BAB I
PENDAHULUAN
perkembangan .Oleh karena itu keluhan tersebut menjadi sangat penting untuk
diperhatikan, dan harus dievaluasi lebih lanjut.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.3 Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak aktif
Keluhan Tambahan : Kejang, Demam, Timbul bintik bintik
kemerahan, Pucat
terakhir terjadi satu hari yang lalu diRSU Sigli.Pasien juga mengeluhkan demam
yang terutama dirasakan pada malam hari.demam turun dengan obat penurun
panas, namun demam naik kembali. Pasien juga dengan riwayat transfusi PRC
berulang di RSU Sigli.Pasien juga mengeluhkan timbulnya bintik bintik
kemerahan berisi nanah dikepala dan lengan serta badan.
Riwayat Natal
Pasien merupakan anak pertama lahir cukup bulan, lahir dengan berat badan 2900
gram secara pervaginam, saat lahir bayi langsung menangis kuat dengan gerakan
aktif
Riwayat Imunisasi
Pasien pernah melakukan imunisasi satu kali, namun ibu pasien tidak mengingat
imunisasi apa.
Pemeriksaan fisik
Tanda Vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4M6V5
Denyut nadi : 149 x/menit
Frekuensi Napas : 45 x/menit
Suhu tubuh (aksila) : 37,80C
Data Antropometri
Berat badan : 6,0 kg
Panjang badan : 59 cm
Lingkar Kepala : 42 cm
Lingkar lengan : 13 cm
Status Gizi :
BB/U : kurang (-2 s/d -3)
PB/U : sangat kurang ( <-3)
BB/PB :Median (+2 s/d -2)
LK/U : Median (+2 s/d -2)
Kesan : Gizi Baik
Kebutuhan cairan : 100 ml/kg/hari
= 100 x 6
= 600 cc/hari
= 774,2kkal/hari
Kebutuhan Protein : 1,6 g x BBI
=1,6 x 7,9
= 12,64 g/hari
TabelAntropometri
BB/U : -2 SD s/d
PB/U : < -3
HA : 2
Bln
BB/TB : +2 SD s/d -2
BB :
6 kg, PB : 59 cm
BB/TB : +2 SD s/d -2
LK/U : +2 SD s/d -2
2.6 Diagnosis
Global development delay +Meningitis+ Post subdural higroma
2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. IVFD 4:1 10 gtt/i (mikro)
2. Inj. Ceftriaxone 300 mg/ 12 jam (iv)
3. Inj Dexametason 1,5 mg / 8 jam
4. Piracetam 2x 150 mg
5. Aspilet 1 x20 mg
2.8 Planning
- Lengkapi imunisasi dasar (BCG, Polio, Pentabio )
2.9 Prognosis
Quo et vitam : dubia et bonam
Quo et functionam : dubia et bonam
Quo et sanactionam : dubia et bonam
Follow Up Harian
Tanggal Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
20/12/2016 S/ kejang 4 kali, demam (+), Th/
12
6mg/12 jam
-inj
dexametason /
8 jam
-inj Neo-k 2 mg
( selama 3 hari)
22/12/16 S/ lemas Th/
Dokter lanjutkan
O/ GCS :compos mentis,
anak, Hom sesuai Ts
HR: 128 x/i
aspilet tab 1x
RR: 28x/i
T : 36,20 c 20 mg
Ass/ Trombositosis
22/12/2016 S/ kejang (-) demam (-) Th/
Dokter anak
O/ GCS :compos mentis
TKPS
HR: 146 x/i
RR: 32x/i
T : 36,50 c
Ass/ Global development Delay
p/ Stimulasi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Meningitis
3.1.1 Definisi
Meningitis serosa adalah radang selaput otak yang akut pada arakhnoid dan pia
mater yang disertai cairan otak yang jernih dengan gejala rangsang meningeal,
pleiositosis dalam liquor cerebrospinalis dengan diferensiasi terutama limfosit,
perjalanan penyakit yang tidak lama dan self limited tanpa komplikasi. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus,
Toxoplasma gondhii, Ricketsia. 5
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan pia mater yang
meliputi otak dan medulla spinalis, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan non
virus. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Nesseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa.5
Saluran nafas merupakan port dentre (jalan masuk) utama pada penularan
penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran
udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur
hematogen, memperbanyak diri didalam darah masuk ke dalam cairan
serebrospinal selanjutnya memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.5
hospes. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit, infeksi telinga, gigi,
nasopharynx, traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, dan traktus urinarius.
Kebanyakan pathogen meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik. 1
Meningitis dapat terjadi setelah terjadi invasi bakteri yang berasal dari pusat
infeksi menular yang jauh langsung ke selaput otak dan menyebar ke selaput otak
secara hematogen. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
bakterimia biasanya mendahului meningitis atau terjadi bersamaan. H.influenzae
grup B dan meningococuss melekat pada reseptor sel epitel mukosa dengan pili.
Pasca perlekatan dengan sel epitel, bacteria menerobos mukosa dan masuk
sirkulasi. Ketahanan bakteri dalam aliran darah diperkuat oleh kapsul bakteri
besar yang mengganggu opsonofagositosis dan disertai dengan bertambahnya
virulensi. 1
Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan
meningen. Kemudian bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela
subarachnoid dan dengan cepat memperbanyak diri, karena kadar komplemen dan
antibody CSS tidak cukup untuk menahan proliferasi bakteri. Faktor kemotaktik
kemudian mendorong respon radang local yang ditandai dengan infiltrasi sel
polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri (endotoksin)
bakteri gram negative (H.influenzae grup B, N.menigitidis) dan komponen-
komponen dinding sel pneumokokus merangsang respon radang yang mencolok
dengan memproduksi local faktor nekrosis tumor, interleukin 1, prostaglandin,
dan mediator radang sitokin lain. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang
kecil dan sedang mengalami hiperemi dalamwaktu yang sangat singkat terjadi
penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,
kemudian terbentuk eksudat. Eksudat terbentuk dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag. Respon radang berikutnya, secara langsung terkait dengan
adanya mediator radang ini ditandai oleh infiltrasi neutrofil, kenaikan
permeabilitas vaskuler, perubahan sawar darah otak, dan thrombosis vaskuler.1
Meningitis jarang menyertai invasi bakteri dari focus infeksi yang berdekatan,
misalnya sinusitis paranasal otitis media, mastoiditis, selulitis orbita, saluran sinus
derma, osteomielitis. Meningitis dapat juga akibat luka bakar berat, kateter tetap,
atau peralatan yang terkontaminasi.1
18
Defisiensi umum
Bakteri atau virus masuk meningens
otitis media,
sinusitis, infeksi saluran pernapasan
Meningens terinfeksi
Melalui CSS
Meningitis
3.1.5 Epidemiologi meningitis
Distribusi frekuensi meningitis
a. Orang / manusia
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap
pathogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak
biasanya tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah
pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan
5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah
kemiskinan, dan kemungkinan tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-5
bulan.1,5 Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita.
Pada negara berkembang, penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus
influenza pada anak yang tidak divaksinasi paling lazim terjadi pada bayi umur 2
bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50%
kasus terjadi pada usia tahun pertama.1
Insidens rate kasus Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza di AS
pada umur < 5 tahun berkisar 32-71/100.000 setiap tahun. Pada neonatus rata-rata
2-4 kasus/1000 bayi lahir hidup, dan dua pertiganya disebabkan oleh
Streptococcus beta haemoliticus grup B dan E. coli. Di Uganda (2001-2002)
19
Insidens rate meningitis Haemophylus influenza tipe B pada usia <5 tahun sebesar
88 per 100.000.1
b. Tempat
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk
terjadinya penyakit epidemik.Di seluruh daerah tropis, meningitis bakterial lebih
sering terjadi pada anak yang berumur 6 bulan 3 tahun. Beban penyakit
meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yang dikenal sebagai
Meningitis Belt. Pada Tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis yang
tercatat sebagai epidemic terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus
dan 25000 kematian yang terdaftar (CFR=10%). Penelitian yang dilakukan di
Malaysia (Nur, 2005) 60% kasus meningitis paling banyak terdapat pada
kelompok umur anak-anak yaitu umur 0-9 tahun dengan mortalitas 15%.1
c. Waktu
Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga
merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Wabah Meningitis di Afrika
terjadi selama musim panas dari bulan Desember hingga juni. Di daerah Sub-
Saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali Barat, hingga
Niger, Nigeria, Chad, dan Sudan Timur) epidemi meningitis dimulai pada musim
panas atau musim kering dan mencapai puncaknya pada akhir April awal Mei
dan diakhiri dengan dimulainya musim penghujan. Tahun 2008, Afghanistan
melaporkan 2.154 kasus meningitis dan 140 kematian (CFR=6,5%) dimana
sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.1,5
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makulopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan
dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan
gejala panas tinggi, kaku kuduk dan brudzinsky (+), penurunan kesadaran, papil
edem, paralisis syaraf okulomotor dan abdusen, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, sikap
dekortikasi / deserebrasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang
mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala
infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa
demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.5 Stadium II atau stadium transisi berlangsung
selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita
mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi
dan anak-anak. Tanda-tanda rangsanganmeningeal mulai nyata, seluruh tubuh
dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam
waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.5
3.1.7 Diagnostik
Pemeriksaan rangsangan meningeal 7
1. Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
2. Pemeriksaan tanda kernig
22
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan tanda brudzinski 1
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4.Pemeriksaan tanda brudzinksi 2
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
Jika LP ditunda karena salah satu faktor yang disebutkan diatas, terapi empiric
harus segera dimulai. CT scan perlu dilakukan untuk membuktikan adanya abses
otak atau kenaikan TIK. LP dapat dilakukan setelah TIK diobati atau abses otak
telah dikesampingkan.1
3.2.2 Epidemiologi
Secara global prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia,
sedangkan di Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari
anak-anak berumur<5 tahun.6 Penelitian oleh Suwarba dkk.7di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi
KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas
kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial
sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan
perkembangan global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial
dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal.6
24
3.2.3 Etiologi
a. Etiologi
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja.Hal ini yang membedakan anak dengan
dewasa.Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
dengan usianya.Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan
berat.9Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.9
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.9,10
faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,
faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,
stimulasi, dan obat-obatan).9,1
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping
ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh
yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
29
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh
bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia
6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan
dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
33
3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah
seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau
meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung
memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk
didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak
sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering
menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki
hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering
pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan
perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun
pertama sering dihubungkan dengan HIV.13,14
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik
rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan
sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang
mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-
36
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih
sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas
yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila
terdapat indikasi yang jelas.Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan
pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat
dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum
dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG
tanpa riwayat epilepsi.
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini,
terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun
memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12
37
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-
IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat
gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui
adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5
tahun), dengan klasifikasi hasil:
3.9 Imunisasi
b. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan
untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat
aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk
upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri
12
maupun virus. Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil
memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir
trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu
ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A
(LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang
menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang kekebalan tubuhnya.13
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama,
sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil
produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh karena pemberian dari
luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin yang dapat
mencegah anak dari penyakit campak (measles). 13
39
BAB IV
ANALISA KASUS
atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal
seusianya. Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam
mencapai satu atau lebih perkembangan kemampuannya.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan KPSP pada usia 6 bulan yang
bertujuan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau terdapat
penyimpangan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil Ya sebanyak 7 dan Tidak
sebanyak 3, yang mana terdapat keterlambatan dalam gerakan motorik kasar dan
motorik halus.
Keterlambatan motorik adalah keluhan yang sering dicemaskan dan
dikeluhkan oleh orangtua. Sesuai dengan penelitian Tjandrajani dkk, yang
menyatakan bahwa keluhan terbanyak orangtua pada pasien dengan keterlambatan
perkembnagan adalah gangguan bicara 46,8%, keterlambatan perkembangan
motorik 30,9% dan tanpa keluhan 12,8%. Pada orangtua untuk kelompok usia <12
bulan lebih tanggap terhadap gangguan perkembangan motorik sedangkan pada
orangtua kelompok usia > 12 bulan lebih tanggap terhadap gangguan bicara.
Perkembangan motorik adalah pusat perhatian terbesar sebagian orangtua sewaktu
anak-anak mereka berada pada usia 6-12 bulan.
Pasien dalam kasus ini terkena penyakit meningitis . Meningitis adalah
infeksi pada lapisan pembungkus otak (meningen) yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa).Global
development delay dapat disebabkan oleh infeksi, genetik atau sindromik,
metabolik, endokrin, traumatik, lingkungan, malformasi cerebral, palsi serebral,
Sebelumnya pasien merupakan rujukan dari RSU Sigli dengan keluhan kejang-
kejang sejak 5 hari yang lalu. Kejang terjadi diseluruh tubuh , pada saat kejang
mata pasien mendelik ke atas dengan pasien tidak sadar setelah kejang. Kejang
terjadi dua kali dalam satu hari dengan kejang terakhir terjadi satu hari yang lalu
diRSU Sigli.Pasien juga mengeluhkan demam yang terutama dirasakan pada
malam hari.demam turun dengan obat penurun panas, namun demam naik
kembali. Pasien juga dengan riwayat transfusi PRC berulang di RSU Sigli.Pasien
juga mengeluhkan timbulnya bintik bintik kemerahan berisi nanah dikepala dan
lengan serta badan.Berdasarkan Journal Neurosurgery Psychiatry dan Pedoman
Pelayanan medis IDAI, manifestasi klinis yang menyertai meningitis adalah,
42
demam tinggi, sakit kepala, kejang, depresi status mental, tanda neurologis pada
wajah, dengan tipe kejang umum atau fokal, penurunan kesadaran dan sering
disertai leukositosis pada pemeriksaan darah sering biasanya oada meningitis yang
telah berkomplikasi mengenai jaringan otak . Untuk menegakkan secara pasti
diagnosa meningitis sebaiknya dilakukan fungsi lumbal, pada kasus ini tidak
dilakukan fungsi lumbal.
BAB V
KESIMPULAN
dari populasi anak di dunia dan sebagian besar anak dengan GDD memiliki
kelemahan pada semua tahapan kemampuannya.
Global development delay memiliki kemungkinan penyebab yang
beraneka ragam. Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak anak saat
otak terbentuk pada masa gestasi. Penyebab yang mungkin antara lain: lahir
prematur, kelainan genetik dan herediter, infeksi, tetapi seringkali penyebab GDD
tidak dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit GDD tidak memburuk
seiring dengan waktu pertumbuhan anak.
DAFTAR PUSTAKA
4. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.
Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:2126.
5. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical
Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-
4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.11747.
6. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice
parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of the American
Academy of Neurology and the practice committee of the child neurology society.
Neurology 2003;60:67-80.
7. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi
pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
8. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis
Keterlambatan Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali
9. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan RI. 2005.
10. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.
Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
11. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2);32-4.
12. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available from]:
URL: http //idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html.
13. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-
483.
14. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting
etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics
2006;118:139-45.
15. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea &
Febiger 1990; 306-311.