Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Penyakit Anak
Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara

Oleh :

Satria Budi Darma (20360220)

Pembimbing:

dr. Nurcahaya Sinaga Sp.A (K) Neurologi

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

STATUS PASIEN .................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 11

2.1 Definisi Kejang Demam................................................................................ 10

2.2 Klasifikasi Kejang Demam...........................................................................11

2.3 Epidemiologi................................................................................................12

2.4 Etiologi Kejang Demam...............................................................................13

2.5 Patofisiologi Kejang Demam........................................................................ 14

2.6 Manifestasi Klinik Kejang Demam............................................................... 16

2.7 Komplikasi ...................................................................................................16

2.8 Penatalaksanaan Kejang Demam.................................................................. 17

KESIMPULAN ...................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

ii
STATUS PASIEN

Nama : Belvania Gibta Mikaila

Ruangan : Annisa

Tanggal Masuk : 03-7-2021

Dokter : Nurcahaya Sinaga, Sp.A (K) Neurologi

1. Identitas Pribadi

Nama Pasien : Belvania Gibta Mikaila

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Keruntung GG Jala No 20 Medan Siderejo

Riwayat Penyakit Saat Ini

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : Demam (+)

Telaah : Pasien anak perempuan usia 4 tahun dibawa orang tuanya ke

rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan kejang dirumah sebanyak

1 kali lama kejang kurang lebih 5 menit, riwayat kejang disertai

demam pada usia 1 tahun 6 bulan. Lemas (+), Pucat (+), os

mengalami kejang sebanyak 6 kali sejak usia 1 tahun 6 bulan

hingga saat ini

Riwayat Penyakit Terdahulu : Kejang Demam

Riwayat Penyakit Keluarga :-

Riwayat Penggunaan Obat : ibu tidak menginggatnya

Riwayat Alergi Obat :-

1
Riwayat Kelahiran : Normal Vacum Forceps
 Sectio secar
Sectio Caesaria

a. Ditolong Oleh :  Dokter Bidan Lainnya

b. Keadaan Saat Lahir : Segera Menangis Tidak Segera



Menangis

c. BBL : 3200 gram

Riwayat Imunisasi :

 BCG : 1 kali

 Polio : 3 kali

 Hepatitis B : 4 kali

 DPT : 3 kali

 Campak : 1 kali

Jenis Imunisasi Lahir 1 2 3 4 5 6 9 1 15 1 24

2 8
Hepatitis B √ √ √ √
BCG √
Polio √ √ √ √
DPT √ √ √
Campak √

Riwayat Perkembangan:

 Menegakkan kepala : 2 Bulan

 Membalikkan badan : 3 Bulan

 Duduk : 8 Bulan

2
 Merangkak : 7 Bulan

 Berdiri : 9 Bulan

Kesimpulan : perkembangan Baik,

Riwayat Nutrisi:

 0-6 bulan

ASI : hanya di berikan sampai 4 bulan saja diberikan setiap menangis 2 bulan sisanya

diberi susu formula

 6-9 bulan

Diberi susu formula

Makan Pagi/Siang/Malam :3 kali/hari (Nasi Cair /lembek/ Bubur)

Kesimpulan : pasien mendapat asupan makanan sesuai dengan umur.

Glasgow Coma Scale

RESPONE SCORE
EYE
Membuka mata spontan (Normal) 4
Dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta 3 4
Membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri 2
Tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri 1
VERBAL
Bicara jelas atau tersenyum menuruti perintah 5
Menangis tapi bisa dibujuk 4
Menangis tidak bisa dibujuk 3 5
Gelisah, agitasi 2
Tidak ada respon 1
MOTORIK
Dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan 6
Dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (lokalisasi 5

nyeri)
Respons gerakan menjauhi rangsangan nyeri (menarik karena nyeri) 4 6
Fleksi ekstremitas karena nyeri 3
Ekstensi ekstremitas karena nyeri 2
Tidak ada respon berupa gerak 1
TOTAL 15 15
3
Nilai 12-14 : Gangguan Kesadaran Ringan

Nilai 9-11 : Gangguan Kesadaran Sedang

Nilai <8 : Coma

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Kesan keadaan sakit : Tampak sakit sedang

Sensorium : Kualitatif : Compos Mentis

Kuantitatif : GCS 15 (E=4 V=5 M= 6)

Nadi : 100 x/i

Pernafasan : 32 x/i

Temperature : 37 °C

SpO2 : 95 %

Tekanan Darah :-

Data Antropometri

Berat Badan : 16 Kg

Tinggi Badan : 90 Cm

Lingkar Lengan Atas :-

Lingkar Kepala : 46 Cm

Status Gizi

BB/Umur : Z-Score WHO antara -2 SD dan +2 SD (Gizi baik)

TB/Umur : Z-Score WHO dibawah -2 SD (pendek)

BB/TB : Z-Score WHO diatas +2 SD (over weight)

Kesimpulan : gizi lebih

4
2. Pemeriksaan Fisik

 Rangsangan Meningeal

o Kaku kuduk (-)

o Kernig Sign (-)

o Brudzinski I dn II (-)

 Kulit

a. Sianosis : tidak ditemukan

b. Ikterus : tidak ditemukan

c. Pucat : ditemukan

d. Turgor : kembali cepat

e. Edema : tidak ditemukan

f. Lainnya :-

 Rambut : Hitam dan bersih

 Kepala : Normocephali

a Wajah : Simetris

b Mata : Konjungtiva = hyperemis (-/-), Pucat (-/-), ikterik (-/-),

Pupil isokor, reflex cahaya (+/+)

c Hidung : Simetris, Polip (-), Sekret (-), Pernapasan cuping Hidung (-)

d Mulut : Sianosis (-), keluar secret/cairan (+), bibir kering (-)

e Telinga : DBN

f Leher : DBN, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

 Thorax :

o Jantung

a. Inspeksi : iktus cordis terlihat di ICS IV

5
b. Palpasi : iktus cordis teraba di ICS IV

c. Perkusi : normal dalam batas jantng

d. Auskultasi : bunyi jantung I dan II (+) normal, murmur (-), Gallop (-)

o Paru

a. Inspeksi : Semetris Fusiformis, kelainan kongenital (-)

b. Palpasi : Vocal Fremitus Normal

c. Perkusi : Sonor Di kedua lapang Paru

d. Auskultasi : Vesikular, wheezing(-), Ronkhi(-)

 Abdomen

a. Inspeksi : Datar

b. Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hati lien tidak teraba

c. Perkusi : Tympani

d. Auskultasi : Bising Usus (+) normal

 Ekstremitas : lemas, spastik (+)

 Anogentinal : Perempuan, Anus (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hemoglobin 11,5 11.7-15.5 g/dL
eritrosit 4.17 4.0-5.0 juta/uL
leukosit 11,40 4-11 ribu/mm3
Hematocrit 34,3 37-45 %
Trombosit 238 150-440 ribu/mm3
MCV 82 80-100 fL

6
MCH 28 26-34 pg
MCHC 33 32-36 %
Eosinophil 2 1-3 %
Basophil 0 0-1 %
N.Seg 82 53-75 %
Limfosit 8 20-45 %
Monosit 9 4-8 %

RESUME

Pasien anak perempuan usia 4 tahun dibawa orang tuanya ke rumah Sakit Haji

Medan dengan keluhan kejang dirumah sebanyak 1 kali lama kejang kurang lebih 5

menit, riwayat kejang disertai demam pada usia 1 tahun 6 bulan., demam (+), lemas (+),

pucat (+)

Pemeriksaan Fisik

 Kesan Keadaan Sakit :Tampak sakit berat

 Sensorium :Compos mentis

 HR : 100 x/i

 RR : 32 x/i

 T : 37°C

 BB : 8.3 kg

 TB : 80 cm

 Lingkar lengan atas :-

 Lingkar Kepala : 46 cm
7
 Kulit : sianosis (-), icterus (-), pucat (+), edema (-)

 Rambut : Hitam dan Bersih (DBN)

 Wajah : Simetris

 Mata : pupil isokor (-/-), konjungtiva (-/-),

 Hidung : DBN

 Mulut : keluar secret (+)

 Telinga : DBN

 Leher : DBN

 Thorax : DBN

 Abdomen : Peristaltik Usus (+), nyeri tekan (-)

 Ekstremitas : lemah, spastik(+)

 Anogenital : Perempuan , Anus (+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab

EEG

Pungsi Lumbal

DIAGNOSA BANDING

1. kejang demam

2. meningitis

DIAGNOSA

Kejang Demam

TERAPI

8
a. IVFD RL 20 gtt/I mikro

b. Inj diazepam 2mg/12 jam

c. Paracetamol 250 mg

Follow Up

Tanggal S O A P
2/7/2021  Kejang (+) HR:98 x/i -kejang a. IVFD RL 20
 Demam (+) RR:24 x/i demam gtt/I mikro
 Spastik(+) T:38,9 °C b. Inj diazepam
SPO2: 99% 2mg/12 jam
c. Paracetamol
250 mg

3/7/2021  Kejang (-) HR:98 x/i kejang d. - IVFD RL


 Demam (+) RR:25 x/i demam 20 gtt/I
T:37 °C mikro
SPO2: 98% e. Inj diazepam
2mg/12 jam
f. Paracetamol
250 mg
-pantau ttv
-Pantau kejang
4/7/2021  Demam (+) HR:90 x/i -kejang -beri posisi yg
RR:22 x/i demam nyaman
T:38,5 °C -pantau ttv
SPO2: 98% -bersihkan jalan
napas
ANALISA KASUS

 Telah dilaporkan seorang pasien anak perempuan umur 4 tahun dengan diagnosis

kerja kejang demam. Diagnosis kerja ditegakan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium.

 Data yang diperoleh dari anamnesa yaitu kejang terus menerus 1 kali sebelum

masuk rumah sakit.

 Pasien memiliki riwayat kejang pertama kali pada umur 1 tahun 6 bulan. Pasien

tidak memiliki riwayat trauma kepala.

9
 Dari pemeriksaan fisik di ruang rawat didapatkan kesadaran compos mentis, suhu

febris, thoraks dan abdomen dalam batas normal, ekstremitas normal, selama

diruangan ada kejang sekali

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang demam

1. Pengertian Kejang Demam

Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan

sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas yang abnormal

10
serta adanya pelepasan listrik serebal yang sangat berlebihan. Kejang Demam

adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas

38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Bararan& Jaumar 2013).

Menurut Wulandari & Erawati (2016) Kejang demam merupakan kelainan

neorologis yang paling sering ditemukan pada anak , terutama pada golongan anak

umur 6 bulan sampai 4 tahun

2. Klasifikasi Kejang Demam

Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Kejang demam sederhana

Kejang demam yang derlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri.Kejang berbentuk tonik dan klonik,tanpa

gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

b. Kejang demam kompleks

Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang

berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam ( Wulandari & Erawati, 2016)

3. Epidemiologi Kejang Demam

Kejang demam biasanya terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai 5 tahun,

dengan puncak insiden terjadi pada usia sekitar 18 - 24 bulan (Lowenstein, 2010).

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa kejang demam sering terjadi pada usia

antara 6 bulan - 3 tahun, sedangkan populasi kejang demam pada usia kurang dari 6

bulan sangatlah kecil (Kusuma dan Yuana, 2010). Kejang demam terjadi pada 2 -

11
5% anak berusia 6 bulan - 5 tahun dan merupakan jenis kejang yang paling umum

terjadi pada anak-anak berusia di bawah 60 bulan. Secara umum, insiden kejang

demam menurun drastis setelah usia 4 tahun dan jarang terjadi pada anak berusia di

atas 7 tahun (Chung, 2014). Insidennya tercatat 3 - 8% pada anak di bawah 5 tahun

(Sidhu dkk., 2013). Perbandingan kejadian kejang demam pada anak laki-laki dan

perempuan adalah 2 : 1 dan terdapat angka kejadian yang lebih tinggi pada ras kulit

hitam. Walaupun demikian, pada beberapa studi besar menunjukkan tidak ada

perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin (Kusuma dan Yuana, 2010).

Insiden maupun prevalensi kejang demam umumnya hampir sama dari berbagai

laporan penelitian mengenai kejang demam yang sudah ada. Di Amerika Serikat

dan Eropa Barat tercatat angka kejadian kejang demam 2 - 5% per tahunnya.

Kejang demam lebih sering mengenai populasi Asia, dimana angka kejadiannya

dapat meningkat hingga dua kali lipat (Chung, 2014). Berdasarkan lokasi geografis,

terdapat sedikit variasi prevalensi yang lebih tinggi dari umumnya, seperti di

Finlandia (6,9%), India (5 - 10%), Jepang (8,8%) dan Guam (14%) (Aliabad dkk.,

2013).

Di Indonesia sendiri belum ada studi epidemiologi besar yang

merepresentasikan angka insiden dari anak Indonesia yang menderita kejang

demam. Beberapa penelitian tentang kejang demam di Indonesia yang pernah

dilaporkan seperti: pada RSU Bangli dalam kurun waktu Januari - Desember 2007

terdapat 47 anak dengan kejang demam (Sunarka, 2009), RSUP dr. Kariadi

Semarang periode Januari 2008 - Maret 2009 mendapatkan 82 kasus (Fuadi dkk.,

2010), di RSAB Harapan Kita Jakarta pada tahun 2008 - 2010 sebanyak 86 pasien

kejang demam (Dewanti dkk., 2012), dan di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta pada

12
Januari 2009 - Juli 2010 terdapat 160 anak dengan kejang demam (Vebriasa dkk.,

2013).

Sekitar sepertiga dari pasien kejang demam akan mengalami rekurensi dengan

<10% diantaranya dapat mengalami tiga atau lebih episode kejang. Rekurensi lebih

mudah terjadi ketika kejang demam dialami pada setahun pertama kehidupan.

Tingkat rekurensi akan menurun seiring bertambahnya usia (Lowenstein, 2010).

Siqueira (2010) mengungkapkan bahwa 50% anak akan mengalami kejang demam

untuk kedua kalinya dalam jangka waktu 6 bulan setelah kejang demam pertama,

75% dalam waktu setahun dan 90% dalam waktu dua tahun setelah terjadi serangan

pertama.

4. Etiologi Kejang Demam

Penyebab kejang demam Menurut Risdha (2014) yaitu: Faktor –faktor perinatal,

malformasi otak kongenital

a. Faktor genitika

Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-

50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang

pernah mengalami kejang demam.

b. Penyakit infeksi

1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, otitis


media.

2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab


demam berdarah).

c. Demam

13
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu

sakit dengan demam tinggi.

d. Gangguan metabolisme

Gangguan metabolism seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah

kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg%

pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia.

e. Trauma.

Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera

kepala

f. Neoplasma,toksin.

Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun

mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia

pertengahan dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat.

g. Gangguan sirkulasi.

h. Penyakit degeneratif susunan saraf

5. Patofisiologi Kejang Demam

Kejang merupakan hasil dari rangsangan berulang pada korteks serebral atau

hilangnya sinkronisasi antara kumpulan neuron. Rangsangan tersebut dapat

disebabkan oleh umpan balik positif atau kurangnya jalur inhibisi. Pada tingkat

saraf, kelebihan rangsangan dapat terjadi akibat gangguan hipoksia atau

hipoglikemia dari pompa natrium-kalium (Na-K) (Henry dkk., 2010). Rentetan

aktivitas tersebut disebabkan oleh depolarisasi membran neuron yang relatif

berlangsung lama akibat influks ion kalsium (Ca) ekstraselular sehingga

berujung pada terbukanya voltage-dependent sodium channel, influks ion Na,

14
dan pembentukan potensial aksi secara berulang (Lowenstein, 2010). Glutamat

merupakan neurotransmitter yang bersifat eksitasi sedangkan γ-aminobutyric

acid (GABA), neurotransmitter yang menginhibisi. Perubahan relatif antara

neurotransmitter bersifat eksitasi dan inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi

yang berlebihan. Gangguan keseimbangan antara kedua neurotransmitter ini

dapat menyebabkan timbulnya kejang (Henry dkk., 2010). Demam dan

hipertermia memiliki mekanisme umum dalam menimbulkan kejang.

Demam dapat melepaskan pirogen interleukin-1 beta (IL-1β) berkontribusi

terhadap semakin meningkatnya suhu tubuh (Chung, 2014). Dalam

neurotransmisi eksitasi, IL-1β memperlihatkan peranan terhadap timbulnya

kejang melalui perubahan dalam fosforilasi reseptor N-methyl-D-aspartate

(NMDA). Perubahan pada permeabilitas ion Ca dapat menyebabkan

peningkatan eksitasi dan dengan demikian bisa diduga bahwa IL-1β dapat

berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam. Hal ini diperkuat dengan

temuan bahwa IL-1β dapat berperan dalam mekanisme inhibisi GABA-ergik,

yaitu menurunkan reseptor GABAA di neuron hipokampus (Heida dkk., 2009).

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa

demam menyebabkan peningkatan reaksi kimia tubuh. Reaksi-reaksi oksidasi

yang terjadi lebih cepat akan mengakibatkan asupan oksigen cepat habis

sehingga berujung pada timbulnya keadaan hipoksia. Transpor aktif yang

memerlukan adenosine triphosphate (ATP) terganggu sehingga kadar ion Na

intraselular dan ion K ekstraselular meningkat yang akan menyebabkan

potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. Saat

kejang demam terjadi akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung,

15
otot, dan gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang

bertambah lama sehingga kerusakan otak semakin bertambah (Fuadi, 2010).

6. Manifestasi Klinis Kejang Demam

Menurut Wulandari & Erawati (2016) manifestasi kejang demam

yaitu:

a. Kejang demam menpunyai kejadian yang tinggi pada anak yaitu 3 4%

b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak dialami oleh anak laki-

laki

c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik diakibatkan infeksi

disusunan saraf pusat seperti otitis media dan bronkitis

d. Bangkitan kejang berbentuk tonik-klonik

e. Takikardi: pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 kali permenit

7. Komplikasi

Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah

a. Kerusakan neorotransmiter

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada

neuron.

b. Epilepsi

Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian

hari sehingga terjadi serangan epilepsy yang sepontan

16
c. Kelainan anatomi di otak

Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan

kelainan diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan

sampai 5 tahun

d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam

8. Penatalaksanaan kejang demam

Penatalaksanaan kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu:

a. Penatalaksanaan keperawatan

1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama


kali adalah ABC ( Airway, Breathing, Circulation.

2) Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk


mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger.

3) Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus


kasa

4) Singkarkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa


menyebabkan bahaya.

5) Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan

6) Bila suhu tinggi berikan kompres hangat

7) Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat

8) Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan
dilepaskan

17
b. Penatalaksanaan medis

1) Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah


diazepam untuk membrantas kejang secepat mungkin yang diberi

secara IV (intravena), IM (Intra muskular), dan rektal. Dosis sesuai

BB:< 10 kg;0,5,0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam spuit 7,5

mg, > 20 kg ; 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata dipakai 0,3 mg/kg

BB/kali dengan maksimal 5 mg pada anak berumur kurang dari 5

tahun,dan 10 mg pada anak yang lebih besar

2) Untuk mencegah edema otak , berikan kortikosteroid dengan dosis


20-30 mg/kg BB/ hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya

glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam

3) Setelah kejang tidak teratasi dengan diazepam selama 45-60 menit


disuntikan antipileptik dengan daya kerja lama misalnya

fenoberbital, defenilhidation diberikan secara

intramuskuler.Dosis awal neonatus 30 mg: umur satu bulan- satu

tahun 50 mg, umur satu tahun keatas 75 mg

18
Algoritma penatalaksanaan kejang

Kejang (+)

segera beri Diazepam rectal dosis 0,5 mg/Kg BB


ATAU
BB < 10 kg : diazepam rectal 5 mg danBB > 10
kg : diazepam rectal 10 mg

Kejang (+)

Diazepam secara IV (intra vena)


Dosis : 0,3-0,5 mg/kg BB/kal

Kejang (+)

beri
Fenitoin secara IV (intravena) Dosis : 10 - 20 mg/ kg BB
Dengan kecepatan 1 mg/kg BB/ menit

Kejang (+)
maintenence
Fenitoin secara IV (intravena)
Dosis : 10 - 20 mg/ kg BB

beri
phenobarbital  secara IV (intravena) Dosis : 10 - 20 mg/ kg
BB
Dengan kecepatan 1 mg/kg BB/ menit

maintenence
phenobarbital secara IV (intravena)
Dosis : 10 - 20 mg/ kg BB

19
BAB III

KESIMPULAN

Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan

sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas yang abnormal

serta adanya pelepasan listrik serebal yang sangat berlebihan Kejang Demam adalah

bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC)

yang disebabkan oleh proses ekstrakranium

Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu Kejang demam sederhana dan

Kejang demam kompleks. Adapun perbedaan keduanya adalah kejadian kejang yang

berulang. Pada kejang demam sederhana tidak terjadi kejadian yang berulang,

sedangkan pada kejang demam kompleks terjadi kejang yang berulang pada 24 jam.

Penegakan diagnose kejang demam dapat dilakukan dengan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesa yang mengarah kepada kejang dema

adalah adanya bangkitan kejang yang diikuti dengan peningkatan suhu. Pemeriksan

fisik yang meneggakan diagnose adalah tidak ditemuakan positif pada rangsangan

meningeal. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan EEG

Penatalaksanaan kejang demam secara medis adalah dengan pemberian

diazepam rectal 10mg bila anaknya memiliki berat badan lebih dari 12kg dn 5 mg bila

bb anak kurang dari 12kg. bila masih terjadi demam maka berikan diazepam iv dengan

dosis 0,2-0,5mg/kgbb. Bila kejang masih berlanjut berikan fenitoin dengan dosis

20mg/kgbb.

20
DAFTAR PUSTAKA

Johnston MV. Seizures in childhood. Dalam: Behrman. RE, Kliegman RM,


Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia. WBSaunders Co. 2007.h.2457-71
Arzimanoglou A, Guerrini R, Acicardi J, penyunting : Aicardi’s epilepsy in
children. Edisi ke-3. Philadelphia : Lippincott William dan Wilkins. 2004. h-
220-34.
Soetomenggolo TS. Kejang Demam. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-1. Jakarta: BP IDAI;
1999.h.244-51.
Widodo DP. Kejang demam : apa yang perlu diwaspadai dalam penanganan demam
pada anak secara profesional? Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII. Jakarta. 2005.h.58-66.
Schweich PJ Zampsky WT. Selected topic in emergency medicine. Dalam: McMilan
JA, De Angelis CD, Feigen RD. Ed. Oski’s pediatrics. Philadelphia. Lippincot
Williams and Wilkins. 1999. h-566-589.
Shinnar S. Febrile seizures. Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero D, penyunting.
Pediatric Neurology: principles & practice. Edisi ke 4. Philadelphia. Mosby
Elsevier. 2006.h.1078-86.
Reza M, Eftekhaari TE, Farah M. Febrile seizures: Faktors affecting risk of
recourence. J pediatric Neurol. 2008.h-6341-44.
Commision on Epidemiology and Prognosis. International League Against Epilepsy.
Guidelines for epidemiologic studies on epilepsy. Epilepsia. 1993.h-592-93.
Hirtz D. Cognitive outcome of febrile seizure. Dalam : Baram TZ, Shinnar S,
penyunting : febrile seizures. San Diego: Academic press.h-53-60
Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and prognosis. Epilepsia. 2000. 41:2-9.
Parmar RC, Sahu DR. Bavdekar SB. Knowledge attitude and practices of parents of
children with febrile convulsion. J postgrad Med 2001.47:19-23.

Leung AK, Robson WL. Febrile seizures. J Pediatr Health Care 2007. 21:250-5.
Bahtera T. Faktor risiko kejang demam berulang sebagai prediktor bangkitan kejang
demam berulang. Kajian mutasi gen pintu voltase kanal ion natrium. Semarang:

21
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,2007.
Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam: Baram TZ,
Shinnar S, penyunting. Febrile Seizures. San Diego : Academic press. 2002.h.1-
25.
Ismael, S.H. Kejang demam. Dalam : kejang pada anak. Jakarta : FKUI. 1983. h.1-
15.
Gordon KE, Dooley JM, Camfield PR, Camfield CS, MacSween J. Treatment of
febrile seizures: the influence of treatment efficacy and side- effect profile on
value to parents. Pediatrics 2001.108:1080-8.
Berg AT. Recurrent Febrile Seizures. In: Baram FZ, Sinnar S.ed Febrile Seizures.
San Diego : Academic Press. 2002.p. 37-49.
Karimzadeh, P, at al, 2008. FebrileConvulsions: The Role Played ByParacinical
Evaluation.. Iran. Iran J Child Neurology Okt 2008, Hal 21-
24.http://journals.sbmu.ac.ir/ijcn/article/view/558/45.
Yuana, I, dkk, 2010. Korelasi Kadar Seng Serum dan Bangkitan Kejang Demam.
Semarang. Sari Pediatri. Oktober 2010. Vol.12, No.3, Hal 150-
156. http://eprints.undip.ac.id/29076/.
Staf Pengajar Ilmu Kedokteran Anak. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid ke 3. FKUI.
Jakarta. 1985. 1139-1140.
Annegers JF, Blakley SA, at al. Recurrence of febrile convulsions in a population
based cohort. Epilepsy Res. 1990. 209-216
Nelson KB, Ellenberg JH. Prenatal and perinatal antecedents of febrile seizures. Ann
Neurol. 1990. 127-131.
Siddiqui TS. Febrile convulsions in children: relationship of family history to type of
convulsions and age at presentation. J Ayub Med Coll Abbottabad 2002;14:26-
8.

22

Anda mungkin juga menyukai