkan rangsang
nyeri pada saraf-saraf nyeri.
d. Analgetik dapat
d. Kolaboasi pemberian meningkatkan ambang
analgetik. nyeri pada pusat nyeri di
otak atau dapat membloking
rangsang nyeri sehingga
tidak sampai ke susunan
saraf pusat.
Intervensi Rasional
menekuk lutut, tempat tidur panggul.
atau menempatkan bantal
dibawah sisa tungkai.
Tinggikan kaki tempat tidur
malalui blok untuk
meninggikan puntung.
b. Tempatkan
klien pada posisi telungkup b. Otot normalnya
selama 30 menit 3-4 kali berkontraksi waktu
setiap hari setelah periode dipotong, posisi telungkup
yang ditentukan dari membantu mempertahankan
peninggian ujung kontinyu. tungkai sisa pada ekstensi
penuh.
c. Tempatkan rol c. Kontraktur
trochanter di samping paha adduksi dapat terjadi karena
untuk mempertahankan otot fleksor lebih kuat
tungkai adduksi. daripada otot ekstensor.
d. Mulai latihan d. Latihan rentang
rentang gerak pada puntung gerak membantu
2-3 kali sehari mulai pada mempertahankan
hari pertama pasca operasi. fleksibilitas dan tonus otot.
Konsul terapis fisik untuk
latihan yang tepat.
2) Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Observasi a. Untuk
keadaan luka. memonitor bila ada tanda-
tanda infeksi sehingga akan
cepat ditanggulangi.
b. Teknik aseptik
b. Gunakan dan antiseptik untuk
teknik aseptik dan antiseptik mencegah pertumbuhan
dalam melakukan setiap atau membunuh kuman
tindakan perawatan. sehingga infeksi tidak
terjadi.
c. Mengganti
c. Ganti balutan balutan untuk menjaga agar
dua kali sehari dengan alat luka tetap bersih dan
yang steril. dengan menggunakan
peralatan yang steril agar
luka tidak terkontaminasi
oleh kuman dari luar.
d. Monitor LED
untuk mengetahui adanya
d. Monitor LED leukositosis yang
merupakan tanda-tanda
infeksi.
e. Peningkatan
suhu tubuh, denyut nadi,
e. Monitor tanda- frekuensi dan penurunan
tanda vital tekanan darah merupakan
salah satu tanda-tanda
terjadinya infeksi.
23
3. Implementasi Keperawatan
Kegiatan pada tahapan ini meliputi pelaksanaan perencanaan
keperawatan. Perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya
berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu lain yang terkait secara
terintegrasi.
4. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut,
pengumpulan data obyektif dan data subyektif yang akan menunjukkan
apakah tujuan asuhan keperawatan sudah dicapai atau belum, masalah apa
yang sudah dipecahkan dan apa yang perlu dikaji direncanakan,
dilaksanakan dan dinilai kembali.
DAFTAR PUSTAKA: