Anda di halaman 1dari 22

Koperasi merupakan lembaga yang memiliki sejarah cukup panjang di Indonesia.

Awal mula
sistem koperasi di Indonesia sudah muncul sejak zaman era kolonial. Bahkan Proklamator
dan Wakil Presiden RI yang pertama, mengkonsepsikan koperasi sebagai guru
perekonomian bangsa Indonesia.
Sampai saat ini, tercatat ratusan ribu koperasi yang masih aktif di Indonesia. Bila melihat
data milik Kementerian Koperasi dan UKM, hingga Desember 2018, tercatat ada sekitar
126.343 koperasi aktif di 34 provinsi yang bila di total kan  jumlah anggota nya telah
mencapai 20-an juta orang dengan nilai volume usaha mencapai Rp 145,8 triliun.
Dengan nilai volume usaha yang sangat masif, masih banyak kesempatan bila ingin
mendirikan Koperasi di Indonesia. Ini dapat dilihat dari kontribusi koperasi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berkisar 5,1 persen (hingga Juni 2019). Oleh karena
itu, berikut sudah kami rangkum panduan dan syarat lengkap tentang Koperasi yang ada di
Indonesia, dengan harapan memajukan sektor Koperasi di Indonesia
Apa Itu Koperasi

Landasan dasar mengenai hukum Koperasi di Indonesia terdapat pada Pancasila dan UUD
NRI 1945. Pengertian Koperasi ialah badan usaha yang isinya beranggotakan orang-
perorangan atau badan hukum dengan melandaskan semua kegiatan yang dilakukan
berdasar prinsip koperasi yang telah ada, Koperasi juga sekaligus berfungsi sebagai gerakan
ekonomi milik rakyat yang asas nya berdasar kekeluargaan. 

Landasan Hukum Koperasi


Legalitas koperasi sebagai badan hukum sudah diatur berdasarkan sejumlah peraturan
perundang-undangan yang telah ada, yaitu :
 UU Nomor 25 Tahun 1992 mengenai Perkoperasian
 PP 4/199 mengenai Pengesahan Akta Pendirian Koperasi, dan Perubahan Anggaran
Dasar
 PP 17/1994 mengenai Pembubaran Koperasi
 PP 9/1995 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
 PP 98/1998 mengenai Modal Penyertaan
 Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 98 Tahun 2004 mengenai Notaris
Pembuat Akta
 Peraturan Menteri koperasi dan UKM Nomor 10 Tahun 2015 mengenai Kelembagaan
Koperasi
 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM 15 tahun 2015 mengenai Usaha Simpan
Pinjam
 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM 9/2018 mengenai Penyelenggaraan dan
Pembinaan Koperasi.
Prinsip Koperasi
Prinsip yang dipegang Koperasi cukup berbeda dari badan hukum lainya, berikut adalah
daftarnya :
 Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, artinya bersifat sukarela ialah
seseorang harus sukarela dan tidak ada paksaan untuk menjadi anggota koperasi, dan
bersifat terbuka adalah tidak ada diskriminasi, dan semua anggota akan diperlakukan
setara.
 Pengelolaan secara demokratis, artinya pengelolaan dan semua pengambilan
keputusan koperasi harus dilakukan atas kehendak semua anggota. 
 Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil dan sebanding, artinya
pembagian sisa hasil usaha kepada tiap anggota koperasi berdasarkan perimbangan
jasa usaha anggota koperasi. 
 Pembagian balas jasa terbatas terhadap modal. artinya secara terbatas yaitu wajar
dan tidak melebihi suku bunga yang sedang berlaku di pasar. 
 Kemandirian, artinya koperasi berdiri sendiri tanpa harus bergantung pada pihak
lain.
Dengan adanya prinsip ini diharapkan Koperasi dapat memperluas wawasan anggota,
memperkuat solidaritas, dan meningkatkan kemampuan untuk tujuan koperasi. 
Bentuk dan Jenis Koperasi 
Bentuk dan jenis Koperasi yang ada saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan jenis usaha,
keanggotaan dan tingkatan. Berikut adalah pengertianya
Koperasi berdasarkan jenis usaha
Jenis koperasi ini dipisah berdasarkan jenis usaha produksinya atau menghasilkan barang.
Semua barang yang dijual adalah hasil produksi sesama anggota koperasi yang memiliki
usaha seperti kerajinan, pakaian jadi, dan juga bahan makanan. 
 Koperasi Konsumsi
 Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
 Koperasi Serba Usaha (KSU)
Koperasi berdasarkan keanggotaannya
Berdasarkan anggotanya, koperasi dapat dibedakan sebagai berikut:
 Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
 Koperasi Pasar (Koppas)
 Koperasi Unit Desa (KUD)
Koperasi berdasarkan tingkatannya
Berdasarkan tingkatannya koperasi dapat dibedakan sebagai berikut:
 Koperasi Primer
 Koperasi Sekunder (meliputi pusat koperasi, gabungan koperasi, dan induk koperasi)
Hak dan Kewajiban Anggota Koperasi
Hak dan kewajiban untuk setiap anggota setiap koperasi sudah diatur dalam Pasal 20 UU
25/1992. Berikut adalah penjelasan lebih lengkapnya :
Kewajiban anggota koperasi, yaitu: 
 Mematuhi seluruh anggaran dasar, dan rumah tangga serta setiap keputusan yang
telah disepakati;
 Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan;
 Memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan;
Hak anggota koperasi, yaitu: 
 Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara;
 Memilih atau dipilih menjadi anggota pengurus;
 Meminta untuk diadakan rapat anggota yang sesuai dengan ketentuan dalam
anggaran dasar;
 Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus;
 Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama;
 Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi.
Syarat Pendirian Koperasi
Pasal 12 Permen Koperasi dan UKM No. 9/2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan
Perkoperasian telah mengatur mengenai persyaratan pendirian Koperasi di Indonesia. 
Pendirian koperasi dilakukan dengan mengadakan rapat pendirian koperasi yang harus
dihadiri oleh para pendiri, dan juga dihadiri oleh pejabat yang berguna untuk melakukan
penyuluhan terkait koperasi.
Jumlah orang yang hadir dalam pendirian koperasi akan berbeda tergantung jenisnya. Untuk
pendirian koperasi primer dihadiri oleh 20 orang dan akan lebih sedikit untuk koperasi
sekunder.
Syarat Koperasi Primer
Pendiri koperasi mengajukan akta pendirian koperasi baik itu secara tertulis maupun secara
elektronik kepada Menteri dengan melampirkan beberapa persyaratan, yaitu:
 Dua rangkap akta pendirian koperasi (bermaterai)
 Berita acara rapat pendirian koperasi
 Surat bukti penyetoran modal, 
 Rencana awal kegiatan koperasi
Syarat Koperasi Sekunder
Syarat untuk mendirikan koperasi sekunder sama seperti koperasi primer, namun terdapat
beberapa tambahan dokumen berupa:
 Hasil berita acara rapat pendirian 
 Keputusan pengesahan badan hukum koperasi primer dan/atau sekunder
 NPWP aktif untuk setiap calon anggota koperasi primer dan/atau sekunder
Syarat Koperasi Simpan Pinjam (KSP) 
Terdapat persyaratan khusus untuk KSP yang bisa dilihat pada:
 Pasal 10 ayat (5) Permen Koperasi dan UKM No. 9 thn 2018 
Setelah pengajuan akta pendirian koperasi, dan mendapatkan penilaian terkait anggaran
dasar serta persyaratan administrasi. Maka Menteri akan menerbitkan dua opsi surat, yaitu
Surat Keputusan (SK) penerimaan, atau penolakan.
Tahapan dan Prosedur Pendirian Koperasi
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 9 Tahun 2018 telah mengatur tentang 
tahapan dan tata cara pendirian koperasi, yaitu :
 Perencanaan Pendirian Koperasi
 Penyampaian rencana dan konsultasi ke daerah pusat maupun dinas
 Rapat Pendirian Koperasi
 Verifikasi Nama Koperasi
 Pengajuan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi
 Verifikasi Dokumen Permohonan
 Mekanisme di Sisminbhkop
 Pengesahan Pendirian Koperasi
Awal Modal Pendirian Koperasi
Seperti badan usaha yang lain , koperasi juga memerlukan modal untuk memulai
menjalankan kegiatan usaha. Berikut adalah jenis modal pendirian koperasi :
Modal sendiri berasal dari:
 Simpanan Pokok
 Simpanan wajib
 Dana cadangan
 Hibah
Modal pinjaman berasal dari 
 Anggota
 Calon anggota
 Koperasi lain atau anggotanya
 Bank dan lembaga keuangan lainnya
 Penerbitan obligasi
 Surat utang lainnya dengan sumber yang sah
Prosedur Pembubaran Koperasi
Pada Pasal 46 UU 25/1992 mengatur bahwa terdapat 2 cara pembubaran koperasi dengan
cara yang sah, yaitu :
Keputusan Rapat Anggota 
Koperasi dapat dikatakan telah bubar apabila adanya keputusan rapat anggota hal ini
dikarenakan jangka waktu koperasi telah berakhir. Keputusan ini akan dianggap sah apabila
disetujui oleh 2/3 dari jumlah suara anggota koperasi.
Keputusan Pemerintah 
Alasan yang menyebabkan terjadinya pembubaran koperasi yang dilakukan oleh pemerintah
terdapat pada Pasal 47 UU 25/1992 yaitu: 
 Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan UU 25/1992
 Koperasi melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan; 
 Kelangsungan koperasi sudah tidak diharapkan. 
Pasal 43 Permen Koperasi dan UKM No. 9 tahun 2018 juga telah mengatur hal-hal yang
menyebabkan pembubaran koperasi oleh pemerintah, yaitu: 
 Koperasi tidak melaksanakan ketentuan anggaran dasar
 Koperasi dinyatakan pailit 
 Tidak diadakan rapat anggota selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; 
 Tidak adanya kegiatan usaha yang dilakukan secara nyata selama 2 (dua) tahun
berturut-turut

Biaya dan Lama Proses Pendirian Koperasi


Biaya pembuatan koperasi akan bervariasi tergantung dari jenis koperasi yang diinginkan
dan juga persyaratan yang sudah dimiliki. Pemerintah Indonesia pun tidak memiliki standar
nasional mengenai biaya pembuatan koperasi. Mengenai lama proses pendirian koperasi
sendiri bisa memakan waktu kurang lebih 2 bulan.
Koperasi Modern adalah Koperasi yang menjalankan kegiatan dan usahanya dengan cara-
cara  baru dan manajemen tata kelola koperasi yang baik (Good Coorporative Governance),
memiliki daya saing dan adaptif terhadap perubahan.
Koperasi Modern itu sendiri  harus memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Pilar Kelembagaan
2. Daftar Anggota Berbasis Elektronik
3. Manajemen Koperasi yang Profesional
4. Rapat Anggota Tahunan (RAT) dilakukan secara online
5. Pilar Usaha
6. Orientasi usaha berbasis model bisnis (Hulu-Hilir, Kemitraan Terbuka dengan para
pihak/incklusive closed loop)
7. Telah memiliki Offlaker/pasar
8. Incklusif terhadap perkembangan usaha anggota (Promosi Ekonomi Anggota)
9. Telah memanfaatkan Teknologi Informasi/Digital
10. Pilar Keuangan
11. Standar akuntansi yang transparan dan akuntabel
12. Laporan Keuangan Online
Gerakan koperasi diarahkan untuk mengadopsi teknologi dalam kegiatan operasionalnya
sehingga terjadi optimalisasi pelayanan terhadap anggota tanpa terkendala batas waktu dan
wilayah. Beberapa praktek koperasi dalam penerapan teknologi antara lain
penyelenggaraan rapat anggota yang dapat dilakukan secara daring (Online) maupun Luring
(offline), Buku Daftar Anggota berbasis elektronik dan pelaporn secara elektronik.
 

SEJARAH KOPERASI
Koperasi pertama kali diperkenalkan oleh seorang berkebangsaan Skotlandia, yang bernama
Robert Owen (1771-1858). Setelah koperasi berkembang dan diterapkan di beberapa
Negara-negara eropa. Koperasi pun mulai masuk dan berkembang di Indonesia.
Di Indonesia koperasi mulai diperkenalkan oleh Patih R.Aria Wiria Atmaja pada tahun 1896,
dengan melihat banyaknyak para pegawai negeri yang tersiksa dan menderita akibat bunga
yang terlalu tinggi dari rentenir yang memberikan pinjaman uang. Melihat penderitaan
tersebut Patih R.Aria Wiria Atmaja lalu mendirikan Bank untuk para pegawai negeri, beliau
mengadopsi system serupa dengan yang ada di jerman yakni mendirikan koperasi kredit.
Beliau berniat membantu orang-orang agar tidak lagi berurusan dengan renternir yang pasti
akan memberikan bunga yang tinggi.
seorang asisten residen Belanda bernama De Wolffvan Westerrode, merespon tindakan
Patih R.Aria Wiria, sewaktu mengunjungi Jerman De Wolffvan Westerrode menganjurkan
akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan,
Tabungan dan Pertanian.
Setelah itu koperasi mulai cepat berkembang di Indonesia, hal ini juga didorong sifat orang-
orang Indonesia yang cenderung bergotong royong dan kekeluargaan sesuai dengan prinsip
koperasi. Bahkan untuk mengansitipasi perkembangan ekonomi yang berkembang pesat
pemerintahan Hindia-Belanda pada saat itu mengeluarkan peraturan perundangan tentang
perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915,
lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur
Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933,
Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan
Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan
yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi
golongan Bumiputra.
Setelah pemerintahan Hindia-belanda menunjukkan sikap diskriminasi dalam peraturan
yang dibuatnya. Pada tahun 1908 Dr. Sutomo yang merupakan pendiri dari Boedi Utomo
memberikan perananya bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kondisi kehidupan
rakyat.
Serikat Dagang Islam (SDI) 1927, Dibentuk bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan
ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional
Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Setelah jepang berhasil menguasai sebagian besar daerah asia, termasuk Indonesia, system
pemerintahan pun berpindah tangan dari pemerintahan Hindia-Belanda ke pemerintahan
Jepang. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai, namun hal ini hanya dimanfaatkan Jepang
untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Setelah Indonesia
merdeka, pada tanggal 12 juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres
Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi
Indonesia.Sekaligus membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang
berkedudukan di Tasikmalaya.
Lalu kita mengenal Moh. Hatta sebagai bapak koperasi. Beliau mengusulkan didirikannya 3
macam koperasi :
Pertama, adalah koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan
pegawai.
Kedua, adalah koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak
atau nelayan).
Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna
memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta mengatakan bahwa tujuan koperasi yang sebenarnya bukan mencari laba atau
keuntungan, namun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bersama anggota koperasi.

REGULASI DAN DASAR HUKUM


Terbentuknya Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Berdasarkan :
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah
Non Departemen.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara.
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Tata
Kerja, dan Susunan Organisasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
6. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2015 Tentang Kementerian
Koperasi dan UKM.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2020 Tentang Kementerian
Koperasi dan UKM.

Di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-


2019 ditetapkan visi pembangunan nasional, yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat,
mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong. Upaya untuk mewujudkan visi
tersebut ditetapkan 7 (tujuh) misi pembangunan dan dirumuskan ke dalam sembilan agenda
prioritas pembangunan yang disebut NAWA CITA.
 Sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita, terdapat agenda pembangunan keenam,
yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Dalam
rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional disusun 11
sub agenda prioritas, dimana sub agenda prioritas yang kedelapan adalah meningkatkan
akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. 
Untuk mencapai akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional tersebut dilakukan melalui 5
(lima) pendekatan. Pendekatan yang kelima adalah peningkatan daya saing UMKM dan
koperasi. Sasaran pengembangan UMKM dan koperasi yang akan diwujudkan pada periode
2015-2019 dimaksud antara lain adalah meningkatnya kontribusi UMKM dan koperasi
dalam perekonomian yang ditunjukkan oleh pertumbuhan nilai PDB UMKM dan koperasi
rata-rata sebesar 6,5-7,5 persen per tahun dan meningkatnya kinerja kelembagaan dan
usaha koperasi, yang ditunjukkan oleh peningkatan partisipasi anggota koperasi dalam
permodalan dari sebesar 52,5 persen menjadi 55,0 persen dalam lima tahun, dan
pertumbuhan volume usaha koperasi rata-rata sebesar 15,5-18,0 persen per tahun. 
Berkaitan dengan peran Pemerintah dalam meningkatkan daya saing koperasi, hal ini
tertuang pada pasal 60 Undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian,
bahwa Pemerintah menciptakan dan mengembangkan kondisi yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi serta memberikan bimbingan kepada koperasi.
Selanjutnya pada pasal 62 UU Nomor 25 Tahun 1992 bahwa dalam rangka memberikan
bimbingan kepada koperasi, Pemerintah mendorong, mengembangkan dan membantu
pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian. 
Berdasarkan sasaran pembangunan koperasi para periode 2015-2019 dan peran
Pemerintah sesuai mandat UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka
keberadaan Petugas Penyuluh Perkoperasian Lapangan (PPKL) menjadi vital dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pengembangan koperasi dan pemasyarakatan
koperasi di masyarakat. 
Pembinaan terhadap koperasi dikonsentrasikan pada penguatan aspek kelembagaan,
usaha, dan keuangan serta pengembangan partisipasi anggota untuk
mewujudkan koperasi yang sehat, kuat dan mandiri. Semua ini akan mendorong
peningkatan peran koperasi dalam pencapaian kesejahteraan anggota koperasi dan
masyarakat berdasarkan jatidiri koperasi. 
Dalam pelaksanaan tugas pembinaan tersebut, peran PPKL menjadi penting untuk
ditingkatkan kapasitas dan kualitasnya. Pada proses transfer pengetahuan dan keahlian yang
dimiliki PPKLsaat ini tidak hanya melalui tatap muka, namun harus mampu memanfaatkan
teknologi terutama teknologi informasi yang kian berkembang dengan cepat. Selain
itu, kehadiran media sosial dengan beragam wujudnya pada dasawarsa terakhir juga telah
mengubah cara masyarakat berkomunikasi, mengakses informasi, mengelola pengetahuan
dan menggunakannya kembali. Hal ini merupakan peluang besar dalam proses transmisi
informasi dan pengetahuan perkoperasian bagi masyarakat.
 Dalam konteks tersebut, peran PPKL harus lebih adaptif, progresif dan menjawab
kebutuhan masyarakat.  Untuk itu, terdapat dua faktor utama yang perlu diperhatikan oleh
PPKL, yaitu penggunaan media sosial yang masif dan meluas di masyarakat dan pengelolaan
informasi oleh koperasi dan masyarakat. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka PPKL
akan secara bersama-sama koperasi dan masyarakat mengelola pengetahuan
perkoperasian.
A.   Tugas Pokok dan Fungsi PPKL :
1.  Fungsi PPKL
PPKL berfungsi membantu Dinas Koperasi dan UKM Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota dalam hal:
a.    Penyuluhan koperasi;
b.    Pendataan koperasi;
c.    Penyuluhan anggota dan masyarakat yang akan bergabung dan/atau
mendirikan koperasi.
 
2.Tugas Pokok PPKL
     Dalam menjalankan fungsi tersebut, PPKL melaksanakan tugas pokok sebagai
berikut:
a.      Melakukan penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi dan edukasi
perkoperasian secara lisan maupun tulisan kepada koperasi dan masyarakat;
b.      Melakukan pendataan koperasi di wilayah kerja;
c.      Melakukan pendampingan kepada koperasi dalam pelaksanaan Rapat
Anggota Tahunan (RAT);
d.      Melakukan penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat dan kelompok
masyarakat strategis yang akan bergabung dan/atau mendirikan koperasi;
e.      Melakukan inventarisasi potensi wilayah kerja untuk pengembangan
koperasi;
f.   Melakukan publikasi kegiatan melalui berbagai media.
PROFIL MENTERI
Nama : Drs. Teten Masduki
Tempat dan Tanggal Lahir :  Garut, Jawa Barat, 6 Mei 1963; umur 56 tahun
Alamat : Jalan Kalimantan II/8, Pasar Rebo, Jakarta Timur
Email : tmasduki@yahoo.com

Profil Singkat
Terlahir dari keluarga petani, masa kecil Teten dihabiskan di Kecamatan Balubur Limbangan,
Garut, Jawa Barat. Setamat dari SMAN 1 Garut ia kuliah di IKIP Bandung, mengambil jurusan
kimia. Kesadaran terhadap masalah-masalah sosial sudah tumbuh sejak SMA. Saat kuliah ia
sering ikut kelompok diskus dan ikut mendampingi petani di Garut. Berkat kegigihannya
melakukan kerja-kerja sosial, Teten Masduki dianugerahi Suardi Tasrif Award 1999.

Pendidikan
1. Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
2. Kursus selama tiga bulan tentang kepemimpinan LSM di El Taller, Tunisa(1989)

Penghargaan
1. Suardi Tasrif Award 1999
2. Alumni Berprestasi IKIP Bandung 2000
3. Penghargaan Ramon Magsaysay, 2005

Karir di Pemerintahan
1. Menteri Koperasi dan UMKM RI Periode 2019 - 2024
2. Koordinator Staf Khusus Presiden (2018-2019)
3. Kepala Staf Presiden (2015-2018)
4. Staf Khusus Menseskab 2014-2015
5. Ketua Dewan Pengawas Badan Urusan Logistik (Bulog) (2018-Marer 2019)
6. Komisioner Ombudsman RI pada periode pertama

Pengalaman Kerja Lain


1. Sekjen Transpransi Internasional Indonesia (TII)
2. Koordinator  Indonesia Corruption Watch (ICW)
3. Kepala Divisi Perburuhan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
4. Institut Studi dan Informasi Hak Asasi Manusia (1978-198
Logo Koperasi mengalami perubahan, hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Dewan
Koperasi Indonesia Nomor: SKEP/03/DEKOPIN-E/I/2015 tentang Perubahan Lambang/Logo
Gerakan Koperasi Indonesia dan Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 01/Per/M.KUKM/II/2015 tentang Perubahan
Lambang/Logo Gerakan Koperasi Indonesia.
Alasan dirubahnya kembali logo koperasi adalah sesuai aspirasi gerakan koperasi Indonesia
yang menghendaki lambang/logo gerakan koperasi Indonesia dikembalikan menjadi
lambang/logo gerakan koperasi Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres Koperasi
Indonesia pertama di Tasikmalaya tahun 1947, sehingga Peraturan Menteri Negara Koperasi
dan UKM nomor 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi
Indonesia dicabut.
Arti Lambang Koperasi

Logo adalah sebuah karya seni rupa dan tidak dapat lepas dari elemen-elemen seni rupa
yang mendasar membentuknya warna, ruang, garis, tipograpi dan banyak lagi yang lainnya.
Logo ini juga harus mencerminkan sebuah citra yang positif yakni dengan cara memberikan
pesan yang menguntungkan pada bentuk gambar dan lambang.Sejak tahun
1947, koperasi Indonesia mengadaptasi lambang pada Pancasila sebagai logo mereka, yaitu
pohon beringin, gerigi roda, rantai, padi kapas, serta bintang. Hal tersebut menunjukkan
bahwa lembaga keuangan ini lahir sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai pada landasan
negara Indonesia tersebut.

Logo koperasi ini dipakai sampai tahun 2012 dan sempat berganti bentuk menjadi lebih
modern. Logo baru koperasi memiliki bentuk seperti mozaik bunga yang didominasi warna
hijau pupus. Meskipun tampilannya lebih kekinian, tetapi lambang berbentuk mozaik itu
tidak bertahan lama. 

Hingga pada tahun 2015, Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga memutuskan untuk
menggunakan lambang lama kembali. Meskipun tampilannya sangat berbeda, filosofi di
balik makna logo lama maupun baru sangat mewakili tujuan berdirinya koperasi di
Indonesia. 
Makna Lambang Koperasi Pohon Beringin (1947-2012 dan 2015-Sekarang)

Gambar Gerigi Roda

Gambar yang terletak di bagian atas logo koperasi ini merupakan lambang dari upaya keras
dan berkelanjutan. Artinya, hanya orang-orang pekerja keras yang bisa menjadi calon
anggota koperasi selama memenuhi beberapa persyaratan.

Gambar Rantai

Terletak di sebelah kiri pohon beringin, rantai menunjukkan ikatan kekeluargaan, persatuan,
dan persahabatan yang kokoh. Artinya, setiap anggota koperasi merupakan pemilik. Inilah
mengapa, semua anggota terlibat sekaligus menyepakati AD (anggaran dasar) / ART
(anggaran rumah tangga) koperasi.

Gambar Padi dan Kapas

Seperti halnya simbol pada Pancasila, gambar padi dan kapas di sebelah kanan beringin
merupakan lambang kemakmuran sesuai tujuan didirikannya koperasi, yaitu memakmurkan
anggota mereka. Padi merupakan representasi dari kebutuhan pangan, sedangkan kapas
adalah simbol kebutuhan dasar sandang. 

Apabila semua anggota koperasi dapat memenuhi dua kebutuhan tersebut dengan baik,
maka lembaga keuangan ini dianggap berhasil menjalankan visi misi dan mencapai tujuan
utama didirikannya koperasi.

Gambar Timbangan

Keadilan sosial yang merupakan sila ke-5 adalah salah satu dasar koperasi sekaligus simbol
hukumnya. Inilah mengapa gambar timbangan juga digunakan sebagai logo
koperasi. Timbangan merupakan simbol harapan bahwa semua anggota koperasi harus
memiliki jiwa keadilan.
Gambar Bintang dalam Perisai

Perisai merupakan simbol bahwa Pancasila merupakan landasan idiil koperasi. Harapannya,
setiap anggota koperasi mampu mengikuti nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan (sila
pertama, ketuhanan Yang Maha Esa) sesuai dengan suara hati mereka. Lambang ini juga
representasi dari tubuh (perisai) serta hati (bintang).

Gambar Pohon Beringin

Beringin merupakan gambaran sifat sosial dan kepribadian orang Indonesia yang berakar
kuat. Harapannya, orang-orang yang bergabung dan bekerja pada sektor koperasi cukup
kuat, baik soal kemampuan ekonomi, etos kerja, maupun jiwa sosial kemasyarakatannya.

Tulisan “Koperasi Indonesia”

Tulisan pada logo koperasi menunjukkan identitas, bahwa lembaga keuangan tersebut


dibuat oleh, dari, dan untuk rakyat Indonesia. Tulisan tersebut juga memiliki makna lain,
yaitu sebagai simbol keberadaan koperasi dalam sistem perekonomian sekaligus upaya
mereka untuk menjadi salah satu penyokong sekaligus pendorong ekonomi bangsa.

Latar Belakang Merah Putih 

Penggunaan warna bendera sebagai latar belakang logo menunjukkan semangat


nasionalisme Koperasi Indonesia. Latar belakang tersebut juga merupakan gambaran
kebanggaan sekaligus kecintaan anggota koperasi terhadap tanah air dan negara mereka.

Makna Lambang Koperasi Mozaik Bunga (2012 – 2015)

Meskipun hanya digunakan sebentar, logo koperasi berupa mozaik bunga juga memiliki
makna yang tidak kalah bagus dengan lambang pohon beringin. Pada logo yang sempat
digunakan mediao 2012-2015 tersebut, terdapat gambar bunga.

Bunga merupakan simbol perkembangan serta kemajuan perkoperasian Indonesia.


Harapannya, Koperasi Indonesia senantiasa berkembang menjadi lebih cemerlang, inovatif,
produktif, serta berorentasi pada keunggulan dan teknologi. Sedangkan pada bagian luar
bunga, terdapat 4 buah persegi panjang berwarna lebih gelap.

Bentuk persegi panjang tersebut melambangkan empat tujuan utama koperasi, yaitu:

1. Sebagai sarana aspirasi rakyat


2. Sebagai salah satu roda ekonomi bersifat kerakyatan
3. Sebagai lembaga keuangan yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan,
kemandirian, keadilan dan demokrasi
4. Serta sebagai salah satu lembaga yang senantiasa berusaha unggul dalam
persaingan global

Selain bunga dan 4 persegi panjang, logo koperasi ini juga memiliki tulisan “Koperasi
Indonesia.” Seperti halnya lambang pohon beringin, tulisan tersebut merupakan identitas
lembaga sekaligus simbol, bahwa lembaga keuangan ini memiliki semangat tinggi untuk
memajukan perekonomian bangsa.

Banyak di antara kita yang telah mengenal Dr. Muhammad Hatta sebagai Bapak
Koperasi Indonesia. Tapi, tahukah Anda mengenai tokoh koperasi lainnya di negeri ini? Ada
banyak lagi mereka yang berjasa memperkenalkan dan mengembangkan koperasi di tanah
air. Ingin tahu siapa saja tokoh tersebut? Yuk simak artikel ini.

R.A Aria Wiraatmadja

Beliau dikenal sebagai pelopor gerakan perkoperasian di Indonesia. Di tahun 1896, R.A Aria
Wiraatmadja yang menjabat sebagai Patih Purwokerto mendirikan lembaga bagi pegawai
negeri. Bank tersebut dilanjutkan oleh Der Wolf van Westerrode dan dikenal sebagai Hulp-
En Spaarkbank dengan anggotanya yang kebanyakan petani.

Sutomo

Ketika mendirikan organisasi Budi Utomo, salah satu fokus Dr. Sutomo adalah
mengembangkan perekonomian sejenis koperasi. Koperasi yang berniat beliau dirikan
adalah koperasi konsumsi, khususnya untuk kalangan rumah tangga rakyat jelata. Meski
banyak pertentangan, semangat Dr. Sutomo telah tercatat di sejarah perkoperasian
Indonesia.

Muhammad Hatta

Pahlawan proklamasi Indonesia ini dikenang pula sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Ada
buku bertema ekonomi kerakyatan berisi esai yang ditulis oleh Muhammad Hatta saat
menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena jasa beliau yang besar, ketika
Kongres Koperasi Kedua berlangsung, Muhammad Hatta dianugerahi gelar tersebut.
DR. Sri Edi Swasono

Bagi menantu Bung Hatta ini, koperasi perlu menjadi sokoguru perekonomian di Indonesia.
Pemikiran beliau mengenai koperasi diakui oleh mereka yang berkecimpung di bidang ini.
Bahkan sebelum menikah dengan Meutia Farida Hatta pun, Sri Edi Swasono telah berperan
besar dalam memperkenalkan dan mengembangkan koperasi di negeri sendiri.

Agus Sudono

Sejak kecil Agus Sudono peduli dengan nasib rakyat kecil di sekitarnya. Termasuk karyawan
pabrik gula di daerah tempat tinggalnya. Keprihatinan tersebut membuahkan hasil dengan
didirikannya Induk Koperasi Karyawan atau INKOPAR. Atau awal mula wadah koperasi
simpan pinjam bagi para karyawan pabrik gula ketika itu.

Selain kelima tokoh koperasi di atas, ada pula nama lainnya yang berperan besar untuk
perkembangan koperasi di Indonesia. Beberapa di antaranya yaitu, Dr. Ir. H. Beddu Amang
M.A, Drh. H. Daman Danuwidjaya, Eddiwan sang penggagas berdirinya Bank Koperasi
(sekarang BUKOPIN), J. K Lumunon, Ir. Mohammad Iqbal, Mubha Kahar Muang S.E tokoh
perempuan yang aktif di KOSTI JAYA (Koperasi Sopir Taksi Jakarta Raya), Mukhtar Mandala,
dan Sukrisno Hadi.

Pengertian Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang juga merupakan organisasi bisnis yang dimiliki dan
dioperasikan oleh orang-seorang demi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan, adapun modal koperasi terdiri dari :
1. Modal Anggota, berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dana
cadangan, maupun sumbangan atau hibah.
2. Modal Pinjaman, berasal dari anggota koperasi dan/atau usaha lainnya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan lain-lain.
Anggota yang ada di dalam koperasi tidak dibedakan antara orang pribadi dan atau badan
hukum dalam negeri.
Di Indonesia sendiri telah dibuat Undang Undang nomor 25 tahun 1992 sebagaimana telah
diganti dengan Undang-Undang nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi
menurut ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
 Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
 Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
 Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing
anggota
 Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
 Kemandirian
 Pendidikan perkoperasian
 Kerjasama antar koperasi

Koperasi Sebagai Subjek Pajak


Dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
Dalam pasal 2 ayat 1(b) Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan salah satu subjek pajak
adalah badan, dan koperasi merupakan badan usaha yang merupakan subjek pajak yang
memiliki kewajiban dan hak perpajakan yang sama dengan badan usaha lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu. Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah :
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP
2. Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan
3. Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan
4. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak Dalam Koperasi


a. Bunga Simpanan Koperasi
Bunga simpanan koperasi adalah imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota atas
simpanan wajib dan sukarela yang telah disetornya. Besarnya bunga simpanan koperasi yang
akan diterima oleh anggota ditentukan berdasarkan perjanjian di awal, pada waktu anggota
mendaftarkan diri sebagai anggota koperasi.
Dasar Hukum
 Pasal 23 ayat (1)a dan Pasal 4 ayat (2)a Undang-Undang Pajak Penghasilan
 PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
 PMK nomor 112/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi Orang Pribadi.
Penghitungan Pajak
Atas bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong PPh Pasal pasal
4 ayat 2 dan bersifat final oleh koperasi hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2)a
yang menyatakan “penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi“.

Atas batasan penghasilan dan tarif diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-
112/PMK.03/2010 dalam pasal 2(b) yang menyatakan demikian “Besarnya Pajak Penghasilan
Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.”
Contoh Kasus
Sdr. Pola Sitanggang menerima bunga simpanan “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 6.800.000,- 
untuk periode bulan Desember 2014. Atas bunga simpanan tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-) dan bersifat final.
Penyetoran dan Pelaporan
Atas PPh Pasal 4 ayat (2) yang sudah dipotong oleh “Koperasi Ai So Ise” tersebut harus sudah
disetor ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
dalam contoh kasus berarti harus sudah menyetorkan sebesar Rp.680.000,- pada tanggal 10
Januari 2015 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama dan NPWP Koperasi
dengan Kode MAP : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 419.  Dan melaporkan ke kantor pajak
dimana “Koperasi Ai So Ise” tersebut terdaftar paling lama tanggal 20 Januari 2015. Adapun
formulir pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat dilihat pada lampiran yang ada
dalam PER-53/PJ/2009.

 b. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi


Di dalam ketentuan pajak pasal 4 ayat 1(g) disebutkan “dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi“, dalam UU tentang perkoperasian istilah Sisa Hasil Usaha koperasi
dikenal dengan istilah Selisih Hasil Usaha, kedua hal ini memiliki pengertian yang sama dalam
maksud tulisan ini.
Selisih Hasil Usaha (SHU)  adalah  Surplus  Hasil  Usaha  atau Defisit  Hasil  Usaha  yang 
diperoleh  dari  hasil  usaha  atau  pendapatan  Koperasi  dalam  satu  tahun  buku  setelah
dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha (Pasal 1 ayat (12) UU Nomor 17
tahun 2012. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan
pokoknya. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh
koperasi. SHU biasanya dibagikan pada bulan ke ke tiga setelah tutup tahun buku, namun
kadang dapat melampaui waktu tersebut karena permasalahan penghitungan yang berdampak
terundanya pembagian SHU.
Dasar Hukum
 Pasal 4 ayat (1)g Undang-Undang Pajak Penghasilan
 PMK nomor 111/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak Orang
Pribadi dalam negeri.
Penghitungan Pajak
Pengertian dividen dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh salah satunya adalah pembagian sisa hasil
usaha koperasi. Dalam pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan Atas penghasilan
berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai
Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final.
Contoh Kasus
Sdr. Hotdi Sinurat menerima pembagian sisa hasil usaha koperasi (dividen) dari “Koperasi Ai So
Ise”  sebesar Rp. 6.800.000,-  untuk periode Tahun  2014 pada masa April 2015. Atas dividen
tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-) dan
bersifat final.
Penyetoran dan Pelaporan
Atas PPh Pasal 4 ayat (2) “PPh Final atas SHU”  yang sudah dipotong oleh “Koperasi Ai So Ise”
tersebut harus sudah disetor ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir dalam contoh kasus berarti harus sudah menyetorkan sebesar
Rp.680.000,- pada tanggal 10 Mei 2015 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas
nama dan NPWP Koperasi dengan Kode MAP : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 419. Dan
melaporkan ke kantor pajak dimana “Koperasi Ai So Ise” tersebut terdaftar paling lama tanggal
20 Mei 2015. Adapun formulir pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat dilihat pada
lampiran yang ada dalam PER-53/PJ/2009.
c.  Pajak Penghasilan Atas Koperasi
Seperti dijelaskan di atas bahwa Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban
lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
Maka, pembagian Selisih Hasil Usaha tersebut dilakukan setelah dilakukan penghitungan Pajak
Penghasilan atas Koperasi itu sendiri sebagai subjek pajak badan.
Penghitungan dimulai dengan menghitung hitung dulu berapa penghasilan neto yang merupakan
Penghasilan Kena Pajak. Rumus Penghasilan Kena Pajak adalah Total Penghasilan setelah
dikurangi biaya-biaya yang terkait (matching cost against revenue).
Dasar Hukum
 Pasal 4 ayat (1), pasal 17 ayat (1)b, Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak
Penghasilan
Penghitungan Pajak
Atas penghitungan Penghasilan Neto tersebut selanjutnya dikalikan tarif pajak yang diterapkan 
atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri adalah 25% yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010 dengan memperhatikan pasal 31E UU PPh (Wajib Pajak badan
dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dan PP 46 tahun 2012.
Contoh Kasus
Penghasilan Kena Pajak atas wajib pajak “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 1.000.000.000,- 
untuk periode tahun pajak 2014. Atas Penghasilan Kena Pajak tersebut dikenakan tarif  Wajib
Pajak badan sebagai berikut:
1. Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- dikenakan tarif final sebesar
1%
2. Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 50.000.000.00,- mendapat fasilitas
pengurangan tarif 50%.
3. Jika peredaran usaha diatas Rp. 50.000.000.000,-  maka PPh terutang sebesar sebesar
Rp. 250.000.000,- (25% x Rp. 1.000.000.000,-). Wajib pajak “Koperasi Ai So Ise” tidak memiliki
kredit pajak sehingga pajak yang harus disetor tetap sebesar Rp. 250.000.000,-.
Penyetoran dan Pelaporan
Wajib pajak harus menyetorkan dan melaporkan pajak sebagaimana rumusan penghitungan
tersebut di atas, yaitu :
1. 1% final disetorkan setiap tanggal 15 bulan berikutnya apabila terdapat transaksi disetiap
masa, dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420.
2. paling lama tanggal 30 April 2014. Dengan kode Kode MAP : 411126 dan Kode Jenis
Setoran : 200 (Pasal 29). Untuk masa April diwajibkan menyetor PPh Pasal 25  paling lama
tanggal 15 Mei 2015.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat menjawab apa yang menjadi pertanyaan pembaca nusahati
sebagaimana disampaikan di awal tulisan.
1. Bahwasanya definisi deviden dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh termasuk di dalamnya
adalah  pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Dalam pasal 23 ayat (1)a atas dividen dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan sebesar 15%.
3. Dalam pasal 23 ayat (4) f dikatakan pemotongan pajak tidak dilakukan atas sisa hasil
usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Berdasarkan 3 poin di atas dapat disimpulkan, sisa hasil usaha koperasi yang dibagikan oleh
koperasi kepada anggotanya dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23. Artinya walaupun
termasuk dividen, SHU yang diterima oleh anggota koperasi termasuk objek yang dikecualikan.
SHU yang diterima oleh anggota koperasi termasuk objek yang dikecualikan dari pemotongan
PPh Pasal 23, namun dengan memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan Atas penghasilan berupa dividen yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final.
2. Pasal 2 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan pengertian dividen adalah dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Maka dapat disimpulkan bahwa SHU yang diterima oleh anggota koperasi bukan termasuk objek
pemotongan PPh Pasal 23 melainkan termasuk objek yang harus dilakukan pemotongan PPh
Final Pasal 4 ayat (2).
Pengertian Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang juga merupakan organisasi bisnis yang dimiliki dan
dioperasikan oleh orang-seorang demi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan, adapun modal koperasi terdiri dari :
1. Modal Anggota, berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dana
cadangan, maupun sumbangan atau hibah.
2. Modal Pinjaman, berasal dari anggota koperasi dan/atau usaha lainnya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan lain-lain.
Anggota yang ada di dalam koperasi tidak dibedakan antara orang pribadi dan atau badan
hukum dalam negeri.
Di Indonesia sendiri telah dibuat Undang Undang nomor 25 tahun 1992 sebagaimana telah
diganti dengan Undang-Undang nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi
menurut ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
 Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
 Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
 Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing
anggota
 Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
 Kemandirian
 Pendidikan perkoperasian
 Kerjasama antar koperasi
Koperasi Sebagai Subjek Pajak
Dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap.
Dalam pasal 2 ayat 1(b) Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan salah satu subjek pajak
adalah badan, dan koperasi merupakan badan usaha yang merupakan subjek pajak yang
memiliki kewajiban dan hak perpajakan yang sama dengan badan usaha lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu. Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah :
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP
2. Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan
3. Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan
4. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak Dalam Koperasi
a. Bunga Simpanan Koperasi
Bunga simpanan koperasi adalah imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota atas
simpanan wajib dan sukarela yang telah disetornya. Besarnya bunga simpanan koperasi yang
akan diterima oleh anggota ditentukan berdasarkan perjanjian di awal, pada waktu anggota
mendaftarkan diri sebagai anggota koperasi.
Dasar Hukum
 Pasal 23 ayat (1)a dan Pasal 4 ayat (2)a Undang-Undang Pajak Penghasilan
 PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
 PMK nomor 112/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi Orang Pribadi.
Penghitungan Pajak
Atas bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong PPh Pasal pasal
4 ayat 2 dan bersifat final oleh koperasi hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2)a
yang menyatakan “penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi“.

Atas batasan penghasilan dan tarif diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-
112/PMK.03/2010 dalam pasal 2(b) yang menyatakan demikian “Besarnya Pajak Penghasilan
Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.”
Contoh Kasus
Sdr. Pola Sitanggang menerima bunga simpanan “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 6.800.000,- 
untuk periode bulan Desember 2014. Atas bunga simpanan tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-) dan bersifat final.
Penyetoran dan Pelaporan
Atas PPh Pasal 4 ayat (2) yang sudah dipotong oleh “Koperasi Ai So Ise” tersebut harus sudah
disetor ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
dalam contoh kasus berarti harus sudah menyetorkan sebesar Rp.680.000,- pada tanggal 10
Januari 2015 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama dan NPWP Koperasi
dengan Kode MAP : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 419.  Dan melaporkan ke kantor pajak
dimana “Koperasi Ai So Ise” tersebut terdaftar paling lama tanggal 20 Januari 2015. Adapun
formulir pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat dilihat pada lampiran yang ada
dalam PER-53/PJ/2009.
 b. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Di dalam ketentuan pajak pasal 4 ayat 1(g) disebutkan “dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi“, dalam UU tentang perkoperasian istilah Sisa Hasil Usaha koperasi
dikenal dengan istilah Selisih Hasil Usaha, kedua hal ini memiliki pengertian yang sama dalam
maksud tulisan ini.
Selisih Hasil Usaha (SHU)  adalah  Surplus  Hasil  Usaha  atau Defisit  Hasil  Usaha  yang 
diperoleh  dari  hasil  usaha  atau  pendapatan  Koperasi  dalam  satu  tahun  buku  setelah
dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha (Pasal 1 ayat (12) UU Nomor 17
tahun 2012. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan
pokoknya. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh
koperasi. SHU biasanya dibagikan pada bulan ke ke tiga setelah tutup tahun buku, namun
kadang dapat melampaui waktu tersebut karena permasalahan penghitungan yang berdampak
terundanya pembagian SHU.
Dasar Hukum
 Pasal 4 ayat (1)g Undang-Undang Pajak Penghasilan
 PMK nomor 111/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan pajak penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak Orang
Pribadi dalam negeri.
Penghitungan Pajak
Pengertian dividen dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh salah satunya adalah pembagian sisa hasil
usaha koperasi. Dalam pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan Atas penghasilan
berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai
Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final.
Contoh Kasus
Sdr. Hotdi Sinurat menerima pembagian sisa hasil usaha koperasi (dividen) dari “Koperasi Ai So
Ise”  sebesar Rp. 6.800.000,-  untuk periode Tahun  2014 pada masa April 2015. Atas dividen
tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-) dan
bersifat final.
Penyetoran dan Pelaporan
Atas PPh Pasal 4 ayat (2) “PPh Final atas SHU”  yang sudah dipotong oleh “Koperasi Ai So Ise”
tersebut harus sudah disetor ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir dalam contoh kasus berarti harus sudah menyetorkan sebesar
Rp.680.000,- pada tanggal 10 Mei 2015 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas
nama dan NPWP Koperasi dengan Kode MAP : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 419. Dan
melaporkan ke kantor pajak dimana “Koperasi Ai So Ise” tersebut terdaftar paling lama tanggal
20 Mei 2015. Adapun formulir pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat dilihat pada
lampiran yang ada dalam PER-53/PJ/2009.
c.  Pajak Penghasilan Atas Koperasi
Seperti dijelaskan di atas bahwa Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban
lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
Maka, pembagian Selisih Hasil Usaha tersebut dilakukan setelah dilakukan penghitungan Pajak
Penghasilan atas Koperasi itu sendiri sebagai subjek pajak badan.
Penghitungan dimulai dengan menghitung hitung dulu berapa penghasilan neto yang merupakan
Penghasilan Kena Pajak. Rumus Penghasilan Kena Pajak adalah Total Penghasilan setelah
dikurangi biaya-biaya yang terkait (matching cost against revenue).
Dasar Hukum
 Pasal 4 ayat (1), pasal 17 ayat (1)b, Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak
Penghasilan
Penghitungan Pajak
Atas penghitungan Penghasilan Neto tersebut selanjutnya dikalikan tarif pajak yang diterapkan 
atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri adalah 25% yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010 dengan memperhatikan pasal 31E UU PPh (Wajib Pajak badan
dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dan PP 46 tahun 2012.
Contoh Kasus
Penghasilan Kena Pajak atas wajib pajak “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 1.000.000.000,- 
untuk periode tahun pajak 2014. Atas Penghasilan Kena Pajak tersebut dikenakan tarif  Wajib
Pajak badan sebagai berikut:
1. Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- dikenakan tarif final sebesar
1%
2. Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 50.000.000.00,- mendapat fasilitas
pengurangan tarif 50%.
3. Jika peredaran usaha diatas Rp. 50.000.000.000,-  maka PPh terutang sebesar sebesar
Rp. 250.000.000,- (25% x Rp. 1.000.000.000,-). Wajib pajak “Koperasi Ai So Ise” tidak memiliki
kredit pajak sehingga pajak yang harus disetor tetap sebesar Rp. 250.000.000,-.
Penyetoran dan Pelaporan
Wajib pajak harus menyetorkan dan melaporkan pajak sebagaimana rumusan penghitungan
tersebut di atas, yaitu :
1. 1% final disetorkan setiap tanggal 15 bulan berikutnya apabila terdapat transaksi disetiap
masa, dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420.
2. paling lama tanggal 30 April 2014. Dengan kode Kode MAP : 411126 dan Kode Jenis
Setoran : 200 (Pasal 29). Untuk masa April diwajibkan menyetor PPh Pasal 25  paling lama
tanggal 15 Mei 2015.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat menjawab apa yang menjadi pertanyaan pembaca nusahati
sebagaimana disampaikan di awal tulisan.
1. Bahwasanya definisi deviden dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh termasuk di dalamnya
adalah  pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Dalam pasal 23 ayat (1)a atas dividen dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan sebesar 15%.
3. Dalam pasal 23 ayat (4) f dikatakan pemotongan pajak tidak dilakukan atas sisa hasil
usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Berdasarkan 3 poin di atas dapat disimpulkan, sisa hasil usaha koperasi yang dibagikan oleh
koperasi kepada anggotanya dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23. Artinya walaupun
termasuk dividen, SHU yang diterima oleh anggota koperasi termasuk objek yang dikecualikan.
SHU yang diterima oleh anggota koperasi termasuk objek yang dikecualikan dari pemotongan
PPh Pasal 23, namun dengan memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan Atas penghasilan berupa dividen yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final.
2. Pasal 2 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan pengertian dividen adalah dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Maka dapat disimpulkan bahwa SHU yang diterima oleh anggota koperasi bukan termasuk objek
pemotongan PPh Pasal 23 melainkan termasuk objek yang harus dilakukan pemotongan PPh
Final Pasal 4 ayat (2).

Anda mungkin juga menyukai