Anda di halaman 1dari 19

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

RSJ DR. SOEPARTO HARJOHUSODO SEPTEMBER 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

GANGGUAN KEPRIBADIAN SADISTIK DAN NEGATIFISTIK

PENYUSUN:

Delfree Ramba
K1A1 12 059

PEMBIMBING:

dr. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Judul Referat : Gangguan Kepribadian Sadistik dan Negatifistik


Nama : Delfree Ramba
Nim : K1A1 12 059
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan tugas pembacaan referat dalam rangka kepaniteraan klinik

pada Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo.

Kendari, September 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ

GANGGUAN KEPRIBADIAN SADISTIK DAN NEGATIFISTIK


Delfree Ramba, Junuda RAF

2
A. PENDAHULUAN

Sadisme, suatu istilah yang diperkenalkan oleh Krafft-Ebing di akhir

abad ke-19, asalnya merujuk kepada kesenangan seksual dengan rasa sakit

dan penderitaan orang lain. Seiring waktu, istilah ini diperluas meliputi

kenikmatan non seksual yang berasal dari tindakan bersifat sasadistik.

Merujuk kepada Freud, sadisme mencakup dua kelainan terpisah: sadisme

seksual dan perilaku sadistik menyeluruh. Penelitian-penelitian selanjutnya

mendukung pemisahan ini, mengindikasikan pelaku seksual sadisme

kebanyakan tidak ikut dalam perilaku non seksual, sadistik dengan pasangan

mereka atau orang lain (Myers, 2006).

Pada edisi pertama Buku Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan

Mental (DSM), gangguan kepribadian pasif agresif (PAPD)

dikonseptualisasikan memiliki tiga tipe. Tipe pasif-agresif suka mencibir,

bebal, tidak cakap, menunda-nunda pekerjaan dan suka menghambat. Tipe

agresif menpunyai sifat sensitif, suka merusak, dan mudah tersinggung,

dengan sifat dasar ketergantungan untuk membedakan perilaku tersebut dari

kepribadian antisosial. Karakteristik dari dua tipe terakhir kemudian

digabungkan dalam DSM II, yang mana gejala PAPD termasuk menghalangi-

halangi pekerjaan, mencibir, menunda-nunda pekerjaan, sengaja tidak cakap,

dan keras kepala di mana setiap hal tersebut menggambarkan sifat tidak suka

berteman yang tidak bisa ditunjukkan secara terbuka (Hopwood, 2012).

3
B. GANGGUAN KEPRIBADIAN SADISTIK DAN NEGATIFISTIK

1. Gangguan Kepribadian Sadistik (Sadistic Personality Disorder,

SPD)

a) Definisi

DSM III R mendefinisikan SPD sebagai pola perilaku kejam,

mengatur, dan agresif terhadap orang lain, yang diarahkan terhadap

lebih dari satu orang dan tidak hanya demi tujuan rangsangan seksual

(Myers, 2006).

b) Kriteria Diagnostik

Delapan kemungkinan kriteria telah digambarkan, dengan dengan

munculnya empat atau lebih dibutuhkan untuk diagnosis Secara

kontras, DSM IV mendefinisikan ASPD (Antisocial Personality

Disorder) sebagai suatu pola tidak menghargai dan melanggar hak

orang lain. Perlu dicatat bahwa sementara SPD dan ASPD memiliki

banyak kriteria diagnostik yang sama, misalnya melanggar hukum,

kegagalan menyesuaikan dengan norma sosial, suka berbohong,

memanfaatkan orang lain, dan kekerasan, tujuan untuk tindakan ini

dilakukan berbeda antara dua diagnosis tersebut (Myers, 2006).

Kriteria Diagnostik DSM III R untuk Gangguan Kepribadian

Sadistik (Myers, 2006).

4
1. Suatu pola perilaku kejam, merendahkan dan perilaku aggresif,

diawali dari dewasa muda, sebagaimana diindikasikan oleh

kejadian berulang dari setidaknya empat dari berikut ini:

a. Telah menggunakan kekejaman fisik atau kekerasan dengan

tujuan menetapkan dominasi dalam suatu hubungan (tidak

hanya untuk mendapatkan tujuan noninterpersonal, seperti

menyerang seseorang untuk merampoknya)

b. Mempermalukan atau merendahkan orang di hadapan orang

lain

c. Telah menangani atau mendisiplinkan seseorang di bawah

kendalinya dengan keras secara tidak wajar (misalnya, anak,

siswa, narapidana, atau pasien)

d. Terpesona oleh, atau merasa senang, atas penderitaan makhluk

lain secara fisik ataupun psikologis (termasuk hewan)

e. Pernah berbohong dengan tujuan menyakiti atau memicu rasa

sakit pada orang lain (tidak hanya untuk mencapai tujuan

tertentu)

f. Membuat orang lain melakukan apa yang dia inginkan dengan

menakuti mereka (melalui intimidasi bahkan ancaman)

g. Membatasi pengaruh orang yang dekat dengannya (misalnya,

dengan tidak membolehkan istri meninggalkan rumah

sendirian atau mengizinkan anak usia remaja untuk menghadiri

kegiatan sosial)

5
h. Terpesona oleh kekerasan, senjata, bela diri, cedera, atau

penyiksaan)

2. Perilaku pada 1 tidak diarahkan hanya pada satu orang (misalnya,

istri, anak dan tidak semata untuk kesenangan seksual

(sebagaimana pada Sadisme Seksual)) (Myers, 2006).

c) Penanganan

Farmakoterapi untuk sifat agresif dapat dipisahkan menjadi fase

akut dan kronik. Tujuan untuk penanganan perilaku agresif akut, yang

mana secara umum diinisiasi di Departemen kegawatdaruratan atau

pada pasien yang tidak sabar, eliminasi untuk perilaku agresif untuk

keamanan pasien dan staf. Dalam farmakoterapi agresi akut,

terjadinya sedasi diperbolehkan dan bahkan diinginkan sementara hal

tersebut merupakan efek samping yang tidak ditolerir dalam

pengobatan agresi kronik. Adapun obat-obat pengobatan agresif

kronik yaitu (Lane, 2011):

1. Antipsikotik

Terdapat beberapa data untuk mendukung efek spesifik anti

agresif untuk setidaknya beberapa pengobatan antipsikotik

generasi kedua (Lane, 2011).

a) Dalam suatu meta-analisis didapatkan kesimpulan bahwa

risperidon pada 1 dan 2 mg sehari menghasilkan

perkembangan yang signifikan dalam pada pasien demensia

yang agresif. Lebih jauh lagi, pada pasien dengan skizofrenia,

6
terdapat bukti bahwa risperidon bisa menurukan agresi dalam

derajat yang lebih besar dibandingkan pengobatan

antipsikotik generasi pertama. Efek samping utama risperidon

terkait dengan gejala-gejala ekstrapiramidal, ortostatis dan

sedasi. Sebagai tambahan selain risperidon, olanzapin

menghasilkan perbaikan yang signifikan pada terhadap

pasien demensia yang agresif pada dosis 5-10 mg per hari

(Ballard dan Howard, 2006).

b) Salah satu antipsikotik generasi kedua yang memiliki bukti

tambahan untuk mengurangi agresi terlepas dari efek sedasi

yaitu klozapin. Klozapin dapat mengurangi terjadinya

kekerasan dan perilaku agresif pada pasien skizofrenia dan

gangguan psikiatri lainnya. Sebagai tambahan terhadap efek

samping pengobatan antipsikotik generasi kedua lainnya,

klozapin juga memiliki risiko berpotensi reduksi letal sel

darah putih yang membatasi penggunaannya pada pasien

yang sulit disembuhkan dengan obat-obatan lainnya (Lane,

2011 dan Frogley 2012).

2. Litium

Salah satu penelitian double blind, placebo controlled trial

bertujuan melihat pengaruh litium terhadap anak dan remaja

dengan perilaku agresi, 40 orang (usia 10-17 tahun, median 12,5

tahun), tanpa riwayat pengobatan untuk kelainan psikiatri

7
ditangani dengan litium atau plasebo selama 4 minggu. Hasil dari

penelitian tesebut menunjukkan bahwa subyek yang ditangaai

dengan litium memiliki penurunan perilaku agresif yang

signifikan dibandingkan dengan subyek dengan plasebo (p =

0,04). Efek samping litium termasuk mual, muntah dan poliuria

(Lane, 2011 dan Malone, 2000).

3. Antikonvulsan

Salah satu double blind placebo controlled trial pertama

antikonvulsan untuk agresi dilakukan untuk membandingkan

fenitoin terhadap plasebo pada narapidana dengan perilaku

kekerasan. Dalam penelitian, subyek ditangani dengan 300 mg

fenitoin dalam dosis terbagi. Hasil penelitian bahwa narapidana

yang memiliki sifat agresi impulsif menunjukkan suatu penurunan

signifikan perilaku agresif dibandingkan plasebo, tetapi tidak ada

perubahan pada agresi sebelum pemberian obat (Lane, 2011 dan

Barrat, 1997).

Pada tahun 2005, hasil penelitian dipublikasikan yang

merupakan double blind, randomized, placebo-controlled,

parallel group design hasil dari selama 8 minggu pada 29 pasien

yang mana mereka membandingkan plasebo terhadap fenitoin,

valproat dan karbamazepin. Semua antikonvulsan mengurangi

agresi secara signifikan, tetapi fenitoin terlihat lebih cepat onset

kerjanya dan respon lebih konsisten (Hesellink, 2017).

8
4. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Fluoxetin merupakan yang obat yang paling luas diteliti

untuk agresi. Dua penelitian melaporkan menurunkan kemarahan

dan agresi verbal pada pasien dengan gangguan kepribadian

(Salzman dkk, 1995 dan Coccaro dkk, 1997).

Penelitian lain menggunakan fluvoxamin menunjukkan

bahwa terdapat suatu penurunan dalam perubahan suasana hati

(mood) pada pasien gangguan kepribadian borderline

dibandingkan plasebo tetapi tidak ada perubahan signifikan dalam

aggression score (Rinne dkk, 2002).

Penelitian yang lebih baru melaporkan bahwa citalopram

menghasilkan penurunan yang signifikan dalam rasa kemarahan

dan permusuhan pada pasien dengan hostility score yang tinggi

tetapi dalam keadaan sehat (Kamarck, 2009).

5. Beta Bloker

Penelitian meta-analisis Cochrane terbaru dari randomized

clinical trial untuk agresi dan agitasi setelah cedera otak

menyimpulkan bahwa bukti terbaik kemanjuran dalam

penanganan agresi dan agitasi pada pasien dengan cedera otak

adalah beta bloker (Fleminger, 2006).

9
2. Gangguan Kepribadian Negatifistik/Pasif-Agresif (Negativistic

Personality Disorder, NEPD/Passive Aggressive Personality Disorder,

PAPD)

a) Definisi

Penyimpanan PAPD dalam DSM III bersifat kontroversial karena

diyakini bahwa gejala pasif agresif mencerminkan respon perilaku

spesifik terhadap situasi tertentu dibandingkan suatu sindrom

kepribadian secara luas. Gejala termasuk resistensi untuk memenuhi

aktivitas sosial ataupun okupasional yang adekuat dalam bentuk

menunda-nunda perkerjaan, suka membuang-buang waktu, keras

kepala, tidak cakap yang disengaja dan pelupa. Dalam DSM III,

kriteria PAPD diperluas untuk memasukkan lebih banyak emosi

negatif misalnya suka bersungut-sungut, sensitif, dan suka membantah

sebagai tambahan terhadap perilaku pasif agresif, dan kriteria eksklusi

dibuang (Hopwood, 2012).

b) Kriteria Diagnostik

Dalam DSM IV, kriteria diagnostik diperluas lebih jauh, kelainan

dinamakan ‘negatifistik’ (NEGPD); dan dilampirkan. Millon, 1993,

menawarkan beberapa alasan pemikiran, termasuk bahwa a) kelainan

tidak mendapatkan penerimaan yang cukup dalam literatur klinis, b)

isinya terlalu sempit dan terkait perilaku, c) perilaku pasif agresif

terlalu situasional untuk merefleksikan suatu sindrom, d) sebutan

menyebutkan adanya dorongan khusus pada waktu kriteria gangguan

10
kepribadian digambarkan, dengan demikian diagnosis masih

membutuhkan kesimpulan klinis dan e) PAPD tumpang-tindih dengan

banyak kelainan lainnya (Hopwood, 2012).

Kriteria Diagnostik DSM III R untuk Gangguan Kepribadian

Negatifistik (Hopwood, 2012).

1. Resistensi pasif dalam melaksanakan tugas rutin sosial dan

okupasional,

2. Mengeluh susah dimengerti

3. Suka membantah petugas berwenang dalam perilaku tidak

beralasan dan merusak diri sendiri.

4. Perasaannya suka berubah-rubah dan suka bertengkar.

5. Cemburu dan ketidaksukaan terhadap keberuntungan relatif

orang lain.

6. Keluhan berlebihan terhadap kemalangan diri sendiri.

7. Pergantian sikap antara tidak suka berteman dan merasa sedih

(Hopwood, 2012).

c) Penanganan

Terdapat kesepakatan bahwa pasien dengan gangguan

kepribadian pasif-agresif, yang datang untuk pengobatan datang

mencari pereda gejala tanpa mencari tahu akar dari penyebab gejala

tersebut. Pengobatan paling baik disimpan sebagai pereda gejala pada

saat saat tertentu (Andrews dkk, 1991).

11
1. Klozapin

Satu penelitian mengevaluasi pengaruh klozapin terhadap

gejala negatif pada pasien defisit dan non defisit. Klozapin hanya

efektif untuk mengobati gejala negatif pada non defisit (Brier dkk,

1994).

VA Cooperative Study mengevaluasi pasien selama lebih dari

periode setahun dan tidak menemukan bahwa klozapin memiliki

efek independen pada gejala negatif. Perbandingan selama 29

minggu klozapin dan haloperidol juga gagal mendapatkan

manfaat untuk klozapin pada gejala negatif (Rosenheck dkk,

1999).

Penelitian pada klozapin menunjukkan bahwa obat tersebut

memiliki manfaat terhadap gejala negatif yang mungkin

merupakan efek sekunder terhadap gejala ekstrapiramidal atau

mengobati gejala positif secara tidak adekuat. Tampaknya, tidak

efektif untuk gejala negatif primer (Arango, 2013).

2. Amisulpride

Empat penelitian mengevaluasi monoterapi amisulpride

dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan predominan

gejala negatif. Semua penelitian menunjukkan perbaikan

signifikan pada gejala negatif dibandingkan dengan plasebo (Loo

dkk, 1997, Danion dkk, 1999, dan Moller, 2001).

12
Satu penelitian mengevaluasi dua dosis olanzapin (5 dan 20

mg), 150 mg amisulpride, dan plasebo pada 244 pasien dengan

gejala negatif predominan. Kelompok olanzapin 5 mg

menunjukkan perbaikan yang lebih besar pada plasebo pada

gejala negatif, tetapi tidak ada amilsupride (Lecrubrier dkk,

2006).

3. Asenafin

Eksperimen trial pada pasien dengan eksaserbasi akut

menunjukkan bahwa asenafin lebih efektif dibandingkan

risperidone dan haloperidol untuk gejala negatif (Potkin dkk,

2007, Kane dkk, 2010).

4. Antidepresan

Suatu meta analisis mengevaluasi efek kemanjuran

antidepresan adjuvant terhadap terapi antipsikotik. Meskipun

banyak laporan kasus dan eksperimen di mana antidepresan

ditambahkan terhadap antipsikotik, hanya percobaan

menggunakan kriteria gejala negatif dan menggunakan metode

double blind untuk membandingkan antidepresan terhadap

plasebo yang dimasukkan. Hasilnya mendukung beberapa

manfaat antidepresan pada pasien dengan gejala negatif prominen

(Singh, 2010).

5. Minosiklin

13
Minosiklin merupakan antibiotic tetrasiklin dengan

munculnya perhatian untuk efek neuroprotektifnya terhadap

neurotoksisitas glutamat dalam kultus sel dan pada model

pengerat yang mengalami gangguan neurodegeneratif (Arango,

2013).

Hasil penelitian dilakukan untuk mengevaluasi efek

minosiklin. Total 54 pasien dengan nilai PANSS (Positive and

Negative Syndrome Scale) lebih dari nilai dasar 60 secara acak

menerima minosiklin (36 orang) atau plasebo (18 orang) adjuvant

terhadap terapi antipsikotik atipikal. Pasien yang diobati dengan

minosiklin menunjukkan perbaikan yang lebih besar dalam gejala

negatif diukur dengan SANS (Scale for Assesment of Negative

Symptomps) dibandingkan dengan plasebo (Levkovitz, 2010).

6. Agonis Dopamin

Selegline, obat monoamine oxidase-B inhibitor yang secara

selektif meningkatkan aktivitas dopaminergik, telah ditunjukkan

menurunkan gejala negatif pada skizofrenia pada penelitian open-

label (Bodkin dkk, 1996), dan pada double blind, placebo

controlled studies (Bodkin dkk, 2005, Amiri dkk, 2008),

meskipun juga ada temuan negatif (Jungerman, 1999).

Lisdexamfetamin, dievaluasi dalam suatu open label study

selama 10 minggu yang stabilkan pada obat antipsikotik.

14
Lisdexamfetamine efektif untuk mengurangi gejala negatif pada

skor PANSS (Arango, 2013 dan Lasser dkk, 2013).

Modafinil, suatu stimulant yang secara ringan menghambat

transporter dopamine dan norepinefrin, telah ditemukan

memperbaiki gejala negatif dalam double-blind trial ketika

ditambahkan ke risperidone (Arbabi dkk, 2010)..

7. Agen kolinergik

Suatu cochrame meta-analisis beberapa penelitian yang

diterbitkan sampai 2009 mengusulkan manfaat inhibitor

antikolinesterase ditambah antipsikotik dibandingkan antipsikotik

dan plasebo pada gejala negatif pada PANSS (Singh dkk, 2012).

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Andrews, G dkk. Treatment Outlines For Avoidant, Dependent And


Passive-Aggressive Personality Disorders. Australian and New Zealand
Journal of Psychiatry. 1991 ; 404-411
2. Arango, Celso dkk. Pharmacological approaches to treating negative
symptoms: A review of clinical trials. Schizophrenia Research. 2013.
(150) : 346–352
3. Ballard, C dan Howard R. Neuroleptic drugs in dementia: benefits and
harm. Nature Reviews Neuroscience. 2006. 7 (6) : 492–500.
4. Coccaro EF dkk. Fluoxetine and Impulsive Aggressive Behavior in
Personality-Disordered Subjects. Archive of General Psychiatry. 1997. 54
(12) :1081–1088
5. Crocq MA. Milestone in the History of Personality Disorders. Dialogues in
Clinical Neuroscience. 2013. 15 (2): 47-53
6. Danion, J.M., Rein,W., Fleurot, O., 1999. Improvement of Schizophrenic
Patients with Primary Negative Symptoms Treated with Amisulpride.
Amisulpride Study Group. American Journal Psychiatry. 156, 610–616.
7. Fleminger S, Greenwood RJ, Oliver DL. Pharmacological Management for
Agitation and Aggression in People with Acquired Brain Injury. Cochrane
Database of Systematic Review. 2006. (4) : CD003299.
8. Frogley, C dkk. A Systematic Review of the Evidence of Clozapine's Anti-
Aggressive Effects. International Journal of
Neuropsychopharmacology. 2012. 15 (9) : 1351-1371
9. Hesselink, JMK. Repurposing Phenytoin As An Anti-Aggression Drug:
Clinical Evidence. Neurological Disorder Therapy. 2017. 1 (4) : 1-5
10. Hopwood CJ dan Wright AGC. Comparrison of Passive Aggresive and
Negativistic Personality Disorders. Journal of Personal Assessment. 2012
94(3): 296–303.
11. Lane, SD dkk. Neuropsychiatry Aggression. Neurologic Clinics. 2011.
29(1): 49

16
12. Loo, H dkk. Amisulpride versus Placebo in the Medium-Term Treatment of
the Negative Symptoms of Schizophrenia. British Journal Psychiatry. 1997.
170 : 18–22.
13. Lecrubier, Y dkk. The Treatment of Negative Symptoms and Deficit States
of Chronic Schizophrenia: Olanzapine Compared To Amisulpride and
Placebo in a 6-Month Double-Blind Controlled Clinical Trial. Acta
Psychiatrica Scandinavia. 2006. 114 : 319–327.
14. Levkovitz, Y, dkk. a Double-Blind, Randomized Study of Minocycline for
the Treatment of Negative and Cognitive Symptoms in Early-Phase
Schizophrenia. The Journal of Clinical Psychiatry. 2010. 71 : 138–149.
15. Malone, RP. A Double-Blind Placebo-Controlled Study of Lithium in
Hospitalized Aggressive Children and Adolescents With Conduct Disorder.
Archives of General Psychiatry. 2000. 57 (7) : 649-654
16. Moller, H.J. Amisulpride: Efficacy in The Management of Chronic Patients
with Predominant Negative Symptoms of Schizophrenia. European
Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience. 2001. (251) : 217–224.
17. Myers WC dkk. Sadistic Personality Disorder and Comorbid Mental Illness
in Adolescent Psychiatric Inpatients. Journal of American Psychiatry and
The Law. 2006. 34 (1) : 61-71
18. Rinne, T dkk. SSRI Treatment of Borderline Personality Disorder: a
Randomized, Placebo-controlled Clinical Trial for Female Patients with
borderline personality disorder. American Journal of Psychiatry. 2002 : 159
(12) : 2048–2054.
19. Rosenheck dkk. Impact of Clozapine on Negative Symptoms and on the
Deficit Syndrome in Refractory Schizophrenia. Department of Veterans
Affairs Cooperative Study Group on Clozapine in Refractory Schizophrenia.
American Journal of Psychiatry. 1999. 156 : 88–93.
20. Potkin, S.G. dkk. Efficacy and Tolerability of Asenapine in Acute
Schizophrenia: a Placebo-Andrisperidone-Controlled Trial. Journal Clinical
Psychiatry. 2007. 68 : 1492–1500.
21. Kane, J.M. dkk. Armodafinil as Adjunctive Therapy in Adults with

17
Cognitive Deficits Associated with Schizophrenia: a 4-Week, Double-Blind,
Placebo-Controlled Study. The Journal of Clinical Psychiatry. 2010. 71 :
1475–1481.
22. Salzman C dkk. Effect of Fluoxetine on Anger in Symptomatic Volunteers
With Borderline Personality Disorder. Journal of Clinical
Psychopharmacology. 1995. 15 (1) : 23–29.
23. Singh, S.P. dkk. Efficacy of Antidepressants in Treating the Negative
Symptoms of Chronic Schizophrenia: Meta-Analysis. British Journal
Psychiatry. 2010. 197 : 174–179.
24. Amiri, A ddk. Efficacy of Selegiline Add On Therapy to Risperidone in the
Treatment of The Negative Symptoms of Schizophrenia: A Double-Blind
Randomized Placebo-Controlled Study. Human Psychopharmacology.
2008. 23 : 79–86.
25. Bodkin, J.A dkk. Treatment of Negative Symptoms In Schizophrenia And
Schizoaffective Disorder by Selegiline Augmentation of Antipsychotic
Medication. a Pilot Study Examining The Role of Dopamine. Journal
Nervous Mental Disorder. 1996. 184 : 295–301.
26. Bodkin, J.A dkk Double-blind, Placebo Controlled, Multicenter Trial Of
Selegiline Augmentation Of Antipsychoticmedication To Treat Negative
Symptoms In Outpatients With Schizophrenia. American Journal
Psychiatry 2005. 162 : 388–390.
27. Jungerman, T. dkk. Deprenyl Augmentation for Treating Negative
Symptoms of Schizophrenia: a Double-Blind, Controlled Study. Journal
Clinical Psychopharmacology. 1999. 19 : 522–525.
28. Lasser, R.A. dkk. Adjunctive Lisdexamfetamine Dimesylate Therapy in
Adult Outpatients with Predominant Negative Symptoms of Schizophrenia:
Open-Label and Randomized-Withdrawal Phases.
Neuropsychopharmacology. 2013.
29. Arbabi, M dkk. A Placebo-Controlled Study of the Modafinil Added to
Risperidone in Chronic Schizophrenia. Psychopharmacology. 2012. 220,
591–598

18
30. Singh, J dkk. Acetylcholinesterase Inhibitors for Schizophrenia. 2012.
Cochrane Database Syst. Rev. 1 (CD007967).

19

Anda mungkin juga menyukai