Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal untuk
pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pajak pusat menjadi pajak
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Kebijakan ini merupakan titik
balik dalam pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
Apabila dilihat dari karakteristik, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan
merupakan pajak daerah. Namun, kewenangan dalam hal penentuan basis pajak,
Pemerintah daerah. Dengan demikian BPHTB dan PBB-P2 diharapkan bisa menjadi
salah satu sumber PAD yang potensial bagi daerah, dibandingkan dengan
keseluruhan penerimaan pajak- pajak daerah yang ada selama ini. Khususnya PBB-P2
berdasarkan Pasal 185 UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD, maka sejak tanggal 1
keuangan bersama dengan menteri dalam negeri (UU PDRD Pasal 182).
dan alasan pokok dari pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah, antara lain:
Pertama, berdasarkan teori, PBB-P2 lebih bersifat lokal (local origin), visibilitas,
objek pajak tidak berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat antara
pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link
Asli Daerah (PAD) dan sekaligus memperbaiki struktur Anggaran Pendapatan dan
berdasarkan berdasarkan praktek di banyak negara, PBB -P2 atau Property Tax
Dengan di terapkannya hal ini khusus nya pada Pajak Bumi dan Bangunan
Daerah. Maka setiap daerah di Indonesia bisa memaksimalkan potensi pajak daerah
pemungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan wilayah Bukittinggi
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu mengatur ketentuan
tentang pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dengan Peraturan Daerah.
Berikut ini merupakan penerimaan PBB di tiap-tiap Kecamatan di Kota
Bukittinggi selama 4 tahun terakhir yaitu pada periode 2011-2014. Data selengkapnya
yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Bukittinggi pada tabel 1.1.
berikut:
Tabel 1.1
Persentase Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2011-2014
di Kota Bukittinggi
Kecamatan (dalam %)
Mandiangin Koto
100.11% 104.94% 45.70 % 103.7%
Selayan
Berdasarkan data yang di atas, dapat dilihat jumlah penerimaan pajak bumi
dan bangunan dari tahun 2011 – 2014, dimana kita bisa melihat jumlah penerimaan
yang besar ini bila semua nya bisa dialihkan ke pemerintah daerah, maka
Dalam pelaksanaanya hal ini juga tidak boleh hanya di pamahami oleh
pemerintah daerah saja, tapi masyarakat juga harus memahami tentang bagaimana
penerapan PBB-P2 ini diterapkan di daerah mereka berdomisili. Oleh karena itu saya
Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan
Pajak Orang Pribadi di Kecamatan Guguk tergolong paham dan patuh terhadap
peraturan pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan, dengan tingkat pemahaman dan
memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Jadi, dengan pahamnya
Jadi, apabila masyarakat memiliki pemahaman yang baik terhadap peraturan pajak,
Sebaliknya jika masyarakat sama sekali tidak memiliki pemahaman terhadap pajak,
Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan dari pajak pusat
membayar pajak.