4. Hematoma Subarakhnoid
Hematoma subarakhnoid atau perdarahan arakhnoid, merupakan
perdarahan yang berlokasi di ruang subarakhnoid, yaitu ruang diantara
piamater dan arakhnoid yang berisi cairan serebrospinal. Perdarahan ini
dapat disebabkan oleh: perdarahan akibat arteriovenous malformation
(AVM), perdarahan akibat aneurisma serebral, trauma kepala, dan penyebab
idiopatik lainnya. Perdarahan akibat trauma, terutama disebabkan karena
jatuh (pada lansia), dan kecelakaan (pada remaja).
Gejala utama perdarahan subarakhnoid adalah nyeri kepala hebat yang
datang tiba-tiba (thunderclap headache). Semakin memburuk pada area
posterior. Gejala lain dapat berupa: penurunan kesadaran, photofobia,
perubahan mood dan perilaku, nyeri otot (terutama leher dan pundak), mual
dan muntah, baal pada bagian tubuh tertentu, kejang, kuduk kaku, masalah
penglihatan (penglihatan ganda, blind spot, buta sesaat), pupil anisokor.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kuduk kaku, gangguan
neurologis, gangguan pergerakan bola mata, tanda-tanda kerusakan pada
saraf kranialis. Pemeriksaan neuroimaging yang dapat digunakan dalam
membantu penegakan diagnosa yaitu dengan CT-Scan kepala tanpa
kontras. Pemeriksaan penunjang lain dapat berupa: angiografi serebri, CT-
Scan angiography, transcranial doppler ultrasound, MRI, dan MRA.
5. Hematoma Intraserebral.
Hematoma intaserebral atau perdarahan intraserebral, merupakan
perdarahan yang terjadi pada jaringan otak. Walaupun perdarahan yang
terjadi dalam jumlah yang sedikit, namun perdarahan ini dapat
menimbulkan edema serebral seiring berjalannya waktu, mengakibatkan
penurunan kesadaran yang progresif dan gejala-gejala trauma kepala
lainnya.
Penyebab tersering pada perdarahan intraserebral adalah tekanan darah
yang tinggi. Penyebab lain dapat berupa: trauma, aneurisma, AVM,
penggunaan kokain. Gejala perdarahan intraserebral berupa: kelemahan
mendadak, parase pada wajah, lengan, dan kaki, onset nyeri kepala hebat
yang datang mendadak, kesulitan menelan, kesulitan melihat, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, pusing, kesulitan dalam kemampuan
berbahasa, mual dan muntah, apatis, somnolen, letargi, penurunan
kesadaran, kebingungan, hingga delirium.
Tatalaksana pada tiga jam pertama setelah timbulnya onset dapat
memberikan hasil akhir yang lebih baik. Pembedahan dapat membantu
mengurangi tekanan dan memperbaiki arteri yang robek. Tatalaksana
simptomatis lainnya dapat diberikan, seperti anti nyeri, anti kejang, anti
hipertensi.