Anda di halaman 1dari 7

A.

Jenis-jenis Trauma Kapitis:2, 7,8,9,10

1. Diffuse Axonal Injury (DAI).


Diffuse axonal injury adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan
koma berkepanjangan ( > 6 jam) pasca trauma yang tidak berhubungan
dengan lesi massa atau iskemia. Diffuse axonal injury merupakan bentuk
cedera yang berat diakibatkan trauma pada kapitis, dan terjadi sebagai
akibat dari trauma akut dimana kekuatan deselerasi- akselerasi dan rotasi
menekan, meregangkan dan memutuskan akson terutama di substansia alba.

Gambar 2. Gambaran akson pada DAI

Pemeriksaan CT-Scan pada diffuse axonal injury tidak menunjukkan


adanya kelainan pada 50-80% pasien tersangka DAI, namun pemeriksaan
MRI dapat menunjukkan kerusakan pada akson sekitar 70% pada pasien
dengan cedera kepala sedang hingga berat.

Gambar 3. Kerusakan pada akson terutama pada daerah substansia alba


2. Hematoma Ekstradural
Pada hematoma ekstradural, atau biasanya disebut hematoma epidural
atau perdarahan epidural, perdarahan berlokasi di antara lapisan duramater
dan tulang tengkorak. Cedera ini sering terjadi pada daerah kepala dimana
arteri meningeal media bermuara sepanjang tulang temporal. Tulang ini
relatif tipis dan tidak memberikan proteksi yang kuat dibanding bagian
tulang lain. Seiring perdarahan berlangsung, lesi pembekuan / perdarahan
akan bertambah luas menyebabkan terjadinya peningkatan intrakranial.
Tekanan ini kemudian menyebabkan cedera lebih lanjut pada otak.
Perdarahan epidural umumnya diakibatkan fraktur tengkorak yang
biasanya terjadi pada anak-anak atau remaja akibat terjatuh atau kecelakaan
(bermain, olahraga, kendaraan). Akibat fraktur tersebut maka terjadilah
ruptur pada pembuluh darah (terutama arteri), namun dapat juga pada
pembuluh darah vena (pada anak-anak). Perdarahan epidural merupakan
suatu kondisi kegawatdaruratan yang dapat berujung pada kerusakan otak
hingga kematian bila tidak mendapatkan penanganan. Gejala khas yang
dapat ditemukan pada pasien dengan perdarahan epidural adalah hilangnya
kesadaran, kemudian sadar, kemudian hilangnya kesadaran lagi. Namun
gejala ini belum tentu terjadi pada semua pasien. Gejala lainnya adalah
berupa : kebingungan, rasa pusing, pupil anisokor, nyeri kepala hebat, mual
dan muntah, kelemahan pada salah satu sisi tubuh, terkadang perdarahan
tidak berlangsung seketika saat terjadinya trauma. Gejala peningkatan
tekanan intrakranial juga tidak berlangsung seketika.
Pemeriksaan CT-Scan dianjurkan untuk menilai dan memastikan
diagnosa perdarahan epidural, sekaligus memastikan lokasi fraktur dan lesi
hematom yang terlibat. Tatalaksana pada perdarahan epidural dapat berupa
tatalaksana awal untuk mencegah kerusakan lebih lanjut / luas. Tindakan
pembedahan dapat dipertimbangkan. Penggunaan anti kejang (fenitoin)
dapat diberikan untuk mencegah dan mengatasi kejang. Pemberian
hyperosmotic agent dapat diberikan jika dijumpai tanda-tanda edema
serebri.
Gambar 4 Epidural hematoma (EDH)
3. Hematoma Subdural
Hematoma subdural, atau perdarahan subdural, merupakan perdarahan
yang berlokasi dibawah duramater, yaitu diantara duramater dan lapisan
subarakhnoid. Pada kondisi ini, perdarahan yang terjadi juga dapat memicu
peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan gejala yang sama
dengan perdarahan epidural. Perdarahan subdural akut menimbulkan gejala
neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat
dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh
tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen
magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan
ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
Perdarahan subdural subakut menyebabkan defisit neurologik dalam
waktu lebih dari 48 jam hingga 7 hari setelah cedera. Seperti pada
perdarahan subdural akut, perdarahan ini juga disebabkan oleh perdarahan
vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penderita ini adalah
adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka
waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang
memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam
beberapa jam. Pergeseran isi intrakranial dan peningkatan intrakranial yang
disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau
sentral dan melengkapi tanda- tanda neurologik dari kompresi batang otak.
Pada perdarahan subdural kronik, timbulnya gejala umumnya 2-3
minggu setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena
yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam
ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah

dikelilingi oleh membran fibrosa.

Gambar 4. Perbedaam lokasi perdarahan epidural dan subdural

4. Hematoma Subarakhnoid
Hematoma subarakhnoid atau perdarahan arakhnoid, merupakan
perdarahan yang berlokasi di ruang subarakhnoid, yaitu ruang diantara
piamater dan arakhnoid yang berisi cairan serebrospinal. Perdarahan ini
dapat disebabkan oleh: perdarahan akibat arteriovenous malformation
(AVM), perdarahan akibat aneurisma serebral, trauma kepala, dan penyebab
idiopatik lainnya. Perdarahan akibat trauma, terutama disebabkan karena
jatuh (pada lansia), dan kecelakaan (pada remaja).
Gejala utama perdarahan subarakhnoid adalah nyeri kepala hebat yang
datang tiba-tiba (thunderclap headache). Semakin memburuk pada area
posterior. Gejala lain dapat berupa: penurunan kesadaran, photofobia,
perubahan mood dan perilaku, nyeri otot (terutama leher dan pundak), mual
dan muntah, baal pada bagian tubuh tertentu, kejang, kuduk kaku, masalah
penglihatan (penglihatan ganda, blind spot, buta sesaat), pupil anisokor.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kuduk kaku, gangguan
neurologis, gangguan pergerakan bola mata, tanda-tanda kerusakan pada
saraf kranialis. Pemeriksaan neuroimaging yang dapat digunakan dalam
membantu penegakan diagnosa yaitu dengan CT-Scan kepala tanpa
kontras. Pemeriksaan penunjang lain dapat berupa: angiografi serebri, CT-
Scan angiography, transcranial doppler ultrasound, MRI, dan MRA.

Gambar 5. Subarachnoid hemorrhage (SAH)

5. Hematoma Intraserebral.
Hematoma intaserebral atau perdarahan intraserebral, merupakan
perdarahan yang terjadi pada jaringan otak. Walaupun perdarahan yang
terjadi dalam jumlah yang sedikit, namun perdarahan ini dapat
menimbulkan edema serebral seiring berjalannya waktu, mengakibatkan
penurunan kesadaran yang progresif dan gejala-gejala trauma kepala
lainnya.
Penyebab tersering pada perdarahan intraserebral adalah tekanan darah
yang tinggi. Penyebab lain dapat berupa: trauma, aneurisma, AVM,
penggunaan kokain. Gejala perdarahan intraserebral berupa: kelemahan
mendadak, parase pada wajah, lengan, dan kaki, onset nyeri kepala hebat
yang datang mendadak, kesulitan menelan, kesulitan melihat, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, pusing, kesulitan dalam kemampuan
berbahasa, mual dan muntah, apatis, somnolen, letargi, penurunan
kesadaran, kebingungan, hingga delirium.
Tatalaksana pada tiga jam pertama setelah timbulnya onset dapat
memberikan hasil akhir yang lebih baik. Pembedahan dapat membantu
mengurangi tekanan dan memperbaiki arteri yang robek. Tatalaksana
simptomatis lainnya dapat diberikan, seperti anti nyeri, anti kejang, anti
hipertensi.

Gambar 6. Intracerebral hemorrhage (ICH)


6. Fraktur Basis Cranii
Fraktur basis cranii Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan
kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat
berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrogade dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya:
a. Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata dikelilingi
lingkaran “biru” (Brill Hematom atau Racoon’s Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius
sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia.

b. Fraktur fossa media


Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan arteri
carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara
darah arteri dan darah vena (A-V shunt).
c. Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas
foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat mati
seketika.

Anda mungkin juga menyukai