Anda di halaman 1dari 23

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

Makalah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan

Klinik Senior Bagian Penyakit Kandungan

RSU Haji Medan

Pembimbing :

dr. H. Muslich Parangin-angin, Sp.Og

Disusun Oleh :

Eva Fahresa (20360…)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PENYAKIT


KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

SUMATERA UTARA

2021
2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan nikmat dan
karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas paper ini. Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad shalallahu
‘alaihiwasallam, yang telah membawa manusia dari zaman jahiliah ke alam yang penuh
ilmu pengetahuan ini.

Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah subhanahuwata’ala,


penulis dapat menyelesaikan tugas paper yang berjudul “Ketuban Pecah Dini” Dalam
penyusunan paper ini, penulis mendapatkan beberapa hambatan serta kesulitan. Akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hal tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan paper ini, terutama kepada yang terhormat dr. H.
Muslich Parangin-angin, Sp.Og selaku pembimbing. Semoga segala bantuan yang
penulis terima akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah subhanahuwata’ala.

Adapun penulisan tugas paper ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Penyakit Kandungan di
Rumah Sakit Umum Haji, Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan


jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang ditujukan untuk membangun.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan ...............................................................................................................4
1.4 Manfaat .............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
2.1 Anatomi Ketuban...............................................................................................5
2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini.............................................................................7
2.3 Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini..............................................................8
2.4 Etiologi Ketuban Pecah Dini.............................................................................8
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini.............................................9
2.6 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini......................................................................11
2.7 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini................................................................13
2.8 Komplikasi Ketuban Pecah Dini ......................................................................15
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................16
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................16
3.2 Saran ................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda

– tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara

atau 5 cm pada multipara (Maryunani, 2013). Hal ini dapat terjadi pada kehamilan

aterm yaitu, pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada kehamilan

preterm yaitu sebelum usia kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2009). Ketuban

pecah dini merupakan salah satu kelainan dalam kehamilan. Ketuban pecah dini

merupakan masalah penting dalam ilmu obstetri, karena berkaitan dengan penyulit

yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan maternal maupun

terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin, sehingga hal ini dapat

meningkatkan masalah kesehatan di Indonesia (Soewarto, 2010).

Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua

kehamilan.Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19 %,

sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan

(Sualman, 2009). Kejadian ketuban pecah dini di Amerika Serikat terjadi pada

120.000 kehamilan per tahun dan berkaitan dengan resiko tinggi terhadap

kesehatan dan keselamatan ibu, janin dan neonatal (Mercer, 2003). Sebagian besar

ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau

persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar

85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematusitas. Ketuban

pecah dini merupakan salah satu penyebab prematuritas dengan insidensi 30 %

sampai dengan 40 % (Sualman,2009).

Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya, namun terdapat

1
beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan ketuban

pecah dini. Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu, paritas,

polihidramnion, inkompetensi serviks dan presentasi janin. Sedangkan yang

termasuk dalam faktor eksternal adalah infeksi dan status gizi. Beberapa penelitian

yang menunjukkan adanya keterkaitan dengan infeksi pada ibu. Infeksi dapat

mengakibatkan ketuban pecah dini karena agen penyebab infeksi tersebut akan

melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini dapat

menyebabkan perubahan dan pembukaan serviks, serta pecahnya selaput ketuban

(Sualman, 2009).

Selain infeksi yang terjadi terutama pada genitalia wanita, status gizi juga

diduga mempengaruhi selaput ketuban, karena penurunan asupan zat gizi terutama

protein akan menganggu proses metabolisme yang membutuhkan asam amino,

salah satunya pembentukan selaput amnion yang tersusun dari kolagen tipe IV. Hal

ini akan mengakibatkan rendahnya kekuatan selaput amnion dan meningkatkan

resiko ruptur (Funai, 2008).

Selanjutnya, faktor internal yang mungkin berpern pada kejadian ketuban pecah

dini, diantaranya usia ibu, paritas, dan polihidramnion, inkompetensi serviks dan

presentasi janin (Funai, 2008). Dalam penelitian terdahulu, diketahui bahwa

terdapat peningkatan resiko terjadinya ketuban pecah dini pada ibu dengan usia

lebih dari 30 tahun (Newburn-cook, 2005). Pada sumber lain dijelaskan bahwa,

usia ibu saat hamil yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan

usia beresiko (Rochjati, 2010).

Paritas diartikan sebagai jumlah kehamilan yang melahirkan bayi hidup dan

tidak terkait dengan jumlah bayi yang dilahirkan dalam sekali persalinan (Taber,

2012). Semakin tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun.

2
Hal ini akan meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan (Prawirohardjo,

2010).

Faktor obstetri berupa distensi uterus seperti polihadramnion dan inkompetensi

serviks (Susilowati, 2010). Polihidramnion merupakan cairan amnion yang

berlebihan, yaitu lebih dari 2000 ml (Gant, 2011). Komplikasi yang dapat timbul

oleh polihidramnion salah satunya adalah ketuban pecah dini. Hal ini terjadi karena

terjadinya peregangan berlebihan pada selaput ketuban (Taber, 2012).

Ketuban pecah dini juga mungkin terjadi akibat kondisi serviks yang

inkompeten. Serviks tidak mampu mempertahankan kehamilan sehingga selaput

ketuban menonjol keluar dari serviks dan dapat ruptur. Selanjutnya, faktor

presentasi dan letak janin juga diduga berperan dalam terjadinya ketuban pecah

dini, hal ini terjadi karena tekanan terhadap selaput ketuban menjadi tidak merata

jika janin tidak dalam presentasi kepala (Maryunani,2013).

Ketuban pecah dini pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) berada

pada level kompetensi 3A, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik,

memberi terapi pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat, menentukan

rujukan yang tepat bagi penanganan pasien selanjutnya dan mampu

menindaklanjuti setelah kembali dari rujukan.

Pada ibu dapat terjadi komplikasi berupa infeksi masa nifas, partus lama,

perdarahan post partum, bahkan kematian. Sedangkan pada janin, dapat timbul

komplikasi berupa kelahiran prematur, infeksi perinatal, kompresi tali pusat, solusio

plasenta, sindrom distres pada bayi baru lahir, perdarahan intraventrikular, serta

sepsis neonatorum (Caughey, 2008). Lebih lanjut Mitayani (2009) menyatakan

bahwa resiko infeksi pada ketuban pecah dini sangat tinggi, disebabkan oleh

3
organisme yang ada di vagina, seperti E. Colli, Streptococcus B hemolitikus, Proteus

sp, Klebsiella, Pseudomonas sp, dan Stafilococcus sp.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan ketupan pecah dini?

b. Faktor apa yang menyebabkan ketuban pesah dini?

c. Bagaimana cara penatalaksanaan ketupan pecah dini?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui apa yang

dimaksud dengan ketuban pecah dini hingga penatalaksanaannya.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan pada penderita ketuban Pecah dini

b. Mahasiswa dapat menambah wawasan baru mengenai angka kejadian penyakit

KPD

c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi

klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan KPD

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil laporan ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan

ilmu kebidanan, khususnya perihal ketuban pecah dini.

1.4.2 Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan informasi bagi rekan-rekan mahasiswa kedokteran universitas

malahayati mengenai ketuban pecah dini.

4
1.4.3 Manfat Bagi Penulis

Hal ini merupakan pengalaman yang dapat meningkatkan dan menambah

pengetahuan mengenai ketuban pecah dini

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Selaput Ketuban

Membran selaput ketuban terdiri dari amnion dan korion yang dihubungkan oleh

matriks ektraseluler. Lapisan membran ini akan mengelilingi kavum uteri. Selaput

ketuban ini akan berkembang seiring dengan perkembangan kehamilan, untuk

mengakomodasi peningkatan volume cairan ketuban dan berat janin. Epitel amnion

adalah lapisan terdalam yang berhubungan langsung dengan cairan amnion. Amnion

terdiri dari komponen epitelial dan mesenkimal. Lapisan sel epitel kuboid atau

kolumner akan melapisi kavum amnion.5,6 Korion leave disusun dari blastokista

yang berimplantasi pada kavum endometrium yang dilapisi oleh korion frondosum

dan desidua kapsularis. Suplai darah pada area ini akan mengalami restriksi dan villi

akan mengalami degenerasi, membentuk korion yang avaskular. Amnion akan

mengalami fusi dengan mesoderm dari korion dan akan membentuk amniokorion.

Desidua kapsularis akan berhubungan dengan korion, dan akan melapisi seluruh

kavum uteri pada kehamilan trimester kedua. Matriks ekstraseluler tersusun dari

protein fibrosa yang melekat pada gel polisakarida yang akan menyusun struktur

dari selaput amniokorion. Kekuatan dari membran amniokorion ini tergantung dari

tipe kolagen yang menyusun matrik ekstraseluler tersebut. Kolagen merupakan

penyusun utama struktur dari matriks ekstraseluler. Kekuatan utama selaput

amniokorion adalah dari kolagen interstisial tipe I dan III diikuti dengan sejumlah

kecil kolagen tipe V, VI, dan VII. Kolagen tipe IV yang terdapat pada membrana

basalis akan membantu pembentukan dari struktur protein non kolagen yang lain

(laminin, entacin, dan proteoglikan). Kolagen tipe IV ini berperan dalam

perkembangan matriks ekstraseluler. Kolagen tipe V dan VII merupakan kolagen

6
fibrilar minor, bersama kolagen tipe IV akan menjaga fungsi dari membrana

basalis.7,8

Gambar 1. Hubungan Membran Amniokorion, Desidua, dan Embrio Dikutip

dari Gravet8
Komponen non kolagen penyusun matriks ekstraseluler lain adalah laminin,

elastin, proteoglican, microfibril, fibronectin, decorin, plasminogen, dan integrin.

Kolagen pada matriks ekstraseluler akan mengalami remodeling selama proses

kehamilan untuk mengakomodasi peningkatan volume dan tekanan yang

ditimbulkan oleh proses kehamilan tersebut. Dalam 8 minggu terakhir persalinan,

proses remodeling ini akan berdampak pada penurunan jumlah kolagen dalam

selaput amnion.9,10,11

2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai

persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu (Gravett, 2009). Ketuban

pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan

kehamilan manapun (Arma, dkk 2015). Sedangkan menurut (Sagita, 2017) ketuban

7
pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah

kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini terjadi sebelum

proses persalinan berlangsung.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban (amnion dan korion) tanpa

diikuti persalinan pada kehamilan aterm atau pecahnya ketuban pada kehamilan

preterm. Berdasarkan usia kehamilan apabila keadaan tersebut terjadi pada usia

kehamilan ≥ 37 minggu disebut premature rupture of membrane (PROM),

sedangkan jika usia kehamilan < 37 minggu disebut dengan preterm premature
1,5
rupture of membrane (PPROM). Ketuban pecah dini terjadi pada 6-20% dari

seluruh kehamilan, dimana kurang lebih dua pertiga dari pasien dengan ketuban

pecah sebelum kehamilan 37 minggu akan bersalin dalam waktu 4 hari dan kurang

lebih 90% akan bersalin dalam waktu satu minggu.3,4

2.3 Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,

aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,

cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai

kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah

terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk

sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut

jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sunarti,

2017).

2.4 Etiologi Ketuban Pecah Dini

Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Gravett, 2007) yaitu

sebagai berikut:

8
a. Multipara dan Grandemultipara

b. Hidramnion

c. Kelainan letak: sungsang atau lintang

d. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)

e. Kehamilan ganda

f. Pendular abdomen (perut gantung)

Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai

penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD

mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu,

pembesaran uterus normal dan letak janin preskep.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini

Menurut (Morgan, 2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh

beberapa faktor meliputi :

a. Usia

Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap

kesiapan ibu selama kehamilan maupun mengahdapi persalinan. Usia untuk

reprosuksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah

atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan.

Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi,

karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkuarng kemampuannya dan

keelastisannya dalam menerima kehamilan (Sudarto, 2016).

b. Sosial ekonomi

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang

mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi kehidupannya. Pendapatan yang

9
meningkat merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya status

kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang

menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai

kebutuhan (BPS, 2005).

c. Paritas

Paritas merupakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama

sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu primipara,

multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru

pertama kali melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28 minggu atau

lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalalmi kehamilan dengan

usia kehamilan 28 minggu dan telah melahirkan buah kehamilan 2 kali atau lebih.

d. Anemia

Anemia pada kehamilan merupakan adalah anemia karena kekurangan zat

besi. Jika persendian zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi

persendian zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan

relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau

pengencangan dengan penigkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya

pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia

biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yang pada

trimester pertama dan trimester ke tiga.

Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin,

prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada

ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas,

ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini (Gravett, 2009).

10
e. Merokok

Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi

dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih dari

2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton,

sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat

menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah

dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Sinclair, 2003).

f. Riwayat KPD

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian ketuban

pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika menghadapi kondisi

kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban

pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat

penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya

ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami

KPD pada kehamilan menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya

akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD

sebelumnya karena komposisi membran yang semakin menurun pada kehamilan

berikutnya.

g. Tekanan intrauterin

2.6 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini

Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah tepi

robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat

kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh

11
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion

di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler

atau trofoblas (Mamede dkk, 2012).

Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan biokimia

yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan struktur,

jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada daerah di sekitar pecahnya selaput

ketuban diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced zone of exteme altered

morphologi (ZAM)” (Tzur, 2012).

Penelitian oleh Malak dan Bell pada tahun 1994 menemukan adanya sebuah

area yang disebut dengan “high morphological change” pada selaput ketuban di

daerah sekitar serviks. Daerah ini merupakan 2 – 10% dari keseluruhan permukaan

selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan kemudian lebih lanjut menemukan bahwa

area ini ditandai dengan adanya penigkatan MMP-9, peningkatan apoptosis

trofoblas, perbedaan ketebalan membran, dan peningkatan myofibroblas

(Rangaswany dkk, 2012).

Penelitian oleh (Tzur, 2012), mendukung konsep paracervical weak zone

tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal akan pecah

dengan hanya diperlukan 20 -50% dari kekuatan yang dibutuhkan untuk robekan di

area selaput ketuban lainnya. Berbagai penelitian mendukung konsep adanya

perbedaan zona selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang secara

signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya

perubahan pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak zone ini telah

muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan sebagai initial

breakpoint (Tzur, 2012).

12
Penelitian lain oleh (Lee, 2007), menunjukan bahwa selaput ketuban di daerah

supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari petanda protein apoptosis yaitu

cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju

apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah

dini dibandingkan pasien tanpa ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan

paling tinggi pada daerah sekitar serviks dibandingkan daerah fundus (Lee, 2007).

Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat melalui jalur

intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi dari caspase.

Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang dominan berperan pada

apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm. Pada penelitian ini dibuktikan

bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan pada Bcl-2, cleaved caspase-3,

cleaved caspase-9 pada daerah supraservikal, di mana protein-protein tersebut

merupakan protein yang berperan pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya, Fas-L yang

menginisiasi apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh sampel selaput

ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah supraservikal

dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak pada remodeling

selaput ketuban (Lee, 2007).

Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole enzim

matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini dihambat oleh

tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat menjelang persalinan,

terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix MMP dan TIMP,

penigkatan aktivitas kolagenase dan protease, penigkatan tekanan intrauterin

(Weiss, 2007).

2.7 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26 minggu

13
karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila sudah mencapai

berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi. Apabila terjadi kegagalan

dalam induksi makan akan disetai infeksi yang diikuti histerektomi. Pemberian

kortikosteroid dengan pertimbangan akan menambah reseptor pematangan paru,

menambah pematangan paru janin. Pemberian batametason 12 mg dengan interval

24 jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari,

pemberian betakortison dapat diulang apabila setelah satu minggu janin belum

lahir. Pemberian tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan

apabila sudah dapat dipastikan tidak terjadi infeksi korioamninitis. Meghindari

sepsis dengan pemberian antibiotik profilaksis (Gravett, 20008).

Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm dengan

atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin hidup serta

terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari

badannya, bila mungkin dengan posisi sujud. Dorong kepala janin keatas degan 2

jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain

hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam atau dikhawatirkan terjadinya

infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, makan berikan antibiotik

penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan ampisislin 1 g peroral.

Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tidah

baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik selama

5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari.

Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada

kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian

induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin

meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan. Apabila

14
ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau ketuban

pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013). Sedangkan

untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu induksi dengan

oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan misoprostol 25µg

– 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Cunningham, 2014).

2.8 Komplikasi Ketuban Pecah Dini

a. Pada ibu

Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi intrapartal/

dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus lama,

perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya SC),

morbiditas dan mortalitas maternal.

b. Pada Janin

Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas

(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan neonatal),

retinopati premturit, perdarahan intraventrikular, enterecolitis necroticing,

ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis,

prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps

uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan

intrakranial, gagal ginjal, distres pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom

deformitas janin, hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin

terhambat), morbiditas dan mortalitas perinatal (Kunze dkk, 2016).

15
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai

persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Ketuban pecah dini

adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan

manapun. Sedangkan menurut menurut pendapat lain ketuban pecah dini ditandai

dengan keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22

minggu dan dapat dinyatakan pecah dini terjadi sebelum proses persalinan

berlangsung.

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,

aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,

cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran

mendatang. penyebab kpd Multipara dan Grandemultipara, Hidramnion, Kelainan

letak sungsang atau lintang, Cephalo Pelvic Disproportion (CPD), Kehamilan ganda,

Pendular abdomen (perut gantung). sedangkan yang mempengaruhi kpd adalah :

usia, social ekonomi, riwayat kpd sebelumnya, merokok, dan ibu yang mengalami

anemia.

Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah tepi

robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat

kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi

atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah

lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau

trofoblas

16
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26 minggu

karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila sudah mencapai berat

2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi. Pemberian batametason 12 mg

dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis 24 mg, dan masa

kerjanya 2-3 hari, pemberian betakortison dapat diulang apabila setelah satu minggu

janin belum lahir. Pemberian tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat

diberikan apabila sudah dapat dipastikan tidak terjadi infeksi korioamninitis.

Meghindari sepsis dengan pemberian antibiotik profilaksis. Apabila terdapat demam

atau dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6

jam, makan berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan

ampisislin 1 g peroral.

Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tidah

baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik selama 5

hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Berikan

pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. komplikasi yang dapat

terjadi pada kpd adalah pada ibu dan janin. komplikasi pada ibu yaitu infeksi infeksi

intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/ partus

lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya

SC), morbiditas dan mortalitas maternal. Komplikasi yang dapat disebabkan KPD

pada janin itu yaitu prematuritas (sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah

pemberian makanan neonatal), retinopati premturit, perdarahan intraventrikular,

enterecolitis necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy

3.2 Saran

Disarankan kepada ibu dan keluarga bila pada masa kehamilan untuk melakukan

pola hidup sehat seperti berolahraga, mengkonsumsi sayuran dan mengkonsumsi

17
vitamin bila ada indikasi kekurangan darah. untuk keluarga diharapkan juga untuk

menjaga kehamlan pada ibu terutama bila salah satu keluarga ada yang merokok

diharapkan asap rokoknya tidak mengarah kepada ibu yang sedang hamil

18
Daftar Pustaka

.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics 24th. New York: McGraw-Hill Companies Inc. 2015: 193-
4.
Parry S, Strauss JF. Premature rupture of the fetal membrane. New Engl J Med
2008;338 (10):663-70.
Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WA. Intrauterine infection and preterm
delivery. New Eng J Med. 2000;18:1500-08.
Kunze M, Klar M, Morfeld CA, Thorns B, Schild RL, Markfeld-Erol F, et al.
2016. Cytokines in noninvasive prediction of histologic chorioamnitis in
women with membranes. American Journal of Obstetrics & Gynecology. Vol
215(1):96.
Lee SE, Romero R, Kim CJ, Shim SS, Yoon BH. 2009. Funisitis in term
pregnancy is associated with microbial invasion of the amniotic cavity and
intra-amniotic inflammation. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal
Medicine. 19(11):693-697.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI.
Alexander JM, Mclntire DM, Leveno KJ. Chorioamnionitis and the prognosis of
term infant. Obstet Gynecol 2009;94:274-8.
Gravett NG, Sampson JE. Other infectious conditions. In: James DK, Steer PJ,
Weiner CP. High risk pregnancy management options. London: WB Saunders
Co Ltd ; 2006: 513-5.
Tzur T, Adi, Weintraub, Sergienko R, Sheiner E. 2013. Can leukocyte count
during the first trimester of pregnancy predict later gestational complications.
Arch Gynecol Obstet; 287:421-27.
Wang Y, Wang LH, Chen J, Sun JX. 2016. Clinical and prognostic value of
combined measurement of cytokines and vascular cell adhesion molecule-1 in
premature rupture of membranes. International Journal of Gynecology and
Obstetrics. 132(1) : 85-88.
Tita ATN, Andrew WW. Diagnosis and management of clinical chorioamnionitis.
Clin Perinat. 2010;37(2):339-54.
Gomez LN, Guillbert LJ, Olson DM. 2010. Invasion of the leukocytes inti the
fetal- maternal Interface during pregnancy. Journal of Leukocyte Biology vol
88(4): 625- 630.
Hackenhaar AA, Albernaz EP, Fonseca TMV Da. 2014. Preterm Premature
Rupture of The Fetal Membranes: Association With Sociodemographic Factors
and Maternal Genitourinary Infections. J Pediatr (Rio J);90:197–202.
Menon R, Taylor RN, Fortunato SJ. Chorioamnionitis- a complex
pathophysiologic syndrome. J Placenta. 2010;31:113-20.
Gibbs RS. Premature rupture of membrane. In: Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF,
Nygaar I. Danforth’s obstetrics and gynecology 10 th ed. Lippincott
Williams&Wilkins. 2011.p: 186-96.

19

Anda mungkin juga menyukai