Disusun Oleh:
NABILAH MUTIARA RIZKY FADHILAH PUTRI
NIM: 2130026
MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA
A. Pengertian
Sectio caesarea (SC) adalah proses persalinan yang dimana mengeluarkan
bayi dari perut seorang ibu dengan cara menginsisi bagian perut (laparotomi) dan
dinding uterus (histerotomi). Seiring perkembangan jaman, Sectio Caesarea ini
dapati dilakukan dibagian perut bawah. Sectio Caesarea ini bisa dilakukan secara
elektif apabila ada indikasi bayi tidak bisa dilahirkan secara normal ataupun bisa
dilakukan secara mendadak (emergency) apabila ada kondisi dimana bayi harus
dilahirkan segera [ CITATION NiL18 \l 1033 ]
Sectio Caesarea suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat
badan diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh.[ CITATION NiL18 \l 1033 ]
B. Klasifikasi
Sectio Caesarea dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda
nantinya akan membedah perut ibu dengan cara menginsisi di segmen bagian
luka insisi yang tidak banyak, risiko peritonitis yang tidak besar, jaringan
parut saat proses penyembuhan pada uterus umumnya kuat sehingga risiko
ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas ibu pada
korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna [ CITATION Pra17 \l
1033 ]
Tindakan pembedahan ini dilakukan dengan cara membuat insisi pada bagian
tengah dari korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas
plika vesio uterine. Tujuannya dibuat hanya jika ada halangan untuk
misal karena uterus melekat pada dinding perut karena riwayat persalinan SC
menutupi jalan lahir). Kerugian dari jenis ini adalah risiko peritonitis dan
rupture uteri 4 kali lebih bahaya pada kehamilan selanjutnya. Biasanya setelah
dilakukan tindakan SC klasik ini, dilakukan sterilisasi atau histerektomi untuk
Dokter akan menginsisi dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus
C. Etiologi
Indikasi sectio caesarea
1. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan
perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan
mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya.
Wanita yang mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan ,
sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam
tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin,
american collage of obstetrician and ginecologist.[ CITATION Ris18 \l 1033 ]
2. Distosia Persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi
antara bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari:
a. Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik(disfungsi
uterus) dan kurangnya upaya otot volunter selama persalinan kala dua.
b. Panggul sempit
c. Kelainan presentasi, posisi janin
d. Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin.
3. Gawat Janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin,jika penentuan
waktu sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat
dihindari dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea
4. Letak Sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat
dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan pervaginam dibandingkan dengan
janin presentasi kepala
bayi.Selain itu bayi kembar pun dapat mengalami sungsang.Sehingga sulit untuk
Presentasi muka
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
D. Patofisiologi
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi
E. Pathway
F. Komplikasi
1) Laboratorium
d. Urinalisis/kultur urine.
e. Pemeriksaan elektrolit.
2) Pemeriksaan ECG.
3) Pemeriksaan USG
3. Mobilisasi
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan
perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
6) Dada.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.