Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI HEWAN

AMPHIBI BAGIAN DALAM

(Rana speciosa)

Oleh:

MARIA NENDYA
183112620150128

LABORATORIUM ZOOLOGI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
PENDAHULUAN

Amphibi diambil dari bahasa Yunani dimana Amphi artinya dua dan Bios artinya
hidup. Amphibi memiliki karakteristik dengan kulit yang lembab, tidak ditutupi rambut
dan mampu hidup di air maupun di darat. Sehingga amphibi sering disebut hewan yang
memiliki dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan air. Hewan ini umumnya memiliki
siklus hidup awal di perairan kemudian siklus hidup keduanya berada di daratan (Zug,
1993). Pengelompokan mahluk hidup disebut sebagai klasifikasi dan ilmu yang
mempelajari klasifikasi adalah taksonomi. Klasifikasi merupakan pengelompokan
berdasarkan pada perbedaan dan persamaan karakteristik mahluk hidup. Untuk
melakukan pengelompokan diperlukan beberapa dasar diantaranya morfologi, anatomi,
fisiologi, hingga filogeni (Astuti, 2007).
Amphibi adalah hewan mampu hidup dengan bentuk kehidupan yang mula-mula
di air tawar kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air terjadi sebelum
alat reproduksi masak (fase berudu). Pada fase inilah terlihat perbedaan sifat antara pisces
dan reptilia. Sifat ini menunjukkan bahwa Amphibi merupakan kelompok chordata yang
pertama kali hidup di daratan. Namun terdapat beberapa pola baru untuk amphibi dalam
menyesuaikan dirinya di kehidupan darat, seperti terdapatnya organ kaki, paru-paru,
nares (hidung) yang mempunyai hubungan dengan cavum oris dan alat penghidupan yang
berfungsi dengan baik di dalam air maupun di darat (Jasin, 1989).
Amphibi dapat diklasifikasikan kedalam tiga ordo yaitu Caudata atau
Salamander, Cecilia atau Gymnopiona, dan Anura (Ario, 2010). Anura terdiri dari katak
dan kodok dengan jumlah ordo yang cukup banyak dan jumlah spesies sebanyak 5.208
spesies. Katak mudah diidentifikasi dari tubuhnya yang khas yaitu mempunyai empat
kaki, leher yang tidak jelas, mata relatif besar, permukaan kulit berlendir dan licin (Stuarte
et al., 2008). Secara morfologi tubuh katak terdiri dari kepala (caput), badan (truncus),
dan leher (cervic) yang belum tampak jelas. Pada kulit katak, sebagian dari kulitnya akan
terlepas dari otot yang ada didalamnya kecuali pada tempat-tempat tertentu, sehingga
bagian dalam tubuh katak berupa rongga-rongga yang berisi cairan limfa subkutan. Katak
dewasa mempunyai mulut lebar dan lidah yang lunak yang melekat pada bagian depan
rahang bawah. Sedangkan pada bagian pernafasan katak dilakukan melalui epitel, mulut,
dan larynxs. Organ tubuh seperti bibir, mata, dan kelenjar pada katak yang berfungsi
dalam menjaga kelembaban juga ikut berkembang (Djuanda, 1982).
Katak yang merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm) memiliki
karakteristik diantaranya yaitu tubuh diselubungi kulit yang berlendir, memiliki jantung
yang terbagi menjadi tiga ruangan (dua serambi dan satu bilik), memiliki dua pasang kaki,
serta pada setiap kakinya terdapat selaput renang yang terdapat diantara jari-jari kakinya
dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang, matanya mempunyai selaput
tambahan yang disebut membran niktitans yang sangat berfungsi waktu menyelam,
pernafasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat pernafasannya
berupa paru-paru dan kulit yang hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk
kedalam rongga mulut ketika menyelam, dan berkembangbiak dengan cara melepaskan
telurnya dan dibuahi oleh yang jantan diluar tubuh induknya atau pembuahan eksternal
(Darmawan, 2008).
Berdasarkan uraian diatas maka pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai
kelompok Chordata yaitu katak (Rana sp). Untuk lebih memahami tentang stuktur tubuh
katak (Rana sp) maka praktikum kali ini akan dilakukan pengamatan bagian dalam dari
katak dengan cara mengiris preparat (sectio) dan membandingkan organ atau sistem
organnya. Sehingga dalam praktikum kali ini bertujuan untuk dapat mengenal sistem
organ tubuh ikan seperti sistem integumen, sistem otot, sistem pernapasan, sistem
pencernaan, dan sistem reproduksi.
KLASIFIKASI Rana sp

Klasifikasi katak (Rana sp) menurut Soewasono (1980) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub-phylum : Vertebrata

Classis : Amphibia

Ordo : Anura

Sub-ordo : Phaneroglossa

Familia : Ranidae

Genus : Rana

Species : Rana sp
PENGAMATAN

S. pectoralis Septum
pectorale

S. submandibularis

Gambar 1a. Saccus lymphaticus subcutaeus


S. femoralis
S. abdominalis

Septum
abdominale S. cruralis

S. lateralis

Gambar 1b. Saccus lymphaticus subcutaeus

m. submandibularis
m. sternoradialis
m. subhyoideus
m. rectus
p. scapularis abdominis

p. episternalis Linea alba

Inscriptiones m. triceps femoris


tendineae
m. sartorius

m. adductor magnus

Gambar 2a. Systema musculare bagian facies ventralis m. rectus internus


major
m. depressor
mandibulae

m. dorsalis
scapulae
m. spinalis

m. latissimus
dorsi m. ileocostalis

m. longissimus
m. coccygeoscralis dorsi

m. coccygeoiliacus
m. obliquus
abdominis
externus

m. iliacus externus

Gambar 2b. Systema musculare bagian facies dorsalis


Cor
Hepar
Vesica fellea
Pulmo

Ventriculus
Intestinum

Cloaca
Lien

Ovarium

Gambar 3. Topografi katak

bronchus

pulmo

Gambar 4. Systema respiratorium

Gambar 5. Cor/jantung (systema cardiovasculare)


Intestinum
crassum
Intestinum
tenue

Ventriculus

Gambar 6a. Systema digestorium

Lobus sinister
Lobus dexter
Vesica fellea

Gambar 6b. Hepar (systema digestorium)

oviduct
cloaca
ovarium

Gambar 7. Systema urogenitale


HASIL PENGAMATAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan preparat katak (Rana sp) dengan
metode sectio yaitu pengamatan dengan membedah untuk lebih memahami tentang
stuktur tubuh bagian dalam dari katak. Katak memiliki karakteristik kulit yang licin,
terdapat glandulae, dan tidak bersisik (Soewasono, 1980). Berdasarkan hasil pengamatan
kulit katak tidak melekat erat pada jaringan disebelah dalamnya, melainkan terpisah oleh
ruang-ruang yang terisi dengan cairan lymphe. Dimana ruang-ruang tersebut disebut
sebagai saccus lymphaticus subcutaneus yang terdiri dari saccus submandibularis, saccus
pectoralis, saccus brachialis, saccus abdominalis, saccus lateralis, saccus femoralis,
saccus crucalis, saccus dorsalis (Gambar 1a dan 1b).
Setelah membuka kulit dari katak, maka didapati susunan otot-otot diantaranya
mulai dari facies ventralis hingga facies dorsalis. Pada bagian facies ventrasil dapat
ditemukan musculus submandibularis yang berorigo dan berinsertio pada mandibula sisi
kiri kanan (Gambar 2a). Bagian berikutnya yaitu musculus sternoradialis yang berorigo
pada sternum dan berinsertio pada tulang radio-ulna, musculus deltoideus, yang
berinsertio pada humerus dimana terdiri dari dua bagian pars episternalis dan pars
scapularis. Bagian selanjutnya yang ditemukan adalah musculus rectus abdominis yang
lebar memanjang dari sternum sampai palvis. Sementara pada bagian facies dorsalis dapat
ditemukan m. depressor mandibulae, m. dorsalis scapulae, m. latissimus dorsi, m.
spinalis, m. longissimus dorsi, m. ileccostalis, m. coccygeoiliacus, m. coccygeosacralis,
dan m. iliacus externus (Gambar 2b). Setelah otot-otot disebelah ventral telah disisihkan
semua dan sternum serta clingulum pectorala telah dipotong, maka didapati cor (jantung),
hepar, ventriculus, intestinum, ovarium, pulmo, cloaca, vesica fellea, dan lien (Gambar
3).
Alat pernapasan pada katak dapat berupa paru-paru, kulit dan insang. Pada saat
berbentuk larva (berudu), katak bernapas menggunakan insang luar. Kemudian pada saat
menjadi berudu alat pernapasan yang digunakan adalah insang eksternal dan insang
internal. Sedangkan pada katak dewasa alat pernapasan yang digunakan adalah paru-paru.
Berdasarkan pengamatan pada bagian dalam katak ditemukan alat-alat seperti bronchus
dan pulmo yang termasuk ke dalam sistem pernapasan (systema respiratorium) (Gambar
4). Dimana jalannya udara pernapasan pada katak dimulai dari nares anterior -> cavum
nasi -> nares posteriores -> cavum oris -> larynx -> bronchus -> pulmo. Pulmo memiliki
ciri berbentuk seperti kantong elastis, pada dinding sebelah dalam ditemukan adanya
lipatan sehingga permukaan menjadi semakin luas. Menurut (Judha et al, 2012)
pertukaran gas juga dapat terjadi melalui kulit dan permukaan cavum oris. Pada
permukaan dinding dalam terdapat kapiler-kapiler darah yang berfungsi mengangkut O2
dari paru-paru ke jaringan-jaringan lain dan melepas CO2 ke paru-paru.
Pada pengamatan sistem kardiovaskular ditemukan organ yaitu cor (jantung) yang
berada dalam suatu kantong tipis bernama pericardium (Gambar 5). Di dalam pericardium
terdapat cairan liquor pericardii yang berguna untuk mengurangi geseran antara cor dan
pericardium. Sistem kerja jantung bagian kiri dan kanan bekerja secara bersamaan
memompa darah dengan suatu pola yang bersambung secara terus menerus yang
membuat darah terus mengalir menuju jantung, paru-paru dan seluruh tubuh.
Pada pengamatan sistem pencernaan (systema digestorium) katak ditemukan alat-
alat seperti hepar, vesical fellea, duodenum, intestinum, dan ventriculus (Gambar 6a dan
6b). Systema digestorium dibedakan menjadi tractus digestivus dan glandula digestoria.
Pada tractus digestivus tersusun atas cavum oris, pharynx, esophagus, ventriculus,
intestinum. Sedangkan pada glandula digestoria terdiri dari hepar, vesica fellea, dan
pancreas. Menurut (Radiopoetro, 1997) saluran pencernaan makanan pada katak berakhir
melalui rectum dan bermuara pada cloaca. Alat pencernaan katak yang tampak dari luar
adalah cavum oris, yang dibatasi oleh maxilla dan mandibular serta oysoid kemudian
dilanjutkan dengan pharynk, oesophagus, ventriculus, dan intestine yang terletak dalam
rongga tubuh.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sistem reproduksi katak betina dapat
ditemukan sepasang ovarium yang terdapat dibagian belakang rongga tubuh dan dapat
menghasilkan sel kelamin betina berupa ovum.Selain itu juga ditemukan adanya sepasang
oviduct dan cloaca. Menurut (Susanto, 1994) katak betina pada musim kawin, ovum yang
telah matang yang dihasilkan oleh ovarium akan diteruskan menuju saluran yang disebut
oviduct. Pada bagian posterior oviduct yang membesar akan membentuk uterus.
Selanjutnya telur dikeluarkan melalui cloaca keluar dari tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ario A. 2010. Panduan Lapangan Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Jakarta: Consevation International Indonesia.

Astuti LS. 2007. Klasifikasi Hewan. Kawan Pustaka.

Darmawan B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi Kasus di


Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Skripsi.
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas kehutanan.
Institut pertanian Bogor: Bogor.

Djuanda T. 1984. Analisa Struktur Vertebratae Jilid I. Bandung : Americo.

Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali LIPI Seri Panduan Lapangan. Bogor:
Puslitbang LIPI.

Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan. Surabaya: Sinar Wijaya.

Judha, Mohamad, et al. 2012. Anatomy & Physiology e.d. rev. Yogyakarta : Goysen
Publishing.

Radiopoetro. 1997. Zoology. Jakarta: Erlangga.

Soewasono R. 1980. Diktat asistansi praktikum zoologi/anatomia comparative.


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Stuarte S, Michael H, Janice C, Neil C, Richard B, Pavithra R, Bruce Y. 2008. Threatened


Amphibians of The World. USA: Conservation International.

Susanto H. 1994. Budidaya Kodok Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

Zug GR. 1993. Herpetology: an Introduction Biology of Ampibians and Reptiles. London
: Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai