Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN

Anak adalah pribadi yang mempunyi berbagai macam potensi dan


kemampuan, potensi dirangsang dan dikembangkan agar berkembang secara
optimal. Tertundanya atau terhambatnya perkembangan potensi dan kemampuan
akan mengakibatkan timbulnya masalah. Potensi-potensi tersebut dikenal sebagai
tahapan perkembangan.Proses perkembangan mencerminkan maturasi organ
tubuh terutama sistem saraf pusat.Perkembangan anak dinilai melalui beberapa
sektor perkembangan yaitu motorik kasar, motorik halus, kognitif, personal sosial
dan bahasa, serta aktivitas sehari-hari.

Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah


ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi,
atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal
seusianya. Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam
mencapai satu atau lebih perkembangan kemampuannya. Seorang anak dengan
Global Developmental Delay (GDD)atau Keterlambatan Perkembangan Global
(KPG) adalah anak dengan keterlambatan bermakna pada dua atau lebih aspek
domain perkembangannya sesuai tahapan perkembangan pada
usianya.Perkembangan bermakna artinya pencapaian kemampuan pasien kurang
dari 2 stabdar deviasi (SD) dibandingkan dengan anak pada rata rata populasi
diusia yang sesuai.Keterlambatan perkembangan global merupakan keadaan yang
terjadi pada masa perkembangan dalam kehidupan anak. Ciri khas KPG biasanya
adalah fungsi intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya disertai
hambatan dalam berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian
terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik,
kesehatan dan keamanan dirinya. Bila stimulasi dan intervensi dilakukan hanya
berdasarkan keluhan utama tanpa menilai perkembangan lain, maka tata laksana
KPU menjadi tidak optimal, dan keluhan utama ini seringkali tidak selalu
mencerminkan keadaan sebenarnya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh banyak
faktor dan penyebab yang sangat bervariasi , salah satunya pengetahuan orangtua
tentang perkembangan anak dan adanya gangguan neurovaskular tempat pusat
2

perkembangan .Oleh karena itu keluhan tersebut menjadi sangat penting untuk
diperhatikan, dan harus dievaluasi lebih lanjut.
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama :Sahibul Hikam
No CM :1-11-23-18
Tanggal Lahir :01 Juni 2016
Usia Kronologis :0 tahun 6 bln 13 hari
Suku :Aceh
Agama : Islam
Alamat :Pidie
Tanggal Masuk RS :14 Desember 2016
Tanggal Pemeriksaan : 26Desember 2016

2.2 Identitas keluarga


Nama Ayah :Mukhtar
Umur :32 tahun
Suku : Aceh
Alamat : Pidie

2.3 Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak aktif
Keluhan Tambahan : Kejang, Demam, Timbul bintik bintik
kemerahan, Pucat

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dikonsulkan ke bagian tumbuh kembang anak dengan keluhan tidak
aktif dan sulit menggerakkan kaki, tangan dan membalikan badan. Awalnya ibu
pasien tidak begitu menghiraukan keluhan tersebut, namun saat ini anaknya
semakin tidak bisa menggerakkanya.Sebelumnya pasien merupakan rujukan dari
RSU Sigli dengan keluhan kejang-kejang sejak 5 hari yang lalu. Kejang terjadi
diseluruh tubuh , pada saat kejang mata pasien mendelik ke atas dengan pasien
tidak sadar setelah kejang. Kejang terjadi dua kali dalam satu hari dengan kejang
4

terakhir terjadi satu hari yang lalu diRSU Sigli.Pasien juga mengeluhkan demam
yang terutama dirasakan pada malam hari.demam turun dengan obat penurun
panas, namun demam naik kembali. Pasien juga dengan riwayat transfusi PRC
berulang di RSU Sigli.Pasien juga mengeluhkan timbulnya bintik bintik
kemerahan berisi nanah dikepala dan lengan serta badan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya dirawat dirumah sakit Sigli selama 4 hari yang lalu.
Riwayat Pemberian Obat
1. Ceftriaxone
2. Fenitoin
3. Paracematol syr
4. Lacto B
5. Zinc

Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Pre Natal
Selama kehamilan ibu pasien ANC teratur ke dokter dan bidan. Riwayat
Hipertensi dalam kehamilan tidak ada, riwayat demam selama kehamilan tidak
ada. Riwayat sakit berat selama kehamilan tidak ada.

Riwayat Natal
Pasien merupakan anak pertama lahir cukup bulan, lahir dengan berat badan 2900
gram secara pervaginam, saat lahir bayi langsung menangis kuat dengan gerakan
aktif

Riwayat Post Natal


pasien belum pernah dirawat di NICU/PICU, riwayat demam (+)riwayat kejang
(+) 4 hri sebelum masuk rumah sakit pasien kejang seluruh tubuh dengan mata
mendelik keatas sekitar 1 jam dengan frekuensi 2 kali, riwayat ikterus pada tubuh
(-), pasien pernah dilakukan drainase subdural higroma pada tangan 15 desember
2016. Riwayat trauma tidak ada.
5

Riwayat Imunisasi
Pasien pernah melakukan imunisasi satu kali, namun ibu pasien tidak mengingat
imunisasi apa.

Riwayat Pemberian Makanan


0-6bulan : Susu Formula

Pemeriksaan fisik
Tanda Vital
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4M6V5
Denyut nadi : 149 x/menit
Frekuensi Napas : 45 x/menit
Suhu tubuh (aksila) : 37,80C

Data Antropometri
Berat badan : 6,0 kg
Panjang badan : 59 cm
Lingkar Kepala : 42 cm
Lingkar lengan : 13 cm
Status Gizi :
BB/U : kurang (-2 s/d -3)
PB/U : sangat kurang ( <-3)
BB/PB :Median (+2 s/d -2)
LK/U : Median (+2 s/d -2)
Kesan : Gizi Baik
Kebutuhan cairan : 100 ml/kg/hari
= 100 x 6
= 600 cc/hari

Kebutuhan Kalori : 98 kkal x BBI


= 98 kkal x 7,9
6

= 774,2kkal/hari
Kebutuhan Protein : 1,6 g x BBI
=1,6 x 7,9
= 12,64 g/hari
TabelAntropometri

BB/U : -2 SD s/d

BB : 6kg, Usia : 6 bulan ,


BB/U : -2 SD s/d -3 SD

PB/U : < -3
HA : 2
Bln

PB : 59 cm, Usia : 6 bulan, PB/U : < -3 SD, HA : 2 Bulan


7

BB/TB : +2 SD s/d -2

BB :
6 kg, PB : 59 cm
BB/TB : +2 SD s/d -2

LK/U : +2 SD s/d -2

LK : 42 cm, usia : 6 bulan


LK/U : +2 SD s/d -2 SD

2.4 Status General


8

Kepala : Normocephali, UUB menonjol


Rambut : Hitam, sukar dicabut
Mata : konj. palp. inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor (+), RCL (+/+), RTCL (+/+)
Telinga: Normotia, tidak tampak deformitas
Hidung : tidak tampak deformitas, NCH (-), sekret (-)
Mulut : Mukosa lembab (+), lidah tampak normal, hipersaliva (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), tidak ada pembesaran tiroid.
Toraks : Simetris, vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-),
retraksi (-)
Jantung : ictus cordis tak terlihat, BJ I > BJ II, reguler (+), bising (-)
Abdomen : simetris, distensi (-), soepel, nyeri tekan (-) peristaltik usus (+)
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan.
Anus : Tidak ada kelainan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Negatif Negatif Negatif Negatif
Sianosis Negatif Negatif Negatif Negatif
Edema Negatif Negatif Negatif Negatif
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi Negatif Negatif Negatif Negatif
Status neurologis
GCS : E4M6V5 = 15
Mata : bulat isokor
TRM : kaku kuduk (-)
Refleks fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ada
Kekuatan otot : 5555/5555
5555/5555
Sensorik/Otonom : dalam batas normal
Pemeriksaan KPSP
9
10

Nilai KPSP pasien = 7 (meragukan)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium (23/12/2016)
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
Darah Rutin Hemoglobin 11,1 10.5 12,9(g/dl)
Hematokrit 34 53-63 (%)
Eritrosit 4,5 4,4-5,8 (106/mm3)
Leukosit 29,8 6,0-17,5 (103/mm3)
Trombosit 780 150-450 (103 U/L)
MCV 75 80-100 Fl
MCH 25 27-31 pg
MCHC 33 32-36 %
RDW 24,2 11,5-14,5 %
LED 100 7,2-11,1 Fl
Hitung Jenis Eosinofil 4 0-6 (%)
Basofil 0 0-2
Netrofil Batang 0 2-6
Netrofil Segmen 55 50-70
Limfosit 29 20-40
Monosit 12 2-8
11

Elektrolit Na 131 132-146 mmol/L


K 5,5 3,6-5,8 mmol/L
Cl 100 90-110 mmol/L

Morfologi darah tepi (23 desember 2016)


Eritrosit : Monokrom normositer anisosaitosis
Luekosit : Luekositosis + hipersegemented
Trombosit : jumlah meningkat , bentuk normal
Kesan : leukositosis dan trombositosis

2.6 Diagnosis
Global development delay +Meningitis+ Post subdural higroma

2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. IVFD 4:1 10 gtt/i (mikro)
2. Inj. Ceftriaxone 300 mg/ 12 jam (iv)
3. Inj Dexametason 1,5 mg / 8 jam
4. Piracetam 2x 150 mg
5. Aspilet 1 x20 mg
2.8 Planning
- Lengkapi imunisasi dasar (BCG, Polio, Pentabio )
2.9 Prognosis
Quo et vitam : dubia et bonam
Quo et functionam : dubia et bonam
Quo et sanactionam : dubia et bonam

Follow Up Harian
Tanggal Pemeriksaan fisik dan penunjang Terapi
20/12/2016 S/ kejang 4 kali, demam (+), Th/
12

Dokter O/ GCS : compos mentis - IVFD 4:1 10


Anak HR: 146x/i
gtt/menit
Nuro RR: 46x/i
T : 36,1,0 c LK : 42,5cm mikro
Ass/ APCD , menigitis -inj
Ceftriaxone
300 mg / 12
jam
-Inj.Furosemid
6mg/12 jam
-inj
dexametason /
8 jam
-inj Neo-k 2 mg

21/12/2016 S/ kejang (-), demam (-), Th/


Dokter anak O/ GCS : compos mentis - IVFD 4:1 10
HR: 136x/i
Neuro gtt/menit
RR: 43x/i
T : 36,6,0 c LK : 42,5cm mikro
Ass/ APCD , menigitis -inj
Ceftriaxone
300 mg / 12
jam
-Inj.Furosemid
6mg/12 jam
-inj
dexametason /
8 jam
-inj Neo-k 2 mg
22/12/16 S/ kejang (-), demam (-), Th/
Dokter O/ GCS : compos mentis - IVFD 4:1 10
HR: 136x/i
Anak gtt/menit
RR: 43x/i
Neuro
T : 36,6,0 c LK : 42,5cm mikro
Ass/ APCD , meningitis, subdural -inj
higroma Ceftriaxone
300 mg / 12
jam
-Inj.Furosemid
13

6mg/12 jam
-inj
dexametason /
8 jam
-inj Neo-k 2 mg
( selama 3 hari)
22/12/16 S/ lemas Th/
Dokter lanjutkan
O/ GCS :compos mentis,
anak, Hom sesuai Ts
HR: 128 x/i
aspilet tab 1x
RR: 28x/i
T : 36,20 c 20 mg
Ass/ Trombositosis
22/12/2016 S/ kejang (-) demam (-) Th/
Dokter anak
O/ GCS :compos mentis
TKPS
HR: 146 x/i
RR: 32x/i
T : 36,50 c
Ass/ Global development Delay
p/ Stimulasi

23/12/2016 S/ demam (-) Th/


Dokter anak
O/ GCS :compos mentis
TKPS
HR: 116 x/i
RR: 24x/i
T : 36,30 c
Ass/ Global Develoment Delay
P/ Stimulasi

24/09/16 S/ muntah (-) mencret 1 kali Th/


Dokter anak
O/ GCS :compos mentis,
TKPS
HR: 169 x/i
RR: 40x/i
T : 37,10 c
Ass/ Global Development Delay

25/09/16 S/ Kejang (-), demam (-) Th/


Dokter anak Th/
O/ GCS :compos mentis, - IVFD 4:1 10
Neuro
14

HR: 135 x/i gtt/menit


RR: 30x/i
mikro
T : 35,90 c
-inj
Ass/ APCD, Meningitis, Subdural
Ceftriaxone
hygroma, post burhole,
300 mg / 12
trombositosis
jam
Ambroxol 2,5
mg
Salbutamol 0,2
mg
Cetirizine
1x0.5mg
Piracetam 2 x
150 mg
25/12/2016 S/ kejang (-) demam (-) Th/
Dokter
O/ GCS :compos mentis
anak,
HR: 146 x/i
TKPS
RR: 32x/i
T : 36,5,0 c
Ass/ Global Development Delay
P/ stimulasi

26/12/16 S/ demam (-) Th/


Dokter anak O/ GCS :compos mentis,
-Aspilet 1x 20 mg
HR: 128 x/i
HOM
RR: 28x/i
T : 36,20 c
Ass/ Trombositosis
P:MDT, Retikulosit, Feritin hasil (+)

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Meningitis
3.1.1 Definisi

Meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau


semualapisan selaput otak yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan oleh
bakteri (septik), virus (aseptik), dan organisme lain.4
15

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan


terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk,
fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebro spinalis (LCS).
Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi yang akut dan
kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga
beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus gejala klinik meningitis saling
tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. 4

3.1.2 Infectious Agent Meningitis 1


Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab
lain, karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh
bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Infectious Agent meningitis purulenta
mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan
neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria
monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh
H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan
Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh
Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai
prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab
meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan
Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus
jarang menjadi penyebab meningitis aseptic (viral).

3.1.3 Klasifikasi Meningitis 5


Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi
menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. 5
16

Meningitis serosa adalah radang selaput otak yang akut pada arakhnoid dan pia
mater yang disertai cairan otak yang jernih dengan gejala rangsang meningeal,
pleiositosis dalam liquor cerebrospinalis dengan diferensiasi terutama limfosit,
perjalanan penyakit yang tidak lama dan self limited tanpa komplikasi. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus,
Toxoplasma gondhii, Ricketsia. 5
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan pia mater yang
meliputi otak dan medulla spinalis, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan non
virus. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Nesseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa.5
Saluran nafas merupakan port dentre (jalan masuk) utama pada penularan
penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran
udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur
hematogen, memperbanyak diri didalam darah masuk ke dalam cairan
serebrospinal selanjutnya memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan
peradangan pada selaput otak dan otak.5

3.1.3Meningitis Pada Anak 1


Meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak-anak. Karena anak-anak
biasanya tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Infectious Agent
meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu.
Selama 2 bulan pertama kehidupan, organisme yang paling sering menyebabkan
meningitis adalah organisme flora ibu atau lingkungan dimana bayi berada yang
disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenzae.1
3.1.4 Patofisiologi meningitis1
Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat
mencapai system syaraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal.
Awalnya agent infeksi berkolonisasi atau membentuk suatu fokal infeksi pada
17

hospes. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit, infeksi telinga, gigi,
nasopharynx, traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, dan traktus urinarius.
Kebanyakan pathogen meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik. 1
Meningitis dapat terjadi setelah terjadi invasi bakteri yang berasal dari pusat
infeksi menular yang jauh langsung ke selaput otak dan menyebar ke selaput otak
secara hematogen. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
bakterimia biasanya mendahului meningitis atau terjadi bersamaan. H.influenzae
grup B dan meningococuss melekat pada reseptor sel epitel mukosa dengan pili.
Pasca perlekatan dengan sel epitel, bacteria menerobos mukosa dan masuk
sirkulasi. Ketahanan bakteri dalam aliran darah diperkuat oleh kapsul bakteri
besar yang mengganggu opsonofagositosis dan disertai dengan bertambahnya
virulensi. 1
Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan
meningen. Kemudian bakteri bersirkulasi ke CSS ekstraserebral dan sela
subarachnoid dan dengan cepat memperbanyak diri, karena kadar komplemen dan
antibody CSS tidak cukup untuk menahan proliferasi bakteri. Faktor kemotaktik
kemudian mendorong respon radang local yang ditandai dengan infiltrasi sel
polimorfonuklear. Adanya lipopolisakarida dinding sel bakteri (endotoksin)
bakteri gram negative (H.influenzae grup B, N.menigitidis) dan komponen-
komponen dinding sel pneumokokus merangsang respon radang yang mencolok
dengan memproduksi local faktor nekrosis tumor, interleukin 1, prostaglandin,
dan mediator radang sitokin lain. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang
kecil dan sedang mengalami hiperemi dalamwaktu yang sangat singkat terjadi
penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid,
kemudian terbentuk eksudat. Eksudat terbentuk dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag. Respon radang berikutnya, secara langsung terkait dengan
adanya mediator radang ini ditandai oleh infiltrasi neutrofil, kenaikan
permeabilitas vaskuler, perubahan sawar darah otak, dan thrombosis vaskuler.1
Meningitis jarang menyertai invasi bakteri dari focus infeksi yang berdekatan,
misalnya sinusitis paranasal otitis media, mastoiditis, selulitis orbita, saluran sinus
derma, osteomielitis. Meningitis dapat juga akibat luka bakar berat, kateter tetap,
atau peralatan yang terkontaminasi.1
18

Secara langsung Secara tidak langsung


(cedera traumatic)

Defisiensi umum
Bakteri atau virus masuk meningens

otitis media,
sinusitis, infeksi saluran pernapasan
Meningens terinfeksi

Melalui CSS

Organisme tersebar di otak dan jaringan sekitar

Muncul gejala yang khas

Meningitis
3.1.5 Epidemiologi meningitis
Distribusi frekuensi meningitis
a. Orang / manusia
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap
pathogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak
biasanya tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah
pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan
5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah
kemiskinan, dan kemungkinan tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-5
bulan.1,5 Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita.
Pada negara berkembang, penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus
influenza pada anak yang tidak divaksinasi paling lazim terjadi pada bayi umur 2
bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50%
kasus terjadi pada usia tahun pertama.1
Insidens rate kasus Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza di AS
pada umur < 5 tahun berkisar 32-71/100.000 setiap tahun. Pada neonatus rata-rata
2-4 kasus/1000 bayi lahir hidup, dan dua pertiganya disebabkan oleh
Streptococcus beta haemoliticus grup B dan E. coli. Di Uganda (2001-2002)
19

Insidens rate meningitis Haemophylus influenza tipe B pada usia <5 tahun sebesar
88 per 100.000.1
b. Tempat
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk
terjadinya penyakit epidemik.Di seluruh daerah tropis, meningitis bakterial lebih
sering terjadi pada anak yang berumur 6 bulan 3 tahun. Beban penyakit
meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yang dikenal sebagai
Meningitis Belt. Pada Tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis yang
tercatat sebagai epidemic terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus
dan 25000 kematian yang terdaftar (CFR=10%). Penelitian yang dilakukan di
Malaysia (Nur, 2005) 60% kasus meningitis paling banyak terdapat pada
kelompok umur anak-anak yaitu umur 0-9 tahun dengan mortalitas 15%.1

c. Waktu
Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga
merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Wabah Meningitis di Afrika
terjadi selama musim panas dari bulan Desember hingga juni. Di daerah Sub-
Saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali Barat, hingga
Niger, Nigeria, Chad, dan Sudan Timur) epidemi meningitis dimulai pada musim
panas atau musim kering dan mencapai puncaknya pada akhir April awal Mei
dan diakhiri dengan dimulainya musim penghujan. Tahun 2008, Afghanistan
melaporkan 2.154 kasus meningitis dan 140 kematian (CFR=6,5%) dimana
sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.1,5

3.1.6 Manifestasi klinis meningitis 1,5


Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti penurunan kesadaran,
panas mendadak, peningkatan TIK, kaku kuduk dan brudzinsky (+), papil edem,
paralisis syaraf okulomotor dan abdusen, sikap deserebrasi / dekortikasi, letargi,
muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta
rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
20

dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makulopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan
dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan
gejala panas tinggi, kaku kuduk dan brudzinsky (+), penurunan kesadaran, papil
edem, paralisis syaraf okulomotor dan abdusen, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, sikap
dekortikasi / deserebrasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang
mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Gambar 5. Pupil anisokor

Gambar 6. Tanda kernig positif


21

Gambar 7. Tanda brudzinski positif

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium
prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala
infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa
demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.5 Stadium II atau stadium transisi berlangsung
selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita
mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi
dan anak-anak. Tanda-tanda rangsanganmeningeal mulai nyata, seluruh tubuh
dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam
waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.5

3.1.7 Diagnostik
Pemeriksaan rangsangan meningeal 7
1. Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
2. Pemeriksaan tanda kernig
22

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan tanda brudzinski 1
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4.Pemeriksaan tanda brudzinksi 2
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.

3.1.7 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan lumbal pungsi 8
Pungsi lumbal harus dilakukan bila meningitis dicurigai. Kontra indikasi (LP)
segera adalah :
1. Bukti adanya peningkatan tekanan intracranial (TIK), seperti pada
kelumpuhan syaraf cranial ke3 dan ke6, penurunan kesadaran, hipertensi
atau dengan kelainan pernapasan.
2. Gangguan kardiopulmonal yang berat yang memerlukan cara-cara
resusitasi segera untuk syok atau pada penderita yang pada posisi untuk
LP akan mengganggu lebih lanjut fungsi kardiopulmonal.
3. Gejala dan tanda herniasi otak yang mengancam pada anak.
4. Penderita yang sakit kritis.
5. Infeksi kulit pada tempat LP, jika pemeriksaan CSS demikian mendesak,
pungsi ventrikel atau sisterna magna yang dilakukan oleh dokter yang
terampil terindikasi.
6. Trombositopenia, dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000 dapat
menyebabkan perdarahan yang tidak terkendali di ruang subdural atau
subarachnoid.
23

Jika LP ditunda karena salah satu faktor yang disebutkan diatas, terapi empiric
harus segera dimulai. CT scan perlu dilakukan untuk membuktikan adanya abses
otak atau kenaikan TIK. LP dapat dilakukan setelah TIK diobati atau abses otak
telah dikesampingkan.1

3.2 Global Development Delay

Global developmental delay (GDD) atau keterlambatan


perkembangan global (KPG), merupakan suatu keadaan
ditemukannya keterlambatan yang bermakna lebih atau sama
dengan 2 domain perkembangan tersebut.Keterlambatan
bermakna artinya pencapaian kemampuuan pasien kurang
dari 2 standar deviasi (SD) dibandingkan dengan rata-rata
populasi pada umur yang sesuai.Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun
saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental.4,2 Anak dengan KPG tidak selalu menderita
retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi
psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.5,6

3.2.2 Epidemiologi

Secara global prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia,
sedangkan di Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari
anak-anak berumur<5 tahun.6 Penelitian oleh Suwarba dkk.7di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi
KPG sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas
kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial
sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan
perkembangan global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial
dan infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal.6
24

Di Indonesia, suatu penelitan di seratus sepuluh wilayah


Puskesmas di Pulau Jawa tahun1987 menda pat kan 13%
balita berpotensi mengalami keterlambatan perkembangan.
Penelitian di dae rah kumuh perkotaan di Bandung tahun 1998,
ditemukan 28,5% balita mengalami keterlambatan
perkembangan.6,7 Sedangkan berapa angka kejadian KPG di
Indonesia sampai saat ini belum pernah dilapor kan.
Menurut penelitian Deborah M dkk.8 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari
12 bulan (67%).Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan
terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan
berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%)
pasien.Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah
ditemukan pada 68%kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%
mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan
40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan.Etiologi ditemukan pada
61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral
disgenesis, palsi serebral.

3.2.3 Etiologi

a. Etiologi

KPG dapat dibedakan menjadi kejadian prenatal,


perinatal, pasca natal, dan idiopatik.
25

Pasien KPG laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan


yang dapat diidentifikasi etiologinya (63% berbanding 37%).
Pada beberapa penelitian sebelumnya, anak laki-laki lebih
banyak menderita KPG, pada penelitian kami 55,6% pasien
laki-laki. Penemuan yang sama pada penelitian Sour
dkk,74% pasien KPG laki-laki, dan etiologi yang dapat
diidentifikasi 59% pada anak laki-laki dan 30% Perempuan.
Namun bagaimana hal ini dapat terjadi sampai saat ini belum
dapat dijelaskan, diperkirakan karena kondisi faktor x-linked
atau x-limited. Telah diketahui beberapa kondisi x-linked yang
dapat menyebabkan gangguan perkembangan, terutama
sindrom Fragile x, sindrom Coffin-Lowry, defek creatine
transporter, dan sindrom okuloserebrorenal

Status gizi kurang dan gizi buruk ditemukan pada 45%


kasus, kemungkinan disebabkan adanya kesulitan makan
pada pasien KPG karena adanya gangguan pada oromotor.
Keadaan ini harus mendapat perhatian yang lebih baik pada
upaya tata laksana pasien karena jika status gizi tidak
diperbaiki maka semakin memperberat keadaan penyakitnya.
Defisiensi nutrien tertentu sangat menentukan perkembangan
susunan saraf pusat maupun perifer dan menimbulkan kelainan
neurologis.

Adanya gambaran dismorfik tidak konsisten ditemukan


sebagai nilai prediktif untuk identifikasi etiologi KPG pada
penelitian sebelumnya. Gambaran dismorfik pada umumnya
berhubungan dengan abnormalitas genetika kongenital antara
lain sindrom fragile-x, sindrom Cornelia de Lange.

3.2.4Tahap Perkembangan Normal pada Anak

1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak


26

Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja.Hal ini yang membedakan anak dengan
dewasa.Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
dengan usianya.Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan
berat.9Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.9

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara


simultan.Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan
sosialisasi.Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia
yang utuh.Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara
lainperkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan
pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan.9,10

Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.9,10

2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-
27

faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,
faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,
stimulasi, dan obat-obatan).9,1

3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau

Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi:

1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak


melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti
duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.

4 Periode Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan


berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh
kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak
adalah sebagai berikut9,11:

1. Masa prenatal atau masa intra uterin


28

Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.


Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum
yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi
diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur
kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada
masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia
sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.
Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.
Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan
Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
2. Masa bayi (umur 0 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:

a. Masa neonatal (umur 0 28 hari)


Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi

b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari 11 bulan)


Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem
saraf.

Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping
ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh
yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
29

3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 59 bulan)


Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan
dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi
ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa
balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan
dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan
serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan
hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala
kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi.

Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada


masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya
manusia dikemudian hari.

4. Masa anak prasekolah (umur 60 72 bulan)


Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan
dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan
proses berpikir.Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka
lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak
dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima
rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar
dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah
dengan cara bermain.

3.5 Deteksi Dini

Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan


pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap
tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan
normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali
terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua
perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui
30

apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /


laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining
perkembangan pada anak.

Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara


komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan
dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan
penilaian perkembangan.6,9

Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat


dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang
tercantum di bawah 12,13:

Tanda bahaya perkembangan motor kasar

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh
bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia
6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol

Tanda bahaya gangguan motor halus

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan


2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat
dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
31

Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)

1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap


suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan

Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)

1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan
dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan

Tanda bahaya gangguan sosio-emosional

1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain


2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /
interaksi

Tanda bahaya gangguan kognitif

1. 2 bulan: kurangnya fixation


2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
32

5. 24 bulan: belum ada kata berarti


6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parents
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining
yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)
dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai
kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3
tahun.13,14

3.6 Gejala Klinis

Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian


dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila
di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining
prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan
berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari
dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal
spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,
yaitu13,14:

1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
33

2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan


3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

3.7 Diagnosis

3.7.1 Anamnesis

Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua


secara seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah
perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko
biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat
salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis
saat infant.

Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis


dan Judith, 199413
34

Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah
seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau
meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung
memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk
didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak
sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering
menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki
hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering
pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan
perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun
pertama sering dihubungkan dengan HIV.13,14

3.7.2 Pemeriksaan Fisik

Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.


Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
35

dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara


terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya
lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test
dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur
memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan
peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa
menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi
secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan
kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit
ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan
dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro
reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.13,14

3.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan


gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan
pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun
beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain14,15

a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik
rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan
sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang
mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-
36

anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas


kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak
dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit
muscular dystrophy.

b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih
sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas
yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila
terdapat indikasi yang jelas.Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan
pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat
dijelaskan.

c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.

d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum
dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG
tanpa riwayat epilepsi.

Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini,
terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun
memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12
37

3.8.1 Retardasi Mental

Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-
IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat
gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui
adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5
tahun), dengan klasifikasi hasil:

a. Ringan , yaitu IQ 50-70


b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih
dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis
sebelumnya.

3.9 Imunisasi

3.9.1 Definisi Imunisasi

Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil menurunkan


morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi
pada bayi dan anak. 11 Imunisasi yaitu memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui
suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin
12
polio. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan
anak.11
38

3.9.2 Jenis Imunisasi


a. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan
12
bertahan selama bertahun-tahun. Adapun tipe vaksin yang dibuat hidup dan
mati. Vaksin yang hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak
berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan
antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksik
yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. 13
Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah :
-BCG, untuk mencegah penyakit TBC.
-DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
-Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.
-Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).
-Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

b. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan
untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat
aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk
upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri
12
maupun virus. Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil
memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir
trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu
ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A
(LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang
menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk
menunjang kekebalan tubuhnya.13
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama,
sebab kadar zat-zat anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil
produksi tubuh sendiri, melainkan secara pasif diperoleh karena pemberian dari
luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah Inmunoglobulin yang dapat
mencegah anak dari penyakit campak (measles). 13
39

3.9.3 Imunisasi Dasar Pada Bayi


Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana
yang diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. 11
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-
penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan
pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit yaitu TBC, difteri, pertusis,
tetanus, poliomyelitis, campak dan hepatitis B.11
Ke-lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh adalah:
a. Imunisasi BCG ( Bacillius Calmette Guerine )
b. Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TB. Departemen
Kesehatan Menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12 bulan.
c. Imunisasi DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)
Merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin mengandung racun
kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi masih dapat
merangsang pembentukan zat anti(toxoid) untuk mencegah terjadinya
penyakit difteri,pertusis,dan tetanus,yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-
11 bulan dengan interval minimal 4 minggu.
d. Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada kaki, yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan dengan
interval minimal 4 minggu.
e. Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena penyakit ini
sangat menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9-11 bulan.
f. Imunisasi hepatis B, adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit yang dapat
merusak hati, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan
interval minimal 4 minggu.
NO Jenis Dosis Cara Jumlah Interval Waktu
Imunisas Pemberian Pemberian Pemberian
i
40

1 BCG 0,05 cc Intrakutan, 1 kali - 0-11 bln


daerah
muskulus
deltoid
2 DPT 0,5 cc Intramuskular 3 kali 4 2-11 bln
minggu
3 Polio 2 tetes Diteteskan ke 4 kali 4 0-11 bln
mulut minggu

4 Hepatitis 0,5 cc Intramuskular 3 kali 4 0-11 bln


B , pada paha minggu
bagian luar
5 Campak 0,5 cc Subkutan, 1 kali - 9-11 bln
biasanya di
lengan kiri
atas

BAB IV
ANALISA KASUS

4.1 Analisa Kasus

Pasien dikonsulkan ke bagian tumbuh kembang anak dengan keluhan tidak


aktif dan sulit menggerakkan kaki, tangan dan badannya terutama untuk mencoba
bangun. Awalnya ibu pasien tidak begitu menghiraukan keluhan tersebut, namun
saat ini anaknya semakin tidak sulit menggerakkan kaki, tangan dan terutama
badan .Perkembangan yang terlambat ( developmental delay) adalah
ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi,
41

atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal
seusianya. Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam
mencapai satu atau lebih perkembangan kemampuannya.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan KPSP pada usia 6 bulan yang
bertujuan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau terdapat
penyimpangan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil Ya sebanyak 7 dan Tidak
sebanyak 3, yang mana terdapat keterlambatan dalam gerakan motorik kasar dan
motorik halus.
Keterlambatan motorik adalah keluhan yang sering dicemaskan dan
dikeluhkan oleh orangtua. Sesuai dengan penelitian Tjandrajani dkk, yang
menyatakan bahwa keluhan terbanyak orangtua pada pasien dengan keterlambatan
perkembnagan adalah gangguan bicara 46,8%, keterlambatan perkembangan
motorik 30,9% dan tanpa keluhan 12,8%. Pada orangtua untuk kelompok usia <12
bulan lebih tanggap terhadap gangguan perkembangan motorik sedangkan pada
orangtua kelompok usia > 12 bulan lebih tanggap terhadap gangguan bicara.
Perkembangan motorik adalah pusat perhatian terbesar sebagian orangtua sewaktu
anak-anak mereka berada pada usia 6-12 bulan.
Pasien dalam kasus ini terkena penyakit meningitis . Meningitis adalah
infeksi pada lapisan pembungkus otak (meningen) yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa).Global
development delay dapat disebabkan oleh infeksi, genetik atau sindromik,
metabolik, endokrin, traumatik, lingkungan, malformasi cerebral, palsi serebral,
Sebelumnya pasien merupakan rujukan dari RSU Sigli dengan keluhan kejang-
kejang sejak 5 hari yang lalu. Kejang terjadi diseluruh tubuh , pada saat kejang
mata pasien mendelik ke atas dengan pasien tidak sadar setelah kejang. Kejang
terjadi dua kali dalam satu hari dengan kejang terakhir terjadi satu hari yang lalu
diRSU Sigli.Pasien juga mengeluhkan demam yang terutama dirasakan pada
malam hari.demam turun dengan obat penurun panas, namun demam naik
kembali. Pasien juga dengan riwayat transfusi PRC berulang di RSU Sigli.Pasien
juga mengeluhkan timbulnya bintik bintik kemerahan berisi nanah dikepala dan
lengan serta badan.Berdasarkan Journal Neurosurgery Psychiatry dan Pedoman
Pelayanan medis IDAI, manifestasi klinis yang menyertai meningitis adalah,
42

demam tinggi, sakit kepala, kejang, depresi status mental, tanda neurologis pada
wajah, dengan tipe kejang umum atau fokal, penurunan kesadaran dan sering
disertai leukositosis pada pemeriksaan darah sering biasanya oada meningitis yang
telah berkomplikasi mengenai jaringan otak . Untuk menegakkan secara pasti
diagnosa meningitis sebaiknya dilakukan fungsi lumbal, pada kasus ini tidak
dilakukan fungsi lumbal.

Terapi global development delay pada pasien ini adalah pemberian


stimulasi, perkembangan pada anak memerlukan rangsangan atau stimulasi,
misalnya : penyediaan alat mainan, sosialissi anak, keteerlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak. Anak
yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi.

Pasien diberikan ceftriaxone, ceftriaxone adalah antibiotik golongan


cephalosporin generasi ke 3 yang mekanisme kerjanya berikatan dengan 1 atau
lebih penicillin binding proteins (PBPs) yang menghambat transpeptidasi akhir
dari sintesis peptidoglikan di membran sel bakteri, sehingga menghambat
biosintesis membran sel yang mengakibatkan kematian sel bakteri.

Pasien diberikan dexametason.Dexametason merupakan obat golongan


steroid yang mekanisme kerja utamanya pada jaringan otak dan menghambat
terjadinya udema otak dan sebagai tatalaksana untuk reaksi inflamasi yang terjadi.

BAB V
KESIMPULAN

Perkembangan yang terlambat (develomental delay) adalah ketertinggalan


secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi , atau
perkembangan sosial seseorang anak bila dibandingkan dengan anak normal
seusianya. Seorang anak dengan developmental delay tertunda dalam mencapai
satu atau lebih kemampuannya. Seorang anak dengan Global develoment delay
(GDD) adalah anak yang tertunda dalam mencapai sebagian besar hingga semua
tahapan perkembangan pada usianya. Prevalensi GDD diperkirakan 5-10 persen
43

dari populasi anak di dunia dan sebagian besar anak dengan GDD memiliki
kelemahan pada semua tahapan kemampuannya.
Global development delay memiliki kemungkinan penyebab yang
beraneka ragam. Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak anak saat
otak terbentuk pada masa gestasi. Penyebab yang mungkin antara lain: lahir
prematur, kelainan genetik dan herediter, infeksi, tetapi seringkali penyebab GDD
tidak dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit GDD tidak memburuk
seiring dengan waktu pertumbuhan anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis dalam:


Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.
2010. 67-69.
2. Pusponegoro HD, dkk. Ensefalitis dalam: Standar pelayanan medis
kesehatan anak. Edisi 1. Jakarta. Badan Penerbit IDAI. 2004. 198-199
3. Schwartz MW. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta. EGC. 2002. 203-204
44

4. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.
Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:2126.
5. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical
Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-
4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.11747.
6. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice
parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of the American
Academy of Neurology and the practice committee of the child neurology society.
Neurology 2003;60:67-80.
7. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi
pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
8. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis
Keterlambatan Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali
9. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan RI. 2005.
10. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.
Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
11. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2);32-4.
12. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available from]:
URL: http //idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html.
13. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-
483.
14. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting
etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics
2006;118:139-45.
15. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea &
Febiger 1990; 306-311.

Anda mungkin juga menyukai